BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian obat secara oral atau melalui mulut (Ansel, 1989). Sediaan tablet merupakan sediaan yang paling banyak diproduksi dan juga banyak mengalami perkembangan dalam formulasinya. Beberapa keuntungan sediaan tablet adalah sediaan lebih kompak, dosisnya tepat, mudah pengemasannya dan penggunaannya lebih praktis dibanding sediaan yang lain (Lachman, dkk., 1994). Menurut Ansel (1989), ada tiga metode pembuatan tablet kompresi yang berlaku yaitu metode granulasi basah, metode granulasi kering dan cetak langsung. Pada metode granulasi basah, prinsipnya yaitu mengubah campuran serbuk menjadi granula yang bebas mengalir ke dalam cetakan dengan menambahkan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk, kemudian diayak dan dicetak. Metode granulasi kering dilakukan dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk, setelah itu memecahkannya menjadi pecahan-pecahan ataupun granul yang lebih kecil kemudian dicetak kembali menjadi tablet. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah 1
dengan metode granulasi basah karena kepekaannya terhadap uap air ataupun dengan pemanasan. Sedangkan pada metode cetak langsung, campuran bahan obat dan beberapa eksipien yang berbentuk granul dapat langsung dicetak dalam mesin tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau kering. Metode-metode tersebut dapat dipilih sesuai dengan sifat bahan obat dan eksipien dari pembuatan tablet tersebut. Hampir semua tablet memerlukan penambahan komponen atau eksipien untuk berbagai tujuan dengan zat aktif dalam formulasi. Hal ini untuk memperoleh sifat fisik, kimia, mekanik agar memenuhi persyaratan resmi (farmakope) dan persyaratan industri yang dapat diterima serta untuk membantu dan memudahkan pembuatannya. Dalam formulasi tablet pada umumnya dapat ditambahkan zat pengisi, pengikat, disintegran, lubrikan, glidan, zat warna dan sebagainya, agar memenuhi fungsi farmasetik seperti tersebut diatas. Sistem formulasi sediaan tablet yang tidak melibatkan penggunaan eksipien merupakan hal yang sangat jarang ditemukan. Perlakuan pemrosesan yang diterima oleh zat aktif (sendiri atau kombinasi dengan eksipien) akan tergantung pada tingkat dosis, sifat-sifat fisik dan kimia zat aktif dan eksipien yang digunakan, sifat dasar sediaan, penggunaannya, semua masalah absorpsi atau ketersediaan hayati, metode granulasi dan pengempaan yang digunakan (Siregar dan Wikarsa, 2010). Karakterisasi dari sifat fisika kimia bahan obat merupakan salah satu langkah penting dalam pembuatan bentuk sediaan padat. Identifikasi sifat kimia, terutama kemurniannya adalah sangat penting. Selain itu, sifat fisik dari bahan aktif farmasetik seperti kelarutan, polimorfisme, higroskopisitas, ukuran partikel, 2
densitas dan lain-lain harus diperhatikan. Literatur dan pengalaman nyata menggambarkan bahwa kualitas fisik (seperti ukuran partikel dari bahan baku) dapat sangat berpengaruh terhadap availabilitas dan efek klinis sediaan obat tersebut (Niazi, 2009) Supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diabsorpsi dalam saluran pencernaan, maka tablet harus hancur dan melepaskan obatnya ke dalam cairan tubuh untuk dilarutkan. Daya hancur tablet memungkinkan partikel obat menjadi lebih luas untuk bekerja secara lokal dalam tubuh. Semua tablet harus melalui pengujian daya hancur secara resmi yang dilaksanakan in vitro dengan alat uji khusus (Ansel, 1989). Pada pembuatan tablet, pati biasanya digunakan sebagai bahan tambahan terutama sebagai bahan pengisi, pengikat atau disintegran (Alanazi, dkk., 2008). Pati digunakan sejak lama sebagai eksipien dalam sediaan farmasi. Terutama pati jagung, kentang dan gandum digunakan dan tercantum dalam monografi di beberapa farmakope. Fungsi klasik pati di masa lalu adalah sebagai pengisi dan disintegran pada tablet. Juga pati dimodifikasi (pregelatinized) telah digunakan sebagai pengisi-pengikat dalam teknologi pembuatan tablet (Ahmed dan Khan, 2013). Pati bersifat dapat meninggikan porositas dan pembasahan tablet sehingga memudahkan penetrasi air melalui pori-pori ke bagian dalam tablet yang menyebabkan percepatan penghancuran tablet. Efek porositas disebabkan oleh sifat pati yang tidak termampatkan dan kohesifitasnya yang rendah. Hal ini menyebabkan terbentuknya kapiler-kapiler di antara partikel-partikel tablet, yang 3
menyebabkan air dapat masuk ke dalam tablet sehingga dapat memecahkan tablet (Voigt, 1995). Pati merupakan eksipien serbaguna yang digunakan terutama dalam formulasi sediaan padat oral sebagai bahan pengikat, pengisi, dan disintegran. Konsentrasi yang digunakan sebagai disintegran pada umumnya 3 25%. Pati alami sesuai spesifikasinya dalam monografi digunakan sebagai bahan dasar pembuatan bahan tambahan berbasis pati (Rowe, dkk., 2009). Talas mengandung karbohidrat yang tinggi, protein, lemak dan vitamin. Kandungan protein daun talas lebih tinggi dari umbinya. Pada talas bogor, talas semir dan talas bentul kandungan protein kasar berat kering daun adalah 4,24 6,99% sedangkan pada umbinya sekitar 0,54 3,55%. Rasa gatal di mulut setelah makan talas disebabkan oleh kristal-kristal kalsium oksalat. Kalsium oksalat hanya menyebabkan gatal-gatal tanpa gangguan lain. Zat tersebut dapat dikurangi dengan pencucian banyak air (Sitompul dan Guritno, 1995). Pati atau amilum dapat diperoleh dari berbagai tanaman yang memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi. Banyak sumber amilum dari tanaman berkarbohidrat yang telah dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan tablet. Menurut Chotimah dan Desi (2013), umbi talas mengandung karbohirat sebanyak 13 29 g tiap 100 g umbi talas. Pati talas dalam penelitian ini merupakan pati yang diisolasi dari umbi talas. Berdasarkan hal tersebut maka akan dilakukan penelitian tentang penggunaan pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai disintegran pada pembuatan beberapa jenis tablet secara cetak langsung dan granulasi basah. 4
1.2 Perumusan Masalah a. Apakah ada perbandingan potensi pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai disintegran terhadap metode yang digunakan dalam pembuatan tablet? b. Apakah ada pengaruh sifat zat aktif yang digunakan terhadap potensi pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai disintegran pada pembuatan tablet secara granulasi basah? c. Konsentrasi berapakah penggunaan pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai disintegran pada pembuatan beberapa jenis tablet secara cetak langsung dan granulasi basah dapat memberikan hasil yang terbaik? 1.3 Hipotesis a. Ada perbandingan potensi pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai disintegran terhadap metode yang digunakan dalam pembuatan tablet. b. Ada pengaruh sifat zat aktif yang digunakan terhadap potensi pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai disintegran pada pembuatan tablet secara granulasi basah. c. Konsentrasi tertentu penggunaan pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai disintegran pada pembuatan beberapa jenis tablet secara cetak langsung dan granulasi basah dapat memberikan hasil yang terbaik. 1.4 Tujuan Penelitian a. Untuk membandingkan potensi pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai disintegran terhadap metode yang digunakan dalam pembuatan tablet. 5
b. Untuk mengetahui pengaruh sifat zat aktif yang digunakan terhadap potensi pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai disintegran pada pembuatan tablet secara granulasi basah. c. Untuk mengetahui konsentrasi berapakah penggunaan pati talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai disintegran pada pembuatan beberapa jenis tablet secara cetak langsung dan granulasi basah dapat memberikan hasil yang terbaik. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi kegunaan pati talas sebagai disintegran pada pembuatan beberapa jenis tablet secara cetak langsung dan granulasi basah. 6