1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media merupakan peradangan mukosa telinga tengah yang terdiri atas otitis media non supuratif dan supuratif. Berdasarkan durasi waktu otitis media dibagi menjadi bentuk akut dan kronik. Selain itu terdapat sistem klasifikasi lain yang membagi otitis media yaitu, otitis media akut, otitis media efusi, otitis media supuratif kronik dan otitis media akut rekuren (Yates dan Anari, 2008). Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik di telinga tengah ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul, sekret berupa serous, mukoid atau purulen lebih dari 8 minggu (Bluestone dan Klein, 2007). Otitis media supuratif kronik merupakan salah satu penyakit telinga yang paling banyak terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Survey prevalensi menunjukkan bahwa beban global penyakit OMSK ini melibatkan 65-330 juta orang dengan keluhan telinga berair dan 60% diantaranya yaitu mencapai 39-200 juta orang menderita gangguan pendengaran yang signifikan. OMSK menyumbang 28.000 kematian dan beban penyakit lebih dari 2 juta. Lebih dari 90% dari beban penyakit ini ditanggung oleh negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat, Afrika dan beberapa suku minoritas di lingkaran Pasifik (Acuin, 2004).
2 Berdasarkan survei kesehatan indra di 7 propinsi di Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan tahun 1996, prevalensi OMSK sebesar 3,1%. Sedangkan menurut WHO berdasarkan angka proyeksi pada tahun 2007, prevalensi OMSK di Indonesia sebesar 5,4% (Sirlan dan Suwento, 1998; Acuin, 2004). Data yang digunakan di Indonesia pada saat ini sudah sangat lama dan diperlukan data epidemiologi baru. OMSK yang bersifat multifaktorial harus ditekankan. Terapi antibiotik yang tidak adekuat, ISPA berulang dan penyakit hidung dan kondisi lingkungan kumuh dengan kesulitan akses ke fasilitas kesehatan dihubungkan dengan perkembangan otitis media akut (OMA) menjadi OMSK. Perumahan miskin, higiene dan status gizi rendah juga dihubungkan dengan prevalensi OMSK yang tinggi dan perbaikan aspek-aspek ini mengurangi 50% prevalensi OMSK pada anak-anak di Maori. Fasilitas kesehatan yang lebih dekat secara signifikan juga menurunkan angka serangan otitis media pada anak-anak Indian Arizona yang hidup di penampungan. Pemberian susu botol, paparan asap rokok, seringnya kunjungan ke pusat fasilitas penitipan anak dan riwayat OMA dalam keluarga disebutkan juga merupakan faktor risiko otitis media (Acuin, 2004). Faktor-faktor risiko OMSK belum bisa disebutkan dengan jelas dalam literatur yang ada. Penyakit ini tidak lebih umum dibandingkan OMA yang sudah banyak dilakukan penelitian pendahuluan dimana kondisi-kondisi yang menjelaskan hubungan dengan meningkatnya insiden OMSK masih kurang. Faktor-faktor risiko yang kita ketahui saat ini lebih banyak dari kajian OMA
3 yang dipakai juga sebagai faktor-faktor risiko OMSK. Hal ini berdasarkan pengamatan bahwa OMA berulang dapat berkembang menjadi OMSK dan 35% anak yang menderita OMA berulang juga menderita OMSK, dibandingkan hanya 4 % anak yang menderita 5 kali episode OMA, meskipun angkanya jauh lebih rendah namun angka ini menunjukkan bahwa prevalensi OMSK akibat infeksi bukan merupakan penyebab utama (Acuin, 2004 ). Bukti lain yang menarik adalah penurunan kejadian OMSK di era antibiotik menunjukkan bahwa pengobatan infeksi akut seperti OMA mencegah perkembangan ke bentuk kronik. Namun faktor risiko OMA dan OMSK tetap saja berbeda dan hubungan antar keduanya tidak selalu sama di antara penelitian-penelitian yang pernah dilakukan (Acuin, 2004). Lasisi di Nigeria meneliti 189 anak dengan OMSK dan mendapatkan kelas sosial dan pendidikan rendah, malnutrisi, minum susu botol, paparan terhadap asap rokok dan jumlah saudara kandung yang banyak secara signifikan berpengaruh terhadap perkembangan otitis media (Lasisi, Olayemi, Irabor, 2007). Faktor yang mempengaruhi otitis media berperan dalam perkembangan OMSK, termasuk faktor intrinsik yaitu ras, umur, riwayat ISPA dan atau OMA, dan tingkat pengetahuan orang tua, sedangkan faktor ekstrinsik/ lingkungan antara lain orang tua perokok, tempat penitipan anak dan mengkonsumsi susu botol (Adoga, Nimkur, Silas, 2010). OMSK merupakan peradangan telinga tengah yang sering terjadi di masyarakat Kota Surakarta namun belum tersedia data tentang profil OMSK
4 dan faktor-faktor risiko di masyarakat Kota Surakarta. Data ini diperlukan untuk membuat program deteksi dini dan tatalaksana komprehensif sehingga diperlukan data epidemiologi untuk menentukan strategi pencegahan dan pola tatalaksana yang tepat sesuai dengan karaktersitik penyakit dan penderita di masyarakat di Kota Surakarta saat ini. Berdasarkan uraian di atas mendorong penulis melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor risiko OMSK di Kota Surakarta. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat dalam mengenali faktor risiko penyakit dan bagi pelayanan kesehatan masyarakat dalam memberikan penatalaksanaan yang optimal. B. Rumusan Masalah Apakah faktor-faktor risiko alergi, riwayat ISPA, riwayat OMA, tingkat pendidikan rendah, pendapatan keluarga, status gizi kurang, jarak rumah ke fasititas kesehatan, paparan asap rokok dan lingkungan padat merupakan faktor-faktor risiko OMSK di Kota Surakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui faktor-faktor risiko yang mempengaruhi OMSK di Kota Surakarta. 2. Tujuan khusus 1. Mengetahui alergi sebagai faktor risiko yang mempengaruhi OMSK di Kota Surakarta
5 2. Mengetahui riwayat ISPA sebagai faktor risiko yang 3. Mengetahui riwayat OMA sebagai faktor risiko yang 4. Mengetahui tingkat pendidikan sebagai faktor risiko yang 5. Mengetahui pendapatan keluarga sebagai faktor risiko yang 6. Mengetahui status gizi sebagai faktor risiko yang mempengaruhi OMSK di KotaSurakarta 7. Mengetahui jarak rumah ke fasilitas kesehatan sebagai faktor risiko yang 8. Mengetahui paparan asap rokok sebagai faktor risiko yang 9. Mengetahui lingkungan padat sebagai faktor risiko yang. D. Manfaat Penelitian 1. Bidang penelitian Memberikan data mengenai faktor-faktor risiko yang mempengaruhi OMSK di Kota Surakarta 2. Bidang institusi Dengan mengetahui faktor-faktor risiko OMSK di Kota Surakarta maka dapat dijadikan masukan untuk program pencegahan dan
6 penanggulangan OMSK khususnya bagi KSM/ Bagian Ilmu Kesehatan T.H.T.K.L Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta/ RSUD dr. Moewardi Surakarta dan umumnya bagi Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala dan Leher Indonesia (PERHATI- KL). 3. Bagi masyarakat Menambah pengetahuan masyarakat mengenai OMSK dan faktorfaktor risiko yang mempengaruhi penyakit ini sehingga dapat menentukan strategi pencegahan dan pola tatalaksana yang tepat sesuai dengan karakteristik penyakit dan penderita di masyarakat Kota Surakarta.