BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sepanjang rentang kehidupan yang dijalani seorang individu mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi tiap waktu. Pertumbuhan artinya perubaban yang dijalani individu bersifat kuantitatif (berkaitan dengan bentuk fisik); perkembangan artinya perubaban yang dijalani individu bersifat kualitatif (berkaitan dengan kematangan dan pengalaman) (Hurlock, 2004:3). Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami individu menuntut penyesuaian dari individu yang bersangkutan (penyesuaian diri). Maramis (1998:721) menyatakan penyesuaian diri adalab kecocokan atau kesesuaian dengan lingkungan, dilakukan secara khas dengan kombinasi cara autoplastik (perubaban pada diri) dan aloplastik (perubaban dari luar). Pertumbuhan dan perkembangan individu terjadi secara berkesinambungan, sehingga individu juga dituntut untuk selalu menyesuaiakan diri. Penyesuaian diri itu sendiri mencakup penyesuaian secara pribadi dan penyesuaian secara sosial. Penyesuaian diri secara pribadi menyangkut kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan. Penyesuaian secara sosial terjadi dalam lingkup hubungan individu dengan lingkungan tempat tinggalnya dan interaksi individu dengan orang lain, karena sebagai makhluk sosial individu tidak dapat lepas dari 1
2 proses saling mempengaruhi antara individu yang satu dengan individu yang lainnya (Mutadin, n.d., penyesuaian diri remaja, para. 5) Dalam hubungannya dengan masyarakat, individu adalah makhluk sosial, namun secara pribadi individu adalah unik sehingga tidak ada individu yang sama antara satu dengan yang lain. Masing-masing individu yang berbeda dan saling mempengaruhi akan mengakibatkan dampak yang berbeda antara individu satu dengan yang lain, sehingga penyesuaian diri yang dilakukan individu tidak dapat diramalkan. Penyesuaian diri yang dilakukan individu tergantung dari kepribadian dan tahap perkembangan individu, serta pengalaman yang dijalani individu, oleh karena itu penyesuaian diri bersifat relatif (Agustian, 2006: 147). Salah satu tahap perkembangan individu adalah masa remaja. Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak karena individu tidak dapat dikatakan sebagai anak -anak, tapi juga bel urn dapat dikatakan sebagai orang dewasa. Pada masa remaja, perkembangan fisik berlangsung cepat disertai dengan perkembangan moral yang juga cepat dibanding dengan tahap perkembangan yang lain menimbulkan penyesuaian yang tidak mudah (Hurlock, 2004:207). Saat seorang remaja menunjukkan perilaku kanak-kanak, maka dia akan dituntut menunjukkan sikap dewasa; sebaliknya, jika seorang remaja berusaha menunjukkan sikap orang dewasa, maka dia akan dimarahi karena bertindak sebagai orang dewasa. Layaknya tahap perkembangan yang lain, masa remaja juga memiliki tugas perkembangan yang hams dijalani seorang individu. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang penting adalah mempelajari apa yang diharapkan lingkungan dari dirinya dan mau membentuk perilakunya sesuai
3 harapan sosial tanpa harus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti pada masa anak-anak (Hurlock, 2004:225). Berada pada periode peralihan membuat seorang remaja tidak lagi menjadi tanggungjawab orangtua, dan karena remaja dituntut untuk berperilaku dewasa maka individu enggan meminta pertolongan pada orangtua. Sehingga tugas perkembangan tersebut menjadi lebih sulit dijalani bagi seorang remaja. Dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian tersebut seorang remaja akan mengembangkan persepsi atau pandangan akan menjadi apa dirinya kelak, hal yang disenangi maupun yang tidak disenanginya. Proses ini dinamakan konsep diri ideal (Hjelle & Ziegler, 1992:499). Konsep diri ideal ini akan menjadi acuan seorang individu dalam menjalaukan proses perkembangan kehidupannya. Konsep diri ideal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seorang individu. Faktor lain yang mempengaruhi adalah pandangan lingkungan akan diri seorang individu, serta pengalaman yang didapat selama proses kehidupan seorang individu. Ketiga faktor yang saling mempengaruhi tersebut akan membentuk gambaran seorang individu akan dirinya, kemampuan, perasaan, sikap, dan nilai yang dimilikinya sebagai satu kesatuan dalam diri (Hurlock, 1974:21). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Campbell, Assanand, & Di Paula pada tahun 2003 yang melihat hubungan antara struktur konsep diri dan hubungannya dengan penyesuaian diri memperoleh hasil bahwa ada keterkaitan antara konsep diri dengan penyesuaian diri. Struktur konsep diri terdiri atas 2 aspek self-concept pluralism (self-concept compartmentalization dan self-
4 complexity) dan 4 aspek self-concept unity (self-concept differentiation, selfconcept clarity, self-discrepancies, dan nilai rata-rata hubungan antara aspek konsep diri diantara subjek). Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara masing-masing aspek self-concept pluralism, tidak ada hubungan antara self-concept pluralism dengan self-concept unity, serta tidak ada hubungan antara self-concept pluralism dengan penyesuaian diri. Sebaliknya pada pengukuran aspek self-concept unity menunjukkan adanya hubungan antara masing-masing aspek, serta ada hubungan antara self-concept unity dengan penyesuaian diri. Penelitian lain yang dilakukan oleh Bigler, Neimeyer, & Brown pada tahun 2001 yang melihat dampak self-concept clarity dan self-concept differentiation pada penyesuaian diri, menunjukkan hasil yang kurang lebih sama. Ada hubungan antara self-concept clarity dan self-concept differentiation pada penyesuaian diri, dimana penyesuaian diri memiliki hubungan yang lebih kuat dengan self-concept clarity daripada dengan self-concept differentiation. Populasi penelitian ini adalah individu yang dirawat di rumah sakit psikiatri, dan tujuan penelitian yang dilakukan sebagai kelanjutan penelitian yang dilakukan Donahue et a!. di tahun 1993 yang memperoleh hasil adanya pengaruh negatif dari "divided self' pada penyesuaian diri seorang indvidu. Dari kedua penelitian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ada hubungan antara konsep diri dengan penyesuaian diri pada individu. Berangkat dari hasil penelitian tersebut, penulis ingin meneliti hubungan antara konsep diri
5 dengan penyesuaian diri. Dimana konsep diri yang menjadi acuan adalah konsep diri secara umum yaitu persepsi yang terintegrasi, dan terorganisasi tentang diri individu yang meliputi berbagai kemungkinan pribadi, termasuk ketakutan dan keinginan pribadi yang mungkin muncul (Hoffman, Paris, & Hall, 1994:432). Penelitian yang menjadikan transeksual sebagai subjek masih jarang dilakukan khususnya yang melihat hubungan konsep diri dengan penyesuaian diri pada individu transeksual. Individu transeksual adalah individu yang menunjukkan perilaku atau identitas transeksual selama minimal 2 tahun, dan harus bukan merupakan gejala dari gangguan jiwa lain seperti skizofrenia, atau berkaitan dengan kelainan interseks, genetik, atau kromosom (Diagnosis Gangguan Jiwa, 2002:111). Individu dikatakan transeksual bila jiwa mereka merasa terjebak pada tubuli yang salah; seorang wanita yang berada di tubuli pria atau seorang pria yang berada pada tubuli wanita (Sue, 1986: 338). Adanya perbedaan antara kondisi dalam diri dengan kondisi fisik menyebabkan ketidaknyamanan dalam diri seorang transeksual, karena masyarakat mengharapkan mereka dapat berlakn seperti peran jenis kelaminnya. Karena tidak sejalan dengan norma dan nilai yang sewajarnya berlakn di masyarakat, masyarakat menolak untuk mengakni keberadaan kaum transeksual. Bahwa agama juga menegaskan dalam kitab suci masing-masing dimana Allah hanya menciptakan manusia adalah laki-laki dan perempuan, sehingga hal tersebut dianggap sebagai pembenaran oleh masyarakat untuk mengasingkan kaum transeksual. Transeksual dianggap sebagai aib dan dosa.
6 Sebagai seorang remaja yang sedang mencari jati diri, dan terpengaruh oleh pendapat masyarakat tentang diri mereka (Elkind dalam Nolan, dkk, 2003: 751), penolakan masyarakat akan menyebabkan gambaran diri yang negatif pada diri mereka. Hal ini tentn akan mempengaruhi konsep diri yang dimiliki seorang remaja transeksual sebagai individu yang ditolak oleh keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Konsep diri bukan hanya mencakup persepsi individu mengenai dirinya saat ini, tetapi juga akan menjadi apa dirinya dimasa yang akan datang (Hjelle & Ziegler, 1992:498). Konsep diri memiliki peran penting dalam penyesuaian diri seorang individu (Davidoff, 1987:460). Penyesuaian diri mengacu pada kemampuan individu untuk menerima segala sesuatu yang datang pada dirinya (Harbert & Runyon, 1984:6). Roger (dalam Hjelle & Ziegler, 1992:520) dalam penelitiarmya menemukan bahwa perbedaan yang terjadi antara persepsi yang dimiliki dengan pengalaman yang dijalani akan membuat seorang individu mengembangkan penyesuaian diri yang rendah, semakin tinggi perbedaan yang dialarni akan menyebabkan tingginya tingkat kecemasan, ketidakamanan, gangguan sosial, dan gangguan emosi. Dari fenomena yang diuraikan diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti sejauh mana hubungan antara konsep diri dengan proses penyesuaian diri yang dimiliki seorang remaja transeksual.
7 1.2. Batasan Masalah Subjek dalam penelitiau ini adalab individu trauseksual yaitu individu yaug merasa terjebak pada tubub fisik yang berbeda dengau jiwa yaug ada di dalam tubuli tersebut. Individu trauseksual tersebut dibatasi pada mereka yaug masih dalam kategori usia remaja yaitu 12-22 tahun. berjenis ke1amin pria. dau sudab menyatakau diri sebagai trauseksual. Fokus da1am penelitiau ini ada1ab hubungau autara konsep diri dau penyesuaian diri secara umum dau tidak berkaitan dengau kondisi trauseksua1 subjek. Penelitian ini merupakanjenis penelitiau kuantitatifkore1asional. 1.3. Rumusan Masalah "Apakab ada hubungau antara konsep diri dengan penyesuaiau diri pada remaja trauseksua1t 1.4. Tujuan Penelitian ini bertujuau untuk mengetahui ada tidaknya hubungau autara konsep diri dau penyesuaiau diri pada remaja trauseksual. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Maufaat teoritis Hasil penelitiau ini dapat menjadi sumbaugau bagi ilmu psikologi khususnya psikologi klinis; terutama yaug berhubungau dengau hubungau autara konsep diri
8 dan penyesuaian diri pada individu. Diharapkan pula dapat dijadikan acuan sebagai penelitian selanjutnya. 1.5.2. Manfaat praktis a. Bagi individu transeksual Mengetahui faktor yang memiliki hubungan dengan proses penyesuaian diri yang dilakukannya, sehingga individu yang bersangkutan dapat melakukan kontrol terhadap faktor konsep diri yang dimiliki agar dapat memperoleh hasil penyesuaian diri yang baik. b. Bagi masyarakat Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai hubungan antara konsep diri dengan penyesuaian diri yang dimiliki seorang individu pada umumnya dan remaja transeksual pada khususnya.