BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1. Latar Belakang Dalam rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2015 pada tanggal 21 Agustus 2014 di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri Keuangan M. Chatib Basri mengatakan bahwa penyerapan anggaran di tahun 2015 harus dilakukan seoptimal mungkin agar dapat memberikan dampak multiplier yang tinggi bagi perekonomian Indonesia. Menteri Keuangan mengakui bahwa penyerapan anggaran saat ini masih belum optimal dan pola penyerapannya cenderung tinggi di akhir tahun. Untuk mengatasi hal tersebut maka kebijakan ekonomi telah ditetapkan bersifat ekspansif. Kebijakan yang ekspansif dalam pelaksanaan anggaran ini diikuti dengan optimalisasi penyerapan anggaran. Sejak tahun 2012 realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat relatif berfluktuasi, antara 95% hingga 97,3% terhadap Pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan, yang seluruhnya baru tercapai ketika mendekati akhir tahun. Berdasarkan data tersebut pemerintah telah mengambil langkah strategis melalui berbagai pendekatan fleksibilitas maupun mengurangi jalur birokrasi untuk mengoptimalkan tingkat realisasi penyerapan anggaran pada kementerian/lembaga. 1
2 Langkah strategis yang diambil tersebut antara lain pembentukan Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA), percepatan implementasi Undang-Undang Pengadaan Tanah dan melaksanakan reward and punishment bagi kementerian/lembaga (K/L). Dengan langkah tersebut diharapkan belanja APBN dapat lebih berdampak terhadap perekonomian khususnya pada sektor riil, sehingga APBN dapat lebih tercermin sebagai fungsi stabilisasi dan distribusi. Sebelumnya pada akhir tahun 2013, Kepala Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan arahannya di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta terkait dengan kondisi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ditinjau dari perencanaan anggaran. Dalam kesempatan tersebut Kepala Biro menyampaikan bahwa target capaian penyerapan anggaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tahun 2013 telah diturunkan dari 100% menjadi 88%. Target capaian tersebut lebih rendah dari tahun sebelumnya (2012) yaitu 89,2%. Sampai dengan bulan November 2013 penyerapan anggaran di tingkat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia baru sebatas kurang lebih 70% dan sisa anggaran tersebut tidak akan mungkin diserap dalam sisa tahun anggaran sekarang. Hal tersebut disebabkan oleh heterogenitas tugas yang ada di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yaitu di satu sisi ada direktorat yang kekurangan anggaran seperti Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, sementara di sisi lain ada direktorat dengan anggaran berlebih seperti Direktorat Imigrasi, Administrasi Hukum Umum, Hak Kekayaan Intelektual, serta Badan Pembinaan Hukum Nasional. Direktorat
3 dengan anggaran berlebih tersebut tidak mampu menyerap anggaran sampai dengan di atas 90%. Dana direktorat jenderal dengan anggaran berlebih tersebut berasal dari dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) karena pada prinsipnya pengguna dana PNBP adalah pemungut dari PNBP tersebut, sehingga penggunaan dana tersebut tidak bisa dialihkan kepada pihak lain kecuali melalui hibah Barang Milik Negara. Terkait dengan penyerapan anggaran tersebut di atas adalah penelitian yang dilakukan oleh Siswanto & Rahayu (2010) mengenai faktor-faktor penyebab rendahnya penyerapan belanja kementerian/lembaga (K/L) TA 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada permasalahan yang mengakibatkan rendahnya penyerapan belanja K/L. Permasalahan tersebut terbagi ke dalam beberapa bagian yang bersumber dari (a) internal K/L, (b) proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa, (c) dokumen pelaksanaan anggaran dan proses revisi, dan (d) permasalahan lainnya, seperti adanya peningkatan alokasi belanja K/L pada saat terjadi perubahan APBN sebagaimana tertuang dalam APBN-P. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan salah satu sumber masalah yang mengakibatkan rendahnya penyerapan anggaran belanja pemerintah. Beberapa penelitian terdahulu mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah memiliki beberapa kecenderungan utama. Pertama, adalah penelitian yang membahas mengenai pengadaan barang/jasa dengan e-procurement; kedua, pengadaan barang/jasa sebagai salah satu faktor yang menyebabkan terlambatnya penyerapan anggaran; dan ketiga, adalah penelitian mengenai faktor-faktor penyebab gagal lelang pada pengadaan barang/jasa.
4 Permasalahan tersebut di atas memiliki tantangan dan solusi tersendiri untuk mengatasinya. Namun demikian semuanya bermuara pada satu pertanyaan yang sama yaitu bagaimana cara mempercepat pelaksanaan pembangunan sehingga anggaran dapat terserap secara optimal. Dalam rangka percepatan pelaksanaan pembangunan perlu dilakukan percepatan pelaksanaan belanja negara. Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk melaksanakan belanja negara adalah pengadaan barang/jasa pemerintah. Pengadaan barang/jasa pemerintah sangat erat kaitannya karena menjadi salah satu masalah/faktor penyebab rendahnya penyerapan belanja K/L di atas sehingga kegiatan ini perlu mendapat perhatian mendalam. Pengadaan barang/jasa pemerintah diatur dalam beberapa peraturan yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sampai dengan perubahan kedua yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Menurut Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, pengadaan barang/jasa pemerintah yang selanjutnya disebut dengan pengadaan barang/jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Kegiatan ini dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Tujuan pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa tersebut adalah
5 mendapatkan barang/jasa dengan harga yang dapat dipertanggungjawabkan, dengan jumlah dan mutu yang sesuai serta pengadaannya yang tepat waktu. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melaksanakan pengadaan barang/jasa melalui Bagian Pengadaan pada Biro Perlengkapan Sekretariat Jenderal yang mempunyai tugas melaksanakan pengadaan kebutuhan perlengkapan unit kerja pusat dan daerah di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia secara tepat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk melaksanakan tugasnya Bagian Pengadaan melaksanakan fungsi pelayanan, penyiapan penelaahan dan penyiapan penilaian harga dan mutu barang/jasa, pelaksanaan pengadaan barang/jasa dan pengevaluasian pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Sejak tahun 2012, pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sudah menggunakan sistem pengadaan secara elektronik (e-procurement). E procurement merupakan sistem baru yang dikembangkan dari proses pengadaan secara manual ke elektronik berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pelaksanaannya dilakukan secara elektronik berbasis web/internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi. Hal tersebut dilakukan supaya pertemuan antara pengguna dan penyedia terjadi sesedikit mungkin sehingga kemungkinan terjadinya kolusi bisa diminimalisir. Di tingkat satuan kerja kantor wilayah yaitu Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta (Kanwil
6 Kemenkumham DIY) pengadaan barang/jasa dilaksanakan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP). Unit Layanan Pengadaan Kanwil Kemenkumham DIY telah melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa secara elektronik dengan menggunakan aplikasi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sejak tahun 2012. Pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa tersebut harus berdasarkan pada prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa, yang dalam hal ini ditekankan pada prinsip efisien dan efektif yang artinya bahwa dalam pengadaan barang dan jasa tidak hanya berorientasi pada harga barang/jasa yang murah tetapi juga harus memperhatikan kualitas barang/jasa hasil pengadaan yang harus memenuhi standar. Pengadaan barang/jasa sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh barang/jasa pemerintah yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa ini tidak terlepas dari fungsi pengawasan, selain fungsi perencanaan dan pelaksanaan. Pengawasan internal dalam proses pengadaan barang/jasa diperlukan agar prosesnya dapat berjalan baik sesuai dengan perencanaan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun demikian sering muncul sejumlah masalah dalam proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa ini. Permasalahan tersebut yaitu terjadinya gagal lelang dan lalai/cidera janji (wanprestasi). Permasalahan gagal lelang dan wanprestasi ini juga terjadi di Kanwil Kemenkumham DIY tahun 2013. Salah satu penelitian terkait permasalahan gagal lelang adalah penelitian yang dilakukan oleh Karyasa, dkk. (2014) mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi gagal lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik
7 (e-procurement) di Kabupaten Badung. Penelitian ini mengambil sampel 50 perusahaan kontraktor di wilayah Badung. Penelitian tersebut mengetengahkan hasil penelitian yang berasal dari pihak penyedia barang/jasa sementara dari pemerintah sebagai pihak pelaksana sendiri belum diketahui atau didapatkan informasi lebih mendalam mengenai penyebab gagal lelang. Hal ini perlu digali dan dikaji karena sangat penting terutama bagi pihak pelaksana karena mereka adalah perencana dan pelaksana kegiatan pengadaan barang/jasa. Dengan penelitian ini diharapkan akan mendapatkan solusi lebih baik dan juga dapat memperbaiki kebijakan untuk mengatasi/memperbaiki masalah yang dihadapi dalam kegiatan pengadaan barang/jasa di satuan kerja melalui evaluasi dan strategi peningkatan pelaksanaan pengadaan barang/jasa studi pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.2. Rumusan Masalah Seperti telah diuraikan di atas, proses pengadaan barang/jasa pemerintah erat kaitannya dengan penyerapan anggaran. Adanya masalah dalam proses pengadaan barang/jasa dapat mengakibatkan terlambatnya/rendahnya penyerapan anggaran pemerintah pada tahun yang sedang berjalan, dan juga mengakibatkan penilaian akuntabilitas kinerja menjadi rendah. Permasalahan yang sering muncul dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah terjadinya gagal lelang dan wanprestasi. Permasalahan ini terjadi di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2013. Gagal lelang akan mengakibatkan keterlambatan dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa,
8 sedangkan wanprestasi berkaitan dengan lalai/cidera janji yang dilakukan penyedia barang/jasa terhadap kontrak/perjanjian yang telah disepakati dengan pemerintah. Lalai/cidera janji (wanprestasi) ini menimbulkan kerugian pada pemerintah karena tujuan pengadaan barang/jasa tidak tercapai. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana evaluasi kegiatan pengadaan barang/jasa di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Apa saja penyebab gagal lelang dan lalai/cidera janji (wanprestasi) pengadaan barang/jasa di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta? 3. Apa yang telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan gagal lelang dan lalai/cidera janji (wanprestasi) tersebut? 4. Apa saja strategi peningkatan yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan gagal lelang dan lalai/cidera janji (wanprestasi) tersebut? 1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaanpertanyaan penelitian sebagaimana ditulis sebelumnya, yaitu: 1. Mendeskripsikan evaluasi kegiatan pengadaan barang/jasa di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta.
9 2. Mendeteksi penyebab gagal lelang dan lalai/cidera janji (wanprestasi) dalam pengadaan barang/jasa di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Mengidentifikasi langkah-langkah yang telah dilakukan dalam mengatasi permasalahan gagal lelang dan lalai/cidera janji (wanprestasi) pengadaan barang/jasa di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta. 4. Menemukan strategi peningkatan yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan gagal lelang dan lalai/cidera janji (wanprestasi) di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik kerja sehari-hari dalam kegiatan pengadaan barang/jasa. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan bahan referensi dalam memberikan rekomendasi/masukan untuk menyelesaikan permasalahan gagal lelang dan wanprestasi khususnya bagi pelaksana kegiatan pengadaan barang/jasa, sehingga tujuan pengadaan barang/jasa tersebut dapat tercapai.
10 1.6. Proses Penelitian Proses penelitian digambarkan sebagai berikut. Gambar 1.1 Proses Penelitian Latar Belakang Rumusan Masalah & Pertanyaan Penelitian Tujuan Penelitian & Manfaat Penelitian Rancangan Penelitian Latar Belakang Kontekstual Objek Penelitian Tinjauan Pustaka Hasil Penelitian dan Pembahasan Simpulan dan Saran 1.7. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari: BAB I : Pendahuluan Bagian ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian, dan sistematika penulisan.
11 BAB II : Tinjauan Pustaka Bagian ini membahas konsep dan teori yang melandasi penelitian ini dan juga mengetengahkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. BAB III : Latar Belakang Kontekstual Objek Penelitian Bagian ini menguraikan gambaran umum objek yang diteliti. BAB IV : Rancangan Penelitian Bagian ini akan menjelaskan mengenai jenis penelitian, metode penelitian, jenis atau sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data, serta pengujian data yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. BAB V : Hasil Penelitian dan Pembahasan Bagian ini memaparkan hasil penelitian dan pembahasan selama melakukan penelitian. BAB VI : Simpulan dan Saran Bagian ini memaparkan mengenai simpulan dan saran penelitian sesuai dengan hasil penelitian dan pembahasan.