BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan hak asasi yang menderita. 1 Korban kejahatan yang pada

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL SKRIPSI TINJAUAN TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DALAM TAHAP PENYIDIKAN DENGAN PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

SANTUNAN OLEH PELAKU TINDAK PIDANA TERHADAP KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah : Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB III FAKTOR PENYEBAB TERJADI KORBAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI KABUPATEN ACEH BARAT

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan semata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi korban tindak pidana mengandung masalah hukum yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Hak-hak korban pelanggaran HAM berat memang sudah diatur dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN F. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Kata tawuran

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. persidangan atas diri mereka yang digelar Pengadilan Negeri Tangerang.

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Permasalahan keadilan dan hak asasi manusia dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana memang bukan merupakan pekerjaan yang mudah untuk direalisasikan. Salah satu contoh kurang diperhatikannya masalah keadilan dan hak asasi dalam penegakan hukum pidana adalah berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap korban. Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. 1 Korban kejahatan yang pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu tindak pidana, justru tidak memperoleh perlindungan sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang. Akibatnya, pada saat pelaku kejahatan telah dijatuhi sanksi pidana oleh pengadilan, kondisi korban kejahatan seperti tidak dipedulikan sama sekali. 2 Menurut pandangan kriminologis dan hukum pidana, kejahatan adalah konflik antar individu yang menimbulkan kerugian pada korban, masyarakat dan pelanggar sendiri, dimana dari ketiga kelompok tersebut, kepentingan korban kejahatan adalah bagian utama kejahatan, sebagaimana Jakarta, hlm. 2. 2 Ibid. 1 Bambang Waluyo, 2012, Viktimologi perlindungan korban dan saksi, Sinar Grafika, 1

2 menurut Andrew Ashworth: primary an offence against the victim and only secondarily an offence against the wider comunity or state. 3 Sistem peradilan pidana bersifat offender oriented, yaitu terlalu mengedepankan hak-hak tersangka atau terdakwa sebagaimana dikemukakan oleh Andi Hamzah: Dalam membahas hukum acara pidana khususnya yang berkaitan dengan hak-hak asasi manusia, ada kecenderungan untuk mengupas hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak tersangka tanpa memerhatikan pula hak-hak para korban. Korban tidak diberikan kewenangan dan tidak terlibat secara aktif dalam proses penyidikan dan persidangan sehingga ia kehilangan kesempatan untuk memperjuangkan hak-hak dan memulihkan keadaannya akibat suatu kejahatan. 4 Mengenai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang lebih mengutamakan hak-hak tersangka juga diakui Romli Atmasasmita, yang menyatakan bahwa: fungsi kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana terutama menitikberatkan perlindungan harkat dan martabat tersangka atau terdakwa. 5 Perlindungan terhadap korban dalam KUHAP hanya diatur dalam Bab XIII pada Pasal 98-101 KUHAP tentang penggabungan perkara gugatan ganti kerugian. Akan tetapi proses/prosedur dan substansi pengaturan dianggap mengandung kelemahan-kelemahan. 6 Pada praktiknya juga jarang atau bahkan hampir tidak pernah dilakukan penggabungan perkara gugatan ganti kerugian. Hal ini terjadi karena korban tidak mengetahui haknya, penuntut umum tidak 3 Ibid. 4 Dikdik M. Arief Mansur & Elisatri Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma Dan Realita, Raja Grafindo, Jakarta, 2008, hlm 25. 5 Ibid. 6 Bambang Waluyo, Op. Cit., hlm. 58.

3 memberitahukan hak tersebut kepada korban, penasehat hukum tidak mau direpotkan, serta hakim yang tidak menawarkan proses ini. Jadi permasalahan ini cukup kompleks. 7 Akibat sistem peradilan pidana yang cenderung offender oriented, maka viktimologi sebagai studi yang berorientasi terhadap korban memberikan dasar pemikiran diperlukannya konsep penyelesaian perkara diluar sistem peradilan pidana. Solusi yang ditawarkan, yaitu penyelesaian perkara pidana dengan konteks keadilan restoratif (Restorative Justice). Konsep pendekatan Restorative Justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi korban dan pelaku. 8 Konsep keadilan restoratif merupakan kritik terhadap konsep sistem peradilan pidana yang melihat kejahatan sebagai pelanggaran terhadap aturan negara. Negara memiliki hak untuk menghukum para pelanggar agar tercipta stablitas sosial. Penderitaan korban dianggap selesai/impas apabila negara telah membuat pelaku menderita. Akan tetapi hal tersebut merupakan konsep warisan kolonial yang dianggap tidak memberikan dampak yang positif untuk menekan angka kejahatan dan angka residivisme. 9 Pemidanaan yang bersifat offender oriented mengakibatkan pelaku sebagai subyek utama dalam suatu kejahatan sehingga sanksi yang diberikan terkadang menimbulkan rasa ketidakadilan bagi pelaku. Kejahatan pada 7 Ibid. 8 Afthonul Afif, 2015, Pemaafan, Rekonsiliasi dan Restoraive Justice, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 341-350. 9 Ibid.

4 umumnya mesti melibatkan dua pihak, yatu pelaku dan korban, walaupun pada kenyataannya ada beberapa kejahatan yang terjadi tanpa adanya korban, dalam artian bahwa pelaku kejahatan itulah yang sekaligus menjadi korban, seperti: perjudian dan penyalahgunaan narkoba. 10 Penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan restoratif sudah mulai diterapkan di Indonesia, akan tetapi implementasinya hanya terkait dengan penyelesaian perkara pidana anak 11 dan tindak pidana yang termasuk delik aduan. 12 Pada praktiknya pendekatan keadilan restoratif sering diterapkan dalam perkara diluar aturan normatif tersebut, seperti perkara lalu lintas yang menimpa Dul, anak dari musisi Ahmad Dhani dan perkara kekerasan dalam rumah tangga Brigadier E di Tasikmalaya. Peran penegak hukum terkait hal tersebut patut diberi apresiasi mengingat masih banyak aparat-aparat penegak hukum yang masih berpandangan retributif. Tidak adanya payung hukum dan kekhawatiran penyidik disalahkan oleh atasan/komite pengawas merupakan salah satu faktor kendala dalam menerapan konsep keadilan restoratif. 13 Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk menyajikan skripsi/penulisan hukum dengan judul TINJAUAN TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DALAM TAHAP PENYIDIKAN DENGAN PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE 10 G.Widiartana, 2014, Viktimologi Perspektif Korban dalam Penanggulangan Kejahatan, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, hlm. 5 11 Menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif. 12 Menurut Pasal 72-75 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa orang yang mengajukan pengaduan berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan. 13 Roberto Pardede, 2010, Implementasi Restorative Justice oleh Penyidik POLRI, hlm. 13.

5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka disusun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana model Restorative Justice yang diterapkan dalam penyelesaian perkara pidana? 2. Bagaimana Peranan dan pertimbangan serta kendala-kendala kepolisian untuk penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan Restorative Justice? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan memperoleh data mengenai penyelesaian perkara pidana dalam tahap penyidikan dengan pendekatan Keadilan Restoratif. 2. Untuk mengetahui peran, pertimbangan, dan kendala-kendala kepolisian terhadap penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan Keadilan Restoratif. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat, antara lain yaitu: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfaat bagi studi ilmu hukum dan perkembangan terhadap perlindungan korban kejahatan, khususnya bagi korban yang perkara pidananya diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif.

6 2. Manfaat Praktis a. Bagi Aparat Penegak hukum Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan atau masukan terhadap aparat penegak hukum dan lembaga-lembaga negara yang berkaitan agar menangani suatu perkara pidana secara komprehensif dan proporsional. b. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan tambahan pengetahuan bagi masyarakat mengenai penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan keadilan restoratif. c. Bagi Penulis Agar penulis mendapatkan wawasan dan pengetahuan khususnya dalam bidang hukum pidana, viktimologi, kriminologi dan keadilan restoratif. E. Keaslian Penelitian Penulisan hukum yang telah dilakukan oleh beberapa penulis sebelumnya yang berkaitan dengan topik yang akan ditulis oleh penulis, yaitu: 1. Judul ANALISIS YURIDIS IMPLEMENTASI PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE DAN RELASINYA DENGAN PUTUSAN YANG DIJATUHKAN HAKIM DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PENCABULAN DENGAN KORBAN DAN TERDAKWA (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor: 127/PID.SUS/2012/PN.BI.). Penulisan hukum tersebut disusun oleh Anggoro Adi Pratomo. Nomor

7 mahasiswa: E0009042. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Rumusan masalahnya, yaitu; a. Bagaimana implementasi prinsip Restorative Justice dalam pemeriksaan perkara pencabulan dengan korban dan terdakwa anak di dalam studi kasus putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor: 127/PID.SUS/2012/PN.BI? b. Bagaimana relasi implementasi prinsip Restorative Justice dengan putusan yang dijatuhkan hakim dalam pemeriksaan perkara pencabulan dengan korban dan terdakwa anak di dalam studi kasus putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor: 127/PID.SUS/2012/PN.BI? Tujuan Penulisannya, yaitu: a. Untuk mengetahui implementasi prinsip Restorative Justice dalam pemeriksaan perkara pencabulan dengan korban dan terdakwa anak di dalam studi kasus putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor: 127/PID.SUS/2012/PN.BI. b. Untuk mengetahui relasi implementasi prinsip Restorative Justice dengan putusan yang dijatuhkan hakim dalam pemeriksaan perkara pencabulan dengan korban dan terdakwa anak di dalam studi kasus putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor: 127/PID.SUS/2012/PN.BI. Kesimpulannya, yaitu: a. Dari putusan tersebut sudah terlihat jelas bahwa dalam proses persidangan penuntutan penuntut umum tidak menuntut terdakwa untuk

8 dijatuhi pidana dan hakim menjatuhkan tindakan terhadap terdakwa dengan cara dikembalikan kepada orang tua terdakwa. b. Sudah terdapat relasi implementasi Restoratif Justice dengan putusan hakim dengan menjatuhkan tindakan terhadap terdakwa dengan cara dikembalikan kepada orang tua terdakwa untuk dibina. 2. Judul IMPLEMENTASI MEDIASI PENAL SEBAGAI PERWUJUDAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. Penulisan hukum tersebut disusun oleh Santa Novena Christy. Nomor mahasiswa: 100510296. Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Rumusan masalahnya, yaitu; a. Bagaimanakah eksistensi peraturan perundang-undangan sebagai landasan yuridis implementasi Mediasi Penal sebagai perwujudan Restorative Justice dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia? b. Bagaimanakah implementasi Mediasi Penal dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap penyidikan, tahap penuntutan dan tahap persidangan? Tujuan Penulisannya: a. Untuk mengetahui eksistensi peraturan perundang-undangan sebagai landasan yuridis implementasi Mediasi Penal sebagai perwujudan Restorative Justice dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia. b. Untuk mengetahui implementasi Mediasi Penal dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap penyidikan, tahap penuntutan dan tahap persidangan.

9 Kesimpulannya, yaitu: a. Mediasi penal sebagai perwujudan Restorative Justice dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia masih bersifat lemah karena tidak diatur pada tatanan undang-undang. b. Implementasi mediasi penal dalam penyelesaian perkaea pidana baru ada pada tahap penyidikan. 3. Judul BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK SEBAGAI KORBAN KEJAHATAN BERDASARKAN RESTORATIVE JUSTICE. Penulisan hukum tersebut disusun oleh Dewi Yolanda Sari. Nomor mahasiswa: D1A 010 364. Fakultas Hukum Universitas Mataram. Rumusan masalah: a. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi anak sebagai korban kehatan berdasarkan Restorative Justice? b. Apa kelebihan dan kekurangan dari penerapan Restorative Justice dalam usaha perlindungan hukum bagi anak sebagai korban kejahatan? Tujuan penelitian, yaitu: a. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi anak sebagai korban kejahatan berdasarkan Restorative Justice. b. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari penerapan Restorative Justice dalam usaha perlindungan hukum bagi anak sebagai korban kejahatan. Kesimpulannya, yaitu:

10 a. Bentuk perlindungan yang diberikan oleh Restorative Justice bagi anak sebagai korban kejahatan kewajiban merestorasi atau melakukan pemulihan kerugian dan penderitaan yang dialami korban akibat kejahatan dalam bentuk, sebagai berikut: Memberikan ganti rugi, memberikan restitusi, memberikan kompensasi, melakukan rekonsiliasi, melakukan pelayanan medis dan memberikan bantuan hukum. b. Kelebihan dari penerapan Restorative Justice dalam upaya perlindungan hukum bagi anak sebagai korban kejahatan adalah: Konsep Restorative Justice System lebih mengedepankan pendekatan sosiokultural dibandingkan dengan pendekatan normatif sehingga dengan melalui pendekatan sosio-kultural, aspek-aspek keadilan dan kemaslahatan masyarakat dapat lebih diperhatikan. F. Batasan Konsep Peneliti akan menguraikan batasan konsep sesuasi judul penelitian, yaitu Tinjauan Terhadap Penyelesaian Perkara Pidana Dalam Tahap Penyidikan Dengan Pendekatan Restorative Justice. Batasan konsep yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah: 1. Tahap Penyidikan Tahap penyidikan dalam penulisan hukum/skripsi ini sebagaimana menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP yaitu Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan

11 bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menentukan tersangkanya. 14 2. Perkara Pidana Perkara pidana adalah suatu tindak pidana yang pelanggarnya diproses menurut hukum acara pidana yang berlaku 15 3. Keadilan Restoratif Keadilan Restoratif menurut Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah Penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. 16 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang dilakukan/berfokus pada norma hukum positif berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan korban terhadap penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan keadilan restoratif. 14 Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 15 http://blogmhariyanto.blogspot.co.id/2009/07/strafbaar-feit-menurut-bambangpoernomo.html, M.Hariyanto, Strafbaarfeit, Perbuatan Pidana, Tindak Pidana, Perkara Pidana, diakses tanggal 18 September 2015. 16 Pasal 1 butir 6 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

12 2. Sumber Data Dalam penelitian hukum normatif data yang digunakan berupa data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. a. Bahan Hukum Primer dari penelitian ini, antara lain: 1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 setelah Amandemen, yaitu: a) Pasal 28 D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. b) Pasal 28 G ayat (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. c) Pasal 28 J ayat (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana. 3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

13 4) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 6) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan bantuan kepada Saksi dan Korban. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder dari penelitian ini meliputi: Pendapat hukum dan pendapat bukan hukum yang diperoleh dari buku, hasil penelitian, jurnal hukum, majalah, surat kabar, internet, dan makalah. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamus hukum. 3. Cara Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan untuk mempelajari bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder yang berupa pendapat hukum dan pendapat bukan hukum yang diperoleh dari buku, hasil penelitian, jurnal hukum, majalah, majalah, surat kabar, internet dan makalah.

14 b. Wawancara bebas dengan Narasumber Wawancara yakni dengan cara mengajukan pertanyaan kepada narasumber baik lisan maupun tertulis sebagi pedoman memperoleh keterangan secara lengkap mengenai permasalahan hukum yang akan diteliti dan masih mungkin adanya suatu variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi pada waktu wawancara. c. Narasumber Narasumber dalam penelitian ini adalah Kasubdit IV Unit Renakta (Remaja, Anak, dan Wanita) Polda DIY AKBP. Beja, S.H. yang memberikan jawaban atas pertanyaan peneliti yang berupa pendapat hukum yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang akan diteliti. 4. Analisis Data Metode analisis data yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data yang telah diperoleh selama penelitian adalah analisis kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan cara merangkai data yang sudah dikumpulkan dengan sistematis sehingga mendapatkan suatu gambaran tentang apa yang akan diteliti. Metode berpikir yang digunakan dalam mengambil kesimpulan adalah metode deduktif, yaitu penyimpulan dari pengetahuan yang bersifat umum, kemudian untuk menilai suatu peristiwa bersifat khusus. H. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh sesuai dengan aturan dan penulisan karya ilmiah, maka penulis membuat sistematika penulisan

15 hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 3 (tiga) Bab, yaitu: 1. BAB I: PENDAHULUAN Bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Batasan Konsep, Metode Penelitian, Sistematika Skripsi. 2. BAB II: Penyelesaian Perkara Pidana dengan Pendekatan Restorative Justice Bab ini dimulai dengan penjelasan mengenai penyelesaian perkara pidana menurut KUHAP, Penyelesaian perkara pidana menurut Keadlian Restoratif, Pengertian mengenai Keadilan Restoratif, Konsep dasar keadilan restoratif, Penerapan keadilan restoratif di berbagai negara. Selanjutnya penulis menjelaskan mengenai Model keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara pidana, Peranan dan Pertimbangan serta Kendala-Kendala yang Dihadapi Aparat Kepolisian dalam Menerapkan Keadilan Restoratif Terhadap Penyelesaian Perkara Pidana 3. BAB III: PENUTUP Bab ini mengemukakan kesimpulan dan saran dari penulis setelah melakukan penelitian. Kesimpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah. Saran merupakan hasil yang harus ditindaklanjuti. 4. DAFTAR PUSTAKA