I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

dokumen-dokumen yang mirip
BADAN PUSAT STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2003

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc.

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

ESI TENGAH. sedangkan PDRB triliun. konstruksi minus. dan. relatif kecil yaitu. konsumsi rumah modal tetap. minus 5,62 persen.

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TIMUR *) TRIWULAN II TAHUN 2014

BERITA RESMI STATISTIK

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN IMPOR BAWANG MERAH DAN KENTANG INDONESIA (Periode Tahun ) OLEH LUSIANA MANIK H

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN I/2014

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2013

I. PENDAHULUAN. 3 Industri Pengolahan 26,36 24,80 24,35 23,97 23,69 4 Listrik, Gas, dan Air 0,83 0,76 0,75 0,76 0,77

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2008

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor yang paling dasar dalam perekonomian dan merupakan penopang kehidupan produksi sektor-sektor lainnya (Putong, 2002). Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Pertanian bagi bangsa ini, memiliki peran penting karena merupakan sumber mata pencaharian bagi sebagian besar penduduknya. Tabel 1.1 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Indonesia Tahun 2007 hingga 2011 (juta jiwa) Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2011 Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 42,32 (40,43) 42,16 (39,10) 40,90 (37,02) Pertambangan dan 1,01 Penggalian (1,02) Industri Pengolahan 12,23 (12,38) Listrik, Gas, dan Air 0.21 (0,21) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 1,15 (1,10) 12,73 (12,16) 0,22 (0,21) 1,22 (1,13) 13,44 (12,47) 0,22 (0,21) 1,41 (1,28) 14,12 (12,78) 0,24 (0,22) Bangunan 4,82 (4,88) Perdagangan Besar, 19,99 Eceran, Rumah Makan, (20,25) dan Hotel Angkutan, Pergudangan, 5,77 dan Komunikasi Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan (5,84) 1,33 (1,35) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) 5,05 (4,82) 21,89 (20,91) 6,03 (5,76) 1,48 (1,42) 5,22 (4,82) 22,35 (20,73) 5,72 (5,32) 1,69 (1,57) 5,97 (5,40) 23,32 (21,11) 5,33 (4,83) 2,35 (2,13) Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan. 11,5 (11,64) 12,94 (12,82) 13,81 (13,19) 15,79 (14,65) 16,84 (15,24) Total 98,76 100,98 104,68 107,81 110,48 Sumber: BPS, 2012. Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika 2012 diketahui pada Tahun 2007, total angkatan kerja Indonesia yang bekerja pada sektor pertanian mencapai

2 42,43 persen. Tahun 2008, terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja Indonesia yang bekerja di sektor ini walaupun persentasenya mengalami penurunan menjadi 41,60 persen. Sejak Tahun 2009 hingga 2011, terjadi penurunan angkatan kerja yang bekerja di sektor ini, hingga Tahun 2011 menjadi 37,02 persen. Namun hingga saat ini, sektor pertanian menyerap sebagian besar angkatan kerja Indonesia jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Tabel 1.2 Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011 ( triliun rupiah) Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010* 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 271,5 (13,8) 284,6 (13,6) 295,9 (13,6) 304,7 (13,2) 313,7 (12,7) Pertambangan dan Penggalian 171,3 (8,7) 172,5 (8,3) 180,2 (8,3) 186,6 (8,1) 189,2 (7,7) Industri Pengolahan 538,1 (27,4) 557,8 (26,8) 570,1 (26,2) 597,1 (25,8) 634,2 (25,7) Listrik, Gas, dan Air Bersih 13,5 (0,7) 15,0 (0,7) 17,1 (0,8) 18,0 (0,8) 18,9 (0,8) Konstruksi 121,8 (6,2) 131,0 (6,3) 140,3 (6,4) 150,0 (6,5) 160,1 (6,5) Perdagangan, Hotel dan Restoran 340,4 (17,3) 363,8 (17,5) 368,5 (16,9) 400,5 (17,3) 437,3 (17,8) Pengangkutan dan Komunikasi 142,3 (7,2) 165,9 (8,0) 192,2 (8,8) 218,0 241,3 (9,8) Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 183,7 198,8 (9,5) 209,2 (9,6) 221,0 (9,5) 236,1 (9,6) Jasa-jasa 181,7 (9,3) 193,1 (9,3) 205,4 217,8 232,5 PDB 1964,3 2082,5 2178,9 2313,8 2463,3 PDB Tanpa Migas 1821,8 1939,6 2036,7 2171,0 2321,8 Sumber: BPS, 2012. Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Selain menyerap sebagian besar angkatan kerja Indonesia, sektor pertanian (termasuk peternakan, kehutanan, dan perikanan) juga menyumbang kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian di negara ini. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pada Tabel 1.2 dapat dilihat kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia. Pada Tahun 2007, sektor pertanian menyumbang kontribusi terbesar ketiga terhadap total PDB Indonesia setelah industri pengolahan dan perdagangan hotel serta restoran, yaitu sebesar 271,5 triliun rupiah atau sebesar 13,8 persen dari total PDB Indonesia.

3 Pada Tahun 2008, kontribusi sektor ini mengalami peningkatan menjadi 284,6 triliun rupiah atau sebesar 13,6 persen dari total PDB Indonesia. Peningkatan kontribusi pertanian terhadap PDB Indonesia terus terjadi hingga Tahun 2011 sektor pertanian menyumbang kontribusi sebesar 313,7 triliun rupiah atau sebesar 12,7 persen terhadap PDB Indonesia. Tabel 1.3 Perkembangan PDB Hortikultura Indonesia berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2005-2009 (persen) Nilai PDB (Milyar Rupiah) Komoditas 2005 2006 2007 2008 2009 Buah-buahan 31,694 35,448 (11,84) 42,362 (19,51) 47,060 (11,09) 48,437 (2,93) Sayuran 22,630 24,694 (9,12) 25,587 (3,61) 28,205 (10,23) 30,506 (8,16) Tanaman Biofarmaka 2,806 3,762 (34,06) 4,106 (9,14) 3,853 (-6,16) 3,897 (1,14) Tanaman Hias 4,662 4,374 (1,54) 4,741 (8,39) 5,085 (7,26) 5,494 (8,04) Total 61,792 68,639 (11,08) 76,795 (11,88) 84,203 (9,65) 88,334 (4,91) Rata-rata Peningkatan PDB Hortikultura (%) Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010. Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian tanamana bahan makanan, mempunyai komoditas yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman biofarmaka dan tanaman hias juga berperan penting terhadap pembentukan PDB Indonesia. Tabel 1.3 menunjukkan perkembangan PDB Hortikultura berdasarkan harga berlaku periode 2005 hingga 2009. Berdasarkan data tersebut diketahui, sejak Tahun 2005 hingga 2009 komoditas buah-buahan memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB, sedangkan sayuran berada pada urutan kedua. Tren pertumbuhan nilai PDB sayuran berdasarkan harga berlaku periode 2005 sampai 2009 terus meningkat dari Tahun ke Tahun. Pada Tahun 2006, nilai PDB sayuran Indonesia meningkat sebesar 9,12 persen dibandingkan Tahun sebelumnya. Pada Tahun 2007, nilai PDB sayuran Indonesia juga meningkat sebesar 3,61 persen. Hingga Tahun 2009, peningkatan nilai PDB sayuran Indonesia menjadi 8,16 persen. Menurut data dari Badan Pusat Statistika 2011, ada lima jenis sayuran yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Kelima jenis sayuran itu

4 adalah, kubis, kentang, bawang merah, tomat, dan cabe besar. Kelima jenis sayuran ini dikatakan potensial karena produksi dan luas arealnya yang cukup besar jika dibandingkan dengan sayuran lainnya. Selain itu, kelima jenis sayuran ini juga diperdagangkan Indonesia ke negara lain. Namun, sejak Tahun 2006 terjadi peningkatan impor yang sangat signifikan pada dua jenis sayuran potensial Indonesia yaitu bawang merah dan kentang. Hal ini mengakibatkan volume neraca impor kedua komoditas ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya. Tabel 1.4 menunjukkan volume neraca perdagangan sayuran potensial Indonesia sejak Tahun 2006 hingga 2010. Tabel tersebut menunjukkan neraca perdagangan komoditas bawang merah dan kentang Indonesia terus berfluktuasi dengan kecenderungan impor yang semakin tinggi. Tabel 1.4 Volume Neraca Perdagangan Sayuran Potensial Indonesia Tahun 2006-2010 (ton) Komoditas 2006 2007* 2008 2009 2010** Kubis 29.875 42.657 35.881 40.147 28.549 Kentang 81.711 4.093 2.613-5.407-17.433 Bawang Merah -62.671-98.292-115.701-54.508-70.036 Tomat -48 1.643 732 549 561 Cabe 1.038 1.052 717-161 346 Sumber: Kementerian Pertanian, 2011. (diolah) Bawang merah merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang memiliki banyak manfaat. Selain sebagai bumbu penyedap masakan, tanaman bawang merah juga dijadikan sebagai obat untuk berbagai penyakit. Bawang merah termasuk kedalam kelompok rempah tidak bersubstitusi. Di Indonesia tanaman ini banyak dihasilkan di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan. Penyedian bawang merah dalam negeri dipasok dari produksi domestik dan impor. Data dari statistik pertanian 2011 menunjukkan perubahan produksi dan konsumsi bawang merah setiap Tahunnya. Tabel 1.5 menunjukkan total produksi dan impor bawang merah Indonesia. Sejak Tahun 2006 hingga 2010, produksi bawang merah Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada Tahun 2006 produksi bawang merah nasional sebesar 794.929 ton. Pada Tahun

5 berikutnya terjadi peningkatan produksi bawang merah Indonesia hingga Tahun 2010 menjadi 1.048.934 ton. Total impor bawang merah Indonesia juga berfluktuasi namun cenderung meningkat. Pada Tahun 2006, impor bawang merah Indonesia sebesar 78.462 ton. Pada Tahun 2007 dan 2008, impor bawang merah Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan menjadi 107.649 ton pada Tahun 2007 dan 128.015 ton pada Tahun 2008. Total impor bawang merah Indonesia mengalami penurunan pada Tahun 2009 karena adanya krisis ekonomi global walaupun pada tahun 2010 kembali mengalami kenaikan. Tabel 1.5 Total Produksi dan Impor Bawang Merah Indonesia Tahun 2006-2010 (ton) Tahun Total Produksi Nasional (Ton) Total Impor (Ton) 2006 794.929 78.462 2007* 802.810 107.649 2008 853.615 128.015 2009 965.164 67.330 2010** 1.048.934 73.270 Sumber: Kementerian Pertanian, 2011. Berbeda dengan bawang merah yang tidak memiliki substitusi terdekat, fungsi kentang bagi masyarakat Indonesia masih terbatas sebagai bahan sayuran dan penganan (snack food) dan belum menjadi pangan pokok yang dapat menyubstitusi beras secara nyata. Di Indonesia sentra produksi kentang terdapat di provinsi Nangro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Barat. Tabel 1.6 menunjukkan produksi dan impor kentang Indonesia sejak Tahun 2006 hingga 2010. Pada Tahun 2006 produksi kentang nasional sebesar 1.011.911 ton. Pada Tahun 2007, produksi kentang Indonesia mengalami penurunan menjadi 1.003.732 ton. Pada Tahun 2008 dan 2009, produksi kentang Indonesia mengalami kenaikan hingga Tahun 2010 produksi kentang Indonesia menjadi 1.060.805 ton. Impor kentang Indonesia juga mengalami fluktuasi. Pada Tahun 2006, impor kentang Indonesia hanya sebesar 4.211 ton dan meningkat pada Tahun

6 berikutnya. Pada Tahun 2008, terjadi penurunan impor kentang Indonesia menjadi 5.345 ton. Pada Tahun 2009, total impor kentang Indonesia meningkat tajam menjadi 11.727 ton hingga pada Tahun 2010, total impor kentang Indonesia menjadi 24.204 ton. Tabel 1.6 Total Produksi dan Impor Kentang Indonesia Tahun 2006-2010 (ton) Tahun Total Produksi Nasional (Ton) Total Impor (Ton) 2006 1.011.911 4.211 2007* 1.003.732 5.559 2008 1.071.543 5.345 2009 1.176.304 11.727 2010** 1.060.805 24.204 Sumber: Kementerian Pertanian, 2011. Volume impor bawang merah dan kentang Indonesia cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kondisi ini tentunya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Indonesia merupakan negara berkembang yang menganut sistem perekenomian terbuka, dimana untuk menghitung PDB dari sisi pengeluaran juga ditentukan oleh komopenen net ekspor. Jika impor kedua komoditas ini semakin meningkat berarti net ekspornya akan mengalami penurunan dan berdampak terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang semakin menurun ini akan secara langsung memengaruhi posisi Indonesia di mata dunia. Neraca perdagangan bawang merah menunjukkan surplus impor dari tahun ke tahun. Sejak Tahun 2006 hingga 2008 kenaikan nilai impor bawang merah terus menerus mengalami kenaikan. Setelah itu pada Tahun 2009, nilai impor bawang merah turun drastis. Hal ini disebabkan adanya krisis ekonomi global yang terjadi pada Tahun sebelumnya. Namun pada Tahun 2010, nilai impor bawang merah Indonesia kembali mengalami kenaikan. Berbeda dengan bawang merah, sejak Tahun 2006 hingga 2007 neraca perdagangan kentang masih mengalami surplus perdagangan. Namun sejak Tahun 2008 hingga 2010, nilai impor kentang jauh melebihi nilai ekspornya. Tabel 1.7 menunjukkan perubahan

7 nilai neraca perdagangan bawang merah dan kentang Indonesia Tahun 2006 hingga 2010. Tabel 1.7 Perubahan Nilai Neraca Perdagangan Bawang Merah dan Kentang Indonesia Tahun 2006-2010 (US$) Komoditas 2006 2007* 2008 2009 2010** Bawang Merah -Ekspor 6.366 3.492 4.534 4.348 1.814 -Impor 30.106 44.097 53.814 28.942 32.048 -Neraca -23.740-40.605-49.280-24.594-32.048 Kentang -Ekspor 5.917 2.855 2.340 2.180 2.426 -Impor 1.959 2.687 2.880 6.689 14.591 -Neraca 3.958 168-540 -4.529-12.165 Sumber: Kementerian Pertanian, 2011. Peningkatan impor komoditi bawang merah dan kentang ini akan berdampak pada penurunan neraca perdagangan komoditas sayuran Indonesia. Hal ini kemudian berdampak pada neraca perdagangan hortikultura dan neraca perdagangan Indonesia secara keseluruhan. Tabel 1.8 menunjukkan perubahan volume dan nilai impor komoditas hortikultura Indonesia periode 2006-2010. Tabel ini menunjukkan kecenderungan peningkatan baik volume maupun nilai impor hortikultura Indonesia dari Tahun ke Tahun. Tabel 1.8 Volume dan Nilai Eskpor Impor Komoditas Hortikultura Indonesia Tahun 2006-2010 Hortikultura 2006 2007* 2008 2009 2010** Volume(Ton) -Ekspor 456.890 393.895 524.485 447.609 364.139 -Impor 923.867 1.300.345 1.429.967 1.524.666 1.560.808 -Neraca -466.977-906.450-905.482-1.077.057-1.196.669 Impor (US$ 000) -Ekspor 238.063 254.537 433.921 379.739 390.740 -Impor 527.415 810.130 926.045 1.077.463 1.292.988 -Neraca -289.352-555.593-492.124-697.724-902.248 Sumber: Kementerian Pertanian, 2011. Tidak hanya memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, kenaikan impor bawang merah dan kentang juga berpengaruh terhadap kesejahteraan petani

8 yang bekerja di sektor ini. Tingginya volume impor bawang merah dan kentang Indonesia akan menyebabkan peningkatan supply kedua komoditas ini di pasar domestik. Hal ini kemudian akan menyebabkan penurunan harga, (ceteris paribus), terutama saat panen raya. Penurunan harga ini akan secara langsung memengaruhi petani Indonesia karena harga merupakan salah satu insentif bagi petani untuk terus berproduksi. Penurunan harga pada barang kebutuhan pokok yang cenderung bersifat inelastis dengan permintaan yang cenderung tetap akan berdampak pada pengurangan keuntungan yang diterima oleh petani secara umum. Hal inilah yang dapat mengurangi tingkat kesejahteraan petani, jika dibiarkan terus menerus. 1.2. Perumusan Masalah Tingginya impor bawang merah dan kentang akan memengaruhi posisi petani Indonesia bahkan dalam skala domestiknya. Jika dilihat secara empiris tingkat harga produk impor kedua komoditas ini masih lebih murah dibandingkan dengan produk domestiknya. Hal ini menyebabkan minat masyarakat Indonesia yang umumnya berada pada tingkat pendapatan menengah ke bawah memilih membeli produk impor dibandingkan produk domestik, walaupun kualitas produksi domestik masih lebih baik. Jika hal ini dibiarkan terus menerus maka petani domestik akan kehilangan insentif untuk terus berproduksi. Selain itu, predikat negara Indonesia yang dikenal sebagai negara pertanian juga akan terpengaruh dengan peningkatan volume dan nilai impor produk pertaniannya. Untuk dapat mengantisipasi permintaan impor kedua komoditas ini yang cenderung meningkat setiap tahunnya, maka diperlukan adanya suatu analisis dan kajian mengenai aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang oleh Indonesia dari negara-negara asal impor. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka perumusan masalah yang dikaji dan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kondisi dan kecenderungan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi volume impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia?

9 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dijelaskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan kondisi dan kecenderungan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi pemerintah Indonesia dan instansi yang terkait dalam melakukan impor suatu komoditas khususnya komoditas yang dijelaskan dalam penelitian ini. Manfaat yang diharapkan antara lain: 1. Dapat dijadikan sebagai tambahan informasi, masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam penyusunan kebijakan yang terkait dengan kegiatan impor terutama impor komoditas yang diteliti. 2. Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat menjadi tempat pengaplikasian ilmu pengetahuan. 3. Dapat dijadikan sebagai informasi bagi penelitian-penelitian serupa dimasa yang akan datang. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Fokus dari penelitian ini diarahkan untuk mengamati faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan impor. Adapun komoditas yang diteliti yaitu bawang merah dan kentang dimana neraca impor komoditas ini menduduki peringkat tertinggi jika dibandingkan dengan neraca impor komoditas sayuran lainnya. Namun karena alasan ketersediaan data, analisis bawang merah akan digabung dengan bawang bombay. Tahun pengamatan dalam penelitian ini yaitu Tahun 2001 hingga 2010. Adapun variabel penelitian yang diamati dalam penelitian ini meliputi harga impor komoditas, Produk Domestik Bruto (GDP) riil Indonesia dan negara asal impor komoditas, nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, populasi Indonesia dan populasi negara asal impor, serta jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara asal impor.