BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DASAR TEORI. Umur Beton (hari) Koefisien 0,4 0,65 0,88 0,95 1 1,2 1,35

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PEMERIKSAAN AGREGAT

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bahan utamanya terdiri dari campuran antara semen, agregat halus,

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Kemajuan teknologi telah berdampak positif dalam bidang konstruksi di

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I BETON MUTU TINGGI (HIGH STRENGHT CONCRETE)

PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PADA CAMPURAN BETON DITINJAU DARI KEKUATAN TEKAN DAN KEKUATAN TARIK BELAH BETON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kinerja Kuat Tekan Beton dengan Accelerator Alami Larutan Tebu 0.3% Lampiran 1 Foto Selama Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT DAN SIKAMENT-520 TERHADAP KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN PORTLAND POZZOLAND CEMENT (PPC)

hendak dicapai, maka diskusi antara insinyur perencana dan pemborong pekerjaan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

Sifat Beton Segar 1. Kemudahan Pengerjaan ( Workability /Kelecakan) Kompaktibilitas Mobilitas Stabilitas

KATA KUNCI : rheology, diameter, mortar, fly ash, silica fume, superplasticizer.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB III LANDASAN TEORI

The 1 st INDONESIAN STRUCTURAL ENGINEERING AND MATERIALS SYMPOSIUM Department of Civil Engineering Parahyangan Catholic University

BAB V HASIL PEMBAHASAN

PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON

Lampiran. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan bahan tambah yang bersifat mineral (additive) yang lebih banyak bersifat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Kimiawi Beton Semen Portland (PC) Air Agregat bahan tambah peristiwa kimia PC dengan air hidrasi pasta semen

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi yang dilakukan adalah dengan cara membuat benda uji di

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. tambahan yang membentuk massa padat (SK SNI T ). Beton Normal adalah beton yang mempunyai berat isi kg/m 2

Berat Tertahan (gram)

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Agregat yang digunakan untuk penelitian ini, untuk agregat halus diambil dari

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMAKASIH... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR GRAFIK...

BAB III LANDASAN TEORI. sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi dari material pembentuknya.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Tertahan Komulatif (%) Berat Tertahan (Gram) (%)

BAB III PERENCANAAN PENELITIAN

PENGARUH PERUBAHAN UKURAN BUTIRAN AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT TEKAN BETON OKSANDI ABSTRAK

PERBANDINGAN KINERJA BETON YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND TIPE I

BAB I PENDAHULUAN. dibidang konstruksi. Dalam bidang konstruksi, material konstruksi yang paling disukai dan

STUDI EKSPERIMENTAL KUAT TEKAN BETON SELF COMPACTING CONCRETE (SCC) DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL PASIR LAUT DAN AIR LAUT.

Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal. Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** Abstrak

III. METODE PENELITIAN. diameter 15 cm dan tinggi 30 cm, dan benda uji balok beton dengan panjang

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200)

RABID. Salah satu material yang banyak digunakan untuk struktur teknik sipil. adalah beton. Beton dihasilkan dari peneampuran semen portland, air, dan

PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON YANG DIPENGARUHI OLEH LINGKUNGAN ASAM SULFAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel

DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTACT. iii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN. xii DAFTAR GAMBAR. xiii DAFTAR TABEL. xvi DAFTAR GRAFIK I-1

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. & error) untuk membuat duplikasi proses tersebut. Menurut (Abdullah Yudith, 2008 dalam lesli 2012) berdasarkan beratnya,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan beton non pasir, yaitu beton yang dibuat dari agregat kasar, semen dan

BAB III LANDASAN TEORI. dibandingkan beton normal biasa. Menurut PD T C tentang Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

BAB III LANDASAN TEORI. A. Beton

PENGGUNAAN PASIR WEOL SEBAGAI BAHAN CAMPURAN MORTAR DAN BETON STRUKTURAL

BAB IV HASIL DAN ANALISA

TEKNOLOGI BAHAN I 1 Wed, March 13th 2011

PERBANDINGAN EFISIENSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACI DAN METODE SNI UNTUK MUTU BETON K-250 (STUDI KASUS MATERIAL LOKAL)

PENGARUH GRADASI BUTIRAN BATU PECAH TERHADAP KEKUATAN BETON ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dengan abu terbang dan superplasticizer. Variasi abu terbang yang digunakan

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH BERBAGAI KADAR VISCOCRETE PADA BERBAGAI UMUR KUAT TEKAN BETON MUTU TINGGI f c = 45 MPa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. tambahan yang membentuk massa padat. Beton Normal adalah beton yang

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Beton Beton merupakan campuran antara semen porthland, agregat kasar, agregat halus dan air yang semuanya saling mengikat kuat dan membentuk massa padat. Beton normal adalah beton yang mempunyai berat jenis 2200 sampai 2500 kg/m3 yang menggunakan agregat alam yang dipecah atau tak dipecah yang tidak menggunakan bahan tambahan (SNI T-15-1990-03). Keunggulan utama dari beton adalah memiliki kekuatan terhadap gaya tekan yang tinggi, namun juga memiliki kelemahan terhadap gaya tarik. Kekutan beton terhadap gaya tarik sangat rendah jika di bandingkan dengan kekuatan terhadap gaya tekan. Berdasarkan hal tersebut maka beton dikombinasikan dengan baja tulangan sehingga memiliki kekuatan terhadap gaya tarik, yang kemudian menjadi suatu komponen utama dalam suatu sistem struktur. Kekuatan tekan beton biasanya di rencanakan pada umur 28 hari karena setelah 28 hari peningkatan kekuatan beton relatif lambat dan konstan. Hal ini terlihat pada tabel 2.1 di bawah ini : Tabel 2.1 Koefisien Peningkatan Kuat Tekan untuk Beton Normal Umur Beton (hari) 3 7 14 21 28 90 365 Koefisien 0,4 0,65 0,88 0,95 1 1,2 1,35 Sumber : SK SNI T-15-1990-03 II-1

2.2 Definisi Self Compacting Concrete Karakteristik dari suatu campuran beton harus di pertimbangkan dalam hubungannya dengan kualitas yang di tuntut untuk satu tujuan konstruksi tertentu. Salah satu tujuan konstruksi yang sering dijumpai di lapangan adalah diperlukan pemadatan yang cukup dengan tujuan untuk menghasilkan beton yang padat. Rongga-rongga udara yang terjebak di dalam beton dapat mengakibatkan rendahnya kekuatan maupun daya tahan beton tersebut. Semakin berkurangnya tenaga di lapangan menyebabkan perlunya suatu campuran beton yang dapat memadat sendiri dan hanya memerlukan sedikit tenaga untuk mengerjakannya sehingga di dapatkan campuran beton dengan kualitas tinggi. Salah satu solusi untuk memperoleh struktur beton yang memiliki ketahanan serta kekuatan yang baik adalah dengan menggunakan Self Compacting Concrete. Pada mulanya Self Compacting Concrete dikembangkan di jepang, Self Compacting Concrete merupakan kategori baru karakter beton yang mampu untuk menyebar dan memadatkan sendiri. Self Compacting Concretemerupakan beton perfomance tinggi yang dapat mengalami konsolidasi dengan sendirinya (memadat sendiri) tanpa bantuan alat pemadat seperti penggetar atau sejenisnya. Dengan kemampuan berkonsolidasi sendiri Self Compacting Concrete juga mampu menjangkau ruang yang banyak tulangannya atau ruang-ruang yang sempit dan jauh. Homogenitas beton lebih mungkin terjadi pada Self Compacting Concrete akibat reduksi faktor pengerjaan beton. Untuk beton biasapada umumnya dibutuhkanketerampilan khusus untuk melakukan proses pemadatan beton dengan baik. Pelaksanaan pemadatan mungkin tidak merata, memakan waktu yang lebih lama, bahkan kadang sukar di II-2

lakukan. Pemadatan dengan vibrator ini memungkinkan untuk dapat terjadinya keselahan pengerjaan, memakan banyak waktu dan tenaga. Kualitas pekerja akan mempengaruhi mutu beton yang dihasilkan. Kehadiran Self Compacting Concrete di harapkan mampu menjawab tantangan ini. Kontrol yang diperlukan dalam penggunaan Self Compacting Concrete di lapangan hanyalah penggunaan campuran yang tepat. Begitu campuran beton jadi, maka pekerjaan itu relatif memiliki variasi hasil yang kecil, karena faktor yang harus diperhatikan dalam penentuan campuran ditentukan terlebih dahulu. 2.3 Penelitian sebelumnya mengenai Self Compacting Concrete 1. Okamura, H, Ouchi, M, (2003), Self Compacting Concrete). Dari penelitian ini diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemadatan sendiri, yaitu : pengaruh agregat kasar tergantung pada gradasinya, dan pengaruh jumlah agregat halus yang digunakan. 2. Widodo, S, (2011), Optimalisasi kuat tekan Self-compacting concrete dengan cara trial-mix komposisi agregat. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan untuk memproduksi beton jenis self compacting concrete fraksi agregat halus yang digunakan sebaiknya berkisar antara 40% sampai 60%, dengan kekuatan optimum akan dicapai pada saat digunakan fraksi agregat halus sebesar 50%. 2.4 Karakteristik Self Compacting Concrete Metode pemadatan yang dikembangkan dalam Self Compacting Concrete bukan hanya untuk menghasilkan beton yang padat tetapi juga untuk mencegah II-3

terjadinya segregasi agregat dan mortar pada saat pasta mengalir dari titik yang banyak tulangan. Untuk mendapatkan kondisi Self Compacting Concrete pada campuran beton, agregat harus terdiri dari agregat kasar dan halus. Agregat kasar dan semen menjadi material utama yang akan menahan tegangan. Agregat halus akanmenyalurkan gaya dalam juga. Untuk mendapatkan Self Compacting Concrete, maka jumlah agregat kasar harus dikurangi bila dibandingkan dengan jumlah agregat kasar pada beton normal. Sebaliknya jumlah agregat halus pada beton Self Compacting Concrete menjadi bertambah. Penambahan kandungan agregat halus berfungsi agar beton Selt Compacting Concrete dapat mengalir dengan baik dan karena ukurannya yang kecil maka agregat halus ini di harapkan akan selalu mengisi ruang-ruang yang kosong selama pengecoran. Maka dibutuhkan juga sifat kekentalan beton untuk mendukung pergerakan agregat ini. Kekentalan ini memiliki sifat mengalir tetapi memiliki sifat padat (tidak encer) yang baik (kohesif), penambahan air akan memberikan mobilitas pada pasta beton. Artinya meningkatkan flowability. Namun penggunaan air ini dapat meningkatkan terjadinya segregasi. Dan apabila beton sudah mengering, ruang yang dulunya terisi oleh air yang berlebihan tersebut akan menjadi pori-pori sehingga beton tidak lagi memiliki kepejalan. Bila distribusi partikel agregat baik, maka sifat mengalir pasta beton lebih bisa dipertahankan. Saat ukuran besar tertahan, maka ukuran kecil akan tetap mengalir mengisi celah-celah yang ada. Maka untuk memperoleh flowability beton Self Compacting Concrete maka digunakan perbandingan antara agregat halus dan agregat kasar yang baik, serta pengurangan jumlah air. Namun pengurangan air menyebabkan workability beton II-4

menjadi rendah. Untuk mengatasi hal ini dapat digunakan admixture jenis superplasticizer yang berfungsi meningkatkan plastisitas pada beton. High Deformability Pembatasan jumlah agregat Self Compactability Efek dari Superplasticicer High Segretion Resistance Pengurangan WC Gambar 2.1 Prinsip Dasar Produksi Self Compacting Conrete Self Compacting Concrete dapat diproduksi jika menggunakan superplasticizer yang berfungsi untuk menyebar partikel semen menjadi merata serta memisahkannnya menjadi partikel-partikel yang halus. Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan self compacting Concrete antara lain : a. Mengurangi lamanya waktu penyelesaian konstruksi b. Mengurangi besarnya upah pekerja yang harus dikeluarkan c. Pemadatan serta penggetaran beton yang dimaksudkan untuk memperoleh tingkat kepadatan optimum dapat dieliminir d. Mengurangi kebisingan yang mengganggu lingkungan sekitar II-5

e. Meningkatkan kepadatan elemen struktur beton pada bagian yang sulit di jangkau f. Meningkatkan kualitas beton secara keseluruhan 2.5 Material Penyusun Self Compacting Concrete Pada Volume yang sama, komposisi dari material yang diperlukan Self Compacting Concrete dan beton konvesional adalah berbeda. Komposisi powder pada self Compacting Conrete lebih banyak bila di bandingkan komposisi semen pada beton konvensional. Powder pada self compacting concrete dapat berupa semen ataupun binder yaitu bahan pengikat dalam campuran beton yang terdiri dari semen dan bahan pengisi. (admixture: superplasticizer) air W Powder S G air W C S G Conventional Concrete Gambar 2.2 Perbandingan Komposisi Material Self Compacting Concrete dengan Komposisi Material Beton Konvensional 2.5.1 Agregat Mengingat bahwa pada Self Compacting Concrete agregat kasar yang digunakan 50% volume solid dan volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari total volume mortar maka kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas Self Compacting Concrete yang dihasilkan. Dengan agregat yang baik, Self Compacting Concrete menjadi mudah untuk dikerjakan (workabel), kuat, tahan lama (durable) dan tentunya menjadi lebih ekonomis. II-6

2.5.1.1 Agregat Kasar Agregat kasar yang digunakan dalam Self Compacting Concrete yaitu ukuran maksimum 20 mm. Agregat kasar dapat berupa kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu (quarry). Butiran-butiran agregat runcing dan sangat kasar. Butiran yang pipih dan memanjang membutuhkanlebih banyak semen untuk menghasilkan beton yang mudah dikerjakan. Hal-hal tersebut diatas penting, bukan saja untuk agregat kasar tetapi juga untuk agregat halus. Biasanya agregat alam bentuknya bundar akan tetapi agregat yang diperoleh dari pemecahan batu yang sangat bersudut, pipih, sangat tipis dan sangat panjang sebaiknya tidak usah digunakan. Karakteristik agregat kasar dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Bentuk butir dan keadaan permukaan a. Bulat dan permukaannya licin, kasar berkristal, berpori b. Tidak beraturan c. Bersudut tajam dan permukaannya kasar d. Pipih e. Memanjang, panjangnya lebih besar 3 kali dari lebarnya Butiran agregat mempunyai hubungan erat dengan luas permukaan dan banyaknya rongga. Perbedaan luas permukaan akan mempengaruhi jumlah air yang diperlukan dalam pembuatan beton. Dalam beton, rongga-rongga akan diisi oleh pasta dimana makin banyak pasta yang digunakan makin banyak pula pemakaian semen. 1. Kekuatan agregat II-7

Pada umumnya kekuatan agregat tergantung dari jenis agregat, susunan mineral, struktur butir. Kekuatan agregat akan sangat berpengaruh pada kekuatan beton 2. Berat jenis agregat Berat jenis mutlak yaitu perbandingan antara suatu benda dengan berat air murni pada volume dan suhu yang sama dimana volume benda tidak termasuk pori-pori didalamnya. Berat jenis nyata sama dengan berat jenis mutlak tetapi volume poripori yang tidak tembus air. Keadaan SSD yaitu perbandingan berat antara suatu benda pada SSD dengan berat air murni pada volume dan suhu yang sama dimana volume benda, pori-pori yang tidak tembus diisi oleh air. Berat jenis kering asma dengan berat SSD dimana volume benda termasuk seluruh pori-pori yang terkandung dalam agregat 3. Pori-pori agregat Pori-pori pada agregat dibedakan atas : a. Pori-pori yang tembus air b. Pori-pori yang tidak tembus air 4. Besar kecilnya pori-pori sangat tergantung dari jenis batuan dan proses pembentukannya yang mempengaruhi daya serap agregat. Pada agregat dapat terjadi kondisi-kondisi sebagai berikut : a. Kondisi kering mutlak b. Kondisi kering udara c. Kondisi kering permukaan (SSD) d. Kondisi basah 5. Berat isi agregat II-8

Berat isi agregat adalah perbandingan antara berat dan isi, berat nilainya tergantung dari bagaimana padatnya kita mengisinya, bentuk butir dan susunan butirnya. Jadi meskipun berat jenis suatu benda sama namun tidaklah mutlak berat benda itu sama. Persyaratan umum agregat kasar yang digunakan sebagai campuranself Compacting Concrete adalah sebagai berikut : 1. Agregat kasar dapat berupa kerikil yang berasal dari batu-batuan alami atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecah batu 2. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori. Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca 3. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat kering) 4. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton Gradasi dari agregat halus memenuhi persyaratan, yaitu melalui analisis saringan dengan nomer ayakan sebagai berikut : II-9

Tabel 2.2 Persyaratan Gradasi Agregat Kasar Diameter ayakan (mm) Persentase Yang Lolos Gradasi Agregat 40 mm 30 mm 20 mm 10 mm 75 100 - - - 37,5 90-100 100 - - 26,5-90-100 100-19 30-70 - 90-100 100 12,5-25-60-90-100 9,5 10-35 - 25-55 40-85 4,75 0-5 0-10 0-10 0-10 2,36 0-2 0-5 0-5 0-5 Sumber : SNI 03-2834-1993 2.5.1.2 Agregat Halus Agregat halus adalah agregat yang semua butirnya menembus ayakan 4.75 mm. Persyaratan umum agregat halus yang digunakan sebagai campuran Self Compacting Concrete adalah sebagai berikut : 1. Agregat halus dapat berupa pasir alam yang diambil dari sungai atau berupa pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu 2. Butirannya harus yang tajam dan keras, tidak boleh hancur oleh pengaruh cuaca 3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat kering) II-10

4. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik yang terlalu banyak Gradasi dari agregat halus harus memenuhi persyaratan, yaitu melalui analisis saringan dengan nomer ayakan sebagai berikut: Tabel 2.3 Persyaratan Gradasi Agregat Halus Gradasi Gradasi Gradasi Gradasi Diameter Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4 ayakan Yang Yang Yang Yang (mm) Lolos Lolos Lolos Lolos (%) (%) (%) (%) 9,5 100 100 100 100 4,75 90-100 90-100 90-100 95-100 2,36 60-95 75-100 85-00 95-100 1,18 30-70 55-90 75-100 90-100 0,6 15-34 39-59 60-79 80-100 9,5 10-35 - 25-55 40-85 0,3 5-20 8-30 12-40 15-50 2,36 0-10 0-10 0-10 0-15 Sumber : SNI 03-2834-1993 2.5.2 Semen Portland Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang dihasilkan dengan mengahaluskan klinker yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk II-11

kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. 2.5.2.1 Jenis-jenis Semen Portland Pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi di lokasi, dengan perkembangan semen yang pesat maka dikenal berbagai jenis semen Portland antara lain: a. Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Digunakan untuk bangunanbangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. Jenis ini paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi. b. Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulftat dan panas hidras dengan tingkat sedang. Digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus menerus berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau untuk pondasi yang tertahan didalam tanah yang mengandung air agresif (garam-garam sulftat). c. Tipe III, semen portland yang memerlukan kekuatan awal yang tinggi. Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus dapat cepat dipakai. d. Tipe IV, semen portland yang penggunaannya diperlukan panas hidrasi yang rendah. Digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum. Misalnya pada bangunan seperti bendungan gravitasi yang besar. II-12

e. Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air laut serta untuk bangunan yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung su lfat dalam persentase yang tinggi. 2.5.2.2 Bahan Dasar Semen Portland Semen portland yang dijual di pasaran umumnya terbuat dari 4 bahan, sebagai beriku: 1. Batu kapur (limestone) / kapur (chalk) : yang mengandung CaCO 3 2. Pasir silika / tanah liat : yang mengandung SiO 2 dan Al 2 O 3 3. Pasir / kerak besi : yang mengandung Fe 2 O 3 4. Gypsum : yang mengandung CaSO 4.H 2 O Pada dasarnya ada 4 unsur paling penting yang menyusun semen portland, antara lain: a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO 2 ) yang disingkat menjadi C 3 S dengan kadar rata-rata 50% b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO 2 ) yang disingkat menjadi C 2 S dengan kadar rata-rata 25% c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al 2 O 3 ) yang disingkat menjadi C 3 A dengan kadar rata-rata 12% d. Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al 2 O 3.Fe 2 O 3 ) yang disingkat menjadi C 4 AF dengan kadar rata-rata 8%. II-13

2.5.3 Air Peran air tidak kalah pentingnya dalam suatu campuran beton. Karena semen tidak bisa menjadi pasta tanpa air. Kegunaan air dalam campuran beton cair tidak hanya untuk hidrasi semen, tetapi juga agar pasta betonnya lecak (workable). Jumlah air yang diperlukan untuk kelecakan tertentu tergantung pada sifat material yang digunakan. Air yang diperlukan dalam campuran beton dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a. Ukuran agregat maksimum: bila diameter besar maka kebutuhan air semakin kecil begitu pula dengan jumlah mortar yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit. b. Gradasi agregat: jika gradasi baik maka kebutuhan air menurun untuk kelecakan yang sama c. Kotoran dalam agregat: semakin banyak tanah liat dan lumpur maka kebutuhan air meningkat. d. Bentuk butir: bentuk butir yang bulat membutuhkan air yang lebih sedikit dibandingkan dengan batu pecah. e. Jumlah agregat halus (dibandingkan agregat kasar): lebih sedikitnya agregat halus maka kebutuhan air semakin menurun. 2.5.4 Superplasticizer Kegunaan superplasticizer pada self compacting concrete yaitu untuk mengurangi penggunaan air, tanpa harus kehilangan kelecakannya. Tetapi penggunaan superplasticizer pada self compacting concrete harus hati-hati, baik dari segi dosis maupun dari segi waktu. Karena dengan penggunaan superplasticizer, self II-14

compacting concrete concrete sangat dipengaruhi oleh variabel waktu. Bahan dan jenis superplasticizer beragam sesuai dengan penelitian dari industri pembuatnya. Adapun keuntungan dari penggunaan superplasticizer antara lain: a. Menambah kekuatan tekan b. Menambah kekuatan flexural c. Modulus elastisitas tinggi d. Permeabilitas yang rendah e. Meningkatkan durability f. Meningkatkan kelecakan beton segar 2.5.4.1 Rapi flow 750 Pada penelitian ini digunakan chemical admixture berupa Rapi Flow 750 yang merupakan high performance superplasticizer yang diproduksi oleh PT. Duta Sarana Perkasa (DUSASPUN). Rapi Flow 750 adalah chemical admixture yang berbasis polycarboxylate yang berfungsi untuk menyebarkan (mendipersikan) partikel semen menjadi merata dan memisahkan menjadi partikel-partikel halus sehingga reaksi pembentukan kalsium silikat hidrat (CSH) menjadi lebih merata dan aktif. Daya alir pasta semen akan meningkat sehingga menyebabkan beton segar menjadi mengalir dan dapat memadat dengan sendirinya. 2.6 Teori Mix Design (Perencanaan Campuran Beton) Setelah semua sifat material penyusun yang akan digunakan dalam pekerjaan beton diketahui, maka dilanjutkan pada tahap berikutnya yaitu tahap perancangan komposisi campuran beton yang akan digunakan pada pekerjaan tersebut. Selanjutnya perlu diketahui beberapa faktor lainnya yang dapat II-15

mempengaruhi pekerjaan pembuatan rancangan beton, diantaranya adalah kondisi lokasi kerja dimana bangunan akan dikerjakan, kekuatan beton yang akan direncanakan, ketrampilan pekerja, pengawasan yang dapat diberikan, peralatan yang akan digunakan dan tujuan penggunaan bangunan serta faktor-faktor lainnya. Tahap perencanaan campuran beton (mix design) pada umumnya dibagi menjadi tiga tahap utama yaitu: 1. Melakukan perhitungan proporsi campuran yang tepat berdasarkan data yang diberikan atau data pengalaman terdahulu dan pengetahuan tentang sifat bahan baku yang digunakan dan biasanya diikuti dengan pekerjaan pra pengujian. 2. Membuat campuran percobaan dalam skala kecil, dengan menggunakan agregat yang diketahui kadar airnya 3. Membuat percobaan dalam skala penuh sebelum pelaksanaan konstruksi sebenarnya dimulai Pada penelitian ini parameter yang digunakan untuk membuat campuran (mix design), yaitu menggunakan standar ACI 211.2-91. Dimana prosedur perancangan campurannya, sebagai berikut: 1. Menentukan slump dan kebutuhan kekuatan beton 2. Memilih ukuran maksimum dari agregat 3. Estimasi air campuran dapat diperoleh dari tabel di bawah dengan ketentuan tidak ada udara terperangkap (non air entrained concrete) II-16

Tabel 2.4 Kebutuhan Air Pencampuran (kg/cm 3 ) dan kandungan udara untuk berbagai nilai slump dan ukuran maksimum agregat Ukuran Maksimum Agregat Jenis Beton Slump (mm) 10 12,5 20 25 40 50 75 Mm Mm mm mm mm mm Mm 25-50 205 200 185 180 160 155 140 Tidak Ada udaraterperan 75-100 225 215 200 190 175 170 155 150-175 240 230 210 200 185 175 170 gkap Udara yang tersekap (%) 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3 25-50 180 175 165 160 150 140 135 Ada udaraterperan 75-100 200 190 180 175 160 155 150 150-175 215 205 190 180 170 165 160 gkap Udara yang disarankan (%) 8 7 6 5 4,5 4 3,5 Sumber: (Modul Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi Universitas Mercu Buana, 1998) 4. Rasio air Semen (w/c) diperoleh dari tabel dibawah dengan ketentuan awal tanpa non air entrained concrete II-17

Tabel 2.5 Rasio Air Semen dan Kuat Tekan Beton Kekuatan Beton Pada umur 28 hari Water Cemen Ratio Mpa Kg/cm 2 Untuk beton yang tidak ada udara di dalamnya Untuk beton yang ada udara di dalamnya 48 487 0,33-41 415,9 0,41 0,32 34 344,9 0,48 0,40 28 284,1 0,57 0,48 21 213 0,68 0,59 14 142 0,82 0,74 Sumber: (Modul Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi Universitas Mercu Buana, 1998) 5. Menghitung kadar material semen Berat material semen yang dibutuhkan, diperoleh dengan membagi jumlah air campuran dengan rasio w/c 6. Menentukan jumlah agregat kasar Volome agregat kasar diperoleh dari tabel 2.6 dengan diketahui ukuran agregat dan modulus kehalusan agregat halus. Dari nilai volume agregat kasar yang didapat maka untuk menentukan jumlah agregat kasar dengan mengalikan volume agregat kasar dengan berat agregat kasar yang diperoleh dari pengujian berat isi agregat kasar. II-18

Tabel 2.6 : Volume Agregat Kasar per Satuan Volume Beton Ukuran Maksimum Agregat Kasar Volume Total Agregat Kasar Per Satuan Volume Beton Untuk Harga FM Pasir 2,40 2,60 2,80 3,00 (mm) 10 0,5 0,48 0,46 0,44 12,5 0,59 0,57 0,55 0,53 20 0,66 0,64 0,62 0,6 25 0,71 0,69 0,67 0,65 40 0,75 0,73 0,71 0,69 50 0,78 0,76 0,74 0,72 70 0,82 0,8 0,78 0,76 150 0,87 0,85 0,83 0,81 Sumber: (Modul Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi Universitas Mercu Buana, 1998) 7. Menentukan jumlah agregat halus Setelah ditemukan volume bahan semen per m 3 beton, volume agregat kasar, air dan udara teperangkap per m 3, kadar agregat halus untuk masingmasing campuran dapat dihitung dengan menggunakan volume absolut. Terlebih dahulu dicari kandungan total agregat halus. Jumlah agregat halus = kandungan agregat halus x berat jenis agregat halus 8. Menentukan jumlah kadar superplasticizer yang akan digunakan 9. Menghitung ulang jumlah kebutuhan air campuran akhir Jumlah air campuran yang diperlukan setelah dikurangi dengan jumlah superplasticizer II-19

2.7 Perawatan (Curing) beton Setelah beton mencapai 24 jam dari waktu pengecoran, cetakan beton sudah dapat dibuka. Beton yang sudah dibuka cetakannya kemudian langsung dipisahkan yang telah diatur sesuai dengan metode curing yang direncanakan. Dalam hal ini benda uji tersebut diperhatikan yang perlu dicuring pada umur yang direncanakan dan mana yang perlu diangkat dari curing sesuai dengan umur yang direncanakan, setelah selesai dilakukannya pengujian kuat tekan beton. Curing merupakan suatu usaha untuk mengadakan perawatan terhadap beton, dengan tujuan utama adalah untuk menjaga kadar air didalam beton, sehingga air yang ada mencukupi dan memberikan temperatur yang normal untuk terjadinya proses hidrasi yang sesempurna mungkin. Dengan adanya proses hidrasi yang sempurna pada akhirnya akan menghasilkan beton dengan kekuatan dan kinerja yang optimum. Metode curing yang paling umum dipakai adalah perawatan dengan air (water curing). Namun harus didukung pertimbangan ekonomi sehubungan dengan kondisi lapangan dan ketersediaan air dilokasi pekerjaan. Pelaksanaan water curing juga harus menghindarkan terjadinya perbedaan temperatur yang drastis antara bagian dalam beton dengan bagian luar, yang akan mengakibatkan terjadinya potensi retak thermal dalam beton. 2.8 Kuat Tekan Beton Kuat tekan beban beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan. II-20

Perhitungan Kuat tekan beton = A P (kg/cm 2 ) Keterangan: P = beban maksimum (kg), A = luas penampang (cm 2 ) Biasanya pengujian kuat tekan dilakukan dengan membuat benda uji berbentuk kubus berukuran penampang 10x10 cm, 15x15 cm atau 20x20 cm, atau dengan bentuk silinder berukuran penampang 10 cm tinggi 20 cm atau ukuran penampang 15 cm tinggi 30 cm. II-21