BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penunjang dari terwujudnya pembangunan nasional. Sejak tanggal 1 Januari 2001

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PERBANDINGAN KINERJA KUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN SUKOHARJO DAN KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perkembangan teknologi dan otonomi daerah menuntut

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 yang

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Negara Indonesia sedang berada dalam sistem pemerintahan yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam terselenggaranya pemerintahan daerah yang baik. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang (Nabila 2014).

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah daerah di Indonesia bertumpu pada Anggaran Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan dikeluarkannya undang-undang (UU) No.32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

tercantum dalam salah satu misi yang digariskan GBHN yaitu perwujudan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian penting dari pembangunan nasional. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari terwujudnya pembangunan nasional. Sejak tanggal 1 Januari 2001 telah terjadi perubahan yang cukup fundamental dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Perubahan tersebut terutama terkait dengan dilaksanakannya kebijakan Otonomi Daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 yang direvisi dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah direvisi dengan UU Nomor 33 Tahun 2004. Kedua Undangundang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan pemberian kewenangan otonomi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah. Salah satu wujud pelaksanaan otonomi daerah adalah dengan adanya otonomi dalam aspek pengelolaan keuangan daerah yang disebut otonomi fiskal atau desentralisasi fiskal. Pemerintah daerah diberikan sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Pada prinsipnya kebijakan desentralisasi fiskal mengharapkan ketergantungan daerah terhadap pusat berkurang, sehingga mampu dicapai kinerja keuangan daerah yang baik seiring tercapainya tujuan otonomi itu sendiri.

Diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah yang baik dalam rangka mengelola dana APBD secara transparan, efisien, efektif dan akuntabel. Berkaitan dengan hal itu, analisis terhadap kinerja keuangan merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah dan menilai apakah pemerintah berhasil mengelola keuangannya dengan baik, serta memberikan dampak yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Analisis kinerja keuangan pada APBD dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dengan periode sebelumnya, sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Menurut Halim (2007) kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat. Selanjutnya untuk mengukur kemampuan keuangan pemerintah daerah adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. Salah satu elemen dari APBD adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan asli daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu (UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah), pendapatan daerah berasal dari penerimaan dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah.

Untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya, antara lain adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap laporan keuangan pemerintah daerah (Halim, 2007). Hasil analisis rasio keuangan selanjutnya dipergunakan sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan, efisiensi dan efektivitas dalam merealisasikan pendapatan daerah, sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya, kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah, serta pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat analisis kinerja keuangan secara luas telah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial, sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah kabupaten/kota masih sangat terbatas, sehingga secara teoritis belum ada kesepakatan yang bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya (Pramono, 2014). Kota Bukittinggi adalah salah satu Kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat dan merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diberikan otonomi daerah yang diharapkan dapat meningkatkan kemandirian daerah tersebut serta menghasilkan pemerataan pertumbuhan perekonomian. Berikut adalah gambaran Pendapatan Asli Daerah Kota Bukittinggi tahun 2012-2016:

Tabel 1.1 Tabel Pendapatan Asli Daerah Kota Bukittinggi Tahun 2012-2016 Tahun PAD 2012 45.227.410.138 2013 55.204.000.416 2014 59.150.515.589 2015 62.578.835.629 2016 71.303.771.735 Sumber: DPKAD Kota Bukittinggi Dari data diatas menujukkan bahwa Pendapatan Asli daerah (PAD) di Kota Bukittinggi cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya dari tahun 2012-2016. Dari data pendapatan asli daerah (PAD) tersebut menunjukkan pada tahun 2012 merupakan pendapatan asli daerah terendah di Kota Bukittinggi yaitu sebesar Rp.45.227.410.138. Tahun 2013 terjadi kenaikan sebesar Rp.9.976.590.278. Tahun 2014 naik sebesar Rp.3.946.515.173. Kemudian tahun 2015 meningkat sebesar Rp. 3.428.320.040 dan tahun 2016 terjadi kenaikan sebesar Rp. 8.724.936.106. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan PAD yang bersumber dari kelompok pajak daerah dan lain lain PAD yang sah. Pemerintah Kota Bukittinggi terus berusaha untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) untuk pembangunan daerahnya dalam rangka meningkatkan kinerja keuangan daerah dilihat dari berbagai aspek yaitu mampu memanfaatkan pontensi daerahnya dengan salah satu cara melalui pemanfaatan semaksimal mungkin atas sumber daya daerah, pajak daerah dan retribusi daerah. PAD sebagai salah satu

penerimaan daerah mencerminkan tingkat kinerja keuangan daerah. Semakin besar PAD maka menunjukan bahwa daerah mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat berkurang. Alasan penulis memilih Kota Bukittinggi sebagai objek penelitian karena Kota Bukittinggi sebagai salah satu kota terpadat kependudukannya di Provinsi Sumatera Barat, Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti Kinerja pendapatan keuangan Kota Bukittinggi melalui beberapa rasio. Serta ingin melihat bagaimana penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bukittinggi tiap tahunnya dan sekaligus melihat tingkat ketergantungan kota Bukittinggi terhadap transfer atau suntikan dana dari pemerintah pusat. Pada penelitian kali ini penulis berpedoman kepada beberapa penelitian terdahulu, seperti penelitian yang dilakukan oleh, Boedi (2012), Agustina (2013), dan beberapa penelitian lainnya. Pada penelitian terdahulu tersebut mereka menggunakan beberapa rasio keuangan dalam menilai kinerja keuangan pemerintah daerah diantaranya rasio kemandirian, efisiensi dan efektivitas, ketergantungan, keserasian dan derajat desentralisasi fiskal. Ada beberapa rasio yang menunjukan nilai positif atau baik dan ada beberapa rasio yang sering kali bernilai negatif atau rendah disetiap penelitian. Rasio tersebut menunjukan pemerintah daerah masih sangat kurang dalam kinerja keuangannya. Rasio-rasio tersebut adalah rasio kemandirian, ketergantungan, derajat sentralisasi fiskal dan rasio efektivitas. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menggunakan empat rasio tersebut yang merupakan bagian dari rasio keuangan dalam menilai kinerja keuangan pendapatan Kota Bukittinggi.

Pada penelitian yang penulis lakukan saat ini, perbedaan itu terletak pada objek atau daerah penelitian, tahun penelitian dan rasio yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan. Pada penelitian kali ini penulis ingin merincikan lingkup penelitian kepada analisis kinerja pendapatan. Penulis bermaksud akan menggunakan analisis rasio berupa analisis kinerja pendapatan yang terdiri dari: analisis varians pendapatan, analisis rasio pertumbuhan pendapatan, dan analisis rasio keuangan. Analisis rasio keuangan ini terdiri dari rasio kemandirian, rasio ketergantungan, rasio derajat sentralisasi fiskal dan rasio efektivitas, sesuai alasan yang penulis jabarkan sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan analisis kinerja keuangan pemerintah daerah dengan judul penelitian Analisis Kinerja Keuangan Pendapatan Daerah Kota Bukittinggi tahun 2012-2016. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, muncul beberapa masalah yang akan menjadi topik bahasan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimanakah kinerja pendapatan keuangan Kota Bukittinggi periode 2012-2016 yang dilihat dari rasio varians pendapatan? 2. Bagaimanakah kinerja pendapatan keuangan Kota Bukittinggi periode 2012-2016 yang dilihat dari rasio pertumbuhan pendapatan? 3. Bagaimanakah kinerja pendapatan keuangan Kota Bukittinggi periode 2012-2016 yang dilihat dari rasio keuangan?

1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka ditetapkan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan pendapatan Kota Bukittinggi periode 2012-2016 dengan rasio varians pendapatan. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan pendapatan Kota Bukittinggi periode 2012-2016 dengan rasio pertumbuhan pendapatan. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan pendapatan Kota Bukittinggi periode 2012-2016 dengan rasio keuangan. 1.4 Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait sebagai berikut: 1. Bagi pihak Pemerintah Daerah Kota Bukittinggi Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan bahan pertimbangan dan masukan untuk perkembangan kinerja pemerintah dalam pengelolaan keuangan daerah dalam segi pendapatan serta mengambil tindakan-tindakan koreksi yang diperlukan. 2. Bagi masyarakat umum Dengan memberikan hasil yang dapat membantu pihak pemerintah daerah dalam meningkatkan kinerja, maka masyarakat dapat merasakan pelayanan yang lebih baik dan tingkat kesejahteraan yang meningkat. 3. Bagi dunia akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya di bidang akuntansi sektor publik. 4. Bagi penulis Penelitian ini bermanfaat dalam menambah pengetahuan mengenai keuangan daerah khususnya pada pengelolaan keuangan daerah itu sendiri serta sebagai syarat penyelesaian pendidikan S1 pada jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas. 1.5 Batasan Penelitian Penelitian yang dilakukan terbatas pada analisis kinerja keuangan pendapatan daerah pada Kota Bukittinggi berdasarkan Rekapitulasi Realisasi Anggaran Tahun 2012-2016. 1.6 Sistematika Penulisan Untuk lebih mempermudah dan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai isi dari skripsi ini, pembahasan dilakukan secara komprehensif dan sistematis meliputi: BAB I : Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan/ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. Bab ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum mengenai keseluruhan isi dari penelitan ini.

BAB II : Landasan Teori Bab ini menguraikan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengenai Otonomi Daerah, Keuangan Daerah dan Ukuran kinerja pengelolaan keuangan daerah yang terdapat dalam penelitian ini. BAB III: Metode Penelitian Bab ini menjelaskan objek penelitian, metode pengumpulan data, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan tahap pengujian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. BAB IV : Analisis dan Pembahasan Bab ini membahas analisis pengolahan data serta pembahasannya yang merupakan interpretasi dari hasil pengolahan data tersebut. Interpretasi hasil penelitian ini akan memberikan jawaban atas permasalahan dari penelitian ini. BAB V : Penutup Bab ini merupakan bagian penutup yang berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian secara keseluruhan serta keterbatasan dari penelitian yang dilakukan dan juga saran-saran untuk referensi penelitian selanjutnya.