Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 37 TAHUN 2013

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Position Paper Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER

BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PROGRAM PEMBANGUNAN YANG BERKEADILAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA DAN STRATEGI PERCEPATAN PENCAPAIAN INDIKATOR-INDIKATOR MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta penegasan istilah. Bab ini ini akan

Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya.

Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis.

- 1 - GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERANAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN. Ir. Suyatno, MKes

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

Latar Belakang. Tujuan setiap warga negara terhadap kehidupannya adalah

LAPORAN AKHIR BANTUAN KEUANGAN FORUM PENDIDIKAN UNTUK SEMUA (PUS) KOTA SURAKARTA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

KETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

KERANGKA ACUAN KEGIATAN RAPAT KOORDINASI PENDIDIKAN KEMASYARAKATAN DI 4 KABUPATEN (PURWOREJO, WONOSOBO, PEMALANG DAN REMBANG)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Indonesia Komitmen Implementasikan Agenda 2030 Senin, 05 September 2016


DAFTAR ISI. iii KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG

Latar Belakang KLA. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah

PENGARUSUTAMAAN GENDER (GENDER MAINSTREAMING) DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

LPF 1 MEMAHAMI KONSEP PERENCANAAN BERBASIS HAK (90 MENIT)

PENGARUSUTAMAAN GENDER DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDGs). MDGs berisi delapan tujuan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 19 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009

PENDIDIKAN PROVINSI JAMBI :

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Against Women (CEDAW) dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. khususnya kebutuhan akan pendidikan sebagai suatu investasi. Oleh karena itu,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang

I. PENDAHULUAN. UUD 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

Kata Kunci: Aksesibilitas dan Partisipasi Masyarakat, Pendidikan Dasar 9 Tahun, dan Daerah Perbatasan

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PELATIHAN KESADARAN GENDER DI 4 KABUPATEN (PURWOREJO, WONOSOBO, PEMALANG DAN REMBANG)

BAB I PENDAHULUAN. dasar favorit. Pada lembaga persekolahan ini tidak cukup ruang bagi masyarakat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

Transkripsi:

KATA PENGANTAR Pengarusutamaan Gender telah menjadi garis kebijakan pemerintah sejak keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Instruksi tersebut menggariskan: seluruh departemen maupun lembaga pemerintah nondepartemen di pemerintah nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota harus melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pada kebijakan dan program pembangunan. Sejak itu berbagai kebijakan publik di berbagai sektor, di pusat dan daerah, telah secara eksplisit memasukkan nilai keadilan dan kesetaraan gender. Jika dikaitkan dengan tahap-tahap strategi perjuangan perempuan, Indonesia sudah melewati era WID (women in development) dan era GAD (gender and development). Kini Indonesia telah berada di era GM (Gender Mainstreaming). Persoalan perempuan tidak lagi dianggap memadai jika hanya dilihat sebagai masalah partisipasi perempuan dalam pembangunan, karena tingginya partisipasi tidak serta merta mencerminkan peningkatan keberdayaan perempuan atau tercapainya keadilan dan kesetaraan gender. Upaya memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender pun juga tidak lagi dianggap memadai jika tidak menyentuh akar permasalahan, yaitu hambatan kultural dan struktural yang terdapat di masyarakat. Tembok penghalang tersebut harus ditembus dengan memperteguh komitmen negara terhadap keadilan dan kesetaraan gender dan menjadikannya sebagai agenda utama pembangunan. Karena itu, di era GM ini, faktor kebijakan harus menjadi fokus. v

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah terjadi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir ini. Indonesia telah meratifikasi kesepatan global pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Diantara delapan tujuan yang dicanangkan, salah satunya adalah mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Sebagai konsekuensinya, kebijakan-kebijakan publik yang terkait dengan pencapaian MDGs, seperti kebijakan penanggulangan kemiskinan, kebijakan pendidikan, kebijakan kesehatan (kesehatan ibu dan anak serta penanggulangan penyakit-penyakit menular), kebijakan kelestarian lingkungan hidup, dan kemitraan global untuk pembangunan, harus sejalan atau memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender. Negara telah mengimplementasikan kesepakatan MDGs tersebut. Salah satunya dapat dilihat dari dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) yang digulirkan pada 2005 oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Dalam dokumen tersebut secara eksplisit dinyatakan bahwa negara berkewajiban untuk mengakui, melindungi, dan memenuhi hak-hak dasar warganegara di sembilan sektor kesejahteraan, salah satunya dalam pendidikan, yaitu tersedianya pelayanan pendidikan dasar yang bermutu, terjangkau dan tanpa diskriminasi gender. Kajian dari Ismi Dwi Astuti Nurhaeni juga menunjukkan hal yang sama. Nurhaeni mengkaji kasus pengarusutamaan gender pada kebijakan pendidikan di Jawa Tengah. Menurut hasil penelitian tersebut keadilan dan kesetaraan gender telah berhasil menjadi arusutama dalam dokumen position paper PUG vi

pendidikan di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, namun di tingkat kabupaten, tingkat penerapannya masih bervariasi. Di tingkat provinsi, terdapat bukti perbaikan kualitas kebijakan sesudah dilaksanakannya PUG pendidikan, khususnya dalam bentuk penajaman program, perubahan orientasi pemberdayaan perempuan dari affirmative action dan gender mainstreaming, serta adanya jaminan keberlanjutan program dengan tersusunnya rancangan PUG 2009-2013 dan grand design pemberdayaan perempuan. Sudah tentu hal tersebut merupakan berita gembira bagi kaum perempuan, khususnya bagi para pejuang gender. Sejauh menyangkut dokumen kebijakan, negara telah memperhatikan gender. Ini benar untuk hampir semua kebijakan publik di berbagai sektor pembangunan, seperti pendidikan, kesehatan, lingkungan, ketenagakerjaan, dan penanggulangan kemiskinan. Namun jika kebijakan adalah aksi negara yang secara konkrit dilakukan dan memberi dampak pada kehidupan masyarakat, fenomena bias gender masih mudah ditemui. Hal ini diakui oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Dalam sambutannnya di Rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2008 di Bekasi 9 Agustus 2008, Meutia menyatakan bahwa banyak peraturan dan perundang-undangan yang tidak bisa diimplementasikan di lapangan secara konsekuen untuk menjamin dan melindungi hak perempuan dan anak. Akibat semua itu, perempuan pun belum sepenuhnya menjadi subyek pembangunan. Katanya: Kesetaraan gender masih jauh dari yang diharapkan. Masih terus berlangsung kesenjangan gender. Hal ini karena masih selaras dengan budaya dan tatanan sosial, sehingga masih mengutamakan posisi dan kedudukan laki-laki. Ini merefleksikan masih kuatnya vii

nilai budaya patriarki di masyarakat yang salah satunya bersumber dari penafsiran ajaran agama yang kurang komprehensif, bias gender, serta deskriminatif terhadap perempuan. 1 Problem ketimpangan gender belum juga sepenuhnya teratasi di sektor pendidikan. MDGs mencanangkan target yang cukup jelas dalam bidang pendidikan: memastikan pada 2015 semua anakanak dimana pun, laki-laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Terhadap pencapaian target tersebut ada bukti kemajuan yang cukup berarti, namun masalah ketimpangan gender masih tetap terjadi. Beberapa kemajuan yang dapat dilihat antara lain: 1. Angka partisipasi murni (APM) pada jenjang SD/MI telah mengalami peningkatan dari 88,7 persen pada tahun 1992 menjadi sekitar 93 persen pada tahun 2004. 2. Angka partisipasi murni (APM) pada jenjang SMP/MTs mengalami kenaikan dari 41,9 persen pada tahun 1992 menjadi 65,24 persen pada tahun 2004. Sedangkan APK mengalami kenaikan dari 65,7 persen pada tahun 1995 menjadi 81,1 persen pada tahun 2003. Meskipun demikian, angka partisipasi ini belum cukup tinggi untuk mencapai APK 90 persen sebagai target penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun pada tahun 2008. 3. Tingkat keberaksaraan penduduk usia 15-24 tahun meningkat dari 96,2 persen pada tahun 1990 menjadi 98,7 pesen pada tahun 2004. 2 1 2 Kedaulatan Rakyat, 10 Agustus 2008, hal.9. INFID, GAPRI dan OXFAM, Laporan Masyarakat Sipil tentang Pencapaian MDGs 2007. Jakarta: INFID, 2007. viii

Data di atas menunjukkan bahwa secara umum pemerintah Indonesia sudah mencapai sebagian besar dari tujuan kedua MDG sebagaimana telah ditargetkan, yaitu: menjamin bahwa sampai dengan tahun 2015, semua anak, dimanapun, laki-laki dan perempuan, dapat menyelesaikan sekolah dasar. Namun demikian, pencapaian target di atas juga diwarnai oleh buruknya status pendidikan dasar yang ditandai oleh rendahnya kualitas pendidikan dan sarana sekolah, meningkatnya angka putus sekolah dan masih kuatnya masalah kesenjangan akses bagi anak perempuan. Situasi keadilan dan kesetaraan gender juga belum sepenuhnya terwujud. Kemajuan baru terjadi pada tingkat sekolah dasar. APK perempuan untuk tingkat SD sudah hampir sama dengan laki-laki. Tetapi di tingkat pendidikan yang lebih tinggi, ketimpangan gender masih terjadi. Angka partisipasi kasar (APK) perempuan untuk tingkat sekolah lanjutan pertama (SLTP) dan sekolah lanjutan atas (SLTA) serta perguruan tinggi lebih rendah dibandingkan laki-laki. Dalam pemberantasan buta huruf kemajuan terjadi di perkotaan, tapi tidak demikian halnya di perdesaan. Angka buta huruf perempuan usia 15-24 di perkotaan sudah sama dengan laki-laki, tetapi angka buta huruf perempuan di perdesaan lebih tinggi dari laki-laki. Berbagai hasil AKP mengungkapkan adanya persoalan akses masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya ke SLTP karena besarnya biaya transportasi dan biaya-biaya penunjang pendidikan lainnya, seperti untuk seragam dan buku-buku pelajaran. Letak SLTP dan SLTA yang jauh dari desa menyebabkan makin kecilnya akses anak perempuan untuk melanjutkan sekolah. 3 3 Jalal, Fasli. "Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Indonesia." Presentasi disampaikan pada Pertemuan dengan UNSFIR-BPS-Kompas. Jakarta, 9 ix

Lebih jauh lagi, pencapaian kesetaraan perempuan dalam pendidikan bukan hanya menyangkut pemenuhan pendidikan dasar tetapi secara isi juga perlu memasukkan materi penyadaran akan keadilan gender dalam setiap kurikulum pendidikan. Dengan demikian, kesetaraan gender bukan hanya terlihat pada peningkatan angka angka partisipasi di setiap jenjang pendidikan tetapi juga perubahan kesadaran akan kesetaraan gender itu juga terlaksana. Dalam hal tersebut terakhir, belum banyak perubahan yang terjadi. 4 Tampaknya perjuangan menuju keadilan dan kesetaraan gender masih panjang. Dengan dijadikannya gender sebagai arusutama pembangunan tidak serta merta mengubah situasi menjadi sepenuhnya adil dan setara bagi perempuan. Perjuangan ini akan hanya berjalan di tempat jika para pemangku kebijakan masih bersikap hipokrit, secara formal mereka mengadopsi gagasan keadilan dan kesetaraan gender, tetapi dalam keseharian membiarkan praktek ketidakadilan dan diskriminasi gender berlangsung di masyarakat. Kita bahkan dapat mundur ke belakang jika sentimen anti-gender menyeruak di tengah arus demokrasi dan otonomi daerah yang seperti tengah kehilangan arah ini. Yogyakarta, Januari 2009 Prof. Dr. Muhadjir M. Darwin 4 September 2004. Lihat juga, Gender dan Kemiskinan, Smeru, No.14, April-Juni 2005. INFID, GAPRI dan OXFAM, op cit. x