BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. agar mampu bersaing dalam era keterbukaan, pemerintah memandang perlu

BAB I PENDAHULUAN. skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan seutuhnya serta masyarakat

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN HAK ATAS PENDIDIKAN DASAR DI INDONESIA

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

LAMPIRAN. Biaya Satuan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan global mengharuskan Indonesia harus mampu bersaing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 mengamanatkan bahwa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

ISU-ISU STRATEGIS. 3.1 Analisis Situasi Strategis

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BOJONEGORO. Jl. Pattimura No. 09 Bojonegoro

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pemerintah menetapkan PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 09 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR Manajemen Pendidikan TK / RA 915,000,000

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

HASIL PEMETAAN PROGRAM WAJAR DIKDAS 9 TAHUN DI 6 KECAMATAN DI KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

BAB 26 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP PENDIDIKAN YANG LEBIH BERKUALITAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI SATU ATAP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 5 WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN

WALIKOTA PONTIANAK PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR : 29 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN BAB I

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

RAKER GUBERNUR KALBAR HUT PEMDA KALBAR KE 53 KOORDINASI PEMANTAPAN PENYELENGGARAAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2010

BAB II BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN DAN SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB SEKOLAH 12 TAHUN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

WALIKOTA MOJOKERTO PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting keberadaannya. Setiap orang mengakui bahwa tanpa

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) TAHUN 2015

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal.

Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDIDIKAN PROVINSI JAMBI :

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

PROGRAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH:KONSEP PELAKSANAAN, PERENCANAAN, MONITORING, EVALUASI, DAN SUPERVISI

BAB I PENDAHULUAN. Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun. Sekolah) yang menyediakan bantuan bagi Sekolah dengan tujuan

TAMAN KANAK-KANAK Tabel 5 : Jumlah TK, siswa, lulusan, Kelas (rombongan belajar),ruang kelas, Guru dan Fasilitas 6

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BAB I PENDAHULUAN. bagian utama untuk suatu Negara yang ingin maju dan ingin menguasai

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan bidang pendidikan bertujuan menghasilkan manusia Indonesia

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 17 TAHUN 2015

ABSTRAK DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMAKASIH... vii DAFTAR ISI... xii DARTAR TABEL... xix DAFTAR GAMBAR...

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG SEKOLAH GRATIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KABUPATEN GUNUNG MAS

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM BANYUWANGI MENGAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. UUD 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN DI KECAMATAN DARUL MAKMUR

Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M)

4.1 Target Dasar Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2033 menyebutkan pada Pasal 17 ayat (1 dan 2) bahwa : (1) Pendidikan Dasar merupakan

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting di seluruh aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan kepribadian manusia. Kalau bidang-bidang lain seperti ekonomi, pertanian, arsitektur, dan sebagainya berperan menciptakan sarana dan prasarana bagi kepentingan manusia, pendidikan berkaitan langsung dengan pembentukan manusia. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan pemerintah Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yang berarti setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pendidikan yang layak dan bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status social, ras, etnis, agama dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan yang berimbang akan membuat warga Negara Indonesia memiliki keterampilan hidup sehingga memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalahnya, baik diri dan lingkungannya. Dengan demikian pendidikan merupakan bidang yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan alat yang paling efektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. UUD 1945 Pasal 28B ayat (1) mengamanatkan bahwa Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia dan pasal 31 ayat 1 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Berdasarkan amanat tersebut berbagai upaya telah dilakukan termasuk pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang mulai dilaksanakan pada tahun 1994. Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya wajib belajar bagi warga negara. Hal ini berhubungan erat dengan kewajiban negara memberikan layanan pendidikan dan pengajaran yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara. 1

2 Tiga pilar penting pembangunan pendidikan nasional yaitu perluasan akses dan pemerataan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing dan penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik tertuang dalam Renstra Pembangunan Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pembangunan pendidikan nasional paling kurang lima tahun ke depan diarahkan pada ketiga hal tersebut. Program perluasan akses dan pemerataan pendidikan akan dapat berhasil mencapai target apabila dikelola secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk terus meningkatkan partisipasi pendidikan dan menurunkan kesenjangan taraf pendidikan antar kelompok masyarakat. Hal ini dilakukan pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia agar mampu bersaing dalam era globalisasi.. Oleh karena itu pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu Negara. Untuk itu pemerintah berusaha meningkatkan layanan pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat minimal pada jenjang sekolah menengah pertama. Dalam mewujudkan hal tersebut, pemerintah mencanangkan program Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang bermutu. Hal ini dipertegas oleh instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Sembilan tahun dan Pemberantasan Buta Aksara, yang mengintruksikan kepada para Menteri terkait, Kepala Badan Pusat Statistik, Gubernur, Bupati dan walikota untuk memberikan dukungan dan mensukseskan program pemerintah tersebut. Dalam pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional menetapkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua (education for all) Peraturan pemerintah lainnya yang menjelaskan tentang Wajib Belajar adalah Peraturan Pemerintah No 47 tahun 2008, yang menyebutkan dalam pasal 1 ayat (1) wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh

3 warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah, ayat (2) pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk sekolah dasar (SD), dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang bermutu merupakan program yang sangat penting untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Penuntasan wajib belajar tersebut harus merupakan program bersama antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar sembilan tahun yang meliputi enam tahun Sekolah Dasar (SD) dan tiga tahun Sekolah Menengah Pertama (SMP) sudah dilaksanakan sejak tahun 1994. Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan tahun diperuntukkan bagi lulusan SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang berada pada kelompok umur 13 15 tahun atau usia SMP. Langkah ini merupakan kelanjutan dari wajib belajar enam tahun di tingkat SD bagi kelompok umur 7 12 tahun yang dimulai pada tahun 1984. Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun bertujuan meningkatkan pemerataan kesempatan guna memperoleh pendidikan bagi semua kelompok umur 7 15 tahun. Melalui Wajib Belajar, rata-rata pendidikan minimal bangsa Indonesia yang semula enam tahun ditingkatkan menjadi sembilan tahun. Peningkatan Wajib Belajar dari enam tahun menjadi sembilan tahuan memungkinkan peserta didik untuk lebih lama belajar ddi sekolah. Hal ini memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada mereka untuk mendapatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menempuh studi lanjutan di tingkat yang lebih tinggi serta untuk hidup di tengah masyarakat. Dengan Wajib Belajar, maka semua lulusan SD didorong untuk melanjutkan ke SMP. Untuk itu berbagai kendala yang menghambat aktivitas siswa dari SD ke SMP sedapat mungkin dihilangkan. Pada tahun 1994 penuntasan wajib belajar sembilan tahun dimulai dengan target tuntas pada tahun 2003/2004, namun karena terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997 program ini tidak dapat berjalan dengan baik sehingga target tidak tercapai. Kemudian program ini dijadwal ulang dan ditargetkan tuntas pada tahun

4 2008/2009d\ dengan mengimplementasikan berbagai alternatif program penuntasan yang efektif dan efisien. Dalam kurun waktu sepuluh tahun telah terjadi peningkatan APK SMP/MTS yaitu pada tahun 1995 62,67 % naik menjadi 88,64 % pada tahun 2006. Menurut data Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007 masih ada sekitar 1 juta usia anak 13 15 tahun, untuk tingkat SMP, masih belum memperoleh layanan pendidikan dasar sembilan tahun. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain (1) kondisi dan/atau letak geografis tempat tinggal penduduk yang sulit dijangkau karena terpencil dan terbatasnya sarana transportasi; (2) kondisi ekonomi yang lemah; (3) hambatan budaya/tradisi; (4) kurangnya fasilitas dan daya tampung SMP/MTs; dan (5) hambatan kondisional seperti bencana alam dan keamanan (Direktorat PSMP, 2007a). Pada awal periode 2004-2009, rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas baru mencapai 7,1 persen dan proporsi penduduk usia di atas 10 tahun yang mempunyai tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs/sederajat baru mencapai sekitar 36,2 persen (Susenas 2003). Angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia 7 12 tahun pada tahun 2004 sebesar 96,42 persen, usia 13 15 tahun sebesar 81,01 persen, dan 16 18 tahun sebesar 50,97 persen. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat sekitar 19,0 persen penduduk usia 13 15 tahun dan sekitar 49 persen penduduk usia 16 18 tahun yang belum pernah sekolah atau tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Angka putus sekolah yang masih cukup signifikan ini lebih banyak diakibatkan oleh persoalan ekonomi terutama bagi anak-anak pada jenjang pendidikan dasar. Indikator lain yang sering dipakai untuk menggambarkan tingkat partisipasi pendidikan adalah angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM). APM SD/MI/sederajat baru mencapai 94,12 persen. Sementara itu, APK SMP/MTs /sederajat adalah sebesar 81,22 persen. Kesungguhan pembangunan pendidikan sampai dengan pertengahan tahun 2009 telah berhasil meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia. Perkembangan ini, antara lain, ditunjukkan dengan meningkatnya rata-rata lama sekolah menjadi 7,47 persen pada tahun 2007, angka melek aksara penduduk usia

5 15 tahun ke atas sebesar 94,03 persen, serta meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) pada semua jenjang pendidikan.apm SD/MI/sederajat mencapai sebesar 95,14 persen dan APK SMP/MTs/sederajat adalah sebesar 96,18 persen pada tahun 2008. Peningkatan tersebut terjadi setelah pemerintah melaksanakan intensifikasi progam pemberian subsidi untuk bantuan Operasional Sekolah ( BOS ) dan program peningkatan akses diantaranya program Block Grant ( subsidi ) Unit Sekolah Baru ( USB ) di kantung daerah yang tebal dan APK dibawah rata-rata nasional, Ruang kelas baru dan Ruang belajar lainnya di sekolah yang daya tampungnya melebihi batas, mengembangkan SD-SMP satu atap dikantung daerah yang tipis dan terpencar dengan memanfaatkan fasilitas SD yang sudah ada, layanan dan anak daerah khusus bagi anak daerah terpencil dan anak daerah konflik serta menyelenggarakan program SMP terbuka bagi anak yang mempunyai kendala biaya dan waktu belajar. Hal lain yang dicapai adalah meningkatnya akuntabilitas dan tranparasi manajemen pendidikan melalui program block grant yang langsung diberikan ke sekolah dan masyarakat seiring dengan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pendidikan melalui kelembagaan Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan, namun pembangunan pendidikan belum sepenuhnya mencapai hasil yang diharapkan. Layanan pendidikan belum sepenuhnya menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan, wilayah terpencil secara geografis sulit terjangkau sehingga belum semua penduduk usia sekolah mendapat akses dengan baik. Selain masalah georafis, kondisi ekonomi masyarakat dan sosial budaya juga merupakan faktor penentu terjadinya kesenjangan partisipasi penduduk di berbagai lapisan masyarakat. Keluarga yang ekonominya rendah jarang sekali menyekolahkan anaknya sampai jenjang yang lebih tinggi. Mereka beranggapan bahwa untuk menyekolahkan anaknya sampai pada tingkat SMP bukan hanya menambah beban mereka untuk pendidikan anak, tetapi juga mengurangi kesempatan anak mereka untuk mencari nafkah dan mereka juga beranggapan bahwa pendidikan pada

6 jenjang SMP belum merupakan kebutuhan dasar karena jenjang SD dinilai cukup untuk memadai untuk kehidupan sehari-hari. (Hidayati:1993). Menurut data Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan tahun 2009, APK Kota Tangerang Selatan yang dicapai adalah 77.13 persen sedangkan APM nya adalah 61,00 persen. Dilihat dari kondisi di atas, jelas terlihat bahwa APK dan APM kota Tangerang Selatan masih belum mencapai salah satu indikator ketuntasan wajib belajar yang dibagi menjadi empat tahapan, yaitu: a. Tuntas pratama, bila APK mencapai >= 80% s.d. < 85% b. Tuntas madya, bila APK mencapai >= 85% s.d. 90% c. Tuntas utama, bila APK mencapai > 90% d. Tuntas paripurna, bila APK mencapai minimal 95% Hasil pemahaman terhadap permasalahan di atas tentang partisipasi anak usia sekolah SMP dalam mendukung program wajar 9 tahun telah mewadahi penelitian partisipasi wajar 9 tahun ini yang penulis lakukan, di samping menjadi dasar pengembangan pemikiran dalam tesis ini. Berdasarkan hal itulah maka dipandang perlu untuk melakukan kajian terhadap Faktor-Faktor yang menjadi penyebab anak usia sekolah jenjang Sekolah Menengah Pertama Tidak Berpartisipasi dalam mengikuti Wajib Belajar 9 Tahun Di Kota Tangerang Selatan. Hal ini mengingat bahwa ada beberapa permasalahan perlu untuk dikaji agar pelaksanaan program wajib belajar dapat terlaksana dengan baik Berdasarkan penjabaran tersebut di atas, maka penulis melaksanakan penelitian dengan judul sebagai berikut : FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB SISWA LULUSAN SEKOLAH DASAR (SD) TIDAK MELANJUTKAN SEKOLAH KE JENJANG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DI KOTA TANGERANG SELATAN 1.2. Perumusan Permasalahan Berdasarkan hal-hal yang terdapat pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah : Faktor-faktor apa yang menyebabkan siswa lulusan Sekolah Dasar tidak melanjutkan sekolah ke jenjang Sekolah Menengah Pertama?

7 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok masalah, maka tujuan penelitian yang diharapkan dapat menemukan jawaban hal tersebut di atas adalah untuk mengetahui faktorfaktor penyebab siswa lulusan Sekolah Dasar tidak melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama di kota Tangerang Selatan 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi Pemerintah Kota dan Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan untuk dapat menerapkan kebijakan yang tepat dalam menyukseskan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. 1.5. Batasan Penelitian Dalam melakukan penelitian faktor penyebab siswa lulusan Sekolah Dasar tidak melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama di Kota Tangerang Selatan, peneliti melibatkan 5 (lima) orang tua yang anaknya tidak sekolah, 5 orang anak yang tidak sekolah untuk menggali informasi sebab-sebab mereka tidak bersekolah. Penelitian ini juga melibatkan 2 (dua) orang Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan dan juga Kepala Sekolah SMP untuk mengetahui programprogram yang dilakukan dan partisipasi siswa lulusan Sekolah Dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama di kota Tangerang Selatan. 1.6. Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari enam bab ditambah dengan kepustakaan yang menjelaskan apa yang tercantum dalam judul tesis ini, yaitu Faktor-Faktor Penyebab Siswa Lulusan Sekolah Dasar Tidak Melanjutkan ke Jenjang Sekolah Menengah Pertama di Kota Tangerang Selatan.

8 Rincian sistematika penulisan tesis ini adalah sebagai berikut: BAB 1 merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian. Bab 2 menjelaskan tentang tinjauan literatur yang berisi teori, pendapat ahli, dan hasil diskusi yang berkaitan dengan pendidikan. Bab 3 menguraikan tentang metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yang terdiri dari pendekatan penelitian, cara pengumpulan data, informan, analisis data. Bab 4 menjelaskan tentang gambaran umum Kota Tangerang Selatan Bab 5 menguraikan pembahasan mengenai hasil penelitian fakto-faktor penyebab siswa lulusan Sekolah Dasar tidak melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama. Selain itu dalam bab ini juga berisi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian berdasarkan analisis terhadap kondisi riil pendidikan jenjang SMP berdasarkan data primer yang dikaitkan dengan data sekunder Bab 6 yang merupakan bab penutup membahas kesimpulan dan saran.. Kesimpulan diperoleh dari hasil pembahasan masalah pokok, sedangkan saran merupakan pemikiran bagi Pemerintah Kota Tangerang Selatan agar program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dapat terlaksana dengan baik.