BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diversifikasi pekerjaan. Diversifikasi pekerjaan ini lebih diarahkan tidak untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan,

BAHAN KULIAH 7 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

BE ETHICAL AT WORK. Part 9

BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA

Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP)

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ETIK UMB ETIKA BISNIS DAN ETIKA PROFESI (MATERI TAMBAHAN) Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi AKUNTANSI MANAJEMEN

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Modal Sosial (Social Capital)

Kode Etik Guru Indonesia

KODE ETIK PESERTA DIDIK SMP NEGERI 12 KOTA SERANG

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. Bisnis Dan Etika. Softskill Etika Bisnis #

KOMPETENSI KONSELOR. Kompetensi Konselor Sub Kompetensi Konselor A. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

PERTEMUAN KE-6 PRINSIP-PRINSIP ETIKA BISNIS

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Budaya Perusahaan dan Etika

1) PERUB SELALU DISERTAI GUNCANGAN, KARENA BUD MATERI DITERIMA LEBIH CEPAT DP BUD NONMATERI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Menciptakan Harmonisasi Hubungan Antaretnik di Kabupaten Ketapang

PERKEMBANGAN ETIKA PROFESI

KODE ETIK DOSEN AKADEMI KEPERAWATAN HKBP BALIGE 2012 KEPUTUSAN DIREKTUR AKADEMI KEPERAWATAN TENTANG KODE ETIK DOSEN AKPER HKBP BALIGE MUKADIMAH

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

Norma Dalam Kehidupan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Pengertian Kode Etik

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan

Peraturan Rektor Universitas Brawijaya Nomer: 328/PER/2011

Kode etik perawat. Profesi moral community : Cita-cita dan nilai bersama. Anggota profesi disatukan oleh latar belakang pendidikan yg sama Profesi mem

PENGARUH IKLIM ORGANISASI, ETOS KERJA DAN DISIPLIN TERHADAP KINERJA KARYAWAN SERTA DAMPAKNYA PADA KINERJA PT. ARUN NGL LHOKSEUMAWE ACEH

BAB I PENDAHULUAN. pulau besar dan kecil dengan luas wilayah sekitar km 2. Kepulauan Jepang

ETIKA. Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi

PROFESI. Pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

A. KUALIFIKASI PEMBIMBING

Kode Etik Pegawai Negeri Sipil

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)

PERATURAN KEPALA MADRASAH IBTIDAIYAH AL-FALAHIYYAH Nomor : b / MAF / HK-2 / I / 14

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

PROFESIONAL 1. AHLI DALAM BIDANGNYA 2. MAMPU MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN KERJA SAMA DENGAN LINGKUNGAN PENDUKUNG DAN PENUNJANG 3.

PENGERTIAN DAN NILAI ETIKA

Penanaman Nilai-Nilai Moral Pada Anak Usia Dini

PANCASILA SEBAGAI LANDASAN ETIKA (I)

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tempat dan cara pengelolaannya, dari yang bersifat tradisional menjadi

Tinjauan Umum Etika Profesi

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila tidak terbentuk begitu saja dan bukan hanya diciptakan oleh

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Kajian Pustaka. Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 8 Tahun 2015 Seri E Nomor 4 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

IMPLEMENTASI SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA. Adiyana Slamet, S.IP,. M.Si

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

MATA KULIAH ETIKA BISNIS

I. PENDAHULUAN. nasional yaitu membangun kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG STANDAR PEMBIMBING PADA KURSUS DAN PELATIHAN

BAB VI PENUTUP. pengelolaan modal sosial bonding, bridging dan linking didalam kehidupan. perempuan pelaku usaha di Wukirsari pasca bencana.

PEDOMAN PERILAKU MAHASISWA UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYKARTA

PERATURAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA PONTIANAK NOMOR: 51/KEP/2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN KOTA PONTIANAK

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan

PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT TRADISIONAL DAN MASYARAKAT MODERN. Jaka Waluya*)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses pembentukan

Etika yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan,etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang berarti juga adat kebiasaan atau

BAB I P E N D A H U L U A N. Pembukaan UUD 1945, perwujudannya berupa pembangunan nasional dalam

MANAJEMEN, KEBIJAKAN OPERASIONAL, DAN KINERJA SEKOLAH BERWAWASAN BUDI PEKERTI.

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS

EKSPEKTASI DARI ETIKA DOSEN. Oleh Eva Imania Eliasa,M.Pd*

KODE ETIK GURU INDONESIA

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BAB IV ANALISA DATA. 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota. Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas

PERAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER BELAJAR DAN SARANA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etos Kerja Etos Kerja merupakan perilaku sikap khas suatu komunitas atau organisasi mencakup sisi spiritual, motivasi, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan, prinsip-prinsip, standar-standar. Sehimpunan perilaku positif yang lahir sebagai buah keyakinan fundamental dan komitmen total pada sehimpunan paradigma kerja yang integral, dimana mereka diharapkan memiliki sikap sebagai berikut: 1. Menghormati dan meningkatkan rasa harga diri serta martabat setiap individu, tidak perduli karakter maupun asalnya. 2. Menjalankan sepenuhnya pada integritas, baik dalam prilaku maupun dalam tugas, praktek, proses, pertumbuhan dan kemajuan. 3. Membangun lingkungan kepercayaan, dimana orang bisa menerima atau mendapat kepercayaan dari aliansi koleganya. Usman Pelly menyebutkan bahwa pengetahuan ilmiah merupakan faktor terpenting dalam modernisasi. Menurutnya, modernisasi masyarakat secara umum dirumuskan sebagai penerapan pengetahuan ilmiah kepada semua aktivitas dan bidang kehidupan masyarakat. Pelly, menyebutkan bahwa pengetahuan ilmiah merupakan faktor terpenting dalam modernisasi. Menurutnya, modernisasi masyarakat secara umum dirumuskan sebagai penerapan pengetahuan ilmiah kepada semua aktivitas dan bidang kehidupan masyarakat. Perkembangan masyarakat modern juga diikuti industrialisasi. Dalam hal ini industrialisasi didefinisikan sebagai

proses perkembangan teknologi oleh penggunaan ilmu pengetahuan terapan, ditandai dengan ekspansi produksi besar-besaran dengan menggunakan tenaga permesinan, untuk tujuan pasaran yang luas bagi barang-barang produsen maupun konsumen, melalui angkatan kerja yang terspesialisasikan dengan pembagian kerja, seluruhnya disertai oleh urbanisasi yang meningkat. Industrialisasi berdampak pada perubahan yang kompleks dalam kelompok sosial dan proses sosial. Pada tahap awal industrialisasi berdampingan dengan urbanisasi, yakni peningkatan mobilitas penduduk. Di samping itu juga terjadi perubahan dalam adat istiadat dan moral masyarakat. (ejournal.sunan-ampel.ac.id/index.php/al-afkar/article/view/70/65) Pengaruh industrialisasi yang menonjol terdapat pada status pekerjaan dan keahlian pekerja, terhadap kehidupan keluarga dan kedudukan wanita, serta tradisi dan kebiasaan dalam mengkonsumsi barang. Dengan padangan yang pesimistis seperti itu, tidaklah terpikirkan bahwa agama akan mampu ikut serta memecahkan persoalan kemanusiaan ditengah modernisasi dan industrialisasi. Sebaliknya, pendapat bahwa agama merupakan pendorong bagi terjadinya proses modernisasi dan industrialisasi. Dalam tulisan Max weber The Protestan Ethic and the spirit of capitalism, Weber menyatakan bahwa ketelitian yang khusus, perhitungan dan kerja keras dari bisnis barat didorong oleh perkembangan etika protestan yang muncul pada abad keenambelas dan gerakan oleh doktrin Calvinisme yaitu doktrin tentang takdir. Pemahaman tentang takdir menuntut adanya kepercayaan bahwa tuhan telah memutuskan tentang keselamatan dan kecelakaan. Selain itu doktrin tersebut menegaskan bahwa tidak seorang pun yang terpilih. Dalam kondisi seperti ini,

menurut Weber, pemeluk Calvinisme mengalami panik terhadap keselamatan. Cara untuk menenangkan kepanikan tersebut adalah orang harus berpikir bahwa seseorang tidak akan berhasil tanpa diberkahi Tuhan. Oleh karena itu keberhasilan adalah tanda dari keterpilihan. Untuk mencapai keberhasilan seseorang harus melakukan aktivitas kehidupan, termasuk aktivitas ekonomi, yang ditandai oleh disiplin dan bersahaja, yang didorong oleh ajaran keagamaan. Menurut Weber etika kerja dari calvinisme yang berkombinasi dengan semangat kapitalisme membawa masyarakat barat kepada perkembangan masyarakat kapitalis modern. Jadi, doktrin Calvinisme tentang takdir memberikan daya dorong psikologis bagi rasionalisasi (Damsar.2002). Penelaahan lain mengenai hubungan agama dan industrialisasi dilakukan oleh Robert N. Bellah. Menurutnya, terdapat hubungan dinamis antara agama Tokugawa dan kebangkitan ekonomi Jepang modern. Hasil penelitian Robert N. Bellah menunjukkan bahwa etika ekonomi Jepang modern bersumber dari etika kelas Samurai. Sedang etika Samurai berasal dari ajaran-ajaran Tokugawa. Menurut ajaran Tokugawa etika kewajiban keluarga merupakan pendorong terbentuknya seperangkat nilai etika kejujuran, kualitas dan nama baik yang selalu dijunjung tinggi yang kemudian ternyata mendukung nilai-nilai universal dalam tata dunia perdagangan dan mampu memberikan dorongan untuk lahirnya cikal-bakal ekonomi rasional pada masa modern jepang. Dalam hal ini Bellah memberikan pengertian masyarakat industri modern sbagai masyarakat yang sepenuhnya mendasarkan diri pada nilainilai ekonomi, seperti misalnya rasionalisasi,universalitas, dan nilai-nilai berprestasi. Tanpa nilai-nilai budaya ekonomi ini suatu masyarakat tidak akan mungkin mampu melakukan liberalisasi dari batasan nilai-nilai tradisional ke nilai-nilai dinamis

rasional. Sedangkan agama diartikan oleh Bellah sebagai sikap dan tingkah laku yang selalu mengarah kepada nilai-nilai leluhur. Dengan kata lain agama sebagai sesuatu yang memiliki fungsi sosial untuk merumuskan seperangkat nilai luhur sehingga dari persepsi itu masyarakat membangun tatanan moralnya. Shinsu, salah satu sekte agama Budha yang dikaji oleh Bellah menekankan pada pentingnya keselamatan yang lebih didasarkan pada keyakinan saja, dan hanya sedikit memberikan perhatian pada tuntutan etika. Oleh karena itu setiap manusia akan memperoleh keselamatan tidak peduli betapa jahatnya manusia. Namun pada masa pertengahan Tokugawa keselamatan dan etik menjadi terkait mutlak dan tidak dapat dibedakan sama sekali apalagi dipisahkan. Sehingga tidak lagi terdengar ajaran yang menyatakan bahwa yang jahat akan tetap selamat. Perubahan nilai keagamaan ini yang menekankan pentingnya etika dalam proses penyelamatan sebagai perubahan yang sangat mendasar. Dalam hal ini Bellah melihat adanya tiga karaktersistik pokok dari ajaran dan tuntutan persyaratan etika ini. Pertama, ajaran untuk bekerja secara tekun dan sungguh-sungguh, khususnya dibidang pekerjaan yang telah dipilihnya. Persyaratan ini menempati posisi sentral dari ajaran dan tuntutan etika baru ini. Kedua, ajaran untuk memiliki sikap pertapa dan hemat dalam konumsi barang. Etika ini misalnya, dapat dilihat dari berbagai anjuran dan pribahasa yang muncul waktu ini, misalnya untuk selalu tidak melupakan bekerja tekun pada pagi dan sore hari, himbauan bekerja keras, bersikap kepala dingin terhadap konsumsi barang mewah juga terlihat pada anjuran yang tegas untuk tidak berjudi dan lebih baik mengambil sedikit daripada mengambil banyak. Ketiga, sekalipun pencarian keuntungan secara tidak halal dilarang, namun usaha keras

mengejar dan mengumpulkan keuntungan yang diperoleh dari usaha-usaha yang normal diberikan dan disediakan legitimasinya dalam ajaran agama melalui doktrin spirit dan Bodhisattva. 2.2 Moral Ekonomi pedagang Kehidupan masyarakat akan teratur, baik dan tertata dengan benar bila terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu bentuk peraturan tersebut adalah mengenai moral. Dalam bahasa Indonesia, moral di artikan sebagai susila. Moral adalah ajaran baik buruk yang diterima masyarakat dalam perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti dan susila. Norma dan nilainilai merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam moral dan dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan baik dan buruknya tindakan atau perbuatan sebagai manusia. Norma dapat diartikan sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau menjadi sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Selain norma, nilai termasuk didalam unsur-unsur moral. Nilai merupakan suatu harga, isi atau makna dari perbuatan yang memiliki tujuan. Nilai berada didalam moral agar seseorang dapat berbuat baik dengan tujuan yang memiliki nilai. Moral, norma dan nilai-nilai dapat berjalan apabila terdapat atribut yang sifat atau tindakannya untuk melakukan hal tersebut sehingga menghasilkan prilaku-prilaku yang benar dalam kehidupan (Soekanto, 2003). Bertolak dari semua itu, moral telah mencakup berbagai aspek kehidupan baik dalam budaya, agama, politik, pendidikan dan ekonomi. Didalam ekonomi, moral juga diperlukan. Moral ekonomi adalah suatu tindakan ekonomi yang dilakukan oleh

pelaku-pelaku ekonomi sesuai dengan etika atau tata tertib tingkah laku dalam pola bertindak dan berpikir yang dianggap baik dan benardidalam aktivitas ekonomi. Nilai-nilai moral diletakkan diatas pertimbangan ekonomi didalam setiap pengambilan keputusanuntuk menjalankan usaha. Moral ekonomi dan etos kerja adalah salah satu hal yang penting didalam peningkatan produktivitas ekonomi. 2.3 Modal Sosial Modal sosial dapat didiskusikan dalam konteks komunitas yang kuat (strong community), masyarakat sipil yang kokoh, maupun identitas negara-bangsa (nationstate identity). Modal sosial, termasuk elemen-elemennya seperti kepercayaan, kohesifitas, altruisme, gotong-royong, jaringan, dan kolaborasi sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Dua tokoh utama yang mengembangkan konsep modal sosial, Putnam dan Fukuyama, memberikan definisi modal sosial yang penting. Meskipun berbeda, definisi keduanya memiliki kaitan yang erat (Spellerberg, 1997), terutama menyangkut konsep kepercayaan (trust). Putnam mengartikan modal sosial sebagai penampilan organisasi sosial seperti jaringan-jaringan dan kepercayaan yang memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama. Menurut Fukuyama, modal sosial adalah kemampuan yang timbul dari adanya kepercayaan dalam sebuah komunitas. Modal sosial dapat diartikan sebagai sumber (resource) yang timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam suatu komunitas. Namun demikian, pengukuran modal sosial jarang melibatkan pengukuran terhadap interaksi itu sendiri. Melainkan, hasil dari interaksi tersebut, seperti terciptanya atau terpeliharanya kepercayaan antar warga masyarakat. Sebuah interaksi dapat terjadi

dalam skala individual maupun institusional. Secara individual, interaksi terjadi manakala relasi intim antara individu terbentuk satu sama lain yang kemudian melahirkan ikatan emosional. Secara institusional, interaksi dapat lahir pada saat visi dan tujuan satu organisasi memiliki kesamaan dengan visi dan tujuan organisasi lainnya. Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi cenderung bekerja secara gotong-royong, merasa aman untuk berbicara dan mampu mengatasi perbedaanperbedaan. Sebaliknya, pada masyarakat yang memiliki modal sosial rendah akan tampak adanya kecurigaan satu sama lain. 2.3.1 Trust Sebagaimana dijelaskan Francis Fukuyama (1995), rasa percaya (trust) adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini. Dalam bisnis, trust mengurangi kebutuhan merumuskan kontrak yang berkepanjangan, menghindari situasi tidak terduga, mengurangi pertikaian, dan mengurangi kebutuhan proses hukum seandainya terjadi pertikaian. Trust mengurangi biaya dan waktu yang sering dikaitkan dengan sistem pengawasan tradisional dan kontrak hukum yang formal, hal-hal yang sangat penting dalam organisasi yang mementingkan pengetahuan. Fukuyama menyatakan bahwa trust membantu orangorang bekerja sama dengan lebih efektif, karena mereka lebih bersedia menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu.

2.3.2 Norma Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapanharapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standarstandar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Putnam, 1993; Fukuyama, 1995). Norma-norma dapat merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial. Fukuyama menunjuk pada serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki bersama di anatara para anggota suatu kelompok memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. (Lawang, 2004:180). Norma-norma akan berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk hubungan antar individu. Norma yang tercipta diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh individu pada suatu entitas sosial tertentu. Aturan-aturan tersebut biasanya tidak tertulis, namun demikian dipahami oleh setiap individu dalam konteks hubungan sosial-ekonomi. Aturan-aturan tersebut misalnya, bagaimana cara menghormati dan menghargai orang lain, norma untuk tidak mencurangi orang lain, norma untuk selalu bekerjasama dengan orang lain, merupakan contoh norma yang ada. Norma dan aturan yang terjaga dengan baik akan berdampak positif bagi kualitas hubungan yang terjalin serta merangsang keberlangsungan kohesifitas sosial hidup yang kuat (Hasbullah, 2006:13). 2.3.3 Jaringan Sosial Menurut Robert M. Z. Lawang jaringan merupakan terjemahan dari network, yang berasal dari dua suku kata yaitu net dan work. Net diterjemahkan dalam bahasa

sebagai jaring yaitu tenunan sebagai jala, terdiri dari banyak ikatan antar simpul yang saling terhubung antara satu sama lain. Sedangkan kata work bermakna sebagai kerja, dengan demikian jaringan menurut Lawang dimengerti sebagai: 1. Ada ikatan antar simpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan dengan media (hubungan sosial). Hubungan sosial ini diikat dengan kepercayaan. Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak. 2. Ada kerja antar simpul (orang atau kelompok) yang melalui media hubungan sosial menjadi satu kerja sama, bukan kerja bersama-sama. 3. Seperti halnya sebuah jaringan (yang tidak putus) kerja yang terjalin antar simpul itu pasti kuat menahan beban bersama, dan malah dapat menangkap ikan lebih banyak. 4. Dalam kerja jaring itu ada ikatan (simpul) yang tidak dapat berdiri sendiri. Malah kalau satu simpul saja putus, maka keseluruhan jarring itu tidak akan berfungsi lagi, sampai simpul itu diperbaiki. Semua simpul menjadi satu kesatuan dan ikatan yang kuat. Dalam hal ini analogi tidak seluruhnya tepat terutama kalau orang yang membentuk jarring itu hanya dua saja. 5. Media (benang atau kawat) dan simpul tidak dapat dipisahkan, atau antara orang-orang dan hubungannya tidak dapat dipisahkan. 6. Ikatan atau pengikat (simpul) adalah norma yang mengatur dan menjaga bagaimana ikatan dan medianya itu dipelihara dan dipertahankan. Studi tentang jaringan sosial (social network) telah dilakukan sosiolog sejak 1960-an, biasanya dikaitkan dengan bagaimana pribadi-pribadi berhubungan antara satu sama lain dan bagaimana ikatan afiliasi melayani baik sebagai pelican dalam

meamperoleh sesuatu yang dikerjakan sebagai jembatan untuk memudahkan hubungan antara satu pihak dengan pihak lainnya, maupun sebagai perekat yang memberikan tatanan dan makna pada kehidupan sosial (powell dan Smith-doer, 1994: 365)