BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. variabel pengembalian yang akan menentukan nilai saham bagi pemilik dan

BAB II LANDASAN TEORITIS. pemilik menyewa orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa demi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adanya penelitian yang telah dilakukan sebelum penelitian ini dibahas,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian dalam menentukan kebijakan hutang telah banyak

Shella Febri Priatama ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. mengantisipasi persaingan yang semakin tajam. Akan tetapi, dalam praktiknya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Free cash flow adalah bentuk lain ukuran arus kas. Pengertian free cash

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. oleh Wibowo dan Rossieta, (2009:31), yang mengacu pada pemenuhan tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kebijakan dividen (Brigham dan Houston 2011:211), yaitu : perusahaan. Teori MM berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. melimpahkan kepada pihak lain yaitu manajer sehingga menyebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder (Brigham. karena pemilik modal memiliki banyak keterbatasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerja atau investasi pada aset. Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemberian wewenang oleh pemegang saham kepada manajer untuk bekerja demi

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian, Tujuan dan Komponen Laporan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saham dan akan diinvestasikan kembali atau ditahan di dalam perusahaan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan debt to equity ratio. Rasio ini merupakan rasio hutang yang digunakan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Lukas Setia Atmaja (2010:110) menyebutkan ada lima

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BABI PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan sarana untuk mempertanggungjawabkan. apa yang dilakukan oleh manajemen atas sumber daya yang dipercayakan

BAB I PENDAHULUAN. orientation) maupun organisasi yang tidak berorentasi pada laba (non-profit

BAB I PENDAHULUAN UKDW. macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para

BAB I PENDAHULUAN UKDW. maka para investor atau pemilik perusahaan menyerahkan pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan, antara Lain : Rizka Putri Indahningrum dan Ratih Handayani, (2009)

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen keuangan dalam sebuah perusahaan bertujuan untuk

akibatnya dapat menghambat tingkat pertumbuhan perusahaan (rate of growth)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan. berdampak terhadap nilai perusahaan (Fama dan French, 1998).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyerahkan barang atau jasa pada tanggal tertentu. Hutang juga

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. konflik kepentingan antara prinsipal dan agen, kontrak yang tidak lengkap, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Isyarat atau signal menurut (Brigham dan Houston, 2001 dalam Diah, 2009)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Pengklasifikasian Utang. Utang Menurut Djarwanto (2004) merupakan kewajiban perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membutuhkan beberapa teori yang mendasarinya, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori mengenai kebijakan pembayaran dividen

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi persaingan tersebut perusahaan tidak bisa terus stagnan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hutang. Hutang adalah kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi

ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS, LEVERAGE, DAN HARGA SAHAM TERHADAP JUMLAH DIVIDEN TUNAI. (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar

yang diangkat oleh pemegang saham bertindak atas kepentingan pemegang saham.

BAB II KAJIAN TEORI. dividen non kas (Mahmud M Hanafi, 2014:361). Dividen kas (cash dividend)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam mendanai kegiatan operasionalnya, perusahaan memiliki dua alternatif

BAB I PENDAHULUAN. melalui kemakmuran pemilik atau pemegang saham. Namun pihak. diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian sebelumnya. Berikut ini uraian beberapa penelitian terdahulu beserta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. karena bagi para investor dividen merupakan return (tingkat pengembalian) atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan permasalahan yang ada pada penelitian ini. Berikut adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Jensen dan Meckling (1976) hubungan keagenan merupakan suatu kontrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang variabel kepemilikan manajerial, leverage, kebijakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori mengenai kebijakan hutang dan pendanaan perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. Struktur pendanaan merupakan indikasi bagaimana perusahaan membiayai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Modal (Munawir, 2001) adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TEORI DEVIDEN (DIVIDEND THEORY)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PERTUMBU- HAN PERUSAHAAN, STRUKTUR AKTIVA, UKURAN PERU- SAHAAN, EARNING VOLATILITY

A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Lebih dari 40% di BEI adalah industri manufaktur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hutang dengan modal sendiri dalam perusahaan. Menurut Neil Seitz (1999)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saham (principal) dengan manajer (agent). Pemegang saham memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Myes dan Majluf Disebut sebagai pecking order theory karena teori ini

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keni Sofia Prima Dewi. Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara

BAB 1 PENDAHULUAN. (principle) bisa mempercayakan dananya kepada profesional (managerial)

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mampu menghasilkan keuntungan untuk meningkatkan value of the. firm dan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ditahan dan selanjutnya akan mengurangi total sumber dana intern atau

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan untuk mendanai kegiatan perusahaan. Menurut Munawir (2004)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. lalu dan harus dibayar dengan kas, barang dan jasa di waktu yang akan datang

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham untuk mengelola dan menjalankan perusahaan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Hubungan agensi terjadi karena adanya suatu perjanjian atau kontrak yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Brigham Gapensi menyatakan bahwa, tujuan utama. perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang penting pada sebagian besar perusahaan besar yakni potensi UKDW

BAB I PENDAHULUAN. modal sangatlah penting didapatkan dari sumber-sumber keuangan, baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (Agency Theory) merupakan suatu kontrak dimana satu atau dua orang (principal) memerintah orang lain (agent) untuk melakukan suatu jasa atas nama principal serta memberi wewenang kepada agent untuk membuat keputusan tentunya yang terbaik bagi principal (Sartono, 2001). Pada teori keagenan yang dimaksud prinsipal adalah pemegang saham dan yang dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan (Wahidahwati, 2002). Prinsip utama dari teori keagenan adalah adanya hubungan kontrak dimana prinsipal menggunakan agen untuk melakukan beberapa jasa atas kepentingan mereka dengan mendelegasikan beberapa wewenang pada agen untuk membuat keputusan serta mencapai tujuan bersama untuk memaksimalkan nilai perusahaan (Yeniatie dan Destriana, 2010). Menurut Jensen dan Meckling (1976) konflik keagenan akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham kurang dari 100% sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasarkan maksimalisasi nilai perusahaan dalam keputusan pendanaan. Penyebab lainnya yang berkaitan dengan keputusan pendanaan adalah para pemegang saham hanya peduli 6

terhadap risiko sistematik dari perusahaan, karena mereka melakukan investasi pada portofolio yang terdiversifikasi dengan baik. Namun, sebaliknya manajemen peduli pada risiko perusahaan secara keseluruhan (Yeniatie dan Destriana, 2010). Menurut Meisser et al. (2006 : 7) hubungan keagenan mengakibatkan dua permasalahan, yaitu terjadinya informasi asimetris, dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas dari pemilik dan terjadinya konflik kepentingan akibat ketidaksamaan tujuan, dimana manajemen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan pemilik. Menurut Jensen dan Meckling dalam Atmaja (2002) mengemukakan adanya dua potensi konflik dalam teori keagenan yaitu: 1. Konflik antara Pemegang saham dengan Kreditor Konflik muncul jika konflik keagenan akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham kurang dari 100% sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasarkan maksimalisasi nilai perusahaan dalam keputusan pendanaan. Penyebab lainnya yang berkaitan dengan keputusan pendanaan adalah para pemegang saham hanya peduli terhadap risiko sistematik dari perusahaan, karena mereka melakukan investasi pada portofolio yang terdiversifikasi dengan baik. Namun, sebaliknya manajemen peduli pada risiko perusahaan 7

secara keseluruhan (Yeniatie dan Destriana, 2010). Selain itu konflik dapat juga muncul jika perusahaan meningkatkan jumlah hutang hingga mencapai tingkatan yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan kreditor. Kreditor dirugikan jika perusahaan mengambil proyek yang terlalu berisiko karena hal ini akan meningkatkan risiko kebangkrutan perusahaan. Di lain pihak, jika proyek berisiko tinggi tersebut memberikan hasil yang bagus, kompensasi yang diterima kreditor (berupa bunga) tidak ikut naik. 2. Konflik antara Pemegang Saham dengan Pihak Manajemen Teori keagenan memunculkan argumentasi terhadap adanya konflik antara pemilik yaitu pemegang saham dengan manajer. Konflik tersebut muncul sebagai akibat perbedaan kepentingan diantara kedua belah pihak. Konflik keagenan menyebabkan penurunan nilai perusahaan. Konflik yang terjadi dalam teori keagenan tidak lepas dari asumsi sifat dasar manusia. Menurut Eisenhardt dalam Ujiyanto dan Bambang (2007) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: 1. Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri 2. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang 3. Manusia selalu menghindari risiko 8

Asumsi sifat manusia tersebut akan mempengaruhi keputusan yang diambil oleh manajer dan pemegang saham. Hal tersebut akan memunculkan berbagai masalah antara manajer dan pemegang saham. Menurut Eisenhardt dalam Ujiyanto dan Bambang (2007) terdapat tiga masalah utama dalam hubungan agensi, yaitu: 1. Kontrol pemegang saham kepada manajer Masalah kontrol meliputi beberapa masalah pokok, yaitu : a. Adanya tindakan manajer (agent) yang tidak dapat diamati oleh principal b. Mekanisme pengendalian Adanya tindakan manajer (agent) yang tidak diketahui secara pasti oleh principal tersebut memaksa principal melakukan pengendalian dengan mekanisme pengendalian agar kepentingan yang dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, yaitu melalui monitoring dan kontrak insentif. 2. Biaya yang menyertai hubungan agensi Adanya perbedaan preferensi risiko dan tujuan kerja dari kedua pihak menyebabkan adanya biaya tambahan sebagai biaya agensi yang terdiri dari: a. Biaya kompensasi insentif berupa bonus dalam bentuk opsi saham b. Biaya monitoring 9

c. Kerugian residu yaitu penyesuaian-penyesuaian atas insentif kedua biaya di atas tetapi masih mendatangkan perbedaan preferensi atas risiko saham yang dipengaruhi oleh faktorfaktor di luar manajer (agent). 3. Menghindari dan meminimalisasi biaya agensi Perbedaan preferensi tentang risiko dari manajer (agent), motif non financial, kepercayaan principal pada agent, kemampuan agent untuk penugasan kini dan prospek penugasan yang akan datang sangat mempengaruhi hubungan keagenan dan biaya agensi yang ditimbulkan. Principal dalam posisinya mempunyai kepentingan untuk memperkecil biaya agensi yang timbul dan ini berlaku sebaliknya pada manajer (agent). Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengurangi masalah keagenan (agency conflict) tersebut dikenal sebagai biaya keagenan yang meliputi pengeluaran monitoring, bonding dan residual loss (Zulhawati, 2004). Brigham dan Daves dalam Ummah (2005) mendefinisikan biaya keagenan sebagai biaya yang ditanggung oleh pemegang saham untuk mendorong manajer agar memaksimalkan harga saham jangka panjang daripada bertindak sesuai kepentingan mereka sendiri. Menurut Atmaja (2002) terdapat beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi biaya keagenan, antara lain: 10

1. Mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham dengan mengikutsertakan manajer untuk memiliki saham perusahaan tersebut (insider ownership). 2. Meningkatkan dividend payout ratio 3. Meningkatkan pendanaan dari hutang 4. Meningkatkan kepemilikan institusional Pengawasan secara total terhadap kegiatan para manajer akan memecahkan masalah keagenan, tetapi dibutuhkan biaya yang mahal dan kurang efisien. Solusi yang lebih baik adalah memberi suatu paket kompensasi berupa gaji tetap ditambah bonus kepemilikan. Dalam upayanya tersebut ada 2 (dua) hal yang dapat dilakukan oleh principal untuk memperkecil biaya agensi karena tidak dapat dihilangkan sama sekali, yaitu: 1. Mencari manajer yang benar-benar dapat dipercaya, mengetahui secara jelas kapasitas dan personalitas. Kunci kerja sama dalam hubungan agensi adalah kepercayaan yang didasarkan pada informasi yang benar tentang agent. 2. Memperjelas kontrak insentif dengan skema kompensasi operasional sehingga memotivasi agent untuk bekerja sesuai kepentingan principal dengan penghargaan yang wajar terhadap principal. 11

Teori agensi mengutamakan analisis dan usaha untuk memecahkan dua masalah yang terjadi dalam hubungan antara pemilik dengan agent (manajemen puncak), yaitu: 1. Masalah agensi yang muncul jika : (a) keinginan atau tujuan pemilik dan agent bertentangan atau (b) membuktikan bahwa yang sebenarnya dilakukan oleh agent adalah sulit dan mahal bagi pemilik. 2. Masalah risiko bersama yang meningkat jika pemilik dan agent memiliki sikap yang berbeda dalam menghadapi risiko itu. Dalam hubungan antara pemegang saham (principal) dan manajer (agent) mempunyai karakteristik perbedaan atas tujuan kerja dan risiko. Perbedaan principal dan agent, sebagai berikut: 1. Perbedaan preferensi tujuan kerja Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang selain sebagai principal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para agent diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi dan syaratsyarat yang menyertai dalam hubungan tersebut. 2. Preferensi risiko Teori ini mengasumsikan bahwa manusia lebih menyukai pertambahan kekayaan dibandingkan kekurangan atau penurunan atas kekayaan yang diakumulasi atau dikelola. Kekayaan manusia 12

berupa nilai manajer itu sendiri yang dipersepsikan pasar dimana dipengaruhi oleh kinerja perusahaan. Karena penurunan utilitas atas kekayaan dan sejumlah modal investasi principal, maka diasumsikan manajer menghindari risiko. Pada sisi lain, para pemegang saham berusaha mengurangi risiko dengan mendiversifikasikan kekayaan dan kepemilikan saham mereka di banyak perusahaan dalam nilai investasi yang mereka harapkan sehingga risiko menjadi netral. 2. Pecking Order Theory Teori ini dipopulerkan oleh Myers tahun 1984. Hipotesis pecking order menggambarkan sebuah hierarki dalam pencarian dana perusahaan dimana perusahaan lebih memilih menggunakan internal equity untuk membayar dividen dan mengimplementasikannya sebagai peluang pertumbuhan, dan apabila perusahaan membutuhkan dana eksternal, maka perusahaan akan lebih memilih hutang dibandingkan dengan external equity, yaitu menerbitkan saham baru (Yeniatie dan Destriana, 2010). Pecking order theory menurut Myers (1984) menunjukkan urutan pendanaan berikut ini: (1) Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal karena terbebas dari masalah informasi, (2) Perusahaan menyesuaikan target dividend payout ratio terhadap peluang investasi, menghindari perubahan dividen secara drastis, (3) Kebijakan dividen yang bersifat konstan dengan fluktuasi tingkat keuntungan dan peluang investasi yang tidak dapat diprediksi, menunjukkan arus kas yang 13

didapat dari hasil operasi dapat lebih besar atau kurang dari kebutuhan dana untuk investasi. Apabila dana hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi (capital expenditure), maka perusahaan akan mengurangi jumlah kas perusahaannya atau menjual sekuritas yang dimiliki, dan (4) Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu, yaitu dimulai dengan penerbitan hutang (obligasi), kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi seperti obligasi konversi (convertible bond), dan alternatif yang paling akhir adalah saham (Rahardjo dan Hartatiningrum, 2006). 3. Kebijakan Hutang Kebijakan hutang perusahaan adalah suatu kebijakan yang menunjukan proporsi atas penggunaan hutang dan menentukan sejauh mana hutang digunakan dalam struktur modal (Wihananto, 2009). Hutang itu sendiri didefinisikan sebagai salah satu alat pendanaan yang merupakan sebuah contractual cliam atas cash flow perusahaan (Setiawan dalam Arifin, 2004). Sedangkan, menurut Murni dan Andriana (2007) hutang adalah salah satu mekanisme keputusan pendanaan yang penting dalam mengontrol tindakan para manajer dan dapat mengurangi konflik keagenan dalam perusahaan, dengan adanya hutang maka perusahaan harus membayar secara periodik terhadap bunga dan pinjaman pokoknya. Salah satu sebab 14

timbulnya konflik keagenan antara manajer dan pemegang saham disebabkan oleh keputusan pendanaan. Menurut Murni dan Andriana (2007), untuk memenuhi kebutuhan pendanaan, pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dibiayai dengan hutang karena dengan penggunaan hutang, hak mereka terhadap perusahaan tidak akan berkurang. Tetapi manajer tidak menyukai pendanaan tersebut dengan alasan bahwa hutang mengandung risiko yang tinggi. Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Perilaku ini disebut sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality). Penggunaan hutang yang terlalu besar akan meningkatkan risiko, apabila perusahaan tidak mampu melunasi kembali hutangnya tersebut, maka likuiditas perusahaan akan terancam (Yeniatie dan Destriana, 2010). Menurut Brigham dan Houston (2001), perusahaan yang sedang berkembang memerlukan modal yang dapat berasal dari hutang maupun ekuitas. Dengan menggunakan hutang, maka perusahaan dapat memperoleh keuntungan diantaranya yaitu, pertama, bunga yang dibayarkan dapat dipotong untuk tujuan pajak, sehingga menurunkan biaya efektif dari utang. Kedua, pemegang saham mendapat pengembalian yang tetap, sehingga pemegang saham tidak 15

perlu mengambil bagian laba mereka ketika perusahaan dalam kondisi prima. Namun demikian, hutang juga mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya yaitu, (1) Semakin tinggi rasio hutang (debt ratio) maka akan semakin tinggi pula risiko perusahaan, sehingga suku bunganya mungkin akan lebih tinggi. (2) Jika sebuah perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan laba operasi tidak mencukupi untuk menutup beban bunga, maka pemegang saham harus menutup kekurangan tersebut dan perusahaan akan bangkrut jika pemegang saham tidak mampu memenuhinya. 4. Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial adalah keputusan untuk memaksimalkan sumber daya perusahaan. Suatu ancaman bagi perusahaan jika manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri bukan untuk kepentingan perusahaan. Dalam hal ini, masing-masing pihak mempunyai kepentingan sendirisendiri. Pemegang saham dan manajer masingmasing berkepentingan untuk memaksimalkan tujuannya. Masingmasing pihak memiliki risiko terkait dengan fungsinya, manajer memiliki risiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki risiko kehilangan modalnya jika salah memilih manajer. Jensen dan Meckling dalam Sujoko dan Soebiantoro (2007) beragumentasi bahwa konflik keagenan terjadi karena adanya 16

pemisahan kepemilikan dan pengelolaan. Dalam penelitian ini yang menjadi sorotan utama adalah konflik antara pemegang saham dan pihak manajemen. Konflik yang terjadi antara pemegang saham dan pihak manajemen tersebut diatas tentu akan berbeda jika dalam struktur kepemilikan saham terdapat kepemilikan manajerial. Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham perusahaan oleh manajer atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham (Christiawan dan Tarigan, 2007). Dalam laporan keuangan perusahaan, kepemilikan manajerial ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hal ini merupakan informasi penting bagi stakeholder perusahaan maka informasi ini akan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Dalam teori keagenan, hubungan antara manajer dan pemegang saham digambarkan sebagai hubungan antara agent dan principal (Rachmawati dan Triatmoko, 2006). Semakin meningkatnya kepemilikan manajerial akan menyebabkan penggunaan hutang untuk mendanai kebutuhan dana perusahaan semakin rendah, karena manajer tersebut akan turut merasakan dampak dari pengambilan keputusan yang dibuatnya sebagai salah satu pemegang saham perusahaan, manajer akan semakin berhatihati dalam penggunaan hutang. Hal ini dapat menyamakan kepentingan antara manajer dan pemegang saham sehingga dapat mengurangi konflik keagenan (Yeniatie dan Destriana 2010). 17

Keputusan dan aktivitas di perusahaan dengan kepemilikan manajerial tentu akan berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Dalam perusahan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menyelaraskan kepentingannya sebagai manajer dan pemegang saham. Hal ini akan berbeda jika manajernya tidak sekaligus sebagai pemegang saham, kemungkinan manajer tersebut hanya mementingkan kepentingannya sebagai manajer. Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham, sehingga manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Sehingga permasalahan keagenan diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik. Argumen tersebut mengindikasikan mengenai pentingnya kepemilikan manajerial dalam struktur kepemilikan perusahaan. Semakin banyak saham yang dimiliki oleh manajer akan semakin menurunkan masalah keagenan sehingga membuat deviden tidak perlu dibayarkan pada risiko yang tinggi. Dalam hal ini berarti kepemilikan manajerial mempengaruhi kebijakan dividen secara negatif. Dengan jumlah investasi yang tinggi, investor institusional melakukan 18

monitoring yang semakin ketat dan menghalangi perilaku oportunis manajer. Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan berusaha untuk mengurangi agency cost of debt-nya dengan mengurangi hutang, sehingga untuk membiayai investasinya digunakan pendanaan dari aliran kas intern. Pemegang saham akan merelakan aliran kas intern yang sebelumnya dapat digunakan untuk pembayaran deviden untuk membiayai investasi. 5. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah proporsi saham yang dimiliki oleh pihak institusi lain seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan oleh institusi lain dalam bentuk perusahaan. (Faisal, 2000 dalam Murni dan Andriana, 2007). Semakin tinggi kepemilikan institusional perusahaan maka akan semakin rendah hutang yang digunakan. Hal ini dikarenakan kepemilikan institusional dianggap dapat menggantikan penggunaan hutang sebagai bagian dari alternatif mengurangi agency cost, karena penggunaan hutang yang tinggi akan mengakibatkan risiko yang besar. Pihak institusional diharapkan mampu melakukan pengawasan lebih baik terhadap kebijakan manajer. Kepemilikan Institusional dapat melakukan pengawasan yang lebih baik dikarenakan dari segi skala ekonomi, pihak institusional memiliki keuntungan lebih untuk 19

untuk memperoleh informasi dan menganalisis segala hal yang berkaitan dengan kebijakan manajer. Monitoring oleh investor institusional ini juga dapat mengurangi biaya keagenan (agency cost) dalam hal ini yaitu biaya yang ditanggung pemilik untuk mengawasi agen seperti biaya audit, sehingga dividen yang dibayarkan juga menurun. Kehadiran kepemilikan institusional memiliki efek substitusi bagi pembayaran dividen untuk mengurangi biaya keagenan. Dengan tingginya risiko bisnis yang dihadapi oleh perusahaan akan diantisipasi dengan kebijakan pembayaran dividen yang rendah. Dividen yang rendah dapat digunakan untuk menghindari pemotongan dividen di masa mendatang sehingga pengalokasian sebagian keuntungan pada laba ditahan dapat digunakan untuk investasi lebih lanjut. Selain itu, pihak institusional lebih mementingkan adanya stabilitas pendapatan atau keuntungan jangka panjang, sehingga asset penting perusahaan akan mendapatkan pengawasan yang lebih baik (Han dkk, 1999 dalam Soesetio, 2008). 6. Kebijakan Dividen Kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan bagi suatu perusahaan. Bagi investor atau pemegang saham, dividen merupakan salah satu keuntungan yang akan diperolehnya selain keuntungan lain yang berupa capital gain. Secara umum dividen dapat diartikan sebagai bagian yang dibagikan oleh perusahaan kepada masing-masing 20

pemegang saham sebanding dengan jumlah lembar yang dimilikinya (Susanto 2011). Kebijakan dividen ini akan memiliki pengaruh terhadap tingkat penggunaan hutang suatu perusahaan. Kebijakan dividen yang stabil menyebabkan adanya keharusan bagi perusahaan untuk menyediakan sejumlah dana guna membayar jumlah dividen yang tetap tersebut sehingga kebutuhan pendanaan perusahaan akan meningkat (Murni dan Andriana 2007). Ada macam-macam kebijakan dividen yang dilakukan oleh perusahaan yaitu antara lain sebagai berikut: a. Kebijakan dividen yang stabil. b. Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah ekstra tertentu. c. Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan. d. Kebijakan dividen yang fleksibel. Selain itu, dalam kebijakan dividen juga dikenal adanya tiga teori besar dalam mempelajari kebijakan dividen, yaitu: a. Teori Ketidakrelevanan Dividen Teori ini adalah teori yang mengemukakan bahwa investor tidak peduli terhadap besar kecilnya dividen yang diberikan perusahaan kepada para pemegang saham. Teori ini dikemukakan oleh Miller dan Modigliani. Hal ini dapat diartikan bahwa 21

kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai sahamnya ataupun terhadap biaya modalnya. b. Teori Bird in the Hand Teori ini dikemukakan oleh Lintner, Gordon dan Bhattacharya, dimana dijelaskan bahwa investor menyukai dividen yang tinggi karena dividen yang diterima seperti burung di tangan yang risikonya lebih kecil atau mengurangi ketidakpastian dibandingkan dengan dividen yang tidak dibagikan. Kelompok ini berpendapat bahwa peningkatan dividen akan meningkatkan harga saham yang selanjutnya berdampak terhadap nilai perusahaan. c. Tax Differential Theory Teori ini menyatakan bahwa karena adanya pajak maka pendapatan yang relevan adalah pendapatan setelah pajak. Adanya pajak terhadap keuntungan (dividen dan capital gains), para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Pada dasarnya kebijakan dividen akan terkait dengan kebijakan hutang. Hal ini dikarenakan pembagian dividen ditentukan oleh penentuan penggunaan pendapatan perusahaan yang akan dibagikan ke investor atau digunakan untuk perusahaan (Riyanto, 1995). 22

B. Kerangka Pemikiran dan Model Konseptual 1. Kepemilikan Manajerial dan Kebijakan Hutang Dalam penelitian Eva Larasati (2011) mengemukakan bahwa kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang memiliki pengaruh yang tidak signifikan. Hal ini mencerminkan bahwa manajer perusahaan publik di Indonesia bukanlah sebagai faktor penentu dalam pengambilan kebijakan pendanaan dari hutang karena jumlah saham yang dimiliki pihak manajer pada perusahaan manufaktur yang go publik di Indonesia masih sangat kecil. Penelitian tersebut senada dengan hasil penelitian Murni dan Andriana (2007), Indahningrum dan Handayani (2009), Margaretha dan Asmariani (2009) dan Wihananto (2009). Tetapi penelitian Wahidahwati (2002) menemukan pengaruh negatif yang signifikan antara kepemilikan manajerial. Begitu pula yang dinyatakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Masdupi (2005), Soesetio (2008), dan Susanto (2011) dengan demikian bahwa kepemilikan manajerial mampu digunakan untuk mengendalikan biaya keagenan penggunaan hutang serta mampu mewarnai dalam pengambilan keputusan manajemen mengenai kebijakan hutang. Jadi dapat disimpulkan bahwa jika perusahaan memiliki kepemilikan manajerial maka kebijakan hutang dari perusahaan akan berpengaruh negatif, karena kepemilikan manajerial dapat mengurangi agency cost. 23

H1: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan. 2. Kepemilikan Institusional dan Kebijakan Hutang Hasil penelitian dari Evi Larasati (2011) variabel kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. Hal ini menggambarkan bahwa naiknya kepemilikan institusional akan menyebabkan kenaikan pula pada hutang perusahaan. maka proses memonitor perilaku manajemen yang dilakukan oleh investor institusional akan semakin efektif. Adanya monitoring yang efektif oleh investor institusional menyebabkan penggunaan hutang menurun, karena peranan hutang sebagai salah satu alat agency cost sudah diambil alih oleh investor institusional. Hasil penelitian Masdupi (2005), Murni dan Andriana (2007), Soesetio (2008), dan Indahningrum dan Handayani (2009) juga menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Tetapi hasil penelitian Susanto (2011) menunjukkan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang, karena besarnya persentase saham yang dimiliki oleh pihak institusional tidak akan menyebabkan usaha pengawasan menjadi lebih efektif. Jika perusahaan memiliki kepemilikan institusional maka pengaruh kebijakan hutang akan rendah karena semakin tinggi 24

kepemilikan institusional maka akan semakin rendah hutang hal ini disebabkan karena timbulnya pengawasan dari insitusi lain. H2: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan. 3. Kebijakan Dividen dan Kebijakan Hutang Hasil penelitian variabel kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang menurut penelitian Eva Larasati (2011) bahwa kebijakan dividen memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Temuan ini menunjukkan pembayaran dividen muncul sebagai pengganti hutang di dalam struktur modal pada perusahaan manufaktur yang go publik di Indonesia. Penggunaan hutang dapat menurunkan konflik antara manajer dengan pemegang saham, tetapi akan menggeser konflik menjadi antara pemegang saham dengan debt holder. Hasil penelitian Wahidahwati (2002), Soesetio (2008), dan Indahningrum dan Handayani (2009) juga menyatakan hal yang sama bahwa kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Tetapi hasil penelitian Murni dan Andriana (2007) serta Susanto (2011) menunjukkan kebijakan dividen berpengaruh terhadap kebijakan hutang, karena pembayaran dividen akan mengurangi sumber dana yang dikendalikan manajemen seperti hutang. Perusahaan yang membayar dividen mengindikasikan bahwa perusahaan mampu membiayai peluang investasi tanpa menggunakan sumber dana eksternal seperti hutang. 25

Jadi dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen menyebabkan timbulnya biaya pada perusahaan setiap tahunnya sehingga membuat manajer perusahaan berhati-hati untuk menggunakan hutang. H3: Kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan. 4. Model Konseptual Berdasarkan kerangka pemikiran, menunjukan bahwa kebijakan hutang memiliki beberapa faktor yang sangat mempengaruhi dan dalam penelitian ini akan dilihat delapan variabel yang mempengaruhi kebijakan hutang. Dengan demikian, maka model konseptual dalam penelitian ini dapat di lihat pada gambar 2.1 berikut ini: Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional Kebijakan Hutang Kebijakan Dividen Gambar 2.1 Model Konseptual 26

C. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang sudah dilakukan oleh beberapa penelti. Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti dan Judul Eva Larasati (2011) Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional dan Kebijakan Dividen terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Yuli Soesetio (2008) Kepemilikan Manajerial dan Institusional, Kebijakan Dividen, Ukuran Perusahaan, Stuktur Aktiva dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Variabel Dependen: Kebijakan hutang Independen: Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusioanal, Kebijakan dividen Dependen: kebijakan hutang Independen: kepemilikan manajerial dan institusional, kebijakan dividen, ukuran perusahaan, stuktur aktiva dan profitabilitas. Teknik Analisa Regresi berganda Regresi berganda Hasil Penelitian Semua variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap kebijakan hutang. Kepemilikan manajerial dan kebijakan dividen memiliki pengaruh negatif terhadap kebijikan hutang. kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. Semua variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen secara simultan terhadap kebijakan hutang dan khususnya variabel kepemilikan manajerial, institusional, struktur aktiva dan profitabilitas yang mempengaruhi secara signifikan terhadap kebijakan hutang. 27

Laksana (2009) Analisis Kebijakan Hutang Perusahaan (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur di BEJ Tahun 2002-2006) Dependen: Kebijakan hutang, nilai perusahaan Independen: Profitabilitas, aset perusahaan, dividen, kebijakan hutang Regresi berganda Profitabilitas (ROI) negatif tidak signifikan terhadap kebijakan hutang. profitabilitas (ROE) positif signifikan terhadap kebijakan hutang. Aset perusahaan positif signifikan terhadap kebijakan hutang. Dividen negatif signifikan terhadap kebijakan hutang. Dan kebijakan hutang positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Nisa Fidyati (2003) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Perusahaan Wahidahwati (2002) Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory Agency Dependen: kebijakan hutang Independen: risiko sistematis, kesempatan bertumbuh, rasio aktiva tetap, ukuran perusahaan. Dependen: kebijakan hutang Independen: Managerial ownership, institutional ownership Kontrol: size, dividend payout, asset, earning volatility, stock volatility Regresi berganda Regresi berganda Risiko sistematis mempunyai hubungan signifikan negatif dengan kebijakan hutang. Kesempatan bertumbuh Mempunyai hubungan positif searah namun tidak signifikan dengan kebijakan hutang. Rasio aktiva tetap dan ukuran Perusahaan berhubungan positif, searah dan signifikan dengan kebijakan hutang. Managerial ownership, Institutional ownership, earning volatility dan stock volatility mempunyai pengaruh signifikan negative terhadap debt ratio. Size dan asset structure berpengaruh signifikan positif terhadap debt ratio. Sedangkan antara dividen payout dengan debt ratio ditemukan hubungan negatif namun tidak signifikan. 28

Erni Masdupi (2005) Analisis Dampak Struktur Kepemilikan pada Kebijakan Hutang dalam Mengontrol Konflik Keagenan Dependen: debt ratio (DR) Independen: Insiders ownership, shareholders dispersion, institutional investor Kontrol: dividend payout ratio (DPR), firm assets, asset structure, firm profitability, tax rate. Regresi berganda Insiders ownership dan institutional investor menghasilkan hubungan signifikan negatif terhadap debt ratio. Terdapat hubungan signifikan positif antara variabel dividend payout ratio, firm size dan assets structure terhadap debt ratio. Variabel firm profitability memiliki nilai negatif namun tidak signifikan hubungannya terhadap debt ratio. Shareholders dispersion dan tax rate tidak berpengaruh terhadap debt ratio. Sumber: Berbagai jurnal dan penelitian terdahulu 29