BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang harus dimiliki memasuki era informasi dan teknologi, IPA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Matematika telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

BAB I PENDAHULUAN. penting: (1) sebagai kekuatan awal bagi siswa dalam merumuskan konsep, (2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam melakukan kegiatan kehidupan sehari-hari manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berpikir merupakan aspek yang tidak bisa dipisahkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia). Matematika juga

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah kelompok Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebanyakan siswa tidak diajarkan bagaimana untuk belajar

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu dasar yang penting untuk dipelajari, karena

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi telah menyentuh segala aspek kehidupan dan melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Akan tetapi, matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan nasional menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

I. PENDAHULUAN. karakter suatu bangsa dibangun dari proses pendidikan. Dalam Undang-undang

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi segala jenis tantangan di era modern dewasa ini. Lebih lanjut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elis Juniarti Rahayu, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang perlu segera direalisasikan. Hal tersebut dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. Proses berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Salah satu bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan bidang ilmu yang memiliki kedudukan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aspek penting dalam menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Syah, 2008). Pendidikan formal

BAB I PENDAHULUAN. matematika, diperlukan kemampuan pemecahan masalah sehingga siswa. diperlukannya kemampuan pemecahan masalah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. matematika dengan kehidupan sehari-hari. Keterkaitan inilah yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dwi Widi Andriyana,2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, sosial,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

BAB I PENDAHULUAN. matematikawan mulai dari zaman Mesir kuno, Babylonia, hingga Yunani kuno.

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu. tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. global dengan memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang terdidik yang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidaklah lepas dari berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar kita

BAB I PENDAHULUAN. banyak dituntut untuk mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dunia hampir di semua aspek kehidupan manusia, berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

105 ISSN X. (Studi Kuasi Eksperimen di Kelas V Sekolah Dasar Kota Cimahi)

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu direspon dengan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu mengenai cara mencari tahu

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

PENDAHULUAN. keahlian atau keterampilan di bidang tertentu. Menurut 21 st. Partnership Learning Framework (BSNP, 2013: 3-4), terdapat enam

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

S K R I P S I Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi. Oleh : MEGA ANDRIATI A

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segala bidang

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan. pendidikan dalam berbagai bidang, diantaranya matematika.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. martabat yang lebih tinggi daripada makhluk yang lainnya. Jihad (2008: 158)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan cepat dan pesat sering kali terjadi dalam berbagai bidang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam(IPA) memegang peranan penting sebagai dasar pengetahuan untuk mengungkap bagaimana fenomena alam terjadi. Dengan begitu IPA menjadi sangat penting dalam kehidupan manusia sebagai bagian dari pengetahuan yang harus dimiliki memasuki era informasi dan teknologi, IPA sekaligus memberi kontribusi besar bagi pengetahuan yang terkait dengan isu-isu global. Pengembangan kurikulum IPA merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi serta tuntutan desentralisasi. Ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran, dengan keadaan dan kebutuhan setempat IPA umumnya memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas yaitu manusia yang mampu berpikir kritis, kreatif, logis, dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan IPA dan teknologi. Sehingga pengembangan kemampuan peserta didik dalam bidang IPA merupakan salah satu kunci keberhasilanpeningkatan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan dunia memasuki era teknologi informasi. Upaya untuk meningkatkan kemampuan peserta didik terhadap IPA diantaranya adalah dengan meningkatkan kualitas pendidik dalam penguasaan materi dan kualitas pembelajaran IPA. Sehubungan dengan hal ini kalangan

2 pendidik IPA perlu mengadakan peningkatan kualitas pembelajaran IPA sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Salah satu upaya konkrit yang perlu terus dilakukan adalah peningkatan kualitas dalam pembelajaran IPA, karena pembelajaran IPA terutama di sekolah dasar masih dirasakan mempunyai masalah. Salah satu masalah yang dihadapi diantaranya adalah penguasaan konsep IPA dan keterampilan berpikir kritis peserta didik masih rendah bila dibandingkan dengan pelajaran lain.kualitas pendidikan di Indonesia termasuk pendidikan IPA masih tergolong rendah, dan dalam persaingan global terus menjadi isu yang sering dibicarakan. Mutu pendidikan IPA di Indonesia, ditinjau dari (1) NEM SD sampai Sekolah Menengah relatif rendah dan tidak menunjukkan kenaikan yang berarti, (2) adanya keluhan dari dunia usaha bahwa lulusan yang memasuki dunia kerja belum memiliki kesiapan kerja yang baik, (3) adanya ketidakpuasan yang berjenjang, dimana pihak SLTP merasa bekal lulusan SD kurang baik untuk memasuki SLTP, kalangan Sekolah Menengah merasa bekal lulusan SLTP tidak siap untuk mengikuti pembelajaran di Sekolah Menengah, demikian juga pihak perguruan tinggi merasa bahwa lulusan Sekolah Menengah belum memiliki bekal yang cukup untuk mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi, (4) adanya gejala lulusan SLTP dan Sekolah Menengah mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan sehingga mereka ini menjadi penganggur masih sangat jauh dari standar yang diharapkan. (Tim BBE, 2002).

3 Bukti lain kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah juga dapat diketahui dari Human Development Report, yang menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (Human Developement Index) Indonesia berada pada urutan ke 111 dari 177 negara yang disurvei (Human Development Report 2004). Selain itu hasil analisis TIMSS tahun 1999, 2003, dan 2007 capaian siswa Indonesia selalu berada di bawah standar nilai rata-rata. Nilai rata-rata siswa Indonesia dari TIMSS tahun 1999 (42,27) dengan rata-rata negara peserta (51,25), TIMSS 2003 (33,19) dengan rata-rata negara peserta (44,70), dan TIMSS 2007 (30,64) dengan rata-rata negara peserta (37,93) (Rustaman, et al., 2009:11). Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia berada peringkat terbawah dalam uji berstandar internasional atas prestasi siswa, tidak ada kemajuan dari capaian TIMSS ke capaian TIMSS lainnya bahkan Indonesia sudah tiga kali yaitu 1999, 2003, dan 2007 ini prestasi sains di TIMSS memalukan, selalu kalah dengan Negara Malaysia, Negara yang dulu rakyatnya selalu belajar ke Indonesia. Tahun 1999 Malaysia ada di urutan 22 sedangkan Indonesia di urutan 32, Tahun 2003 Malaysia ada di urutan 21 sedangkan Indonesia di urutan 37, dan Tahun 2007 Malaysia ada di urutan 21 Bandingkan dengan Indonesia diurutan 35 (Litbang, 2011). Masalah lain yang hadapi selama ini adalah dalam proses pembelajaran IPA SD masih banyak lebih menekankan pada hapalan konsep, dan kurang menfasilitasi peserta didik agar memiliki keterampilan berpikir tingkat tingkat tinggi khususnya keterampilan berpikir kritis. Pembelajaran seperti ini hanya mengarahkan kepada kemampuan anak untuk menghapal informasi sehingga

4 peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir secara baik lebih lanjut. Peserta didik dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga ketika anak didik lulus sekolah, mereka pintar secara teoritis tetapi miskin aplikasi. Peserta didik kurang mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut diaplikasikan pada kehidupan nyata. Faktor penyebab rendahnya kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir peserta didik tersebut yang paling besar karena pengaruh dari kurangnya pengetahuan, pengalaman, dan keengganan pendidik dalam menerapkan model pembelajaran yang inovatif.pada umumnya model yang digunakan dalam pembelajaran IPAadalah pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran yang kurang menekankan peserta didik untuk melakukan kegiatan ekplorasi, pencarian, dan penemuan secara mandiri. Selain itu, peserta didik hanya bekerja secara prosedural dan mekanik tanpa dilatih keterampilan berpikir tingkat tingginya, serta lebih menekankan pada hafalan dan latihan soal.keadaan seperti ini membuat belajar peserta didik kurang bermakna. Akibatnya masih banyak peserta didik yang menganggap bahwa IPA merupakan mata pelajaran yang kurang menarik, abstrak, kurangnya contoh yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yang ada disekeliling mereka dan kurang pemodelan sehingga IPA kurang disenangi dan dipahami oleh peserta didik. Pembelajaran yang demikian selain kurang dapat meningkatkan penguasaan konsep IPA dan

5 keterampilan berpikir peserta didik, juga kurang memotivasi peserta didik untuk melakukan inkuiri dengan lebih baik. Salah satu aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi yang perlu mendapat penekanan dalam pengajaran dalam menghadapi perubahan teknologi dan perubahan masyarakat yang cepat saat ini adalah berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan suatu proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasikan data dalam kegiatan inkuiri ilmiah (Suprapto, 2008). Peserta didik yang menguasai konsep tidak hanya mampu menghafal sejumlah konsep yang telah dipelajarinya, tetapi ia mampu menerapkannya pada aspek lainnya dengan mengembangkan konsep berpikirnya. Penguasaan konsep sangat diperlukan bagi peserta didik agar dapat mengerti tentang suatu materi.berpikir kritis yaitu mampu memberikan alasan, berpikir secara reflektif dan terfokus untuk memutuskan apa yang akan dilakukan atau apa yang diyakini (Ennis dalam Marzano at all: 1988). Berpikir kritis perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran untuk mempersiapkan peserta didik berpikir pada berbagai disiplin ilmu, menuju pemenuhan sendiri akan kebutuhan intelektual dan mengembangkan peserta didik sebagai individu berpotensi. Jadi, pengembangan keterampilan berpikir kritis sebagai hal yang mendasar dalam pendidikan, khususnya pendidikan dasar. Untuk membantu peserta didik mengembangkan potensi intelektualnya, pembelajaran kontekstual mengajarkan langkah-langkah yang dapat digunakan

6 dalam berpikir kritis dan kreatif serta memberikan kesempatan untuk menggunakan keahliannya berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi ini dalam dunia nyata. Berpikir kritis tidak dapat diajarkan melalui ceramah karena bagi peserta didik mendengar melalui ceramah merupakan aktivitas pasif.mengingat pentingnya keterampilan berpikir kritis sepantasnya dalam pembelajaran pendidik melatih keterampilan tersebut agar peserta didik menjadi pemikir yang kritis dan pemecah masalah. Schafersman (1991) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran keterampilan berpikir kritis dalam IPA dan disiplin ilmu lain adalah memperbaiki keterampilan berpikir peserta didik dan menyiapkan agar berhasil menghadapi kehidupan. Selanjutnya Schaersman menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan proses aktif. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 materi daur air diajarkan di kelas 5. Materi ini merupakan materi yang dianggap menarik dan menantang dipelajari bagi peserta didik, serta materi ini dianggap abstrak bagi peserta didik maka memerlukan pembuktian secara kongkrit, seperti yang dinyatakan oleh Piaget (dalam Suparno: 1997) menyatakan bahwa tahap operasional konkrit merupakan permulaan berpikir rasional. Pada tahap operasional konkrit peserta didik mampu berpikir logis melalui objek-objek konkrit, dan sulit memahami halhal yang hanya dipresentasikan secara verbal. Peristiwa berpikir dan belajar peserta didik pada tahap ini sebagian besar melalui pengalaman yang nyata yang berawal dari proses interaksi anak dengan objek (benda) bukan dengan lambang,

7 gagasan atau abstraksi, dengan kata lain peserta didik pata tahap ini belum mampu belajar dengan baik tentang proses sains yang abstark seperti konsep daur air. Pengetahuan dan pemahaman konsep daur air penting sekali dikuasai semenjak dini. Pada tahun-tahun terakhir ini dirasakan bahwa siklus air begitu terganggu; di daerah perkotaan daya serapan air drastis menjadi berkurang karena banyaknya betonisasi dan semenisasi di lingkungan, di daerah perdesaan juga demikian karena hutan-hutan lindungan mengalami penggundulan. Oleh sebab itu kesadaran terhadap pentingnya siklus air, permasalahan dan solusinya perlu sekali diperkenalkan dalam pembelajaran semenjak usia dini. Oleh karena itu pada penelitian ini penulis menerapkan materi daur air di kelas 5 supaya peserta didik mengenal konsep daur air secara komprehensif dalam arti dilaksanakan tidak hanya mentransfer konsep saja, namun dilaksanakan dengan mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Pembelajaran ini akan lebih bermakna sesuai dengan empat pilar pendidikan, yakni learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Untuk mengatasi keadaan tersebut diatas tampaknya pembaharuan dan pengembangan model pembelajaran yang inovatif perlu dilakukan pada pengajaran materi IPA yang harus lebih banyak difokuskan pada masalah-masalah kontekstual, yaitu soal-soal yang menghadirkan lingkungan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Oleh karena itu penggunaan metode, strategi, atau pendekatan dalam pembelajaran sebaiknya lebih berpusat pada peserta didik dan pendidik tidak lagi sebagai satu-satunya narasumber yang dominan, serta pengunaan model evaluasi yang lebih meningkatkan kualitas proses pembelajaran

8 itu sendiri. Menurut Sa ud (2009) salah satu inovasi pembelajaran kontekstual membicarakan bagaimana peserta didik menjadi seseorang yang akrab dengan lingkungan dimana, apa, dan siapa sebenarnya dirinya itu. Untuk menumbuhkembangkan kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis peserta didik diperlukan suatu strategi pembelajaran IPA.Alternatif strategi pembelajaran dalam upaya untuk menumbuhkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis peserta didik dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran kontekstual melalui strategi REACT(Relating, Experiencing, Applying, Cooperting, and Transferring). Model pembelajaran kontekstual strategi REACT dianggap sebagai salah satu inovasi pembelajaran karena menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi berdasarkan pengalaman secara langsung. Model pembelajaran dengan strategi REACT adalah pembelajaran kontekstual, yaitu merupakan pembelajaran yang membantu pendidik mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai anggota keluarga atau masyarakat (Suhena, 2009).Melalui pembelajaran ini diharapkan kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir peserta didik dapat meningkat.dengan peningkatan ini peserta didik diharapkan dapat menjawab setiap tantangan yang dihadapinya baik disekolah maupun dalam kehidupan sehari-harinya.

9 Crawford (2001) mengemukakan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah-masalah kontekstual dapat meningkatkan kemampuan penguasaan konsep, dan keterampilan berpikir, serta dapat meningkatkan kinerja peserta didik adalah dengan mengunakan strategi REACT.Selanjutnya Crawford mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Relating adalah pembelajaran yang dimulai dengan cara mengaitkan antara konsep-konsep yang sedang dipelajarinya dengan konsep-konsep yang telah dikuasainya; Experiencing adalah pembelajaran yang membuat peserta didik belajar dengan melakukan kegiatan melalui eksplorasi, pencarian dan penemuan; Applying adalah pembelajaran yang membuat peserta didik belajar mengaplikasikan konsep; Cooperating adalah pembelajaran dengan mengkondisikan peserta didik agar belajar bersama, saling berbagi, saling merespon, dan berkomunikasi dengan temannya; sedangkan yang dimaksud dengan Transferring adalah pembelajaran yang mendorong peserta didik belajar mengunakan pengetahuan yang telah dipelajarinya ke dalam konteks atau situasi baru yang belum dipelajarinya di kelas berdasarkan pada penguasaan. Crawford (2001) menyatakan bahwa strategi REACT memiliki kelebihan diantaranya adalah dapat memperdalam penguasaan peserta didik, mengembangkan sikap menghargai diri peserta didik dan orang lain, mengembangkan sikap kebersamaan dan rasa saling memiliki, mengembangkan keterampilan untuk masa depan, membentuk sikap mencintai lingkungan sera membuat belajar menyeluruh dan menyenangkan. Selain itu berdasarkan beberapa hasil penelitian bahwa pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT yang

10 berpusat pada peserta didik merupakan pilihan yang tepat, karena banyak peserta didik yang termotivasi untuk mengembangkan kemampuan penguasaan materi dan keterampilan berpikir yang mereka miliki.sejalan dengan penelitian terdahulu, penulis menduga dalam pembelajaran IPA dengan strategi REACTdapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan dan keterampilan yang harus dimiliki dalam IPA. Strategi REACTtelah digunakan olehsuhena (2009), Marthen (2009),Fauziah (2010), Hidayat (2010) dan Yuniawatika (2011);hasil penelitian mereka menunjukkan adanya dampak positif stategi REACTterhadap daya matematis peserta didik aspek kognitif pada tingkat SD, SMP dan Mahasiswa, sedangkan pembelajaran IPA dengan stategi REACT di tingkat SD sepengetahuan peneliti belum diteliti lebih lanjut. Pembelajaran IPA dengan strategi REACT yang diterapkan dalam penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas V SD. Hal ini didasarkan pada kesesuaian karakteristik materi pelajaran IPA SD yang memiliki tujuan antara lain untuk mengembangkan keterampilan berpikir, disamping penguasaan-penguasaan konsep yang selama ini telah menjadi prioritas bagi kebanyakan pendidik di sekolah. Berdasarkan kajian teoritik dan bukti empirik mengenai praktik penerapan pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT, maka untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT di tingkat SD dalam pembelajaran IPA khususnya materi daur air, peneliti mengadakan penelitian yang dilaksanakan di kelas V pada SD Negeri Situgunting kecamatan

11 Babakan Ciparay Kota Bandung dengan judul Penerapan Model Pembelajaran KontekstualDengan Strategi REACTUntuk meningkatkan Penguasaan Konsep dan KeterampilanBerpikir KritisPeserta didik SD Pada Materi Daur Air. B. Rumusan Masalah Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimana Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Dengan Strategi REACTUntuk meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik SD Pada Materi Daur Air Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, makapertanyaan penelitiannya adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana peningkatan penguasaan konsep peserta didik yang mendapatkan model pembelajaran kontekstual dengan strategi REACTdibandingkan dengan peserta didik yang mendapatkan model pembelajaran kontekstual tanpa strategi REACT? 2. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik yang mendapatkan model pembelajaran kontekstual dengan strategi REACTdibandingkan dengan peserta didik yang mendapatkan model pembelajaran kontekstual tanpa strategi REACT? 3. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran kontekstual dengan strategi REACTdalam materi daur air?

12 C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis peserta didik sekolah dasar pada materi daur air. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam penggunaan model pembelajaran kontekstual dengan Strategi REACT di SD, secara khusus diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu bukti empiris penggunaan model pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT dalam meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis peserta didik sekolah dasar yang nantinya dapat dipergunakan oleh berbagai pihak yang memiliki kepentingan dengan hasil penelitian ini. E. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Peningkatan penguasaan konsep peserta didik yang mendapatkan model pembelajaran kontekstual denganstrategi REACTsecara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang mendapatkan model pembelajaran kontekstual dengan tanpa strategi REACT. 2. Peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik yang mendapatkan model pembelajaran kontekstual dengan strategi REACTsecara signifikan

13 lebih tinggi dibandingkan keterampilan berpikir kritis peserta didik yang mendapatkan model pembelajarankontekstual dengan tanpa strategi REACT. F. Definisi Operasional Agar diperoleh kesamaan persepsi dan menghindari perbedaan penafsiran dalam penelitian ini, maka perlu diberikan penjelasan tentang istilah yang digunakan. Berikut dijelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian. 1. Model Pembelajaran kontekstual dengan strategi REACTadalah model pembelajaran kontekstual yang skenario pembelajarannya terdiri atas Relatingyaitu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengalaman hidup;experiencingyaitumemberikan pengalaman dengan melakukan kegiatan pembelajaran IPA melalui ekplorasi, pencarian, dan penemuan;applying yaitu mengaplikasikan konsep yang telah dipelajari peserta didik;cooperatingyaitu pembelajaransecara berkelompok atau bekerjasama;kemudian yang terakhir Transferringyaitupeserta didik belajar menggunakan pengetahuan yang telah dipelajari ke dalam konteks atau situasi baru. 2. Penguasaan konsep IPA adalah kemampuan siswa memahami konsep IPA secara ilmiah, baik secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang meliputi menghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan sesuai dengan taksonomi Bloom. Penguasaan konsep IPA peserta didik diukur melalui tes tertulis, yaitu tes awal dan tes akhir pembelajaran dalam bentuk pilihan berganda (PG).

14 3. Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan peserta didik dalam memecahkan soal-soal IPA. Keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah: 1) Mengklarifikasi masalah atau isu-isu, 2) memutuskan dan menggunakan informasi masalah, 3) menarik kesimpulan (Paul: 1986). Keterampilan berpikir kritis ini diukur melalui tes tertulis, yaitu tes awal dan tes akhir pembelajaran dalam bentuk pilihan berganda (PG).