BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber penghasilan petani dan potensinya sebagai penghasil devisa negara. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Tim Bina Karya Tani (2008), mengatakan bahwa bawang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, terutama sebagai salah satu bumbu pelezat makanan yang sangat terkenal dalam masyarakat Indonesia. Setiap keluarga boleh dikatakan memanfaatkan bawang merah untuk kebutuhan penyedap masakan sehari-hari, baik dalam bentuk segar, maupun sudah dalam bentuk olahan seperti bawang goreng. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008), konsumsi bawang merah penduduk Indonesia mencapai 4,56 kg/kapita/tahun. Permintaan bawang merah akan terus meningkat (dengan perkiraan 5% per tahun) seiring dengan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat karena adanya pertambahan jumlah penduduk, semakin berkembangnya industri makanan jadi dan pengambangan pasar ekspor bawang merah. Kebutuhan terhadap bawang merah yang semakin meningkat merupakan peluang pasar yang potensial dan dapat menjadi motivasi bagi petani untuk meningkatkan produksi bawang merah. 1
2 Menurut Badan Litbang Pertanian (2010), bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 propinsi di Indonesia. Propinsi penghasil utama (luas areal panen > 1 000 hektar per tahun) bawang merah diantaranya adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogya, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulawesi Selatan. Pengembangan usahatani bawang merah perlu dilakukan terkait dengan kebutuhan konsumsi bawang merah seiring meningkatnya jumlah penduduk. Oleh karena itu usahatani bawang merah diarahkan untuk dapat memacu peningkatan produktivitasnya. Menurut Kementrian Pertanian Republik Indonesia (2015), produktivitas bawang merah Propinsi Sumatera Utara selalu menurun tiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel produktivitas bawang merah berdasarkan propinsi penghasil utama selama 4 tahun terakhir (2011 2014) : Tabel 1.1. Produktivitas Bawang Merah Berdasarkan Propinsi Sentra Tahun 2011-2014. No Propinsi Produktivitas (Ku/Ha) 2011 2012 2013 2014 1 Bali 106,40 113,13 121,23 112,81 2 Jawa Tengah 104,20 106,57 113,93 112,33 3 Jawa Barat 101,20 101,33 102,65 103,80 4 DI Yogyakarta 33,20 100,47 107,43 96,03 5 Sumatera Barat 94,10 97,65 103,26 103,78 6 Jawa Timur 93,20 99,63 93,20 95,65 7 Sulawesi Selatan 90,00 91,27 96,38 99,11 8 NTB 78,40 81,88 87,58 102,03 9 Sumatera Utara 89,90 89,54 79,25 77,87 Sumber : Kementrian Pertanian Republik Indonesia, 2015 Data pada Tabel 1.1, menunjukkan bahwa terjadi penurunan produktivitas bawang merah di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya dalam empat tahun terakhir. Penurunan produktivitas terbesar terjadi dari tahun 2012 2013 yaitu menurun
3 sebesar 11,49%. Rata-rata produktivitas Propinsi Sumatera Utara empat tahun tahun terakhir adalah sebesar 84,14 Ku/Ha merupakan produktivitas terendah diantara propinsi penghasil utama. Di Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Samosir merupakan salah satu dari tiga kabupaten sentra produksi Bawang Merah setelah Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Dairi. Untuk data perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah di tiga kabupaten sentra produksi dari tahun 2012-2014 dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa dari ketiga kabupaten sentra produksi pada tahun 2014 yang mengalami peningkatan produksi hanya Kabupaten Samosir yaitu meningkat sebesar 270 ton (19,50%) dan luas panen mencapai 223 hektar namun hal ini diikuti produktivitas terendah yaitu 6,21 ton/ha berkurang sebesar 0,41 ton/ha (6,89%). Tingkat produktivitas bawang merah di Kabupaten Samosir mengalami fluktuasi dengan tingkat produktivitas rata-rata selama tahun 2012-2014 sebesar 6,67 ton/ha jika dibandingkan dengan produktivitas kabupaten tertinggi yaitu Kabupaten Simalungun, tingkat produktivitas rata-rata Kabupaten Simalungun selama tahun 2012-2014 mencapai 12,24 ton/ha. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat produktivitas bawang merah di Kabupaten Simalungun hampir dua kali lipat lebih tinggi dari pada tingkat produktivitas bawang merah di Kabupaten Samosir. Rendahnya produktivitas bawang merah di Kabupaten Samosir jika dibandingkan dengan kabupaten sentra lainnya kemungkinan besar disebabkan belum optimalnya penggunaan faktor produksi. Tingkat produktivitas bawang merah
4 berkaitan dengan produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi dinilai sangat penting karena mempunyai pengaruh terhadap produksi yang dihasilkan. Arti pentingnya ditekankan pada kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi karena mendukung tercapainya kondisi produksi yang optimal. Faktor produksi yang dimaksud adalah jumlah bibit, jumlah pupuk organik, pupuk kimia, tenaga kerja dan jumlah pestisida yang digunakan dalam budidaya bawang merah. Menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara (2014), di Pulau Samosir bawang merah khususnya diusahakan pada bulan Februari dan bulan Agustus yaitu pada saat akhir musim hujan dan awal musim hujan karena pengairan untuk pertanaman lebih mengandalkan pada turunnya air hujan. Bawang merah sudah lama dikembangkan di Kabupaten Samosir. Sekitar 25-30 tahun yang lalu, bibit bawang merah dari Pulau Jawa (Brebes) pernah dikembangkan di Samosir. Teknik budidaya di tingkat petani cukup beragam, baik penggunaan pupuk maupun teknik lainnya. Pupuk yang digunakan ada yang menggunakan pupuk organik seperti pupuk hijau dan anorganik, ada yang hanya pupuk organik saja atau pupuk anorganik saja, namun ada juga yang tidak memberikan pupuk sama sekali. Petani menggunakan kompos yang berasal dari campuran kotoran ternak, tanaman tithonia dan tanaman lainnya yang dijadikan bokashi dan pupuk kimia NPK dan KCl. Karena tanah bagian dalam berbatu-batu, sehingga menjadi tempat bersarang binatang kaki seribu yang banyak menyerang akar dan tanaman bawang merah. Faktor produksi pestisida juga memegang peranan yang penting dalam mempengaruhui jumlah produksi, penggunaan pestisida merupakan cara yang paling banyak digunakan dalam pengendalian serangan hama pada tanaman
5 bawang merah dan penyakit disebabkan karena jamur. Hal ini karena penggunaan fungisida serta insektisida merupakan cara yang paling mudah dan efektif, dengan pengggunaan fungisida serta insektisida yang efektif akan memberikan hasil yang memuaskan sehingga tanaman dapat berproduksi secara optimal. Penelitian yang dilakukan oleh Suciaty (2004) dalam Widyananto (2010), faktor bibit memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan produksi tanaman, penggunaan bibit bermutu tinggi merupakan langkah awal peningkatan produksi, disamping itu faktor produksi tenaga kerja bersama-sama dengan faktor produksi lain, bila dimanfaatkan secara optimal akan dapat meningkatkan produksi secara maksimal. Usahatani yang efisien didukung oleh penggunaan faktor produksi yang optimal. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan faktor-faktor produksi dengan produksi pada usahatani bawang merah di Kabupaten Samosir dan usaha mengkombinasikannya untuk mencapai produksi yang optimal sekaligus mengetahui tingkat efisiensi ekonomi dari kombinasi penggunaan faktor-faktor produksinya. 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang telah dijelaskan, maka identifikasi masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh faktor produksi bibit, pupuk organik, pupuk N, insektisida, fungisida dan tenaga kerja terhadap produktivitas usahatani bawang merah di daerah penelitian?
6 2. Bagaimana pengaruh harga bibit, harga pupuk organik, harga pupuk mutiara, harga fungisida dan harga insektisida terhadap biaya rata-rata? 3. Bagaimana tingkat efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi usahatani bawang merah di daerah penelitian? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganilisis pengaruh faktor produksi bibit, pupuk organik, pupuk N, insektisida, fungisida dan tenaga kerja terhadap produktivitas usahatani bawang merah di daerah penelitian. 2. Untuk menganalisis pengaruh harga per unit bibit, harga pupuk organik, harga pupuk mutiara, harga fungisida dan harga insektisida terhadap biaya rata-rata. 3. Untuk menganalisis tingkat efisiensi teknis, harga dan ekonomi usahatani bawang merah di daerah penelitian. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukan bagi petani bawang merah untuk mengembangkan usahataninya dengan mengetahui penggunaan faktor produksi dan alokasi tenaga kerja yang dapat memberikan tingkat efisien yang paling baik. 2. Sebagai bahan informasi, bahan rujukan untuk pengembangan pengetahuan bagi penelitian selanjutnya dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
7 3. Sebagai bahan referensi, bahan pertimbangan, evaluasi, dan bahan informasi bagi pihak-pihak yang terkait dalam pengambilan kebijakan pengembangan usahatani bawang merah di Kabupaten Samosir.