BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Peradangan sendi pada artritis gout akan menimbulkan serangan nyeri

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami. penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. pada tubuh dapat menimbulkan penyakit yang dikenal dengan. retina mata, ginjal, jantung, serta persendian (Shetty et al., 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut WHO pada tahun 2000 terjadi 52% kematian yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini disebabkan oleh. dan gaya hidup ( Price & Wilson, 1992).

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang, umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular.

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. transisi epidemiologi. Secara garis besar proses transisi epidemiologi adalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PETRI KURNIAWAN

BAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global, penyebab utama dari kecacatan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan pola hidup masyarakat selalu mengalami perkembangan, baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

PENDAHULUAN. Pola penyakit yang ada di Indonesia saat ini telah. mengalami pergeseran atau sedang dalam masa transisi

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang terus mengalami perubahan, terutama di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

BAB 1 : PENDAHULUAN. mempengaruhi banyak jaringan dan organ, terutama menyerang fleksibel (sinovial) sendi, dan

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sesuai waktu dan umur (Irianto, 2014). Penyakit degeneratif. dan tulang salah satunya adalah asam urat (Tapan, 2005).

salah satunya disebabkan oleh pengetahuan yang kurang tepat tentang pola makan yang menyebabkan terjadinya penumpukan asam urat.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, dislipidemia, dan

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Pola makan, obesitas, dan frekuensi serangan pada pasien artritis gout

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB 1 : PENDAHULUAN. ekonomis (Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009) (1). Pada saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 237,64 juta jiwa. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengambilan sampel penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2016 di bagian

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menular (noncommunicable diseases). Terjadinya transisi epidemiologi

menyerupai fenomena gunung es. Penelitian ini dilakukan pada subjek wanita karena beberapa penelitian menyebutkan bahwa wanita memiliki risiko lebih

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lima belas juta orang di dunia setiap tahunnya terkena serangan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit. kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. angka kematian penyakit tidak menular (PTM). Hal ini sesuai dengan data World

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem Kesehatan Nasional Indonesia (2011) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, yaitu adanya

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. obesitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. normal yang ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proporsi dan jumlah lansia terus meningkat di semua negara. Saat ini, di seluruh dunia terdapat 380 juta orang yang berumur 65 tahun ke atas dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat, hingga mencapai lebih dari 690 juta pada tahun 2020. Di Indonesia sendiri, baik jumlah maupun proporsi penduduk usia di atas 65 tahun juga meningkat dalam 1 dekade terakhir, yakni dari 14.396.745 penduduk lansia (7,2%) pada tahun 2010 menjadi 18.037.009 jiwa (7,6%) (BPS, 2011). Salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk dalam kategori penduduk berstruktur tua adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dengan persentase lansia tertinggi, yakni sebesar 13,25% pada tahun 2011 (BPS, 2011). DIY juga termasuk salah satu provinsi dengan estimasi angka harapan hidup tertinggi kedua pada tahun 2010 yaitu, 76 tahun (BPS, 2011). Transisi demografis dari yang semula didominasi oleh populasi muda menjadi didominasi oleh populasi dewasa atau lansia ini terjadi akibat perubahan pola morbiditas yang sebelumnya didominasi oleh penyakit infeksi menjadi penyakit kronis dan kecacatan (Kane, 2004). Di Indonesia, prevalensi penyakit tidak menular tertinggi pada orang dewasa dan lansia adalah penyakit sendi (30,3%) melebihi hipertensi (29,8%), stroke (8,3%), asma (3,5%), jantung (3,2%), diabetes (1,1%), dan tumor (4,3%) (RISKESDAS, 2007). Salah satu jenis artritis yang sangat berhubungan dengan gangguan metabolik, dapat menyebabkan miokard infark, diabetes serta kematian dini, dan insidensinya terus meningkat dari tahun ke tahun adalah artritis gout (Choi, 2010). Artritis inflamatori yang paling sering terjadi pada laki-laki ini adalah salah satu penyakit metabolik yang dicirikan dengan adanya hiperurisemia, serangan berulang dari artritis akut, simpanan kristal mikro monosodium urat monohidrat di dalam dan sekitar sendi, dan nefrolitiasis asam urat (Dao & Sakamoto, 2010). Epidemiologi gout sulit untuk dikuantifikasi secara presisi, hal ini dikarenakan metodologi yang digunakan bervariasi antar penelitian, mencakup perbedaan 1

2 dalam definisi kasus dan cara mengestimasi insidensi dan prevalensi. Walaupun demikian, berbagai penelitian menunjukkan adanya peningkatan prevalensi selama beberapa dekade terakhir (Doherty, 2009). Di Indonesia sendiri masih belum banyak publikasi epidemiologi tentang artritis gout. Penelitian yang dilakukan oleh Darmawan et al. (1992) di daerah pedesaan Jawa Tengah menunjukkan prevalensi artritis gout sebesar 1,7%. Selanjutnya, data yang diperoleh dari studi pendahuluan yang telah dilakukan di beberapa rumah sakit di Yogyakarta menunjukkan bahwa jumlah kasus gout artritis cenderung meningkat dalam 4 tahun terakhir (Data rekam medis RSUP dr Sardjito, RS Panti Rapih, RS PKU Muhammadiyah tahun 2009-2012). Serangan gout akut dicirikan dengan rasa sakit yang menyiksa, dan seringkali berulang. Pada satu studi serangan berulang terjadi pada 62% pasien dalam 1 tahun, dan 78% dalam 2 tahun, serta 84% pada tahun ke empat (Underwood, 2006). Serangan gout memiliki gejala yang mudah dikenali oleh pasien serta merupakan salah satu outcome penting dari penyakit gout (Schumacher et al., 2005). Selain dapat meningkatkan biaya pengobatan pasien, serangan gout yang berulang juga dapat menyebabkan kerusakan struktural yang berlanjut pada pembentukan tofi, sehingga dapat menimbulkan efek nyeri, kerusakan sendi, sendi kehilangan fungsinya, dan kecacatan akibat artritis serta masalah penampilan pada pasien (Frecklington, 2011; Wu et al., 2009; Rothenbacher et al., 2011). Lebih jauh lagi, penelitian yang dilakukan Lee et al. (2009) menunjukkan bahwa pasien yang mengalami serangan gout berulang memiliki kualitas hidup yang rendah. Frekuensi dan risiko serangan gout sendiri meningkat seiring dengan meningkatnya kadar asam urat serum pasien (Annemans et al., 2008). Penelitian lainnya menunjukkan bahwa nilai IMT yang tinggi, konsumsi alkohol, dan adanya riwayat penyakit kardiometabolik juga dapat meningkatkan risiko terjadinya serangan ulang gout, sedangkan penggunaan allopurinol pada awal diagnosis berkaitan dengan penurunan risiko serangan. (Rothenbacher et al., 2011). Peningkatan kadar asam urat yang dapat memicu serangan gout terjadi akibat produksi yang berlebihan atau ekskresi yang kurang dari asam urat

3 (Hidayat, 2009). Obesitas sendiri berkaitan dengan peningkatan kadar asam urat serum, baik melalui peningkatan produksi maupun penurunan ekskresi asam urat oleh ginjal (Choi et al., 2005a). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan nilai IMT, lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang-panggul yang tinggi adalah beberapa indikator yang berkaitan dengan peningkatan kadar asam urat serum (Dao & Sakamoto, 2010; Purnamaratri, 2007). Akan tetapi, penelitian lainnya yang dilakukan dengan melihat beberapa indikator lain untuk obesitas, antara lain, lemak viseral, lemak subkutan, menunjukkan bahwa penumpukan lemak viserallah yang memiliki hubungan paling erat dengan peningkatan kadar asam urat serum, bahkan saat dibandingkan dengan IMT (Matsuura et al., 1998; Takahashi et al., 1997). Rothenbacher et al. (2011) pada penelitiannya yang juga menganalisis hubungan IMT dan frekuensi serangan gout, menyimpulkan bahwa obesitas adalah salah satu komorbid yang umum pada pasien dengan serangan gout berulang. Lingkar pinggang, indikator obesitas lainnya, yang telah terbukti lebih dekat kaitannya dengan hiperurisemia dan resistensi insulin, belum pernah diteliti kaitannya dengan frekuensi serangan gout. Faktor lain yang memengaruhi risiko terjadinya serangan berulang pada pasien artritis gout adalah diet tinggi purin. Penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al. (2012) menyimpulkan bahwa asupan purin yang tinggi, terutama asupan purin hewani, dapat meningkatkan risiko terjadinya serangan berulang pada pasien gout sampai dengan 5 kali lipat,. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Zhang et al. (2006) juga menunjukkan bahwa konsumsi alkohol dapat memicu terjadinya serangan ulang gout. Efek tersebut biasanya muncul 24 jam setelah konsumsi alkohol, sedangkan faktor diet lainnya seperti asupan minuman tinggi fruktosa yang terbukti dapat meningkatkan risiko terjadinya gout, serta asupan cairan, produk susu, dan suplementasi vitamin C yang dapat menurunkan risiko gout belum pernah diteliti kaitannya dengan serangan ulang pada gout (Choi et al., 2004a; Choi et al., 2009; Choi et al., 2010).

4 B. Perumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara pola makan, obesitas, dan frekuensi serangan pada pasien artritis gout? 1. Tujuan umum C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan antara pola makan, obesitas, dan frekuensi serangan pada pasien artritis gout. 2. Tujuan khusus Tujuan umum di atas dapat dicapai dengan tercapainya masing-masing dari tujuan khusus di bawah ini: a. Menganalisis hubungan antara pola makan dan frekuensi serangan pada pasien artritis gout b. Menganalisis hubungan antara obesitas dan frekuensi serangan pada pasien artritis gout D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: a. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan: Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian-penelitian mengenai diet untuk gout artritis selanjutnya b. Manfaat secara aplikatif: Dapat memberikan informasi dalam upaya pencegahan terjadinya serangan berulang gout artritis E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian dengan judul Purine-rich foods intake and recurrent gout attacks yang dilakukan oleh Zhang et al. (2012) Penelitian case-crossover tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan purin dan risiko terjadinya serangan ulang pada pasien gout. Individu dengan gout (didiagnosis dokter), mengalami serangan gout dalam 1 tahun terakhir, berusia minimal 18 tahun, dan tinggal di AS, kemudian diikuti selama 1 tahun. Variabel dependen penelitian tersebut adalah serangan ulang gout, dengan variabel

5 independen asupan purin. Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa asupan purin, terutama hewani, dapat meningkatkan risiko terjadinya serangan ulang gout sampai 5 kali lipat. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan variabel dependen yang sama dengan penelitian ini yaitu serangan ulang gout, tetapi dengan variabel dependen yang berbeda, yaitu obesitas dan pola makan yang tidak hanya mencakup makanan tinggi purin saja. 2. Rothenbacher et al. (2011) dengan judul penelitian Frequency and risk factors of gout flares in a large population-based cohort of incident gout Penelitian yang dilakukan di Inggris tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan frekuensi dan faktor risiko serangan gout dengan perhatian khusus pada komorbiditas. Metode penelitian yang digunakan adalah kohor dengan subjek penelitian adalah semua pasien usia 20-89 tahun yang didiagnosis gout antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2007. Frekuensi serangan gout adalah variabel dependen dalam penelitian tersebut, sedangkan variabel independen adalah gangguan komorbiditas yang terdiri dari riwayat gagal jantung kongestif, penyakit jantung iskemik, penyakit serebrovaskuler, hipertensi, diabetes, gagal ginjal kronis, serta penyakit-penyakit digestif. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa riwayat penyakit jantung iskemik, hipertensi, dan gagal ginjal berhubungan secara independen dengan tingginya risiko serangan gout. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan variabel dependen yang sama dengan penelitian tersebut yaitu frekuensi serangan gout, akan tetapi dengan variabel independen yang berbeda, yaitu pola makan dan obesitas. 3. Penelitian dengan judul Obesity, weight change, hypertension, diuretic use, and risk of gout in men: the health professionals follow-up study oleh Choi et al. (2005a) Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengevaluasi hubungan antara IMT, perubahan berat badan, hipertensi, penggunaan obat-obatan diuretik, dan insidensi gout pada 47150 laki-laki tanpa gout. Penelitian tersebut adalah penelitian kohor selama 12 tahun (1986-1998) dengan tenaga kesehatan profesional sebagai subjek penelitian. Variabel

6 independen dalam penelitian tersebut antara lain; IMT, perubahan berat badan, hipertensi, dan penggunaan diuretik, serta insidensi gout sebagai variabel dependen. Penelitian ini berkesimpulan bahwa peningkatan berat badan, adipositas, hipertensi dan diuretik adalah faktor risiko artritis gout, sedangkan penurunan berat badan memberikan efek protektif terhadap risiko artritis gout. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah variabel yang akan diteliti. Penelitian yang dilakukan ini juga melihat obesitas sebagai salah satu variabel independen, tetapi dengan variabel dependen yang berbeda yakni frekuensi serangan gout. 4. Setyarini (2009) dengan judul penelitian Hubungan pola konsumsi makanan sumber purin dengan kadar asam urat pada pasien di poli umum Puskesmas Mergangsan Yogyakarta. Penelitian cross sectional tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola konsumsi makanan sumber purin dengan kadar asam urat pada pasien di poli umum Puskesmas Mergangsan Yogyakarta. Sebanyak 79 pasien di poli umum yang diambil secara sistematik sampling menjadi responden dalam penelitian tersebut. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola konsumsi makanan sumber purin, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kadar asam urat serum. Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa terdapat hubungan antara pola konsumsi makanan sumber purin dengan kadar asam urat. Semakin tinggi pola konsumsi makanan sumber purin, semakin tinggi pula kadar asam urat serum. Selain melihat pola makan, penelitian ini juga mengukur LP sebagai indikator obesitas sebagai variabel independen. Variabel dependen dari penelitian yang dilaksanakan ini juga berbeda dengan penelitian Setyarini tersebut, yaitu frekuensi serangan gout.