HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN KONSEP DIRI DENGAN INTENSI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA SKRIPSI. Diajukan oleh : Teguh Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seksual yang tidak sehat dikalangan remaja Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

IDHA WAHYUNINGSIH NIM F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu akan berubah juga. Dampaknya dapat dirasakan akibat perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. paling sulit dikendalikan, apalagi di tengah dunia yang makin bebas

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode perkembangan antara pubertas, peralihan

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses kehidupannya manusia melewati tahap-tahap perkembangan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan International Conference on Population and

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

EVALUASI DIRI PADA REMAJA PELAKU SEKS PRANIKAH

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Diajukan oleh : Rita Sugiharto Putri F 100 030 184 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Santrock (2002) mempertegas bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang dimulai saat anak menunjukkan tanda-tanda pubertas dan dilanjutkan dengan terjadinya perubahan-perubahan dari yang bukan seksual menjadi seksual pada individu. Pada masa ini remaja mempunyai keinginan besar sekali terutama dalam masalah seksualitas. Rasa ingin tahu inilah yang mendorong remaja untuk mencari informasi tentang seksualitas. Dorongan rasa ingin tahu ini, kalau tidak terpenuhi dengan bimbingan dan penerangan yang benar, dikhawatirkan mereka memiliki anggapan yang salah mengenai masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, lebih dikhawatirkan lagi, jika para remaja memperoleh pengetahuan dan pemahaman seksnya dari cerita-cerita kotor dan cabul. Kalau keadaan mereka dibiarkan, tanpa ada usaha untuk memberikan pemahaman pendidikan seks yang benar, tidak mustahil akan tercipta keadaan yang amoral; mereka memandang seks hanya sebagai nafsu kebinatangan Basri (2000) menyatakan bahwa masa remaja yang dilalui tidak ubahnya sebagai suatu jembatan penghubung antara masa tenang yang selalu bergantung

pada pertolongan dan perlindungan dari orang tua dengan masa berdiri sendiri, bertanggung jawab dan berpikir matang. Permasalahan yang menyebabkan mereka bingung dan menderita serta tidak mengerti secara pasti tentang apa yang seharusnya dilakukan salah satunya yaitu dorongan seks yang sedang muncul dan melanda kehidupannya Menambahkan pendapat tentang seks yang diungkapkan di atas, Sarwono (1997) menyatakan bahwa secara psikologis bentuk perilaku seks remaja pada dasarnya adalah normal sebab prosesnya memang dimulai dari rasa tertarik kepada orang lain, muncul gairah diikuti puncak kepuasan dan diakhiri dengan penenangan. Ukuran normal ini akan menjadi berbeda ketika norma masyarakat agama, atau hukum ikut terlibat. Norma masyarakat Indonesia belum mengizinkan adanya perilaku seksual remaja yang mengarah kepada hubungan seksual pranikah (sexual intercourse extra marital), demikian pula norma agama-agama di Indonesia. Wirati dan Matulessy (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa suatu fenomena yang menarik pada hubungan seksual sebelum menikah banyak dilakukan oleh remaja yang berpacaran. Meskipun tidak semua remaja berpacaran melakukan hal tersebut, tetapi banyak penelitian menunjukan kecenderungan yang mengkhawatirkan dan memprihatinkan. Ironisnya, bujukan atau permintaan pacar merupakan motivasi untuk melakukan hubungan seksual dan hal ini menempati posisi keempat setelah rasa ingin tahu, agama atau keimanan yang kurang kuat serta terinspirasi dari film dan media massa

Berkaitan dengan masalah hubungan seksual di atas hal, maka salah satu persoalan yang sangat penting berkaitan dengan pesatnya proses perkembangan fisik remaja tersebut adalah masalah kesehatan reproduksi. Kesehatan Reproduksi yang baik, termasuk kesehatan seksual dan reproduksi remaja harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh karena pada masa sekarang sudah terjadi gejala pergeseran norma dalam masyarakat. Pergaulan remaja menjadi lebih longgar dan bebas yang ditunjang oleh perkembangan media massa yang semakin maju baik media cetak maupun media elektronik. Kesehatan repreduksi harus disosialisasikan kepada masyarakat luas agar mencapai hasil yang lebih optimal. Salah satu usaha untuk mensosialisasikan kesehatan reproduksi yang dilakukan oleh pemerintah antara lain dengan mengkampanyekan salah satu alat kontrasepsi yaitu kondom. Segmentasi pasar para kampanye kondom pada dasarnya ditujukan untuk mereka yang sudah menikah dalam program KB (Keluarga Berencana), namun justru dampaknya menjadi luas ke kalangan umum termasuk para remaja. Dampaknya, banyak remaja yang berani melakukan hubungan seks bebas di luar nikah tanpa dibayangtakut hamil meskipun kondom tetap tidak mengubah zina yang haram menjadi halal. Kampanye penggunaan kondom akan membuat masyarakat permisif terhadap zina. Seperti Survei yang dilakukan Fakultas Psikologi UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana) Salatiga di 4 SMA di Salatiga menunjukkan 3,2 % pelajar SMA sudah melakukan hubungan seks bebas karena dapat membeli kondom secara bebas. Hubungan seks pranikah ternyata tidak hanya dilakukan dengan pacar, tetapi juga sesama teman dan pekerja seks. Hubungan seks bebas

itu dilakukan pada usia 15 17 tahun. Ternyata dalam melakukan hubungan mereka memakai alat kontrasepsi yaitu kondom. Ini menandakan bahwa, para remaja sudah banyak yang memahami cara seks yang aman dan itu lalu digunakannya untuk melakukan free sex atau hubungan seks di luar nikah (Asti,2005). Regulasi atau sistem penjualan kondom di Indonesia tidak memiliki peraturan yang jelas, sehingga semua kalangan termasuk remaja ataupun orang yang belum menikah dapat membeli secara bebas. Kenyataan ini didukung oleh survei yang dilakukan oleh Koran Harian Jawa Pos (2007) di kota Solo yang menyatakan bahwa pembelian kondom di sejumlah apotik di Solo oleh kalangan pelajar dan mahasiswa jumlahnya ternyata cukup signifikan. Di bulan Februari sampai Maret 2007 diketahui jumlah pembeli kondom dibeberapa apotik rata-rata mencapai tiga orang perhari. Kebanyakan pembeli kondom disini adalah kalangan remaja termasuk yang masih sekolah. Bukan hanya laki-laki, tetapi juga perempuan. Hal tersebut diungkapkan oleh Setianingsih, penjaga apotik di kawasan dekat eks resosialisasi Silir, Semanggi. Menurut Setianingsih, kebanyakan mereka datang sendiri saat membeli. Tapi banyak juga yang datang dengan pasangannya masing-masing. Bahkan ada juga yang datang masih mengenakan seragam sekolah. Fatma, penjaga apotik di kawasan Jln. Gajah Mada Solo juga mengungkapkan menurutnya dalam sehari bisa dua sampai tiga orang remaja membeli satu sampai dua pak, yang satu pak berisi tiga kondom. Ada juga pembeli kondom dari orang-orang yang usianya bisa dipastikan sudah menikah. Namun jumlahnya masih kalah banyak dari mereka yang masih dibawah umur.

Karena banyaknya apotik yang menjual kondom dengan bebas maka banyak kaum remaja yang membeli kondom untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Kecenderungan membeli kondom remaja terutama yang belum menikah dipengaruhi oleh banyak faktor. Ditinjau dari sudut pandang pemasaran, Swastha (1987) mengemukakan kencenderungan membeli dapat dipengaruhi faktor eksternal seperti kebudayaan, status sosial ekonomi dan keluarga. Sementara dari sisi pergaulan dapat dipengaruh gaya pacaran pada masa sekarang yang banyak keluar batas norma etika. Gaya pacaran remaja zaman sekarang banyak kalangan mennilai tidak sehat sebab mereka tidak lagi mengindahkan nilai-nilai moral dan pertimbangan logika. Akibatnya banyak remaja hamil pranikah, bahkan terinfeksi HIV/AIDS. Seperti diungkapkan Wijaya (2004) bahwa saat ini terjadi fenomena global life style sehingga berperilaku sangat bebas. Jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi serta tayangan impor (pornografi) dari bebagai negara ditiru oleh mereka, bahkan tindakan seks bebas pranikah juga dilakukan oleh remaja kita. Fenomena ini didukung beberapa penelitian yang berkaitan dengan remaja dan perilaku seks. Wijaya mengutip Synovobe Researsh 2004 tentang perilaku seksual remaja di empat kota (Surabaya, Jakarta, Bandung, Medan) yang melibatkan 450 remaja. Hasilnya 44% responden mengaku punya pengalaman seksual ketika berusia 16 18 tahun. 10% lainnya punya pengalaman seksual ketika berusia 13 15 tahun. Rata-rata respon juga mengaku pernah deep kissing, pelukan, perabaan, dan hubungan intim saat berpacaran. Data tersebut, 40% responden berhubungan

seksual dirumah. Sementara, masing-masing 26% responden melakukan hubungan intim di tempat kos dan hotel. (www.jawapos.2007) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Team Embrio (2000) pada bulan Juni 2000 tentang perilaku seksual remaja di Semarang mengungkap bahwa aktivitas berpacaran yang dilakukan oleh para remaja tersebut adalah 91,3 % responden merangkul dan memeluk, 95 % responden mencium pipi dan kening,99 % mencium bibir, 72,4 % mencium leher, 48,03 % meraba daerah sensitif yaitu payudara dan kelamin, 28,3 % melakukan peeting, dan 20,4% responden melakukan seks dengan pasangannya. Majalah Gatra (Wahyuni, 2001) memuat tulisan tentang gaya perilaku seksual daqlam berpacaran para pelajar (SMU) dan mahasiswa, perilaku tersebut antara lain dari percumbuan hingga hubungan seksual. Menurut pengakuan mereka hal tersebut mereka lakukan karena memang begitulah gaya pacaran anak zaman sekarang, sebagai bukti cinta pada sang pacar, penyaluran hasrat seks yang dianggap aman karena dilakukan dengan pacar sendiri. Dorongan atau hasrat seksual pada mulanya muncul dari dalam diri remaja sebagai akibat kematangan biologis namun selanjutnya lingkungan ikut turut mempengaruhi munculnya perilaku seksual tersebut, misalnya saja media massa atau teknologi yang menyediakan segala jenis informasi yang dapat merangsang secara seksual, pola pergaulan yang semakin bebas antara pria dan wanita terutama dikota-kota besar, kurangnya pengetahuan tentang seks yang benar, nilai-nilai religiusitas yang rendah, kaburnya pemahaman secara moral tentang mana perilaku yang benar dan salah.

Remaja menghadapi kenyataan yang kontradiktif antara nilai tentang seksualitas yang mereka peroleh di dalam keluarga, sekolah ataupun agama dengan keadaan yang terjadi di masyarakat, terutama pengenalan hal yang baik dan buruk tentang seks. Para remaja diberikan larangan-larangan atau keharusan yang harus dipatuhi tentang berperilaku seksual sebelum pernikahan, misalnya berciuman, menyentuh bagian tubuh yang sensitif lawan jenis, menonton atau membaca cerita porno tidak boleh dilakukan karena dapat merangsang nafsu seks yang dapat menyebabkan terjadinya persetubuhan diluar pernikahan. Namun kenyataan menunjukkan tidak sedikit remaja berpelukan atau berciuman mesra di tempat-tempat umum seperti di bioskop atau mall, perilaku tersebut tentu saja dipandang bertentangan dengan nilai norma dan moral dalam masyarakat. Daradjat, (1982) mengemukaka moral merupakan kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran atau nilai-nilai masyarakat yang timbul dari hati, lebih lanjut dikemukakan bahwa moral berhubungan dengan suatu kelompok sosial. Moral lebih ditekankan pada penalarannya, yaitu alasan yang digunakan seseorang dalam menilai baik buruk atau benar salahnya suatu perilaku. Penalaran moral bukan berkenaan dengan jawaban atas pertanyaan apa yang baik dan buruk atau benar dan salah, melainkan terkait dengan jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana orang sampai pada keputusan bahwa sesuatu dianggap baik dan buruk atau benar dan salah. Sarwono, (1997) mengungkapkan secara moral sebenarnya remaja telah mencapai tingkat moral konvensional, yang menunjukkan bahwa remaja cenderung menyetujui aturan dan harapan masyarakat hanya memang demikian

keadaannya. Ditambahkan oleh Monks (1986) bahwa pada tahap konvensional tersebut remaja menganggap suatu perbuatan dinilai baik bila sesuai dengan peraturan atau norma yang ada di masyarakat. Dengan demikian seharusnya remaja sudah memiliki penalaran moral bahwa pelanggaran terhadap normanorma di masyarakat adalah sesuatu hal yang bertentangan dengan nilai-nilai moral. Mengacu dari latar belakang di atas maka diharapkan remaja mampu menghindari gaya pacaran yang tidak sehat atau seperti menjerumus ke perilaku seks bebas atau melanggar norma-norma yang ada dalam masyarakat dengan memiliki tingkat penalaran moral yang optimal. Namun pada kenyataan yang ada pada masa sekarang justru ada gejala semakin meningkatnya gaya pacara yang tidak sehat seperti perilaku hubungan seks pranikah yang dilakukan oleh remaja yang belum menikah, indikasinya antara lain banyaknya remaja usia sekolah yang berani dan terang-terangan membeli kondom di apotek serta meningkatnya kasuskasus hubungan seks pranikah, prostitusi atau aborsi. Kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya yaitu penalaran moral dan gaya pacaran. Penelitian ini berusaha mengkaji kecenderungan membeli kondom dikaitkan dengan penalaran moral dan gaya pacaran dengan pertimbangan secara teoretis kedua variabel tersebut secara tidak langsung berpengaruh terhadap pembentukan karakter atau perilaku subjek dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam hubungan antara lawan jenis, selain itu agar kecenderungan membeli kondom dapat lihat dari dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu penalaran

moral (internal) dan gaya pacaran (eksternal). Meskipun secara teoretis berkaitan namun perlu juga diketahui secara empiris apakah penalaran moral dan gaya pacaran mempunyai korelasi yang signifikan dengan kecenderungan membeli kondom? Berdasarkan alasan-alasan di atas maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu: Apakah ada hubungan antara penalaran moral dan gaya pacaran dengan kecenderungan membeli kondom pada remaja? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara Penalaran Moral dan Gaya Pacaran dengan Kecenderungan Membeli Kondom pada Remaja. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini antara lain bertujuan untuk mengetahui: 1. Hubungan antara penalaran moral dan gaya pacaran dengan kecenderungan membeli kondom pada remaja. 2. Hubungan antara penalaran moral dengan kecenderungan membeli kondom pada remaja. 3. Hubungan antara gaya pacaran dengan kecenderungan membeli kondom pada remaja. 4. Sumbangan atau peranan penalaran moral, gaya pacaran terhadap kecenderungan membeli kondom pada remaja. 5. Kondisi penalaran moral, gaya pacaran dan kecenderungan membeli kondom pada remaja.

C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi sumbangan praktek maupun teoritis. 1. Manfaat praktis a. Bagi remaja. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan penalaran moral dan gaya pacaran dengan kecenderungan membeli kondom pada remaja. b. Bagi orang tua hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang hubungan antara penalaran moral dan gaya pacaran dengan kecenderungan membeli kondom pada remaja, sehingga dapat mengantisipasi dan mengontrol pergaulan putra-putri agar tidak salah dalam pergaulan. c. Bagi pemilik kost, hasil penelitian ini memberikan data-data empiris khususnya berkaitan dengan hubungan antara penalaran moral dan gaya pacaran dengan kecenderungan membeli kondom pada remaja sehingga dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan kebijakan tata tertib anak kost. 2. Manfaat teoritis Bagi ilmuwan psikologi dan peneliti lain, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi ilmuwan psikologi untuk menambah wawasan terhadap bidang psikologi khususnya perkembangan sosial yang berkaitan dengan hubungan antara penalaran moral dan gaya pacaran dengan kecenderungan membeli kondom pada remaja.