1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu dari sepuluh kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan akan papan. Papan sebagai kebutuhan pokok atau kebutuhan primer manusia yang dimaksud adalah kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal. Berbicara soal rumah atau bangunan lain pada umumnya, tidak terlepas bicara soal tanah sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan pada umumnya. Oleh karena itu tidaklah salah jika dikatakan bahwa tanah merupakan salah satu dari sepuluh kebutuhan pokok atau kebutuhan primer manusia. Tanah merupakan benda yang mempunyai karakteristik khusus. Dilihat dari sisi hukum benda, tanah merupakan benda tetap, berwujud, terdaftar, dipakai tidak habis dan benda yang sudah ada. Cukup banyak benda yang dilihat dari sisi hukum benda seperti tanah. Akan tetapi tanah mempunyai karakteristik khusus, yaitu benda yang relatif tidak dapat diperbaharui dan kuantitasnya relatif tetap serta merupakan kebutuhan pokok atau kebutuhan primer manusia. Dengan demikian tanah menjadi benda yang semakin kecil ratio perbandingannya dengan manusia karena jumlah manusia terus bertambah. Karakteristik yang demikian menjadikan tanah benda yang rawan menimbulkan konflik. Potensi konflik yang relatif tinggi atas tanah menyebabkan munculnya intervensi negara (socialiseringsproses) dalam hubungan hukum
2 antar individu dengan obyek tanah. Hubungan hukum antar individu dengan obyek tanah tidak lagi semata-mata tergantung kesepakatan para pihak, akan tetapi tunduk pada peraturan negara sebagai hukum pemaksa. Perjanjian jual beli dengan obyek tanah, jika dilihat dari sisi lahirnya, merupakan perjanjian formil. Perjanjian formil adalah perjanjian yang lahirnya harus mengikuti formalitas-formalitas tertentu yang ditentukan dalam suatu peraturan perundangan. Sebagai perjanjian formil, perjanjian jual beli tanah belum lahir hanya dengan kesepakatan para pihak (penjual dan pembeli) atas barang dan harga sebagaimana lahirnya perjanjian jual beli. Formalitas yang ditentukan oleh peraturan perundangan untuk perjanjian jual beli tanah adalah bahwa perjanjian jual beli tanah harus dibuat dengan akta otentik berupa Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Selain dengan Akta Jual Beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), tidak ada atau belum lahir perjajian jual beli tanah. Untuk membuat suatu Akta Jual Beli, harus dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan, yaitu terang, tunai dan riil sebagaimana disyaratkan oleh Undang-Undang Pokok Agraria. Sebelum syarat-syarat tersebut dipenuhi, seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak dapat membuat Akta Jual Beli (AJB). Di dalam praktek, terkadang muncul suatu situasi dimana para pihak dalam jual beli tanah (penjual dan pembeli) sudah sepakat mengenai harga dan tanah, akan tetapi belum memenuhi syarat terang, tunai dan riil
3 sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundangan sehingga belum dapat dibuat Akta Jual Beli oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Untuk mengatasi hal seperti itu dan sekaligus memperkuat kesepakatan para pihak, dibuatlah akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) oleh Notaris. Diliihat dari sifatnya, akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli merupakan perbuatan hukum sementara, dan nantinya akan dibuat Akta Jual Beli jika syarat-syarat sudah terpenuhi. Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan jalan keluar bagi penjual dan pembeli dalam jual beli tanah. Pihak penjual dan pembeli ingin memperoleh perlindungan hukum atas kepastian terjadinya transaksi jual beli tanah, sebelum dapat dibuat jual beli secara formal dengan pembuatan Akta Jual Beli (AJB) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pihak penjual menginginkan agar tanahnya terjual dengan harga yang disepakati dan pihak pembeli menginginkan tanah tersebut tidak dijual kepada pihak lain. Praktek pembuatan akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dilakukan dalam situasi seperti berikut : 1. Terjadi kesepakatan jual beli tanah anatra penjual dan pembeli. Pada saat terjadi kesepakatan, pihak pembeli belum mempunyai uang yang cukup untuk membayar lunas harga tanah. Untuk memperkuat dan memberikan kepastian hukum bagi penjual dan pembeli maka dibuat akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan akan dilanjutkan dengan
4 pembuatan Akta Jual Beli jika pihak pembeli sudah melunasi kekurangan pembayaran harga tanah. 2. Terjadi kesepakat jual beli tanah antara penjual dan pembeli. Pada saat terjadi kesepakatan, status tanah masih dalam proses pendaftaran atas nama penjual. Untuk memperkuat dan memberikan kepastian hukum bagi penjual dan pembeli maka dibuat akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan akan dilanjutkan dengan pembuatan Akta Jual Beli jika status tanah sudah terdaftar atas nama penjual. 3. Terjadi kesepakatan jual beli tanah antara penjual dan pembeli. Status tanah sudah terdaftar atas nama penjual dan tidak dibebani oleh jaminan apapun, harga tanah sudah dibayar lunas oleh pembeli. 4. Terjadi kesepakatan jual beli tanah antara penjual dan pembeli. Status tanah sudah terdaftar atas nama penjual dan tidak dibebani oleh jaminan apapun, harga tanah sudah dibayar lunas oleh pembeli. Disamping dibuat akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli, pihak pembeli juga meminta Surat Kuasa Menjual yang juga dibuat secara notariil. Dari kasus-kasus tersebut di atas jelas terlihat adanya motif yang berbeda untuk dibuatnya akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) oleh Notaris. Motif untuk melakukan suatu perbuatan hukum dalam hukum perjanjian dikenal dengan istilah itikad baik. Dalam suatu perjanjian, itikad baik harus ada dalam setiap tahap kontrak. Itikad baik harus ada dalam tahap pra kontraktual, kontraktual maupun post kontraktual.
5 Itikad baik dalam tahap pra kontraktual atau tahap negosiasi mempunyai implikasi yuridis dalam tahap-tahap selanjutnya. Ada kemungkinan pada tahap selanjutnya kesepakatan yang terjadi tanpa itikad baik dapat dibatalkan atau dimintakan pembatalan. Berdasarkan hal-hal itulah maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentang Itikad Baik Dalam Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Oleh Notaris. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam penelitian ini diajukan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Notaris mengukur itikad baik dalam pembuatan akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli? 2. Bagaimana implikasi yuridis atas akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat tanpa ada itikad baik? C. Tujuan Penelitian Penelitian tentang Itikad Baik Dalam Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Oleh Notaris bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui cara Notaris mengukur adanya itikad baik dalam pembuatan akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli. 2. Untuk mengetahui implikasi yuridis terhadp akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat tanpa ada itikad baik.
6 D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran di berbagai referensi di perpustakaan, sudah ada beberapa penelitian yang meneliti tentang itikad baik dalam lingkup hukum perdata. Hasil penelitian tentang itikad baik yang berhasil ditelusuri adalah : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Fathul Laila (2012) yang berjudul Tinjauan Asas Itikad Baik (Good Faith) Dalam Pembuatan Akta Notariil (Studi Kasus Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta). Permasalahan yang diangkat adalah : a. Bagaimana implementasi asas itikad baik Notaris dalam pembuatan akta notariil di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta? b. Bagaimana implementasi asas itikad baik para penghadap dalam pembuatan akta notariil di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Penelitian yang dilakukan oleh Eddy Waluyo (2012) yang berjudul Penerapan Asas Itikad Baik Dalam Perjanjian Pembuatan Kartu Kredit di Kota Yogyakarta. Permasalahan yang diangkat adalah : a. Bagaimana penerapan asas itikad baik dalam perjanjian penerbitan kartu kredit di Kota Yogyakarta?
7 b. Bagaimana penyelesaian yang dilakukan oleh bank penerbit terhadap kartu kredit macet? Berdasarkan hasil penelusuran tersebut di atas, terlihat bahwa penelitian tentang Itikad Baik Dalam Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Oleh Notaris berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, sebagai bahan masukan dan kontribusi pemikiran di bidang ilmu hukum untuk lebih memahami asas hukum perjanjian, khususnya asas itikad baik. 2. Untuk kalangan praktisi, diharapkan hasil penelitian ini memberikan kontribusi dalam tataran praktis yang akan membuat para praktisi lebih hati-hati dan teliti dalam membuat akata perjanjian pengikatan jual beli. 3. Bagi masyarakat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih mendalam dan valid tentang asas itikad baik, khususnya yang berkaitan dengan pembuatan akata perjanjian pengikatan jual beli.