BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis perekonomian Provinsi Riau menggunakan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengetahui dinamika pembangunan suatu negara, dapat dilihat dari

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BADAN PUSAT STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu.

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 %

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah

PDRB/PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2008

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2013

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor strategis dalam pengembangan perekonomian Indonesia

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2010

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PENGARUH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2011

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan landasan bagi pengembangan otonomi daerah. Melalui otonomi diharapkan penyelenggaraan pemerintahan lebih desentralis dan kehidupan masyarakat lebih demokratis dan partisipatif. Pemerataan pembangunan di seluruh daerah diharapkan dapat diwujudkan dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan mengurangi dominasi pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan sehingga memenuhi prinsip-prinsip good governance. Dengan adanya otonomi daerah, Pemerintah Daerah dituntut lebih kreatif dalam perencanaan pembangunan dan pengembangan perekonomiannya. Pemerintah Daerah diperkenankan menggali potensi ekonomi serta sumber daya alamnya tanpa campur tangan Pemerintah Pusat terlalu jauh. Melalui otonomi ini diharapkan Pemerintah Daerah lebih dapat mengenali potensi ekonomi daerah tersebut dan lebih leluasa mengembangkan dan memanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peningkatan pembangunan daerah. Peraturan Daerah Provinsi Riau No.3 Tahun 2002 tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Provinsi Riau Tahun 2001-2005 menyebutkan bahwa berdasarkan data yang terhimpun per-1 Januari 1999, cadangan minyak bumi di Provinsi Riau adalah sebesar 6.107,6 MMSTB (juta standar tank barel) 1

2 atau 69 persen cadangan nasional dan cadangan gas bumi sebesar 50 TCF (triliun kubik barel) atau 38 persen dari cadangan nasional. Oleh karena itu, Provinsi Riau disebut sebagai daerah yang mempunyai produksi terbesar di Indonesia. Sebagai pusat pertambangan minyak bumi terbesar, perekonomian Provinsi Riau sangat bergantung terhadap sektor Migas. Sektor Migas tersebut mempengaruhi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi maupun struktur perekonomian Provinsi Riau. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau dilihat dari angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku dengan migas menunjukkan peningkatan dari 413,71 triliun rupiah pada tahun 2011 menjadi 469,07 triliun rupiah pada tahun 2012. Demikian pula dengan PDRB atas dasar harga konstan 2000 dengan migas, telah terjadi peningkatan dari 102,67 triliun rupiah pada tahun 2011 menjadi 106,31 triliun rupiah pada tahun 2012. Kontribusi sektor Migas dalam pembentukan PDRB Provinsi Riau yang nilainya sangat signifikan pada periode tahun 2008-2012 dapat dilihat pada Gambar 1.1. Pada gambar tersebut, diketahui bahwa hampir 50 persen PDRB Provinsi Riau merupakan kontribusi dari sektor Migas yang terdiri dari sektor Pertambangan dan Penggalian. Meskipun sangat dominan, Gambar 1.1 menunjukkan tren penurunan kontribusi sektor tersebut. Oleh karena itu, perlu diingat bahwa pembangunan ekonomi yang terlalu bergantung pada sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui mungkin tidak akan menguntungkan dalam jangka panjang (Kuncoro, 2004: 106).

3 % 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 sektor 2008 2009 2010 2011*) 2012**) Tahun Pertanian Pertambangan Industri Listrik dan Air Bangunan Perdagangan Angkutan Keuangan Jasa Sumber: Lampiran 1 (diolah) Gambar 1.1 Persentase Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Termasuk Minyak Bumi dan Gas, 2008 2012 Pemerintah Provinsi Riau harus cerdas dalam memanfaatkan otonomi daerah apalagi mengingat dua peristiwa penting yang berdampak pada perekonomian Provinsi Riau yaitu krisis ekonomi tahun 1998 dan pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau menjadi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2002. Terbentuknya Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 ini sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau secara keseluruhan. PDRB Provinsi Riau sebelum dan pasca krisis moneter pada tahun 1998 dan pemekaran Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2002 ditunjukkan oleh Gambar 1.2 tentang PDRB Provinsi Riau Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Termasuk Minyak Bumi dan Gas tahun 1995-2005.

4 60,000,000 (Dalam Jutaan Rupiah) 50,000,000 40,000,000 30,000,000 20,000,000 10,000,000 0 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Sektor Pertanian Pertambangan Industri Listrik dan Air Bangunan Perdagangan Angkutan Keuangan Jasa Sumber: Lampiran 2 (diolah) Gambar 1.2 PDRB Provinsi Riau Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Termasuk Minyak Bumi dan Gas, 1995 2005 Berdasarkan Gambar 1.2, PDRB Provinsi Riau didominasi oleh sektor Migas. Besarnya kontribusi dari sektor Migas terhadap pembentukan PDRB Provinsi Riau yang antara tahun 1995-2005 mengalami fluktuasi dan terus mengalami penurunan semenjak tahun 2000. Namun, dapat dilihat bahwa krisis moneter pada tahun 1998 tidak berpengaruh terhadap kontribusi sektor Migas. Berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 dengan migas pada gambar ini, telah terjadi peningkatan besarnya kontribusi sektor Migas dari 48,46 triliun rupiah pada tahun 1997 menjadi 49,96 triliun rupiah pada tahun 1998 dan kembali meningkat mencapai titik tertinggi pada tahun 1999 menjadi 50,86 triliun rupiah. Sementara, berdasarkan data pada PERDA Provinsi Riau No. 3 Tahun 2002, laju

5 pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau sebesar 9 persen pada tahun 1997 sempat turun secara drastis menjadi -1.81 persen ketika krisis moneter pada tahun 1998 namun kembali mengalami kenaikan sebesar 4,16 persen pada tahun 1999. Krisis moneter tahun 1998 berdampak pada kontribusi PDRB dari sektorsektor perekonomian lainnya terutama berdampak pada sektor Industri Pengolahan. Sektor Industri Pengolahan ini mengalami penurunan drastis dari 15,98 triliun rupiah pada tahun 1997 menjadi 13,97 triliun rupiah pada tahun 1998. Hal ini disebabkan mayoritas sektor industri yang berpusat di Batam dan Pulau Bintan (sebelum terjadi pemekaran Provinsi Kepulauan Riau masih menjadi bagian dari wilayah Provinsi Riau) merupakan industri-industri berskala besar dan sangat bergantung pada impor yang sangat rentan terhadap naik turun nilai rupiah. Tidak seperti sektor-sektor perekonomian lainnya yang mengalami penurunan, sektor Pertanian tidak terpengaruh oleh dampak krisis moneter. Dapat dilihat pada gambar tersebut, bahwa dari tahun 1995-1999 kontribusi sektor ini terus mengalami peningkatan yang positif. Salah satu pemicu fenomena ini adalah berkembangnya perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau jauh sebelum terjadi krisis moneter. Pesatnya pertumbuhan perkebunan kelapa sawit memicu tumbuhnya industri pengelolaan minyak sawit menjadi bahan setengah jadi, Crude Palm Oil (CPO) dan merupakan salah satu komoditi ekspor non migas terbesar di Indonesia. Arifin et al. (1999) mengatakan bahwa krisis moneter berpotensi membawa keberuntungan pada perkebunan kelapa sawit Indonesia karena dengan adanya krisis moneter biaya produksi CPO Indonesia lebih murah

6 daripada CPO Malaysia sehingga mampu meningkatkan nilai ekspor khususnya CPO yang dihasilkan di Provinsi Riau. Sementara, dampak dari pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau menjadi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2002 menyebabkan terjadinya penurunan kontribusi pada sektor-sektor perekonomian di Provinsi Riau. Dampak terbesar dialami oleh sektor Industri Pengolahan yang sempat mengalami titik tertinggi pada tahun 2002 dengan kontribusi sebesar 23,27 triliun rupiah dan langsung terpuruk pada titik terendah menjadi 6,89 triliun rupiah pada tahun 2003 setelah Provinsi Kepulauan Riau tersebut dibentuk. Semenjak tahun 2004, sektor ini kembali meningkat namun tidak signifikan. Sebelum pemekaran, sektor ini sempat menjadi sektor dominan setelah sektor Migas. Namun, pasca pemekaran, kontribusi dari sektor ini berada di bawah kontribusi sektor Pertanian. Selain sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan, sektor Jasa khususnya Hotel dan Restoran juga mengalami dampak terparah dari pemekaran Provinsi Kepulauan Riau yaitu mengalami penurunan sebesar 25 persen dari 6,24 triliun rupiah pada tahun 2002 menjadi 4,68 triliun rupiah pada tahun 2003. Turunnya kontribusi kedua sektor ini karena sebelum pemekaran, pusat industri dan pariwisata dipusatkan khususnya di Kota Batam dan sebagian di Pulau Bintan dan Pulau Karimun yang sekarang menjadi bagian dari Provinsi Kepulauan Riau. Secara demografis, daerah-daerah tersebut sangat strategis sebagai pintu gerbang ke luar negeri khususnya wilayah Malaysia dan Singapura, sehingga sangat mendukung sebagai daerah tujuan wisatawan mancanegara, pusat perdagangan dan pusat industri. Berdasarkan data pada PERDA Provinsi Riau No. 3 Tahun

7 2002, tercatat pada tahun 1998, 95,50 persen jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia melakukan kunjungan ke daerah Riau Kepulauan (Provinsi Kepulauan Riau) dan hanya 3,50 persen melakukan kunjungan ke Riau Daratan (Provinsi Riau). Berdasarkan penjelasan ini, maka diperlukan penentuan dan pengembangan sektor kunci (key sector) dalam perencanaan pembangunan ekonomi Provinsi Riau yang tepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dan memperluas kesempatan kerja serta dapat menjamin terciptanya proses keberlanjutan dari pembangunan itu sendiri. Kontribusi dari sumber daya migas sebaiknya digunakan sebagai modal dalam proses transformasi dari perekonomian berbasis pertambangan migas ke arah pengembangan perekonomian yang lebih berkelanjutan. Kebijakan pembangunan sebaiknya mampu memaksimalkan potensi daerah sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, memperluas lapangan kerja serta meningkatkan daya saing baik antarprovinsi maupun dalam skala nasional. Dengan perencanaan pembangunan daerah yang efektif diharapkan mampu menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Perencanaan pembangunan daerah sebaiknya tidak hanya menitikberatkan pada sektor Migas karena pembangunan ekonomi yang berkesinambungan tidak akan tercapai apabila menitikberatkan pada sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Pemerintah harus cermat dalam menetapkan arah pembangunan. Pembangunan ekonomi daerah haruslah diletakkan pada sektor-sektor yang mempunyai keuntungan kompetitif yang tinggi, tidak hanya tergantung pada kandungan

8 sumber daya tetapi juga memperhatikan teknologi dan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh sektor yang bersangkutan. Dengan demikian, produkproduk yang dihasilkan akan mempunyai daya saing yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, karena produk-produk yang dihasilkan akan dapat menguasai pasar sehingga kegiatan produksi dapat berkembang dengan baik (Sjafrizal, 2008: 235). Analisis perekonomian berdasarkan data PDRB tersebut hanya mampu melihat pertumbuhan sektoral dan memberikan gambar perekonomian Provinsi Riau secara umum namun tidak memadai untuk menentukan sektor kunci perekonomian Provinsi Riau. Alasannya karena data PDRB tidak dapat digunakan sebagai alat analisis hubungan keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor lainnya. Interaksi dan keterkaitan antarsektor harus menjadi perhatian dalam menentukan sektor kunci apabila Pemerintah Provinsi Riau mengharapkan proses transformasi dari perekonomian berbasis pertambangan migas ke arah pengembangan industri dan jasa berbasis pertanian serta sumber daya alam lainnya lebih optimal. Dengan demikian, menurut Kuncoro (2011: 313) metoda analisis mengidentifikasi sektor kunci menggunakan Tabel Input Output menjadi penting. Tabel Input Output ini juga dapat digunakan sebagai dasar pengukuran perencanaan pembangunan ekonomi dan pengembangan sektoral karena data pada Tabel Input Output ini mencakup seluruh sektor perekonomian dan menggambarkan hubungan antara suatu kegiatan ekonomi pada periode tertentu.

9 1.1.1 Rumusan masalah Diketahui bahwa persediaan sumber daya minyak bumi tidak dapat diperbaharui dan tidak selamanya dapat menopang perekonomian Provinsi ini. Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka penelitian ini akan mengkaji masalah yang dirumuskan dalam pernyataan berikut. 1. Bagaimana kontribusi sektoral perekonomian Provinsi Riau dilihat dari output, permintaan antara, permintaan akhir dan Nilai Tambah Bruto (NTB)? 2. Sektor ekonomi apa yang menjadi kunci dalam perekonomian Provinsi Riau berdasarkan: a. analisis angka pengganda peningkatan output, pendapatan rumah tangga dan tenaga kerja? b. analisis keterkaitan antarsektor Rasmussen/Hirschman Method, Pure Linkage Method dan Dietzenbacher Method? c. analisis kontribusi sektoral perekonomian, analisis angka pengganda dan analisis keterkaitan antarsektor? 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan terdahulu, baik yang dilakukan di Indonesia maupun mancanegara. Pengembangan yang dilakukan terhadap penelitian terdahulu dilihat dari sisi metodologi tentang analisis Input Output dan yang berhubungan dengan transformasi struktur perekonomian khususnya identifikasi sektor kunci suatu perekonomian. Adapun penelitian-penelitian sebelumnya baik yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri terkait dengan penelitian ini antara lain:

10 Hidayat (2006) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis struktur perekonomian Riau dan peranan perkebunan kelapa sawit dalam perekonomian Riau pada pembentukan output, permintaan antara dan permintaan akhir. Penelitian ini juga melihat pada keterkaitan perkebunan kelapa sawit dengan sektor lain pada perekonomian Riau serta meninjau dampak otonomi daerah terhadap kinerja perkebunan kelapa sawit dalam penciptaan output, pendapatan rumah tangga, penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan di Provinsi Riau. Penelitian ini menggunakan Metoda Analisis Input Output dengan menggunakan Tabel Input Output Model Leontief dan Tabel Input Output Model Miyazawa berdasarkan Tabel Input Output Provinsi Riau tahun 2001 yang diagregasi menjadi 45 x 45 sektor. Penelitian ini menggunakan analisis angka pengganda, keterkaitan antarsektor, dan analisis dampak. Dalam penelitian ini, hasil analisis keterkaitan dan efek penyebaran menunjukkan sektor perkebunan kelapa sawit mempunyai peran yang kecil dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi. Sementara, analisis pengganda sektor perkebunan menunjukkan perkebunan kelapa sawit memiliki peran yang besar dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, sektor ini bisa diprioritaskan untuk investasi walaupun elastisitasnya rendah. Berdasarkan analisis simulasi kebijakan menunjukkan pengembangan perkebunan memberikan efek yang lebih besar dalam meningkatkan kinerja sektor selain perkebunan kelapa sawit dalam perekonomian Provinsi Riau. Hal ini menunjukkan kebijakan pengembangan perkebunan kelapa sawit berdampak pada sebagian besar sektor perekonomian Provinsi Riau.

11 Hapsari (2012) melakukan penelitian terhadap peran industri pulp dan kertas pada perekonomian Provinsi Riau. Penelitian ini menggunakan analisis Tabel Input Output Provinsi Riau tahun 2010 klasifikasi 112 sektor yang diagregasi menjadi 22x22 sektor. Analisis yang digunakan meliputi analisis keterkaitan antarsektor, analisis dispersi dan analisis angka pengganda. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini dinyatakan bahwa sektor industri pulp dan kertas termasuk ke dalam sektor unggulan Provinsi Riau. Rahmanto (2013) meneliti transformasi struktur perekonomian Provinsi Riau tahun 1990-2010. Penelitian ini menggunakan pendekatan Input Output, yaitu mengagregasi Tabel Input Output Provinsi Riau tahun 1990, 2001 dan 2010 ke dalam matriks 25x25 sektor. Besarnya angka pengganda pada tiap-tiap sektor dihitung menggunakan multiplier analysis. Sektor kunci (key sector) perekonomian diidentifikasikan menggunakan analisis keterkaitan antarsektor, yaitu dengan mengkombinasikan metoda Rasmussen/Hirschman dan Pure Linkage. Perubahan struktur ekonomi dianalisis menggunakan metoda yang disebut Multiplier Product Matrix (MPM) yang dapat menggambarkan perubahan economic landscape suatu perekonomian. Kemudian simulasi dampak ekstraksi sektor minyak bumi terhadap perekonomian dianalisis menggunakan metoda Hypothetical Extraction Method (HEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan kontribusi sektoral yang cukup mendasar yang dilihat dari perubahan besarnya kontribusi output, permintaan akhir, nilai tambah bruto dan besarnya angka pengganda sepanjang periode 1990-2010. Berdasarkan analisis sektor kunci dan MPM terlihat pergeseran sektoral yang ditandai oleh perubahan

12 sektor kunci maupun peranan sektoral dalam perekonomian Provinsi Riau. Sementara berdasarkan simulasi dampak ekstraksi minyak bumi memberikan dampak hilangnya total nilai keterkaitan sebesar 108,944 triliun rupiah. Berdasarkan analisis kebijakan sektoral, perekonomian Provinsi Riau sebaiknya diarahkan sebagai pusat agroindustri, sebagai pusat agribisnis, dan sebagai pusat perdagangan dan distribusi. Sonis et al. (1995) meneliti perubahan struktur perekonomian Brazil 1959-1980 dengan menggunakan analisis Input Output. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan beberapa pendekatan keterkaitan antarsektor untuk menentukan sektor kunci perekonomian Brazil. Metoda yang digunakan antara lain metoda Rasmussen/Hirschman, Cella/Clement, Pure Linkage, dan Field of Influence. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tiap-tiap metoda menghasilkan sektor kunci yang berbeda. Dietzenbacher dan Linden (1997) melakukan penelitian mengenai keterkaitan sektoral dan spasial pada Komunitas Eropa (EC) dengan menggunakan analisis Tabel Input Output antarnegara dari tujuh negara EC. Penelitian menggunakan variasi baru dari Hypothetical Extraction Method yang diperkenalkan oleh Strassert (1968). Hasil penelitian menunjukkan variasi keterkaitan (kebelakang dan ke depan) antarindustri yang besar pada seluruh sektor. Bagian penting dari dependensi masing-masing sektor adalah berhubungan dengan hanya dua atau tiga sektor (kontributor utama). Keterkaitan antarsektor juga menunjukkan struktur produksi yang hampir sama pada seluruh negara EC.

13 O'Callaghan dan Yue (2000) menganalisis keterkaitan antarsektor dan sektor kunci yang menguji perubahan keterkaitan antarsektor dalam perekonomian Cina selama periode waktu 1987-1997. Ada dua katagori utama dalam menganalisis keterkaitan antarsektor, yaitu analisis tradisional berdasarkan koefisien input atau output dan Hypothesis Extraction Method. Dengan menggunakan empat metoda keterkaitan, yaitu: Chenery-Watanabe Method, Cella s Method, Pure Linkage Method dan Dietzenbacher and van der Linden Method, analisis keterkaitan Input Output menunjukkan beberapa perbedaan dan persamaan antara hasil analisis masing-masing metoda yang digunakan. Metodametoda yang berbeda menggambarkan dampak dari setiap sektor dalam proses produksi dan keterkaitan antarsektor di bawah aspek berbeda. Temurshoev (2004) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi sektor kunci dari perekonomian Kyrgyztan. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati struktur produksi ekonomi Kyrgyzstan menggunakan Tabel Input Output 1998 dengan menerapkan metoda tradisional Chenery-Watanabe (1958) dan Rasmussen (1956) dan Hypothetical Extraction Method oleh Dietzenbacher dan van der Linden (1997) untuk menentukan sektor kunci. Penelitian ini juga menghitung angka pengganda output tipe I dan tipe II. Penelitian ini menunjukkan inkonsistensi indikator keterkaitan dari tiga metoda yang digunakan. Terdapat beberapa sektor perekonomian yang berdasarkan tiga metoda tersebut tidak dapat didefinisikan ke dalam katagori sektor kunci atau lainnya. Namun, sektor-sektor tersebut dapat dianggap sektor penting apabila memiliki kontribusi yang cukup besar dalam total output bruto dan total nilai tambah dari keseluruhan ekonomi.

14 Sektor-sektor tersebut kemudian dapat digunakan oleh Pemerintah Kyrgyztan dalam membuat kebijakan ekonomi. Namun, harus disebutkan bahwa analisis didasarkan pada asumsi koefisien input dan output tetap, yaitu tetap tidak berubah sejak tahun 1998. The Chenery-Watanabe indeks dan indeks Rasmussen digunakan untuk menguji perilaku struktur internal perekonomian dan perubahannya, tanpa memperhitungkan tingkat dan struktur produksi di masing-masing sektor. Di sisi lain, indeks Dietzenbacher dan indeks Pure Linkage digunakan untuk mengetahui struktur produksi ketika tingkat produksi dan struktur permintaan akhir dan input primer (PDB) ikut dipertimbangkan. Analisis Chenery-Watanabe dan Rasmussen mengenai perilaku dan perubahan koefisien penting untuk mendefinisikan sektor kunci ekonomi dalam struktur internal perekonomian. Sementara, analisis Dietzenbacher dan Pure Linkage juga penting untuk menentukan sektor-sektor mana yang memicu pertumbuhan output dan PDB dalam perekonomian secara keseluruhan. Oleh karena itu, metoda-metoda ini perlu dikombinasikan untuk menguji perubahan struktural perekonomian Cina dalam hal analisis interdependensi antarsektoral yang bersifat complementary. Dalam hal ini, yang membedakan penelitian ini dari penelitian sebelumnya yaitu, penelitian ini mengkombinasikan tiga metoda analisis keterkaitan antarsektor. Khususnya, menggunakan metoda analisis keterkaitan antarsektor yang dikenalkan oleh Dietzenbacher dan van der Linden (1997). Metoda analisis keterkaitan antarsektor untuk menentukan sektor kunci ini belum pernah dilakukan dalam penelitian analisis perekonomian Provinsi Riau sebelumnya.

15 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. menganalisis kontribusi sektoral perekonomian Provinsi Riau dilihat dari output permintaan antara, permintaan akhir dan Nilai Tambah Bruto; 2. menganalisis sektor kunci dalam perekonomian Provinsi Riau berdasarkan: a. analisis angka pengganda peningkatan output, pendapatan rumah tangga dan tenaga kerja; b. analisis keterkaitan antarsektor Rasmussen/Hirschman Method, Pure Linkage Method dan Dietzenbacher Method; dan c. analisis kontribusi sektoral perekonomian, analisis angka pengganda dan analisis keterkaitan antarsektor. 1.3.2 Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk perencanaan pembangunan ekonomi khususnya di Provinsi Riau; 2. sebagai referensi bagi peneliti yang terkait dengan pembangunan dan perencanaan ekonomi daerah; 3. memberikan kontribusi pemikiran dan motivasi bagi masyarakat khususnya di Provinsi Riau untuk lebih bijaksana dalam menggali dan memanfaatkan potensi daerah selain sektor Migas.

16 1.4 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan tesis ini secara garis besar disusun sebagai berikut: Bab I Pengantar, yang terdiri dari latar belakang, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penelitian. Bab II, mencakup tinjauan pustaka, landasan teori dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Bab III, merupakan pembahasan hasil analisis data, yang meliputi cara penelitian data, metoda analisis, hasil penelitian dan pembahasan hasil analisis. Bab IV adalah kesimpulan dan saran yang berupa rangkuman atas hasil analisis data serta saran.