BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dibukukan oleh perusahaan setiap tahunnya (Siahaan 2012).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Obyek Studi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dunia usaha menuntut adanya informasi yang dapat digunakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

@UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Analisis laporan keuangan berkaitan erat dengan bidang akuntansi. Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai jenis instrumen investasi yang berada di pasar modal berbentuk financial

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Indeks kompas 100 merupakan suatu indeks saham yang terdiri dari 100 saham

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Hasil atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Karakteristik Objek Penelitian A. Kriteria Pemilihan Saham Indeks Kompas 100

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan iklim investasi di Indonesia saat ini, ditandai dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Harga saham dapat dikatakan merupakan indikator keberhasilan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan. Semua perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Selain itu juga penanaman modal atau investasi adalah

BAB I PENDAHULUAN. usaha selain bank. Di samping itu perkembangan pasar modal juga

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. umum mempunyai kesamaan yaitu adanya tingkat keuntungan yang disyaratkan

I. PENDAHULUAN. Secara perlahan namun pasti pasar modal Indonesia tumbuh menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

ANOMALI AKRUAL DI INDONESIA (STUDI EMPIRIS PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA) Elbert Ludica Toha S. Nurwahyuningsih Harahap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari perusahaan go public semakin

I. PENDAHULUAN. Sesuatu yang menarik untuk diamati pada saat ini adalah mengenai peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain dan sebagai sarana bagi kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. investor/pemilik modal. Media yang digunakan perusahaan dalam menjual

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang go public. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan cukup besar jumlahnya. Sumber dana tersebut dapat dikelompokkan

I. PENDAHULUAN. panjang seperti saham, obligasi, reksadana, instrumen derivatif dan instrumen

profitabilitas, rasio likuiditas, rasio aktivitas, dan rasio solvabilitas. Salah satu indikator penting dalam penilaian prospek sebuah perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. utama investor dalam melakukan investasi adalah untuk memperoleh return

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Seiring dengan laju perekonomian Indonesia yang terus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan cerminan kekuatan ekonomi suatu bangsa. Secara formal, pasar

BAB I PENDAHULUAN. bersumber dari dalam negeri misalnya tabungan luar negeri, tabungan pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha di Indonesia yang semakin ketat saat ini mendorong banyak

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan dalam dunia keuangan perusahaan (corporate finance). Platt dan Platt

BAB I PENDAHULUAN. Bursa efek Indonesia (pasar modal) Indonesia pada awalnya terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan yang lebih besar. Hal ini erat kaitannya dengan informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang (Tandelilin, 2001). Tujuan investor menginvestasikan

BAB I PENDAHULUAN. bagi para investor dan salah satu sumber dana bagi perusahaan (emiten). Pasar

BAB 1 PENDAHULUAN. diawali oleh perubahan sistem ekonomi komunis ke sistem ekonomi pasar.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh tingkat keuntungan (return) yang tinggi. Tinggi rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasar modal memiliki peranan yang sangat penting dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. dana pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa datang

BAB I PENDAHULUAN. mempertemukan dua kelompok yang saling berhadapan tetapi yang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan besar pemenang persaingan sekaligus menjadi pemimpin pasar.

BAB I PENDAHULUAN. Dipandang dari sisi perusahaan, dividen merupakan cost atas sumber

BAB II LANDASAN TEORI. Laporan tahunan (annual report) adalah suatu laporan resmi mengenai keadaaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Peran manajemen keuangan dalam suatu perusahaan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menarik karena bisa memberikan return (pengembalian) yang besar secara cepat,

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia yang tidak terbatas ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Indikator yang paling penting dalam menilai kemajuan perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi (PSAK No.1, revisi 2009).

LANDASAN TEORI. dalam perusahaan yaitu keseimbangan antara aktiva dengan pasiva yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan perekonomian negara Indonesia tidak lepas dari. pengaruh peran perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pergerakan harga saham industri farmasi di Bursa Efek Indonesia mulai

BAB I PENDAHULUAN. harga sahamnya (Fama, 1978; Wright dan Ferris, 1997). Harga saham digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Investasi merupakan penundaan konsumsi sekarang untuk dimasukkan ke

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Model estimasi..., Andriyatno, FE UI, 2010.

I. Pendahuluan. dapat dipilih oleh seorang investor dalam mengalokasikan dana yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan ekonomi adalah salah satu aspek penting di dalam suatu negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan perusahaan dan merupakan salah satu sumber informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. yang memberikan pilihan jenis-jenis investasi serta perantara untuk berinvestasi

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat dunia usaha menjadi lebih kompetitif. Sehingga dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. luas. Banyak orang yang menginvestasikan uang mereka dalam pasar modal, yaitu

BAB I yang baik dan dapat memberikan return yang akan dipilih oleh investor. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu investasi. Return bisa positif dan juga negatif, jika positif berarti

BAB I PENDAHULUAN. taraf hidup atau derajatnya di masyarakat meningkat. Banyak cara yang dilakukan

Pelaksanaan dan Hasil Penelitian. Bab ini berisikan tentang hasil analisis dan pembahasan. hasil penelitian yang telah dilakukan.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian suatu negara dapat diukur dengan berbagai cara,

Reaksi pasar terhadap pengumuman stock split dengan memperhatikan faktor kelompok industri dan ukuran perusahaan (firm size) Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang produktif guna mengembangkan pertumbuhan jangka panjang.

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keuntungan berupa return dan capital gain. Investasi adalah komitmen atas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan landasan hukum berinvestasi secara tegas dan jelas. Hal ini sangat. masyarakat umum dalam berinvestasi di pasar modal

ANALIS PENGARUH VARIABEL-VARIABEL FUNDAMENTAL YANG MEMPENGARUHI HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan investasi dilakukan oleh para pemilik dana, yang bertujuan untuk

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan (return) saham bagi investor, karena return saham

Bab I PENDAHULUAN. ekspansi dengan lingkup ekonomi global seiring perkembangan ekonomi dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam bentuk aktiva keuangan yang dapat diperjual-belikan dipasar

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan adalah dikedepankannya hipotesis pasar efisien (Efficient Market

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari banyaknya perusahaan yang melakukan Initial Public Offering

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan (Darmadji dan Fakhruddin, 2006:111). investasi dalam bentuk saham. Saham (stock atau share) adalah tanda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Investasi dapat diartikan sebagai suatu komitmen penempatan

BAB I PENDAHULUAN. optimal dengan mempertemukan kepentingan investor selaku pihak yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada aktiva keuangan yang sifatnya financial asset atau real asset

BAB I PENDAHULUAN. mendaftarkan sahamnya di pasar modal atau berstatus ( go public ). Pasar

BAB I PENDAHULUAN. emiten dan tempat terjadinya kegiatan investasi. Secara konsep, investasi adalah

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DAN TINGKAT OPTIMAL RANGE TERHADAP KEPUTUSAN PEMECAHAN SAHAM

BAB I PENDAHULUAN. luar negeri. Sementara itu bagi investor, pasar modal merupakan wahana untuk

BAB I PENDAHULUAN. likuid dan efisien. Pasar modal dikatakan likuid jika penjual dapat menjual dan

BAB I PENDAHULUAN. permintaan atas instrumen keuangan jangka panjang, umumnya lebih dari 1 tahun.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Indeks harga saham adalah indikator atau cerminan pergerakan harga saham. Indeks harga saham merupakan salah satu pedoman bagi investor untuk melakukan investasi di pasar modal, khususnya saham. Menurut Halim (2003), indeks harga saham merupakan ringkasan dari pengaruh simultan dan kompleks dari berbagai macam variabel yang berpengaruh, terutama tentang kejadiankejadian ekonomi. Bahkan saat ini indeks harga saham tidak saja menampung kejadian-kejadian ekonomi, tetapi juga menampung kejadian-kejadian sosial, politik, dan keamanan. Dengan demikian, indeks harga saham dapat dijadikan barometer kesehatan ekonomi suatu negara dan sebagai dasar melakukan analisis statistik atas kondisi pasar terakhir (current market). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia. Perhitungan indeks merepresentasikan pergerakan harga di pasar yang terjadi melalui sistem perdagangan lelang. Nilai dasar akan disesuaikan dengan segera apabila terjadi perubahan modal emiten atau terdapat faktor lain yang tidak terkait dengan harga saham (corporate action). Terdapat beberapa indeks saham lainnya yang merupakan bagian dari IHSG, salah satunya adalah Indeks Kompas100. Pada perayaan HUT PT. Bursa Efek Jakarta ke-15 tanggal 13 Juli 2007 dan bertepatan dengan ulang tahun pasar modal ke 30, BEJ (sekarang BEI) meluncurkan Indeks Kompas100. Indeks ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pada investor, pengelola portofolio serta fund manager sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam menciptakan kreatifitas (inovasi) pengelolaan dana yang berbasis saham. Saham-saham yang terpilih untuk dimasukkan dalam indeks Kompas100 ini selain memiliki likuiditas yang tinggi, serta nilai kapitalisasi pasar yang besar, juga merupakan saham-saham yang memiliki fundamental dan kinerja yang baik. Saham-saham yang termasuk dalam 1

Kompas100 diperkirakan mewakili sekitar 70-80% dari total Rp 1.582 triliun nilai kapitalisasi pasar seluruh saham yang tercatat di BEI, maka dengan demikian investor bisa melihat kecenderungan arah pergerakan indeks dengan mengamati pergerakan indeks Kompas100 (Dikutip dari harian Kompas edisi Jumat 10 Agustus 2007). Proses pemilihan 100 saham yang masuk dalam penghitungan indeks Kompas100 ini mempertimbangkan faktor likuiditas, kapitalisasi pasar dan kinerja fundamental dari saham-saham tersebut. Adapun kriteria pemilihan saham dalam Indeks Kompas100 adalah sebagai berikut: a. Telah tercatat di BEI minimal 3 bulan. b. Saham tersebut masuk dalam perhitungan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan). c. Berdasarkan pertimbangan faktor fundamental perusahaan dan pola perdagangan di bursa, BEI dapat menetapkan untuk mengeluarkan saham tersebut dalam proses perhitungan indeks harga 100 saham. d. Masuk dalam 150 saham dengan nilai transaksi dan frekuensi transaksi serta kapitalisasi pasar terbesar di Pasar Reguler, selama 12 bulan terakhir. e. Dari sebanyak 150 saham tersebut, kemudian diperkecil jumlahnya menjadi 60 saham dengan mempertimbangkan nilai transaksi terbesar. f. Dari sebanyak 90 saham yang tersisa, kemudian dipilih sebnyak 40 saham dengan mempertimbangkan kinerja: hari transaksi dan frekwensi transaksi serta nilai kapitalisasi pasar di pasar reguler, dengan proses sebagai berikut : 1) Dari 90 sisanya, akan dipilih 75 saham berdasarkan hari transaksi di pasar reguler. 2) Dari 75 saham tersebut akan dipilih 60 saham berdasarkan frekuensi transaksi di pasar reguler. 3) Dari 60 saham tersebut akan dipilih 40 saham berdasarkan Kapitalisasi Pasar. g. Daftar 100 saham diperoleh dengan menambahkan daftar saham dari hasil perhitungan butir (e) ditambah dengan daftar saham hasil perhitungan butir (f). 2

h. Daftar saham yang masuk dalam KOMPAS100 akan diperbaharui sekali dalam 6 bulan, atau tepatnya pada bulan Februari dan pada bulan Agustus. Sedangkan untuk mendapatkan data historikal yang lebih lengkap, BEI menggunakan hari dasar penghitungan indeks pada tanggal 2 Januari 2002 dengan nilai indeks pada saat itu sebesar 100. Sedangkan pergantian saham dan evaluasi akan dilakukan setiap 6 bulan sekali yaitu bulan Februari dan Agustus. Tujuan utama Bursa Efek Indonesia dalam penerbitan indeks Kompas 100 adalah untuk penyebarluasan informasi pasar modal serta menggairahkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari keberadaan Bursa Efek Indonesia, baik untuk investasi maupun mencari sumber pendanaan bagi perusahaan dalam mengembangkan perekonomian nasional. Manfaat bagi keberadaan indeks Kompas100 yakni membuat suatu acuan (bench marking) baru bagi investor untuk melihat ke arah mana pasar bergerak dan kinerja portofolio investasinya. Manfaat lain yang diperoleh para pelaku industri pasar modal ialah mereka memiliki suatu acuan baru dalam menciptakan produk-produk inovasi yang berbasis indeks (Dikutip dari harian Kompas edisi Jumat 10 Agustus 2007). Indeks Kompas100 dipilih sebagai objek penelitian karena 100 perusahaan yang masuk terdaftar dalam indeks ini adalah perusahaan dengan fundamental dan peforma kinerja emiten yang dipandang paling baik selain memiliki frekuensi dan nilai transaksi yang baik. Emiten Kompas100 sebagai sampel penelitian dipilih karena dianggap lebih merepresentasikan emiten BEI secara keseluruhan. Lain halnya dengan LQ 45 yang hanya terdiri dari 45 emiten sehingga terlalu sedikit dalam merepresentasikan keseluruhan emiten yang terdaftar di BEI. 1.2 Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan membutuhkan modal untuk menjalankan kegiatan operasional perusahaannya. Pada tahap selanjutnya, perusahaan membutuhkan lebih banyak modal untuk mengembangkan usahanya. Sumber modal dapat berasal dari internal maupun eksternal perusahaan. Modal yang bersumber dari internal perusahaan misalnya modal setoran pemilik dan laba ditahan, sementara 3

yang bersumber dari eksternal perusahaan misalnya pinjaman dari bank dan menerbitkan saham kepada publik di pasar modal. Perusahaan yang mendapatkan dana dari pasar modal merupakan perusahaan yang sebagian kepemilikannya dikuasai oleh publik. Pasar modal merupakan salah satu bagian dari pasar keuangan (Financial market), di samping pasar uang (Money Market) yang sangat penting peranannya bagi pembangunan nasional. Komitmen pemerintah terhadap peran Pasar Modal tercermin di dalam Undang-undang Pasar Modal Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yang menyatakan bahwa Pasar Modal mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional, sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat. Pasar modal merupakan tempat bertemunya investor dengan emiten. Emiten pasar modal adalah perusahaan-perusahaan yang telah menerbitkan dan menawarkan surat berharga kepada publik melalui penawaran umum, dan publik yang menanamkan modal pada perusahaan melalui pasar modal disebut investor. Terdapat berbagai jenis investor, ada investor yang melakukan investasinya atas nama pribadi atau perorangan, ada juga yang melakukan investasi atas nama institusional atau perusahaan. Yang membedakan investor-investor tersebut hanyalah informasi yang diperoleh dan nominal investasi. Investor atas nama perusahaan biasanya memperoleh informasi yang lebih lengkap dan nominal investasinya juga lebih banyak, sedangkan investor atas nama perorangan nominal investasinya lebih kecil dari investor institusional dan tidak memiliki informasi selengkap investor institusional. Namun, semua investor mengharapkan hal yang sama, yaitu pengembalian atau return yang menguntungkan. Seperti yang telah diungkapkan oleh Toha dan Harahap (2012), keinginan investor untuk meningkatkan investasinya atau memperoleh return ini dikarenakan adanya konsep biaya kesempatan atau yang lazim disebut dengan opportunity cost. Dengan berinvestasi di perusahaan publik, investor telah mengorbankan kesempatan untuk mendapatkan suatu tingkat pengembalian tertentu atas investasi tersebut di tempat lain seperti deposito atau alternatif investasi lainnya. Umumnya, return diperoleh dari peningkatan harga 4

saham (kecuali dalam praktik short sell). Investor berharap harga saham miliknya meningkat dari waktu ke waktu, yang berarti harga jual hak kepemilikannya lebih tinggi daripada harga beli dan ia memperoleh return dari selisih tersebut. Terkadang pengharapan investor akan peningkatan investasi melalui peningkatan harga saham tidak selalu terjadi. Investor juga menghadapi risiko turunnya harga saham, sehingga investor harus jeli dalam memprediksi harga saham. Secara fundamental, peningkatan harga saham sangat dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan memberikan return sangat berkaitan erat dengan laba karena pendapatan dan keadaan yang berkaitan dengan laba dapat menunjukkan apakah bisnis akan menguntungkan dan sukses dalam jangka panjang. Sampai saat ini pun informasi laba masih dipandang sebagai informasi yang paling utama dalam meramalkan laba masa depan (Fisher & Jordan, 1991). Informasi mengenai laba ini mencakup juga informasi mengenai komponen penyusun laba tersebut, yang terdiri dari dua komponen, yaitu arus kas dan akrual. Namun penelitian-penelitian yang mengambil topik mengenai komponen laba seringkali mernyimpulkan bahwa investor melakukan kesalahan dalam melakukan penilaian terhadap informasi komponen laba tersebut (Sloan, 1996), (Beaver, 2002), (Richardson, 2005). Bahkan (Sloan, 1996) menemukan bahwa harga saham tidak dapat mencerminkan informasi yang ada dalam arus kas dan akrual. Menurutnya, investor menciptakan kesalahan sistemik dalam menilai implikasi laba saat ini terhadap posisinya di masa mendatang. Padahal, seberapa besar laba saat ini akan bertahan sampai masa depan adalah tergantung dari proporsi arus kas dan akrual dari laba tersebut. Ketidaktepatan penilaian atau mispricing ini terjadi ketika investor tidak dapat membedakan persistensi antara dua komponen laba tersebut. (Sloan, 1996) menyimpulkan bahwa porsi akrual dari laba periode berjalan (Current earning) lebih tidak persisten dibanding porsi arus kas-nya. Namun, yang terjadi pasar gagal mengidentifikasi perbedaan persistensi antara akrual dan arus kas tersebut. Hal ini merupakan indikasi bahwa pasar ternyata tidak berjalan efisien dan karenanya investor gagal untuk membedakan daya prediksi (predictive value) komponen akrual dan arus kas terhadap pendapatan perusahaan di masa 5

mendatang. Sehingga dapat dikatakan bahwa pasar cenderung overweight terhadap persistensi arus kas. Dengan kata lain, investor terlalu optimis pada perusahaan dengan tingkat akrual tinggi dan terlalu pesimis terhadap perusahaan dengan tingkat akrual rendah. Hal ini terjadi karena investor menganggap perusahaan yang memiliki tingkat akrual yang tinggi umumnya memberikan pengembalian yang tinggi di masa depan, dan perusahaan dengan tingkat akrual yang rendah umumnya memberikan pengembalian yang rendah di masa depan, tingginya tingkat akrual perusahaan ini dikarenakan besarnya angka pendapatan yang belum direalisasi jika dibandingkan dengan beban yang belum direalisasi, ataupun sebaliknya. Fenomena ini disebut dengan anomali akrual (Sloan, 1996). Salah satu akibat dari mispricing ini adalah seringkali komponen akrual dari laba menghasilkan abnormal return yang tidak seharusnya di masa depan. JIka investor tidak dapat membedakan persistensi arus kas dan akrual, saham dengan komponen akrual tinggi (rendah) akan cenderung dihargai terlalu tinggi (rendah). Mispricing ini akan dikoreksi ketika laba mendatang terealisasi, yaitu laba akan lebih rendah (tinggi) dari yang diekspektasikan, Oleh sebab itu perusahaan dengan akrual yang tingi akan menghasilkan abnormal return yang negatif, sebaliknya perusahaan dengan akrual yang rendah akan menghasilkan abnormal return yang positif di masa mendatang (Hirshleifer D.L., 2006; Sloan, 1996). Penemuan Sloan (1996) yang mengungkapkan adanya anomali dalam komponen akrual menggerakkan beberapa peneliti untuk menguji apakah anomali akrual merupakan fenomena yang terjadi di setiap pasar modal berbagai negara, salah satunya adalah Pincus et al. (2007) yang melakukan penelitian mengenai fenomena anomali akrual di pasar modal modal internasional. Pincus et al (2007) mengambil sampel pasar di 20 negara, termasuk Indonesia. Negara-negara tersebut yang kemudian dikelompokkan berdasarkan kebijakan hukumnya menjadi negara code law dan common law. Negara-negara common law merupakan negara jajahan Inggris yang manajemennya dapat menggunakan akrual secara berlebihan, sedangkan negara-negara code law membatasi manajemen untuk menggunakan komponen akrual. Hasilnya anomali akrual banyak hanya ditemukan di negara-negara yang menganut common law seperti 6

Australia, Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat. Sementara tingkat anomali akrual yang rendah ditemukan di hampir seluruh negara dengan kebijakan hukum code law. Hal ini dikarenakan negara-negara code law cenderung membatasi penggunaan akuntansi akrual dibandingkan negara-negara common law yang memberikan kebebasan kepada manajemen untuk menggunakan akrual secara berlebihan (Btari, 2013). Penelitian Pincus et al. (2007) umumnya menyimpulkan anomali akrual lebih banyak ditemukan di pasar modal yang berada di negara common law dibandingkan code law, serta negara-negara yang memperbolehkan penggunaan akrual secara berlebihan. Dikarenakan belum banyaknya penelitian anomali akrual di pasar modal negara berkembang maka penelitian dengan menggunakan sampel negara berkembang seperti Indonesia perlu dilakukan. Penelitian ini difokuskan pada keberadaan anomali akrual di pasar modal Indonesia. Anomali akrual tersebut dapat menjadi indikasi efisiensi pasar modal Indonesia. Penelitian mengenai anomali akrual di pasar modal Indonesia sebelumnya dilakukan oleh Ratmono dan Cahyonowati (2005). Kesimpulan penelitian ini adalah komponen akrual memiliki persistensi yang lebih rendah dibandingkan komponen kas, sesuai dengan hasil penelitian di pasar Amerika Serikat. Walaupun demikian, Mishkin Test yang dilakukan untuk menguji penilaian pasar terhadap persistensi komponen laba menunjukkan bahwa pasar Indonesia overpricing terhadap semua komponen. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian terdahulu, dimana investor cenderung untuk overprice komponen akrual dan underprice komponen kas. Penelitian mengenai keberadaan anomali akrual di pasar modal Indonesia juga dilakukan oleh Toha dan Harahap (2012) yang menyimpulkan bahwa terdapat anomali akrual di pasar modal Indonesia. Toha dan Harahap menggunakan rasio Size dan BM sebagai variabel kontrol berdasarkan model multifaktor yang dikembangkan oleh Fama dan French (1992). Fama dan French (1992) membagi perusahaan berdasarkan ukurannya (firm size) yaitu besar (big) dan kecil (small) serta berdasarkan perbandingan nilai buku terhadap nilai pasar perusahaan (book to market rasio) yaitu tinggi (high) dan 7

rendah (low). Dalam penelitiannya, Fama dan French (1992) menempatkan saham-saham ke salah satu dari sepuluh portofolio setelah memeringkat mereka di akhir bulan Juni berdasarkan ukuran perusahaan kemudian mereka mengikuti return bulanan portofolio tersebut dari Juli 1963-Desember 1990, ternyata hasilnya adalah terdapat hubungan terbalik antara ukuran perusahaan dengan return rata-rata (average return). Perusahaan dengan firm size kecil cenderung mempunyai return yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan dengan firm size yang lebih besar, fenomena ini biasa disebut dengan size effect. Di dalam penelitian Banz (1981) dinyatakan bahwa saham dengan nilai kapitalisasi pasar yang rendah atau memiliki firm size kecil dapat menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding saham dengan firm size yang lebih besar. Jadi secara umum, dapat dinyatakan adanya suatu hubungan negatif antara tingkat pengembalian saham dengan ukuran perusahaan. Fama dan French (1992) juga mengkonfirmasi hubungan antara book-tomarket ratio dan tingkat pengembalian saham. Book-to-market ratio adalah perbandingan antara nilai buku per lembar saham dengan nilai pasar saham. Nilai buku per lembar saham sangat mencerminkan nilai perusahaan, dan nilai perusahaan tercermin pada nilai kekayaan bersih ekonomis yang dimilikinya. Menurut Robert Ang (1997), book to market ratio merupakan rasio yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur kinerja perusahaan melalui harga pasarnya. Perusahaan dengan book to market ratio tinggi mengindikasikan bahwa pasar menghargai perusahaan relatif lebih rendah daripada nilai buku perusahaan. Secara teoritis rasio book to market memiliki pengaruh negatif terhadap return saham dengan kata lain semakin tinggi rasio book to market suatu perusahaan maka semakin rendah return saham yang dihasilkan, begitu pula sebaliknya dimana perusahaan dengan rasio book to market rendah memiliki tingkat return saham yang relatif lebih tinggi. Dengan menggunakan size dan book to market ratio Toha dan Harahap (2012) kemudian mereplikasi model penelitian Lev dan Nissin (2005) dengan menyusun portofolio berdasarkan tiga kriteria yaitu ukuran perusahaan (Sizebased portofolio), rasio book-to-market value (BM-based portofolio), dan 8

keduanya (Size/BM-based portofolio) pada penelitiannya selama tahun 2003-2006. Model penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat abnormal return positif (negatif) di perusahaan yang memiliki tingkat akrual rendah (tinggi), dengan melakukan simulasi jual beli atas portofolio dan menerapkan strategi akrual. Strategi akrual yang dimaksud adalah membeli saham-saham berakrual rendah, dan melakukan penjualan (short sell) untuk saham perusahaan berakrual tinggi dalam jumlah yang sama besar. Kemudian dihitung rata-rata abnormal return yang diperoleh dari selisih return saham individual dengan portofolio (Toha dan Harahap, 2009). Berdasarkan abnormal return-nya maka akan terlihat apakah terjadi anomali atau tidak dalam masing-masing portofolio tersebut. Kesimpulan dari hasil simulasi adalah keberadaan anomali akrual pada tahun 2003 dan 2004 tidak konsisten sehingga tidak dapat dipertahankan. Namun hasil yang berbeda terjadi pada tahun 2005 dan 2006 karena adanya keberadaan anomali akrual yang cukup kuat. Berdasarkan hasil uji regresi, Toha dan Harahap (2012) menyimpulkan bahwa keberadaan anomali akrual tidak dapat dipastikan pada tahun 2003 dan 2004. Akrual tidak mempengaruhi abnormal return. Investor telah memberikan porsi yang sesuai kepada akrual dalam prediksi laba masa depan. Namun demikian, akrual ini terlihat jelas pada tahun 2005 dan 2006. Pada tahun tersebut, investor memberikan porsi yang terlalu besar kepada akrual dalam prediksi laba. Ini menimbulkan kejanggalan karena investor melakukan kesalahan yang tidak mereka lakukan pada tahun sebelumnya. Berbeda dengan portofolio lainnya, pada size/bm-based portfolios, tidak satupun hasil regresi portofolio menunjukkan pengaruh akrual pada abnormal return (Toha dan Harahap, 2009). Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan ternyata menunjukkan hasil yang berbeda mengenai anomali akrual. Meskipun tidak ada yang menyangkal keberadaan anomali akrual di Indonesia, namun fenomena anomali dalam prediksi terhadap komponen akrual ini masih tidak konsisten. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini mengambil judul Pengaruh Anomali Tingkat Akrual terhadap Abnormal Stock Return (Studi Empiris pada Emiten Indeks Kompas100 Tahun 2010-2012). 9

1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dibahas sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana akrual dan abnormal return yang terjadi pada Indeks Kompas100 tahun 2010-2012? 2. Apakah terdapat anomali akrual atau abnormal return positif (negatif) di perusahaan yang memiliki tingkat akrual rendah (tinggi) pada emiten terdaftar di Indeks Kompas100 tahun 2010-2012? 3. Bagaimana pengaruh tingkat akrual dengan variabel kontrol size dan terhadap abnormal return pada emiten terdaftar di Indeks Kompas100 tahun 2010-2012? 4. Bagaimana pengaruh tingkat akrual dengan variabel kontrol book to market ratio terhadap abnormal return pada emiten terdaftar di Indeks Kompas100 tahun 2010-2012? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apakah terdapat anomali akrual atau abnormal return positif (negatif) di perusahaan yang memiliki tingkat akrual rendah (tinggi) pada emiten terdaftar di Indeks Kompas100 tahun 2010-2012. 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat akrual dengan variabel kontrol size terhadap abnormal return pada emiten terdaftar di Indeks Kompas100 tahun 2010-2012. 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat akrual dengan variabel kontrol book to market ratio terhadap abnormal return pada emiten terdaftar di Indeks Kompas100 tahun 2010-2012. 10

1.5 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi baik secara teoritis maupun praktis. Adapun kontribusi yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah: 1.5.1 Aspek Teoritis 1) Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi mengenai teori tentang fenomena anomali akrual, informasi akrual dan persistensi laba komponen akrual. 2) Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian yang berhubungan dengan persistensi laba terutama komponen akrual. 1.5.2 Aspek Praktis 1) Bagi analis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi mengenai identifikasi akrual sehingga harga wajar saham dapat diperkirakan lebih tepat. 2) Bagi investor dan kreditor, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan tentang pengaruh akrual terhadap return saham masa depan agar dapat meminimalisasi kesalahan prediksi laba sehingga pengambilan keputusan pendanaan dapat dilakukan dengan lebih akurat. 1.6 Sistematika Penulisan Pembahasan dalam skripsi ini akan dibagi dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub-bab. Sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah yang didasarkan pada latar belakang 11

penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian secara teoritis dan praktis, serta sistematika penulisan secara umum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Bab tinjauan pustaka penelitian dan lingkup penelitian berisi tentang rangkuman teori, penelitian terdahulu sejenis, kerangka pemikiran teoritis, dan hipotesis penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian, variabel operasional yang digunakan, tahapan penelitian, jenis dan sumber data (populasi dan sampel), serta teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab hasil analisis penelitian dan pembahasan berisi tentang deskripsi objek penelitian, analisis data, dan interpretasi hasil. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan hasil analisis temuan penelitian dan saran yang akan diberikan. 12