BAB 1 PENDAHULUAN. topik kajian sejarah adalah permasalahan layanan kesehatan, seperti: rumah sakit 2,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Dokter-Djawa diadakan di Dokter-Djawa School yang berdiri

BAB VI KESIMPULAN. merupakan terbentuk dari proses perkembangan pelayanan farmasi sejak sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Pada tahun 1884 terjadi krisis yang dialami industri gula di pulau Jawa, terjadi kemerosotan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

PELAYANAN DAN SARANA KESEHATAN DI JAWA ABAD KE-20. Oleh: Dina Dwi Kurniarini, Ririn Darini, Ita Mutiara Dewi

DARI MANTRI HINGGA DOKTER JAWA: STUDI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOLONIAL DALAM PENANGANAN PENYAKIT CACAR DI JAWA ABAD XIX - XX

DESKRIPSI MATAKULIAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI

2014 PERKEMBANGAN PT.POS DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. berada di pusat pemerintahan Afdeling Asahan. Letaknya sangat diuntungkan karena

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

BAB I Pendahuluan. tertentu dapat tercapai. Dengan pendidikan itu pula mereka dapat mempergunakan

BAB I PENDAHULUAN. Di tahun 1958 Pemerintah Republik Indonesia melakukan kebijaksanaan

EVALUASI WAKTU LAYANAN RESEP DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA dr. S. HARDJOLUKITO YOGYAKARTA

PELAYANAN DAN SARANA KESEHATAN DI JAWA ABAD XX

BAB I PENDAHULUAN. jajahan Belanda agar untuk turut diberikan kesejahteraan. lain Van Deventer, P. Brooshooft, dan Van Limburg Stirum.

BAB I PENGANTAR. Keberadaan kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia tidak pernah. lepas dari kekuatan militernya. Militer merupakan sebuah kekuatan

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN SEJARAH INDONESIA. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tedy Bachtiar, 2015

kepatuhan pasien dalam menggunakan obat sehingga obat tersebut mampu memberikan efek terapi yang diharapkan.

BAB I PENGANTAR. Politik Etis membuka era baru dalam perpolitikan kolonial di. Hindia Belanda sejak tahun Pada masa ini diterapkan suatu

BAB III PENGOBATAN PENYAKIT. Penanganan wabah penyakit di Jawa dilakukan dengan tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Pendidikan akan melahirkan orang-orang terdidik yang akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas kesehatan suatu masyarakat dapat dilihat melalui indikator

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20, kota-kota kolonial mulai memiliki makna penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1.

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia, agama Kristen dapat dikatakan sebagai agama yang paling luas tersebar

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

KISI-KISI SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang

BAB I PENDAHULUAN. membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru yang mengajarkan bagaimana

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN GEDUNG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI T E S I S

Undang Undang No. 9 Tahun 1960 Tentang : Pokok Pokok Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Pendidikan juga dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Hindia Belanda. Setelah Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) 31. besar di daerah Sumatera Timur, tepatnya di Tanah Deli.

BAB I PENDAHULUAN. moral dan juga nasionalisme. Hal tersebut melatarbelakangi pendirian Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh dalam bidang pendidikan khususnya di Sumatera Timur. perkembangan sehingga kekuasan wilayahnya semakin luas, disamping

5. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) memberikan bekal kepada calon apoteker sebelum terjun langsung ke masyarakat, agar kelak dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu dari dua pabrik gula yang saat ini dimiliki oleh PT. Perkebunan

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perserikatan tahun 1985, dimana liga ini masih belum tergolong profesional. Hal ini

negatif (Sittig et al., 2005, Hackl et al., 2009). Dokter marah dan jengkel karena alur kerja mereka tergantung pada sistem yang ada dan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUUAN. Perkembangan teknologi yang sangat pesat mendorong manusia untuk semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Elfa Michellia Karima, 2013 Kehidupan Nyai Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai

LAPORAN PENELITIAN MELIBATKAN MAHASISWA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

BAB I PENDAHULUAN. penyakitnya. Faktor alam dapat berupa gunung meletus, banjir, kekeringan,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia

BAB I PENDAHULUAN. Meliza Faomasi Laoli, 2013 Nederlandsche Zendings Vereeniging Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN PAYUNG 2014 PERKEMBANGAN PELAYANAN DAN SARANA KESEHATAN DI JAWA ABAD KE-20 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi

pelayanan non resep, serta pengalaman dalam memberikan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada pasien. 5. Apoteker tidak hanya memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan diantaranya adalah milik swasta. 1. dari 6 buah puskesmas, 22 BKIA, 96 dokter praktik dan 3 Rumah Bersalin.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN 2011 SESUAI PERUNDANGAN YANG BERLAKU NASKAH PUBLIKASI

resep, memberikan label dan memberikan KIE secara langsung kepada pasien. 4. Mahasiswa calon apoteker yang telah melaksanakan PKPA di Apotek Kimia

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penduduk adalah Orang-orang yang berada di dalam suatu wilayah yang terikat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan. hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FARMASI PERAPOTIKAN. syofyan

BAB I PENDAHULUAN. di Sumatera Utara, dan lambat laun banyak bermunculan perkebunan tembakau, karet,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan diberbagai forum, baik yang bersifat nasional maupun internasional.

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelayanan kefarmasian oleh apoteker (Menkes, RI., 2014). tenaga teknis kefarmasian (Presiden, RI., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Orang-orang Tionghoa menjadi kelompok imigran terbanyak. yang berada di Borneo Barat bahkan di Nusantara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup pasien yang dalam praktek pelayanannya memerlukan pengetahuan,

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Kesehatan Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan industri merupakan hal yang sangat penting dalam. meningkatkan kesempatan kerja serta memperbaiki kualitas pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB IV PENGARUH WABAH PES TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT. antara para pemimpin daerah dengan para petugas kesehatan untuk membahas hal

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah suatu masyarakat yang sangat erat kaitannya dengan fasilitas kesehatan, sarana transportasi dan komunikasi yang berada dalam masyarakat bersama kepercayaan, sesuai jenis pencaharian serta lingkungan fisik tempat masyarakat tersebut berada. 1 Kiranya, ilmu sejarah perlu juga meninjau masalah-masalah kesehatan. Sejauh ini, masalah kesehatan yang telah menjadi topik kajian sejarah adalah permasalahan layanan kesehatan, seperti: rumah sakit 2, rumah sakit jiwa, tenaga medis 3 ; permasalahan penyebaran penyakit serta epidemi, seperti: pes, malaria 4, kolera, beri-beri 5, cacar 6, influenza 7 ; serta pandangan kesehatan dan perubahan sosial: kesehatan ibu dan anak dengan tingkat mortalitas 8, pola hidup sehat, dan sikap bersih (hygine). 1 Heddy Shri Ahimsa-Putra, Kesehatan dalam Presfektif Ilmu Sosial-Budaya, Atik Tri Rahmawati, dkk., Masalah Kesehatan dalam Kajian Ilmu Sosial-Budaya (Jogjakarta: Kepel. 2006) hal. 16. 2 Baha Uddin, Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit di Jawa pada Abad ke-19 dan Awal Abad ke-20 dalam Lembaran Sejarah Vol 7. No.1 (2004) hal. 101-124. 3 Hans Pols, European Physicians and Botanists, Indigenenous Herbal Medicine in The Dutch East India, and Colonial Network of Mediation dalam East Asia Science, Technology and Society: an International Journal (2009) hal. 172-208. Liesbeth Hesselink, Healers on the colonial market: Native doctors and midwives in the Dutch East Indies, (Leiden: KITLV Press, 2011). 4 Baha Uddin, Epidemi Malaria di Afdeeling Bali Selatan 1933-1936 dalam Lembaran Sejarah, Vol. 7, No. 2, 1997/1998, hal. 3-39. 5 A.A. Loedin, De Groot Ziekte Beri-beri, Sejarah Kedokteran Di Bumi Indonesia, (Jakarta: Grafiti, 2005). 6 Peter Boomgaard, Smallpox, vaccination, and the Pax Neerlandica, Indonesia 1550-1930 dalam Bijdragen tot de Taal- Land- en Volkenkunde, Volume 159, no.4, 2003, hal. 590-617. 7 Priyanto Wibowo et al, Yang Terlupakan: Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda, (Jakarta; Departemen Sejarah UI, UNICEF Jakarta, Komnas FPBI, 2009). 8 Peter Gardiner dan Mayling Oey, Morbidity and Mortality in Java. 1880-1940: The Evidence of the Colonial Report, Norman G. Owen (Ed), Death and Disease in SouthEast Asia, (Singapore: Oxpord University Press, 1987). 1

2 Keragaman khasanah sejarah kesehatan sering dilatarbelakangi oleh perhatian pemerintah Hindia Belanda sejak Abad ke-19 terhadap kesehatan. Perhatian pemerintah tersebut menurut Peter Boomgaard muncul karena angka kematian yang tinggi. Sejak tahun 1821 hingga 1880, angka kematian di Hindia Belanda adalah sekitar 0.3% hingga 10% karena wabah penyakit, seperti kolera, cacar, typoid fever (demam/tifus), serta malaria. 9 Bahkan tahun 1880 sampai 1940, menurut Peter Gardiner dan Mayling Oey, wabah penyakit masih terus menghantui meski mengalami fluktuasi. 10 Boomgaard menguraikan dua faktor penyebab tingginya angka kematian, yakni faktor manusia (human factors), seperti pembukaan hutan menjadi sawah atau ladang, serta proses migrasi dan faktor alami (natural factors), seperti iklim. 11 Tahun 1808, pemerintahan Daendels membentuk Militaire Geneeskundige Dienst, MGD (Dinas Kesehatan Militer) dibawah divisi militer sebagai institusi pertama yang khusus menangani masalah kesehatan. Tahun 1811, saat pemerintahan Raffles berkuasa di Jawa, Ia membuat kebijakan untuk mementingkan pelayanan terhadap masyarakat sipil, namun semua agenda kesehatan tersebut belum seluruhnya terlaksana hingga pergantian kekuasaan tahun 1816. Pasca dikembalikannya kekuasaan Hindia Belanda kepada Belanda oleh Inggris tahun 1816, Raja Willem I mengutus Reinwardt untuk mengorganisir pelayanan medis di Hindia Belanda serta membuat pelayanan kesehatan sipil lebih 9 Peter Boomgaard, Morbidity and Morality in Java, 1820-1880: Changing Patterns of Disease and Death, Norman G. Owen (Ed), Death and Disease in SouthEast Asia, (Singapore: Oxpord University Press, 1987).hal. 45-69 10 Peter Gardiner dan Mayling Oey, Ibid., hal. 70-90. 11 Peter Boomgaard. Op.cit, hal. 57

3 mendapat perhatian. Reinwardt membentuk satu institusi kesehatan tahun 1820 untuk pelayanan masyarakat sipil yang disebut Burgerlijk Geneeskundige Dienst, BGD (Dinas Kesehatan Sipil). Pada kenyataanya, setelah pembentukan BGD tentara tetap menjadi objek utama dalam pelayanan kesehatan. Hal tersebut didukung oleh penggabungan kembali Dinas Kesehatan Militer dan Sipil dibawah Dinas Kesehatan serta dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan Militer pada tahun 1827. 12 Tahun 1882, pemerintah mengeluarkan peraturan baru mengenai pelayanan kesehatan sipil (Reglement van de Burgerlijk Geneeskundige Dienst in Nederlandsch-Indie). Peraturan tersebut memisahkan kembali Dinas Kesehatan Militer dan Sipil, namun dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya berjalan. Satusatunya peraturan yang diberlakukan adalah peraturan mengenai kedudukan dokter. Dokter yang menangani masalah kesehatan sipil kini tidak hanya berkedudukan dibawah Kementerian Perang namun di bawah Direktur Kependidikan, Keagamaan dan Industri (Directeur van Onderwijs, Eeredienst en Nijverheid). 13 Pemisahan kedua institusi kesehatan baru terjadi pada tahun 1911 sesuai dengan Staatsblaad tahun 1910 Nomor 648. Pemisahan tersebut menjadikan BGD menjadi institusi tersendiri dibawah Department van Onderwijs en Eeredienst serta dikepalai oleh Inspektur Kepala untuk menangani masalah kesehatan rakyat. Permasalah kesehatan terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu, mengingat perbedaan iklim di Barat dan iklim tropis yang membuat lembaga ini 12 Baha Uddin, Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit.., hal. 108. 13 Rosalia Sciortino, Menuju Kesehatan Madani, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press, 2007), hal. 12

4 kebingungan dalam menghadapi penyakit tropis yang tidak ditemui di Negara mereka sendiri. Meski demikian ilmu kedokteran terus berkembang sehingga mendorong pemerintah mereorganisir kembali lembaga tersebut menjadi Dinas Kesehatan Rakyat (Dienst Geneeskundige der Volksgezonheid, DVG) untuk memperluas peranan dan jangkauan sasaran dalam bidang kesehatan rakyat. Sementara itu setelah dilakukan pemisahan tahun 1911, MGD kemudian dipimpin oleh seorang Inspektur Mayor Jenderal dan berpusat di Bandung. Dinas ini mengorganisir sejumlah rumah sakit modern serta laboratorium medis untuk militer di Weltevreden. Sebelum mereka bertugas secara resmi, mereka diharuskan mengikuti kursus mengenai penyakit tropis dan hygiene selama 5 bulan di Militaire Hygienisch Instituut yang berkedudukan di Weltrevreden. 14 Seiring dengan berjalannya pelayanan kesehatan, pemerintah Hindia Belanda juga memberikan pelayanan farmasi kepada masyarakat. Tahun 1882, saat pemerintah mereorganisasi pelayanan kesehatan militer menjadi dinas kesehatan sipil melalui Staatsblad no. 97 tahun 1882, pemerintah juga membuat peraturan untuk tenaga kesehatan, termasuk tenaga pelayanan farmasi serta peraturan pelayanan farmasi. Pelayanan farmasi tersebut mencakup penyediaan bahan sumber alam dan bahan sintetis untuk didistribusikan dan digunakan dalam pengobatan dan pencegahan suatu penyakit. Dalam hal ini dapat dijabarkan menjadi proses identifikasi, kombinasi, analisa dan standarisasi obat dan pengobatan, termasuk 14 Baha Uddin, Pelayanan Kesehatan umah Sakit di Jawa pada Abad ke-19 dan Awal Abad ke-20 dalam Lembaran Sejarah Vol 7, No.1, 2004, hal. 108.

5 pula sifat-sifat obat dan distribusinya yang aman dalam penggunaannya, baik penyerahan obat atas dasar resep dokter maupun pada penjualan bebas. 15 Proses pelayanan farmasi dapat menjadi sebuah episode sejarah yang menarik untuk dibahas, karena pelayanannya dilaksanakan oleh kesatuan sistem tersendiri yang terdiri dari tenaga kerja, sarana dan prasarana farmasi. 16 Tenaga farmasi dapat menunjukkan perubahan pelayanan farmasi di masyarakat, karena Ia adalah praktisi kesehatan yang merupakan bagian dari sistem rujukan kesehatan professional. Profesi ini mengharuskan selalu berinteraksi dengan professional kesehatan lain serta penderita untuk memberikan konsultasi serta informasi disamping mengendalikan mutu penggunaan terapi obat dalam bentuk pengecekan atau interpretasi pada resep atau order dokter, sehingga tanggung jawab menyeluruh apoteker membentuk pelayanan farmasi. 17 Demikian pula sarana farmasi seperti apotek yang menjadi tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. 18 Dengan demikian tenaga farmasi dan apotek menjadi sebuah representasi pelayanan kesehatan yang ada di tengah masyarakat. 15 Moh. Anief, Farmasetika, (Jogjakarta: UGM Press, 1994), hal. 11. 16 Moh. Anief, Ibid., hal. 11. 17 Charles J.P. Siregar, Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan, (Jakarta: EGC, 2004), hal. 4. 18 Yustina Sri Hartini dan Sulasmono. Apotek Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-undangan Terkait Apoterk Termasuk Naskah dan Ulasan Tentang Apotek Rakyat (Yogyakarta: Sanata Dharma, 2009) hal 13.

6 1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, permasalahan yang menarik adalah apa bentuk pelayanan farmasi yang diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda di Jawa sejak tahun 1882 hingga tahun 1942. Untuk menjawab pertanyaan yang berkembang pada perkembangan tenaga farmasi sebagai tenaga ahli farmasi. Dengan melihat perkembangan farmasi diharapkan dapat menjawab permasalahan tersebut. Tenaga farmasi menjadi representasi dari pelayanan farmasi tersebut, meskipun tenaga farmasi dirasa hanya sebagian kecil dari bentuk pelayanan farmasi. Untuk mengetahui lebih lanjut akan dibagi kedalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: a. Apa bentuk tenaga farmasi yang telah ada di Jawa sebelum tahun 1882? b. Apa penyebab munculnya tenaga farmasi kolonial dan seperti apa pelaksanaannya dalam struktur organisasi tenaga farmasi dalam pemeritnahan Hindia Belanda? c. Apa bentuk penyelenggaraan pendidikan tenaga farmasi dan siapa atau kelompok mana yang dapat menjadi tenaga farmasi di Jawa? d. Mengapa tenaga farmasi dapat bertahan dalam pelayanan kesehatan di Jawa hingga awal abad ke-20? Dalam menjawab pertanyaan penelitian, perlu menggunakan batasan masalah untuk membuat penulisan dan jawaban menjadi fokus dan terarah. Pembatasan masalah dilakukan dengan dua hal, yakni batasan spasial dan batasan temporal.

7 Batasan spasial dalam penelitian ini adalah Jawa. Sejak awal abad ke-19, Jawa bukan hanya menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan namun merupakan pusat pelayanan kesehatan. Sebagai pusat pelayanan kesehatan, perkembangan kesehatan di Jawa lebih beragam dibandingkan dengan pulau lainnya. 19 Selain itu kelengkapan data juga menjadi pertimbangan utama dalam penelitian ini. Alasan tersebut kemudian menjadi tantangan untuk melihat pelayanan farmasi di daerah tersebut. Dengan demikian wilayah Jawa diambil sebagai spasial yang cukup memungkinkan untuk melihat perkembangan farmasi dalam pelayanan kesehatan di masyarakat sejak akhir abad ke-19 hingga tahun 1942. 20 Batasan temporal dalam penelitan ini adalah tahun 1882 hingga 1942. Penelitian ini mengacu pada kebijakan Pemerintah Kolonial, maka penentuan tahun 1882 karena dikeluarkan undang-undang mengenai pelayanan dan tenaga kesehatan termasuk tenaga farmasi dalam Staatsblad no. 97 tahun 1882. Dalam undangundang tersebut terdapat peraturan mengenai kefarmasian seperti undang-undang peracikan obat serta tenaga farmasi. Undang-undang tersebut menjadi awal kemunculan kebijakan tenaga farmasi di Hindia Belanda. Batas akhir penelitian ini tahun 1942 merupakan tahun ketika pemerintah Hindia Belanda tidak lagi berdaulat di wilayah Jawa. Dengan batasan masalah ini, diharapkan dapat membatasi dan membantu penelitian hingga akhir. 19 A.A Loedin, Sejarah Kedokteran di Bumi Indonesia (Jakarta: Grafiti 2005), hal. 112 dan Baha Uddin, op. Cit. hal. 105. 20 Eddie Lembong, Geliat Industri Farmasi di Indonesia menuju era global, (Jakarta: Sinar Harapan, 1999).

8 1.3 Tujuan dan Maksud Penelitian Tujuan dan maksud penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui perkembangan tenaga farmasi sebagai bentuk pelayanan farmasi kolonial di Jawa tahun 1882-1942. b. Untuk mengetahui perubahan serta perkembangan tenaga farmasi di Jawa sejak tahun 1882-1942; c. Mengetahui penyebab bertahannya tenaga farmasi dalam masyarakat di Jawa tahun 1882 1942; d. Mengetahui faktor perubahan serta perkembangan tenaga farmasi di Jawa tahun 1882-1942. 1.4 Tinjauan Pustaka Sejauh ini penelitian yang berkaitan dengan sejarah kesehatan di Indonesia telah banyak ditulis. Hanya saja yang mengangkat farmasi, pelayanan farmasi, apotek atau apoteker belum banyak dihasilkan. Berikut adalah beberapa pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini. Pertama, pustaka mengenai sejarah farmasi. Artikel yang berjudul Drug treatment and the rise of pharmacology, ditulis oleh Miles Weatherall merupakan bagian dari kumpulan artikel dalam buku Ilustrated History of Medicine. 21 Miles membahas sejarah farmasi dunia serta mempertanyakan kembali pengobatan Barat yang hari ini jadi primadona bagi kesehatan dunia. Ia mengambil periode zaman 21 Miles Weatherall, Drug Trreatment and the rise of Pharmacology, Roy Porter (Ed), Ilustrated History Medicine, (UK: Cambridge University Press. 2006), hal. 246-277.

9 Mesir sebagai awal perkembangan farmasi dan membuat karakterisasi obat pada masa itu dengan label mengobati semua penyakit. Tulisan tersebut menunjukkan bahwa baru pada paruh awal abad ke-19 Eropa mulai mendominasi opini permasalahan farmasi. Karakteritik farmasi yang dibawa oleh Eropa adalah farmasi yang berdasarkan fungsi. Produk farmasi Eropa dibuat sesuai karakteristik penyakit yang ingin disembuhkan. Diakhir tulisan tersebut, Miles mempertanyakan keberhasilan kerja obat sebagai alat penyembuh tubuh, dengan menunjukkan efek dan kemanfaatan obat dalam masyarakat. Artikel tersebut memberi kerangka berpikir mengenai farmasi Eropa yang dibawa masyarakat Eropa kepada masyarakat Nusantara pada masa 1882-1942. Selanjutnya adalah buku berjudul Research di Indonesia 1945-1965 I: Bidang Kesehatan. Buku ini ditulis dalam rangka menunjukkan rasa nasionalisme Indonesia di bidang kesehatan dan sebagai pembentuk karakter bangsa. Dalam buku tersebut terdapat enam artikel mengenai perkembangan dalam bidang Farmasi. Salah satunya adalah artikel yang berjudul Ichtisar Sedjarah Perkembangan Ilmu Farmasi karya Poernomosinggih, seorang apoteker dan direktur Lembaga Farmasi Nasional serta Ketua B.P.P. Ikatan Sardjana Farmasi Indonesia. Tulisan tersebut membagi lima periode perkembangan farmasi di Indonesia, periode pra penjajahan, penjajahan, revolusi fisik, periode akibat KMB, periode manipol amanat pembangungan presiden (1959-1963) dan periode berdikari (1962-1965). Tulisan ini sangat terlihat memiliki jiwa perlawanan atau antikolonial maka inilah yang akan menjadi perbedaan dengan penelitian ini. Penelitian ini diharapkan tidak

10 terjebak dalam arus yang sama dalam penelitian mengenai pelayanan farmasi di masa Hindia Belanda. 22 Pustaka selanjutnya adalah skripsi yang berjudul Lembaga Riset Ilmu Kedokteran Belanda: dari Laboratorium voor Pathologische Anatomie en Bacteorolige ke Centraal Militaire Laboratori yang ditulis oleh Nana Suryana. Tulisan tersebut mengkaji tentang perkembangan lembaga riset kedokteran. Hal yang menarik dalam tulisan tersebut adalah disebutkannya lembaga riset khusus farmasi dalam lembaga pemerintah tersebut, 23 meskipun yang disorot dalam tulisan tersebut adalah lembaga riset kedokteran secara umum. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan lebih banyak mengungkapkan kelembagaan dalam bidang farmasi baik pemerintah maupun nonpemerintah. Kedua adalah pustaka mengenai Industri Farmasi. Farmasi sangat dekat hubungannya dengan industri. Buku pertama yang membahas mengenai kedekatan farmasi dengan industry adalah Geliat Industri Farmasi di Indonesia menuju era Global karya Eddie Lembong. 24 Eddie Lembong menggambarkan dirinya sebagai seorang apoteker, pendidik dan pengusaha farmasi sehungga buku tesebut merupakan sumbangsih pemikirannya terhadap masalah dan tantangan industri farmasi nasional. Dalam tulisannya, Eddi tidak menggambarkan sejarah farmasi di 22 Artikel lainnya berjudul Sedjarah Perkembangan Kimia Farmasi di Indonesia, Sedjarah Perkembangan Farmakognosis, Reseach Pharmaceutical Tecnology, Sedjarah Perkembangan Ilmu Resep di Indonesia serta Kepustakaan. Lihat dalam Reseacrh di Indonesia 1945-1965 I: Bidang Kesehatan, (Jakarta: Departemen Urusan Reseach Nasional Republik Indonesia. 1965), hal. 693-748. 23 Nana Suryana. Lembaga Riset Ilmu Kedokteran Belanda: Dari Laboratorium voor Pathologisce Anatomie en Bacteriologi ke Centraal Melitair Geneeskundige Laboratori (1888-1936). Skripsi Sejarah UNPAD. 2002. 24 Eddie Lembong, Geliat Industri Farmasi di Indonesia menuju era global, (Yogyakarta: Sinar Harapan. 1999).

11 Indonesia secara luas, oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan sejarah farmasi di Indonesia secara luas. Buku lainnya adalah Dinamika Farmasi Indonesia: Tantangan dan Peluang karya Sampurno 25. Dinamika Farmasi dalam tulisan tersebut adalah perkembangan farmasi sebagai sebuah industri, sehingga menggambarkan posisi, tantangan dan peluang bagi industri farmasi di Indonesia dalam dunia industri farmasi internasional. Sampurno tidak menjelaskan farmasi sebagai sebuah bagian dari pelayanan kesehatan dalam masyarakat, sehingga muncul pertanyaan menarik: Apakah dalam dinamika farmasi, farmasi hanya dipandang sebagai sebuah industri atau pelayanan kesehatan? Perkembangan farmasi dapat dilihat dalam sebuah skripsi dengan judul Perkembangan Pabrik Kina di Jawa 26 karya Ririn Danari. Penulis melihat perkembangan farmasi dari perkembangan pabrik kina, obat malaria. Menurut Ririn, perubahan farmasi adalah perubahan dari perkebunan milik pemerintah menjadi milik swasta. Tulisan lain yang serupa adalah skripsi yang berjudul Biofarma: Studi Tentang Lahir dan Perkembangannya 1980-1978 karya Audia Rizky. Tulisan tersebut menggambarkan salah satu lembaga farmasi yang ada di Hindia Belanda. Hari ini, Biofarma dikenal sebagai sebuah industri farmasi besar milik pemerintah, namun ia lahir dari laboratorium farmasi kecil milik pemerintah, bukan sebuah industri layaknya hari ini. 27 Tulisan ini menjadi salah satu model 25 Sampurno, Dinamika Farmasi Indonesia: Tantangan dan Peluang, (Yogyakarta: Cendani Publishing. 2009). 26 Ririn Darani. Perkembangan Industri Kina di Jawa. Skripsi Sejarah UGM. 1998. 27 Audia Rizky, Biofarma: Studi Tentang Lahir dan Perkembangan 1890-1978, Skripsi Sejarah Unpad, 2006.

12 penulisan sejarah, apakah pelayanan farmasi mengalami perubahan yang sama dengan pabrik Kina atau seperti Biofarma? Hal menarik lainnya tentu karena studi tersebut mengangkat mengenai apoteker sebagai profesi farmasi. Ketiga adalah pustaka mengenai sejarah kesehatan secara umum. Buku pertama berjudul Sejarah Kedokteran di Bumi Indonesia karya A.A Loedin yang diterbitkan oleh Pustaka Utama Grafiti, tahun 2005. 28 Buku tersebut menggambarkan kondisi awal kedokteran di Nusantara pada abad ke-16 hingga kedatangan kapal-kapal dagang Eropa yang mencari rempah-rempah yang secara langsung maupun tidak membawa pola kedokteran ke Nusantara. Buku ini dibagi menjadi empat bagian utama, bagian pertama menjelaskan kemunculan penyakit cacar serta vaksinasi cacar yang menjadi obat yang berhasil memberantas penyakit menular tersebut. Bagian kedua, mengungkapkan mengenai penyakit beri-beri dan penemuan vitamin B yang menjadi obat penyakit beri beri tersebut. Bagian ketiga memberi gambaran tentang kesehatan di Batavia sejak abad ke-16, dan bagian terakhir membahas perkembangan kesehatan hingga perkembangan ilmu bedah di Indonesia hingga tahun 1942. Buku ini, memberi gambaran awal perkembangan kesehatan di Nusantara dan penelitian ini bermaksud melanjutkan pembahasan mengenai pelayanan farmasi. Buku Healers on the colonial market, native doctors and midwives in the Dutch East Indies karya Liesbeth Hesselink, 29 membahas tentang dokter Jawa dan bidan yang dibentuk oleh sistem kesehatan Eropa yang dikembangkan pemerintah 28 A.A Loedin, Sejarah Kedokteran di Bumi Indonesia, (Jakarta: Grafiti. 2005). 29 Liesbeth Hesselink, Healers on the colonial matket: Native doctors and midwives in the Dutch East Indies, (Leiden: KITLV Press. 2011).

13 Kolonial di Jawa. Perkembangan mereka dilihat melalui pendekatan pasar tenaga kerja, sehingga Liesbeth melihat bahwa pemerintah Hindia Belanda menjadikan dokter Jawa dan bidan dari masyarakat Jawa hanya untuk kepentingan pasar. Hanya saja pelayanan kesehatan dalam buku tersebut hanya menceritakan dokter Jawa dan bidan saja. Dengan membaca buku tersebut, penulis memunculkan pertanyaan baru, apakah tenaga farmasi menjadi salah satu lapangan kerja baru pada masa Hindia Belanda? penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan tersebut. Selanjutnya adalah buku Care-takers of Cure karya Rosalia Sciortino. 30 Meskipun buku tersebut adalah kajian antropologis, namun Sciortino menujukkan aspek historis dari tulisannya sehingga menjadi sebuah tulisan yang luarbiasa. Tulisan tersebut mengenai perawat di Jawa, sejak masa Hindia Belanda hingga masa Orde Baru. Perawat adalah salah satu tenaga medis dalam pelayanan kesehatan. Dengan mengacu pada kedua buku tersebut, tenaga medis lainnya yakni apoteker (peramu obat) akan menjadi satu bagian dari penelitian ini serta dapat melengkapi tulisan mengenai tenaga medis. Secara keseluruhan pustaka merupakan sumber inspirasi, baik sebagai konsep maupun sumber bagi penulisan ini. Oleh karena itu, tinjauan pustaka tersebut berfungsi sebagai pembanding sekaligus sebagai acuan agar penulisan ini semakin baik. 30 Rosalia Sciortino, Care-takers of cure : An Antropology study of health center nurses in rural Central Java (Yogyakarta: UGM Press. 1995)

14 1.5 Kerangka Konseptual Modernisasi sejak tahun 1960an merupakan pembahasan yang terus dibahas dan diperdalam sebagai sebuah tema menarik dalam dunia Barat. Berbagai kajian menggunakan pendekatan modernisasi ini untuk melihat perubahan. Modernisasi pada umumnya dipakai untuk menunjukkan pertumbuhan rasionalisme dan sekularisme dan proses di mana manusia berhasil melepaskan diri dari tirani kekuasaan pemerintah maupun belenggu takhayul. Bukan hanya itu, modernisasi juga sering dilekatkan dan disandingkan dengan kata westerenisasi atau pembaratan. 31 Modernisasi diartikan juga sebagai proses perubahan manusia dengan munculnya produksi teknologi dan birokrasi. Produk teknologi disini diartikan sebagai pengetahuan baru yang akan mengarahkan untuk menuju hal yang baru sedang birokrasi adalah dinamika yang muncul ada manusia setelah pengetahuan itu muncul seperti munculnya status, hukum yang menjadi prinsip akan sesuatu. 32 Foster dan Anderson melihat bahwa modernisasi juga terjadi dalam dunia kesehatan. Foster mengambil negara dunia ketiga yaitu Maroko (Afrika) dan India sebagai sampel penelitian untuk melihat hal tersebut. Menurutnya, negara dunia ketiga memiliki masa lalu, masa sekarang dan masa depan yang dapat dilihat sebagai proses perubahan. Serta melihat Prancis dan Denmark (Eropa) sebagai pembanding dari negara dunia ketiga tersebut. 33 31 Myron Weiner (Ed), Kata Pengantar, Modernisasi : Dinamika Pertumbuhan, (Amerika : Voice of Amerika Forum Lecture). 32 Eugene B. Gallagheer, Modernization and Medical Care, Sociological Perspectives, Vol. 31, No. 1 (Jan. 1988), hal. 59-87. 33 Foster dan Anderson, Kata Pengantar, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI Press, 2013).

15 Hasil penelitiannya, mereka membagi dua tingkah laku dan pola sebagai proses modernisasi kesehatan, diawali dengan etnomedisin kemudian beralih pada dunia barat. Dunia kesehatan barat yang digambarkan Foster adalah dunia kesehatan dengan membuat standarisasi. Standarisasi pertama adalah tentang tingkah laku sakit, kemudian fasilitas kesehatan (rumah sakit) selanjutnya memprofesionalisasi tenaga kesehatan (dokter dan perawat). Standarisasi pertama adalah membuat pengetahuan tentang sakit, kemudian memunculkan status professional dan tenaga medis sebagai hasil dari standarisasi pengetahuan. Sehingga standarisasi yang digambarkan Foster inilah yang disebut modernisasi kesehatan. 34 Farmasi adalah salah kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Tentu saja, farmasi memiliki fasilitas farmasi dan tenaga farmasi seperti halnya tenaga kesehatan. 35 Dalam dunia farmasi, fasilitas tersebut berupa apotek dan tenaga profesionalnya adalah apoteker dan asisten apoteker. 36 Penelitian ini ingin mencoba menjelaskan farmasi yang tidak hanya menampilkan rentetan data dan rincian peristiwa mengenai farmasi, namun ingin melihat farmasi bagian dari modernisasi seperti halnya Foster melihat kesehatan sebagai bentuk modernisasi. Farmasi dilihat sebagai sebuah pengetahuan baru yang akan membentuk hukum, status baru dalam tatanan masyarakat, membentuk pendidikan farmasi dan tenaga farmasi professional. Hal ini mesti dicermati, karena pembahasan yang diambil 34 Foster dan Anderson, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI Press, 2013), hal. 171. 35 Charles J. P. Siregar, Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan, (Jakarta: EGC, 2004, hal. 1-2. 36 Yustina Sri Hartini dan Sulasmono, Apotek Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-undangan Terkait Apoterk Termasuk Naskah dan Ulasan Tentang Apotek Rakyat, (Yogyakarta: Sanata Dharma, 2009), hal 1.

16 adalah Jawa yang telah mengalami kolonialisme yang menghasilkan banyak peninggalan proses panjang tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa modernisasi farmasi menjadi salah satu bagian juga dari proses kolonialisme Barat. 1.6 Metode Penelitian dan Pencarian Sumber Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode tersebut terdiri dari empat tahap, heuristik (pencarian sumber), kritik, interpretasi dan historiografi. Tahap pertama adalah heuristik atau suatu seni atau teknik yang memerlukan keterampilan. Dalam tahap pertama ini, penulis mengumpulkan sumber-sumber yang dianggap relevan dan sesuai dengan topik. Pencarian sumber dilaksanakan di Arsip Nasional Republik Indonesia. Sumber yang didapat berupa arsip pemerintah bundel Ter Zer Algeemene Secretari (Tgz Ag) dan bundel Besluit dengan kata kunci hospitalen en apotheken dan burgerlijk geneeskundige dienst. Arsip yang dianggap relevan adalah arsip Tzg Ag no. 10142 tentang pembentukan komisi farmasi di Hindia Belanda (1906-1939) 37 dan arsip Bundel Besluit no. 2991 mengenai pembentukan sekolah asisten apoteker (1918-1934) 38. Selain itu laporanlaporan pemerintah seperti Regeering Almanak dan Koloniaal Verslag, kemudian kebijakan pemerintah dalam Staatsblad voor Nederlandsche-Indie menjadi sumber lain dalam penelitian ini. Pencarian sumber juga dilaksanakan di Perpustakaan Nasional Jalan Salemba Raya no. 28 Jakarta Pusat. Sumber yang didapat berupa surat kabar 37 De samenstelling van eene niewie commissie in Nederlandsch Indie (1906-139), Tzg Ag 1939/28752 38 Het voorstel om de apothekersassistentenschool te Batavia Centrum met ingang van ultimo Juni 1934 te sluiten (1918-1934)

17 farmasi yang diterbitkan oleh Orgaan van de Bond van geemployeerden bij de Pharmaeutische Bedrijven in Nedherlandsch Indie yaitu De Pharmaceutiche Bond tahun 1921-1923, dan Pharmceutische Tijdschrift voor Nederlandsche Indie, majalah untuk apoteker dan dokter apotek dari Orgaan van Nederlandsch Indie Apotekers-Vereeniging tahun 1924-1935, serta Majalah Farmasi yang diterbitkan oleh Persatuan Ahli Pharmasi Indonesia (P.A.Ph.I) tahun 1955-1957. Sumber lainnya, didapat dengan cara online dari situs www.delpher.nl berupa koleksi digital surat-surat kabar abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20 yang dapat diakses secara bebas. Pencarian ini untuk melihat iklan dan artikel dalam surat kabar mengenai topik penelitian. Pencarian juga dilakukan dengan melihat surat kabar lokal berbahasa melayu. Selain itu dari www.kitlv.nl berupa gambar yang relevan dengan topik penelitian. Tahap kedua adalah kritik dan analis sumber atau verivikasi. Tahap ini dibagi dua yaitu meneliti otentisitas sumber sebagai kritik eksternal atau keaslian sumber, dan kritik internal yang meneliti kredibilitas sumber. Tahap ketiga yang dilakukan adalah interpretasi. Interpretasi adalah penafsiran, yang merupakan biangnya subjektifitas. Fakta sejarah yang terbentuk oleh koroborasi diperdalam dan ditafsirkan. Tahap terakhir adalah historiografi atau penulisan sejarah, yang menjadi ujung dari setiap penelitian apapun. Tulisan ini adalah akhir dari penelitian dengan harapan dapat dipergunakan bagi siapapun yang juga membahas lebih mendalam mengenai pelayanan farmasi di Jawa tahun 1882-1942.

18 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan tematiskronologis. Bab pertama adalah pendahuluan. Berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka konseptual, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua memuat kondisi kesehatan dan pelayanan farmasi di Jawa sebelum tahun 1882. Gambaran ini menunjukkan faktor yang membuat pelayanan farmasi kolonial di Jawa tahun 1882-1942 berkembang pesat. Bab ketiga membahas mengenai peraturan mengenai tenaga farmasi yakni staatsblad no. 97 tahun 1882 serta institusi yang menaungi tenaga farmasi sebagai langkah awal penerapan kebijakan tersebut. Pemaparan institusi tenaga farmasi dibatasi hingga tahun 1910an, sebelum adanya sekolah asisten apoteker di Batavia. Bab keempat menjelaskan pendidikan tenaga farmasi yaitu pelatihan asisten apoteker pegawai, sekolah asisten apoteker hingga indische apotheker. Perkembangan pendidikan apoteker dalam hal ini termasuk sekolah, ujian dan penugasan apoteker. Bab ini membahas hal yang menjadi pemicu perkembangan farmasi di Jawa. Bab kelima menjelaskan tenaga farmasi setelah tahun 1920an setelah adanya sekolah asisten apoteker. Bab ini melihat apotek sebagai sebuah sarana pelayanan farmasi, asosiasi atau perkumpulan tenaga farmasi serta instansi farmasi. Ketiga hal tersebut menjadi indikasi perkembangan tenaga farmasi dalam pelayanan kesehatan dalam masyarakat Jawa.

19 Bab keenam merupakan kesimpulan. Bab ini berisi mengenai kesimpulan dari hasil analisis dari keempat pembahasan sebelumnya. Diharapkan menjadi jawaban dari rumusan masalah yang telah diajukan.