PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

Prospek Gaharu Budidaya & Regulasi yang dibutuhkan. Deden Djaenudin Puspijak 2012

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai makluk hidup mulai dari bakteri, cendawan, lumut dan berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Asmat merupakan salah satu kabupaten pemekaran baru dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

BAB II BAGAIMANA KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003).

FLORA DAN FAUNA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kehutanan yang bernilai ekonomi tinggi. Gaharu digunakan sebagai bahan baku

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

TINJAUAN PUSTAKA. tinggi yang tersebar di ekosistem hutan dataran rendah Dipterocarpaceae sampai hutan

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

C. Potensi Sumber Daya Alam & Kemarintiman Indonesia

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

PENDAHULUAN Latar Belakang

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk ke dalam kategori negara

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan paru-paru dunia karena hutan dapat memproduksi oksigen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

Restorasi Ekosistem di Hutan Alam Produksi: Implementasi dan Prospek Pengembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera Om Swastiastu

I. PENDAHULUAN. Taman Hutan Raya (Tahura) Tongkoh terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten

PENDAHULUAN. hujan tropis Indonesia diperkirakan seluas 1,148,400-an kilometer persegi yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Pasal 2, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki sumberdaya alam

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan liarnya. Hutan Indonesia dikenal sebagai hutan yang paling kaya akan spesies palm (447 spesies, 225 diantaranya tidak terdapat dibagian dunia yang lain), lebih dari 400 spesies Dipterocarpaceae (jenis kayu komersial yang paling berharga di Asia tenggara), dan diperkirakan mengandung 25,000 species tumbuhan berbunga. Indonesia juga sangat kaya akan hidupan liar, terkaya di dunia untuk mamalia (515 spesies, 36% diantaranya endemik), terkaya akan kupu-kupu swalowtail (121 spesies, 44% diantaranya endemik), ketiga terkaya di dunia akan reptil (ada lebih dari 600 spesies), keempat terkaya akan burung (1519 spesies, 28% diantaranya endemik) kelima untuk amphibi (270 species), dan ketujuh untuk tumbuhan berbunga. Menurut data stastistik hutan Indonesia meliputi kawasan seluas sekitar 120 juta hektar atau hampir 70 % dari luas daratan, sehingga menempatkan negara ini sebagai pemilik sumber daya hutan terbesar di Asia Tenggara, atau kedua terbesar di dunia setelah Brazil. Dalam kenyataannya distribusi hutan di Indonesia lebih luas berada di pulau-pulau besar di luar pulau Jawa, terutama Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Luasan hutan yang berada di tiga pulau terbesar tersebut mencapai 82% dari total kawasan hutan Indonesia. Kondisi hutan ini sekaligus merefleksikan

peran penting di pulau-pulau tersebut bagi pembangunan ekonomi dan upaya mensejahterakan masyarakat. Berdasarkan tipe hutan yang ada, hutan hujan tropis, terutama hutan Dipterocarpaceae dataran rendah di Sumatera dan Kalimantan mempunyai nilai yang multifungsi, baik dari sisi ekonomi (sebagai penghasil kayu dan non kayu), ekologi (perlindungan, tata klimat, dan plasma nutfah), maupun sosial budaya (ditinjau dari keberadaan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang telah bergenerasi hidup di dan dari sumberdaya hutan) (walhi, 2007). Menurut Bratawinata (2001) dan Sutisna (2001), hutan dataran rendah di Sumatera, khususnya Sumatera Utara sangat didominansi oleh Suku Dipterocarpaceae (meranti), yang sekaligus merupakan jenis tanaman hutan yang spesifik untuk wilayah tersebut. Dominansi suku Dipterocarpaceae ini sangat memungkinkan karena iklim di wilayah Sumatera Utara, dengan suhu rataan antara 24-30 o C pada ketinggian 0-1000 mdpl (oleh Lampreecht disebut dengan iklim tropis panas selalu lembab), sangat cocok untuk tumbuh dan berkembangnya suku Dipterocarpaceae. Menurut Wyatts dan Smith (1963) dalam Bratawinata (2001) Hutan Dipterocarpaceae di Sumatera Utara didominansi oleh jenis Meranti Merah (Shorea laevis, S. leprosula), Kapur (Dryobalanops spp), dan Keruing (Dipterocarpus cornutus). Selain suku Dipterocarpaceae, di kawasan hutan Sub Pengunungan (1300-2000 mdpl) di Sumatera Utara dan Aceh juga terdapat tanaman spesifik yang tumbuh secara alami seperti jenis Pinus (Pinus merkusii). Di samping terdapat jenis pohon spesifik yang tumbuh secara alami, terdapat juga jenis pohon spesifik yang dikembangkan oleh masyarakat seperti jenis Kemenyan (Styrax benzoin) yang

banyak dikembangkan di daerah Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Dairi. Menurut Suhardjito (2001), kemenyan telah diperdagangkan orang sekurangnkurangnya sejak sebelum abad ke 16. Sementara budidaya pengelolaan kebu-hutan kemenyan tercatat telah berkembang sejak abad ke-17. Luas hutan-kebun kemenyan di daerah Tapanuli Utara saja pada tahun 1994 hampir mencapai 20.000 hektar, pada saat ini di Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara telah dikembangkan Gaharu (Aquilaria malaccensis) yang dinilai memiliki potensi yang besar dalam perkembangan ekonomi masyarakat. Jenis-jenis pohon spesifik tersebut, baik yang tumbuh secara alami maupun yang dikembangkan oleh masyarakat, mempunyai peranan penting dalam konservasi keanekaragaman hayati, penyerap karbon, pengatur tata air, dan secara ekonomi memenuhi kebutuhan manusia akan hasil hutan. Peranannya dalam konservasi keanekaragaman hayati, pohon-pohon ini menjadi habitat penting terutama bagi satwa burung dan berbagai macam serangga. Pohon-pohon juga berfungsi dalam konservasi dan perlindungan tanah, yaitu mencegah erosi, pemecah angin, dan menjaga kesuburan tanah. Peranan pohon-pohon sebagai penyerap karbondiokasida merupakan fungsi yang sangat penting, dan menjadi perhatian dunia internasional dewasa ini. Penelitian menunjukkan bahwa pohon-pohon ini dapat menyimpan karbon dan menghilangkan karbondioksida di atmosfer dengan adanya pertumbuhan tegakan dan tumbuhan bawah. Secara ekonomi pohon-pohon yang dikembangkan masyarakat memberikan pendapatan dalam rumah tangga dengan hasilnya berupa obat-obatan, kayu pertukangan, dan bahkan memberikan penghasilan secara periodik misalnya dengan menjual kayu bakar (Wardani dkk, 2007).

Tumbuhan, khususnya pohon Gaharu (A.malaccensis) di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara, merupakan jenis tanaman hutan yang baru mulai dikembangkan di Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara dan diharapkan dapat memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi untuk menunjang kebutuhan masyarakat. Meskipun belum banyak dikembangkan namun pengembangan Gaharu (A. malaccensis) yang potensinya baru saja digali ini diharapkan juga dapat meningkatkan produktivitas masyarakat dalam upaya mengembangkan jenis tanaman ini untuk pengembangan yang meluas lagi di daerah Kabupaten Langkat tersebut. Perumusan Masalah Indonesia adalah produsen gaharu terbesar di dunia dan menjadi tempat tumbuh endemik beberapa spesies gaharu komersial dari marga Aquilaria seperti A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, A. filaria dan lain-lain. Pada tahun 1985, jumlah ekspor gaharu Indonesia mencapai sekitar 1487 ton, namun eksploitasi hutan alam tropis dan perburuan gaharu yang tidak terkendali telah mengakibatkan species-species gaharu menjadi langka. Sehingga pada tahun 1995 CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) telah memasukkan A. malaccensis, penghasil gaharu terbaik ke dalam daftar appendix II. Sejak saat itu ekspor gaharu dibatasi oleh kuota yaitu hanya 250 ton/tahun. Namun sejak tahun 2000, total ekspor gaharu dari Indonesia terus menurun hingga jauh dibawah ambang kuota CITES. Semakin sulitnya mendapatkan gaharu di hutan alam telah mengakibatkan semua pohon gaharu (Aquilaria spp. dan Gyrinops spp.) dimasukkan dalam Apendix II pada konvensi CITES tanggal 2-14 Oktober 2004 di Bangkok. Karena kekhawatiran akan

punahnya species gaharu di Indonesia, maka sejak tahun 2005 Departemen Kehutanan telah menurunkan kuota ekspor menjadi hanya 125 ton/tahun. Gaharu (A. malaccensis) di Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara baru saja dimulai pengembangannya dan belum banyak masyarakat yang menghetahui sejauh mana pengembangan Gaharu di daerah ini. Salah satu kendala dalam perencanaan dan pengembangan pengelolaan jenis tanaman Gaharu ini bagi masyarakat adalah terbatasnya ketersediaan informasi tentang potensi sumberdaya tanaman kehutanan tersebut, dimana ketersedian informasi ini akan sangat menunjang dalam kegiatan perencanaan dan pengembangan strategis pengelolaan tanaman Gaharu tersebut.dengan menggunakan informasi tersebut diharapkan pengelolaan tanaman Gaharu yang ada di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara akan memiliki keunggulan kompetitif untuk pencapaian tujuan pengelolaan dan pengembangan yang optimal dan berkelanjutan. Namun demikian, sampai saat ini data potensi tanaman kehutanan Gaharu yang ada di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara belum banyak diketahui dan belum dianggap sebagai salah satu sumberdaya yang mampu memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian tentang Potensi dan Pengembangan Hutan Spesifik Lokal Gaharu (A. malaccensis) di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan permasalahan tersebut timbul beberapa pertanyaan, yaitu: 1. Sejarah budidaya tanaman Gaharu (A. malaccensis) di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. 2. Berapa besar potensi dan produktivitas tanaman Gaharu (A.malaccensis) di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara.

3. Bagaimana pola pengelolaan dan pengembangan tanaman Gaharu (A. malaccensis) di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. 4. Berapa besar dampak pengelolaan dan pengembangan tanaman Gaharu (A. malaccensis) di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara terhadap perekonomian masyarakat. Tujuan dan Manfaat Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui Sejarah budidaya tanaman Gaharu (A. malaccensis) di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. 2. Mengetahui besarnya potensi dan produktivitas tanaman hutan Gaharu (A. malaccensis) di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. 3. Mengetahui pola pengelolaan dan pengembangan tanaman Gaharu (A. malaccensis) di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. 4. Mengetahui dampak pengelolaan dan pengembangan tanaman Gaharu (A. malaccensis) di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara terhadap perekonomian masyarakat. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah tersedianya informasi dan sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Daerah dan stakeholders dalam pengembangan tanaman hutan dan lahan di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Langkat, yang berguna dalam mendukung kegiatan perencanaan dan pengembangan strategis pengelolaan tanaman hutan Spesifik Lokal Gaharu (A. malaccensis).