BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. KAJIAN TEORI 1. Belajar Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan, tetapi belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang sehingga muncul perubahan tingkah laku. Winkel (2004:53) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahanperubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Menurut Sunhaji, belajar adalah perubahan perilaku yang direncanakan guru dengan seperangkat tujuan yang direncanakan. Jadi, definisi belajar disini lebih luas (pandangan modern), yakni bahwa perolehan belajarnya tidak hanya sekedar pengetahuan saja, melainkan dapat bermacam-macam : berupa fakta, konsep keterampilan, intelektual, maupun keterampilan motorik lainnya. Belajar adalah suatu proses yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dengan berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, 8
penalaran, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang belajar (Nana Sudjana, 1989: 5) Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar merupakan proses perubahan tingkah laku, karena pengalaman dan latihan. Perubahan tingkah laku itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan tetapi juga berbentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, atau secara singkat perubahan mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. 2. Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif Menyenangkan (PAIKEM) Peserta didik merasakan bahwa proses belajar yang dialaminya bukanlah sebuah derita yang mendera dirinya, melainkan berkah yang perlu disyukuri. Dengan demikian PAIKEM adalah pembelajaran yang dikembangkan dengan cara membantu peserta didik membangun keterkaitan antara informasi baru dengan pengalaman yang telah dimiliki dan dikuasai peserta didik. (Agus Suprijono,2011: 10-11). PAIKEM adalah singkatan dari pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. 9
Aktif yang dimaksudkan adalah pembelajaran harus menumbuhkan suasana sedemikian rupa sehingga peserta didik aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Inovasi adalah proses pemaknaan atas realitas kehidupan yang dipelajari, makna itu bisa dicapai apabila pembelajaran itu dapat memfasilitasi kegiatan belajar yang memberi kesempatan kepada peserta didik menemukan sesuatu melalui aktivitas belajar yang dijalankan. Kreatif juga dimaksudkan menumbuhkan pemikiran kritis, karena dengan pemikiran seperti itulah kreativitas dapat dikembangkan. Pemikiran kritis adalah pemikiran reflektif dan produktif yang melibatkan evaluasi bukti. Efektif adalah jantungnya sekolah efektif. Efektivitas pembelajaran merujuk pada berdaya dan berhasil guna seluruh komponen pembelajaran yang diorganisir untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menyenangkan adalah pembelajaran dengan suasana socio emotional climate positif. 3. Model pembelajaran kooperatif Metode pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori konstruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vygotsky yaitu penekanan sosiokultural dari pembelajaran Vygotsky, bahwa interaksi sosial dengan orang lain penting, terlebih yang mempunyai pengetahuan yang lebih baik dan sistem yang secara kultural telah berkembang dengan baik. 10
Implikasi dari teori Vygotsky dikehendakinya suasana kelas berbentuk kooperatif (Slamet Soewardi, dkk. 2005:79) Metode pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Siswa dalam kelompok kooperatif belajar diskusi, saling membantu dan mengajak teman satu sama lain untuk mengatasi masalah belajar. Pembelajaran kooperatif mengkondisikan siswa aktif dan saling memberi dukungan dalam kerja kelompok untuk menuntaskan masalah dalam materi belajar. 4. Model Pembelajaran Make a Match Salah satu metode pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas adalah model pembelajaran make a match. Hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukakan oleh Lie (2002:30) bahwa pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang menitik beratkan pada gotong royong dan kerja sama kelompok. Penerapan model pembelajaran ini, siswa harus mencari pasangan atau mencocokan kartu yang merupakan jawaban atau soal dengan batas waktu yang telah ditentukan, dan siswa yang dapat mencocokan kartunya diberi poin. Model pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan model ini 11
adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan model make a match sebagai berikut: 1) Tahap awal a. Guru menyiapkan beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review b. Guru menyiapkan kertas karton yang berbeda warna untuk membuat kartu soal dan kartu jawaban c. Kartu soal dan kartu jawaban dipotong berbentuk segi empat (seukuran kartu remi) d. Guru menulis pertanyaan pada kartu soal dan jawaban pertanyaan pada kartu jawaban e. Kartu soal dan kartu jawaban dibuat dalam jumlah yang sama, agar dapat dipasangkan. 2) Tahap inti a. Siswa dibagi menjadi 2 kelompok, satu kelompok mendapat kartu soal dan kelompok lainnya mendapar kartu jawaban. b. Setiap siswa dibagikan sebuah kartu soal dan kartu jawaban c. Setiap siswa yang sudah mendapat sebuah kartu yang bertuliskan soal atau jawaban, memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang. 12
d. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. e. Pasangan siswa yang sudah dapat mencocokan, kemudian saling duduk berdekatan. f. Siswa yang belum dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban), berkumpul dalam satu kelompok sendiri. g. Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran pasangan kartukartu tersebut. h. Pasangan siswa mempresentasikan topik yang diperolehnya, yang ditanggapi oleh kelompok lain. i. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. 3) Tahap akhir a. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran. b. Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa yang kurang memahami materi pelajaran. Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan, karena tidak ada metode pembelajaran yang terbaik. Suatu metode pembelajaran cocok untuk materi dan tujuan tertentu, tetapi belum tentu cocok untuk materi atau tujuan lainnya. Demikian juga dengan model make a match yang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun 13
kelebihan model make a match adalah sebagai berikut: a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik. b. Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan. c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. d. Dapat meningkatkan motivasi belajar e. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi. f. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. (http:www.model make a match.html) Kekurangan dari model make a match antara lain: a. Jika tidak dirancang dengan baik, maka banyak waktu terbuang. b. Pada awal-awal penerapan metode ini, banyak siswa yang malu bila berpasangan dengan lawan jenisnya. c. Jika tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat presentasi banyak siswa yang kurang memperhatikan. d. Harus berhati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan (bisa saja karena malu). 14
e. Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan. f. Guru perlu persiapan alat yang memadai. Berdasarkan proses belajar mengajar, siswa nampak lebih aktif mencari pasangan kartu antara jawaban dan soal. Dengan metode mencari kartu ini, siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang ditemukan dan menceritakannya dengan sederhana dan jelas secara bersama-sama. 5. Hasil Belajar Dalam suatu proses pembelajaran diinginkan suatu pencapaian hasil dari suatu proses pembelajaran. Gagne (Hamzah, 2008:137) menyebutkan bahwa hasil belajar merupakan kapasitas terukur dari perubahan individu yang diinginkan berdasarkan ciri-ciri atau variabel bawaanya melalui perlakuan pengajaran tertentu. Nana Sudjana (1989:22) mendefinisikan hasil belajar sebagai kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Howard Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni: a. Keterampilan dan kebiasaan; b. Pengetahuan dan pengertian; c. Sikap dan cita-cita. Dalam sistem pendidikan nasional, menggunakan hasil belajar dari Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni: 15
1. Ranah Kognitif 2. Ranah Afektif 3. Ranah Psikomotrik a. Ranah Kognitif Ranah kognitif adalah ranah yang membahas tujuan pembelajaran yang berkenaan dengan proses mental (intelektual) yang berawal dari tingkat paling rendah (pengetahuan) sampai tingkat paling tinggi (evaluasi). Adapun urutan tingkatan dalam ranah kognitif adalah sebagai berikut: 1) Tingkat pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan seseorang dalam menghafal, mengingat kembali, mengulang kembali pengetahuan yang pernah diterimanya. 2) Tingkat pemahaman (compeherension) diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. 3) Tingkat penerapan (application), diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam pengetahuan untuk memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. 4) Tingkat analisis (analysis), yaitu sebagai kemampuan seseorang dalam merinci dan membandingkan data yang 16
5) rumit serta mengklasifikasi menjadi beberapa kategori dengan tujuan agar dapat menghubungkan dengan data-data yang lain. 6) Tingkat sintesis (synthesis), yaitu kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh. 7) Tingkat evaluasi (evaluation), yaitu sebagai kemampuan seseorang dalam membuat perkiraan atau keputusan yang tepat berdasarkan kriteria atau pengetahuan yang dimiliki. 6. Aktifitas Belajar a. Pengertian Aktifitas Belajar Aktifitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting didalam interaksi belajar mengajar. Dalam aktifitas belajar ada beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa lama dan ilmu jiwa modern. Aktifitas belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa, karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk bersentuhan dengan objek yang sedang dipelajari seluas mungkin, karena dengan demikian proses konstruksi pengetahuan yang terjadi akan lebih baik. Aktifitas belajar diperlukan aktifitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat mengubah tingkat laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktifitas. 17
Dari uraian diatas dapat diambil pengertian aktifitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dalam kegiatan belajar guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. 7. Ilmu Pengetahuan Sosial IPS ialah mata pelajaran yang diajarkan di jenjang sekolah dasar hingga menengah. IPS mengkaji tentang manusia dan segala sesuatu di sekitarnya. Menurut Kosasih IPS membantu memecahkan permasalahan antara manusia dan lingkungannya, sehingga manusia memahami lingkungannya. Menurut Slamet Soewardi, dkk (2008:1) ilmu pengetahuan sosial adalah program pendidikan yang mengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Selanjutnya Nasution mengemukakan IPS adalah suatu program pendidikan yang mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan sosialnya. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang merupakan kombinasi dari disiplin-disiplin ilmu seperti geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik dan psikologi sosial, dimana pokok bahasannya adalah hubungan manusia dan fenomena yang terjadi di lingkungannya, baik fisik maupun sosial. 18
B. PENELITIAN YANG RELEVAN Henny Ambarwati (2012), dalam penelitian yang dilakukan di SMA Kristen Satya Wacana Salatiga mengkaji tentang pembelajaran Sejarah siswa kelas X-5 SMA Kristen Satya Wacana. Pembelajaran Sejarah dengan metode make a match ternyata dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa sehingga memperoleh nilai rata-rata kelas hasil pretes 67,5 meningkat menjadi 77,5 pada siklus I dan 95,09 pada siklus II. Perubahan perilaku melalui proses pembelajaran sejarah dengan model make a match, siswa menjadi lebih serius dan aktif mengikuti proses pembelajaran. Penulis juga menemukan skripsi online yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Make a Match untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas II MI MA ARIF Sambeng Borobudur Magelang Tahun Pelajaran 2013-2014 yang ditulis oleh Wiwik Sulisti (Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) dari hasil penelitiannya menunjukan proses pembelajaran make a match dapat meningkatkan hasil belajar yang sangat baik, pada Pra Siklus nilai rata-rata siswa 57,03 sedangkan pada siklus I meningkat menjadi 76,56, dan siklus II meningkat menjadi 85,83. C. KERANGKA BERPIKIR Gagne (Hamzah, 2008:137) menyebutkan bahwa hasil belajar merupakan 19
kapasitas terukur dari perubahan individu yang diinginkan berdasarkan ciri-ciri atau variabel bawaannya melalui perlakuan pengajaran tertentu. Oleh sebab itu, guru harus mampu meningkatkan prestasi belajar siswa, salah satunya dengan menggunakan metode belajar yang disukai siswa. Penelitian sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa, menyajikan kerangka berpikir sebagai berikut: Gambar 1 KONDISI AWAL Belum menggunakan Model Make a Match Hasil Belajar IPS masih rendah Tindakan. Siklus I Guru mengajar dengan metode Make a Match Siswa lebih aktif, berani berpendapat, dan merasa senang sehingga prestasi belajar di duga meningkat Siklus II Guru mengajar dengan Make a Match yang sudah diperbaiki Prestasi belajar meningkat Kondisi Akhir Prestasi Belajar dengan model Make a Match Meningkat 20
D. Hipotesis Tindakan Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah melalui penerapan model pembelajaran Make a Match diduga hasil dan aktifitas belajar siswa Kelas VIII D SMP N 2 SURUH pada Semester II Tahun Ajaran 2015/2016 dalam mata pelajaran IPS dapat meningkat. 21