III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2007. Bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut: 15 buah akuarium beserta kelengkapannya, mikroskop, haemacytometer, syringe 1 ml, gelas objek, termometer, eppendorf (tube), bunsen, jarum ose, cawan petri, autoklaf, oven, tabung reaksi, pipet mikro, tip, vorteks, timbangan, sentrifuge, water bath shaker, dan alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan antara lain: larutan kitosan, ikan lele dumbo, biakan bakteri murni Aeromonas hydrophila, biakan bakteri murni Staphylococcus aureus, TSA (tryptic soy agar), TSB (tryptic soy broth), PBS (phospat buffer salinity), alkohol, aquades, pewarnaan giemsa, HCl 0.1N, larutan Hayem (Lampiran 1), larutan Turk s, cristoceal, alkohol 70%, akuades steril, kertas tissue, asam asetat, metanol 100 %, spiritus, sodium sitrat 3,8 %, dan pakan ikan. 3.3. Metode Penelitian Tahap penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan wadah, persiapan ikan uji, pembuatan larutan kitosan, pemberian kitosan pada ikan uji, penyediaan suspensi bakteri Aeromonas hydrophila, dan penyuntikan bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan uji. Penelitian dilakukan melalui penyuntikan kitosan secara in vivo dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. 3.3.1. Persiapan Wadah Tahap persiapan dimulai dengan membersihkan akuarium dan tandon menggunakan sabun dan didisinfeksi menggunakan kaporit (tandon), setelah itu dibilas dengan air bersih dan dikeringkan selama 1 hari. Bagian dinding akuarium ditutup dengan plastik hitam, untuk menghindari stress akibat sinar dan lalu lalang orang. Akuarium yang digunakan 15 buah dan 3 tandon. 25
Akuarium disusun pada tempatnya serta diisi dengan air sampai ketinggian 25 cm dan dipasang aerasi. Sebelumnya air diendapkan terlebih dahulu selama 7 hari dalam tandon. 3.3.2. Persiapan Ikan Uji Ikan berasal dari petani di Ciampea, Bogor dengan bobot rata-rata 53,61 ± 1.36 gram. Ikan ditebar 10 ekor di tiap akuarium lalu diadaptasikan selama 3 hari. Selama adaptasi, ikan uji diberikan pakan buatan berupa pelet terapung (kadar proteinnya 28%) sebanyak 3 kali dalam satu hari dengan FR (Feeding Rate) 3% dari bobot total. Pemberian pakan dilakukan secara ad satiation. Untuk menjaga kulaitas air selama penelitian maka dilakukan penyiponan 1 kali dalam dua hari. 3.3.3. Pembuatan Larutan Kitosan Kitosan dilarutkan dalam asam asetat, 1 2 %, kemudian distirer hingga larutan menjadi transparan dan berbentuk gel. Akuades steril ditambahkan ke dalam larutan kitosan untuk mencapai konsentrasi 2.144 mg/ml, 4.289 mg/ml, dan 6.433 mg/ml (Lampiran 2). 3.3.4. Penyediaan Suspensi Bakteri Aeromonas hydrophila Biakan bakteri Aeromonas hydrophila berasal dari Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bakteri yang telah diinkubasi dalam media TSA pada tabung agar miring diambil menggunakan jarum ose (sampai memenuhi lingkaran jarum ose), kemudian dimasukkan ke dalam TSB. Selanjutnya bakteri tersebut diinkubasi selama 24 jam dalam water bath shaker dan dilakukan perhitungan kepadatan bakteri menggunakan optical density untuk selanjutnya diencerkan menjadi 10 5 cfu/ml (Lampiran 3). 26
3.3.5. Uji In vivo Pemberian kitosan dengan menggunakan 2 kontrol yaitu kontrol negatif dan kontrol positif, dan 3 pemberian dosis berbeda dari kitosan seperti tertera di bawah ini: 1. Kontrol negatif yaitu ikan disuntik dengan PBS sebanyak 0,1 ml/ekor ikan tanpa uji tantang 2. Kontrol positif yaitu ikan disuntik bakteri Aeromonas hydrophila dengan kepadatan 10 5 cfu/ml (Ashry, 2007) ikan sebanyak 0.1 ml/ekor ikan 3. Ikan disuntik kitosan dengan dosis 2 µg/g ikan kemudian diberi uji tantang bakteri Aeromonas hydrophila dengan kepadatan 10 5 cfu/ml sebanyak 0.1 ml/ekor ikan 4. Ikan disuntik kitosan dengan dosis 4 µg/g ikan kemudian diberi uji tantang bakteri Aeromonas hydrophila dengan kepadatan 10 5 cfu/ml sebanyak 0.1 ml/ekor ikan 5. Ikan disuntik kitosan dengan dosis 6 µg/g ikan kemudian diberi uji tantang bakteri Aeromonas hydrophila dengan kepadatan 10 5 cfu/ml sebanyak 0.1 ml/ekor ikan Pemberian kitosan dilakukan dengan cara penyuntikan intramuskular pada ikan, setiap perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Setelah 7 hari penyuntikan kitosan maka dilakukan uji tantang dengan menyuntikan Aeromonas hydrophila pada ikan uji. 3.3.6. Parameter Penelitian 3.3.6.1. Gambaran Darah Pengambilan sampel darah akan dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, dan 6 pasca uji tantang bakteri. Uji pengaruh larutan kitosan terhadap gambaran darah ikan dari masing-masing akuarium diambil sampel 1 ekor ikan lele, sehingga setiap pengamatan darah ada 3 ekor yang diperiksa pada perlakuan dan kontrol untuk dilihat jumlah eritrosit, jumlah leukosit, kadar hematokrit, kadar hemoglobin, indeks fagositik, dan diferensial leukosit. Selain itu diamati juga nafsu makan ikan, kelangsungan hidup ikan, bobot ikan, dan kualitas air. 27
a. Pengambilan Sampel Darah Darah ikan diambil dengan alat suntik yang ditusukkan sampai tulang vertebrae yang memiliki vena caudalis, lalu ditarik. Darah yang telah diambil lalu dimasukkan ke dalam tabung eppendorf. Sebelumnya, alat suntik dan tabung eppendorf sebagai tempat penyimpanan darah dibilas dengan antikoagulan, yaitu Na-sitrat 3.8 %. b. Perhitungan Jumlah Eritrosit (Svobodova, 1991) Perhitungan dilakukan dengan mengencerkan darah dengan larutan Hayem di dalam pipet pencampur berskala maksimum 101. Di dalam pipet ini terdapat bulir berwarna merah yang berfungsi sebagai pengaduk. Darah dihisap dengan pipet pencampur hingga skala 0,5 lalu dengan pipet yang sama dihisap larutan Hayem hingga skala 101. Pipet kemudian digoyang membentuk angka delapan selama 3-5 menit agar darah tercampur secara merata. Sebelum dilakukan perhitungan, larutan pada bagian ujung pipet yang tidak teraduk dibuang. Darah yang telah homogen kemudian diteteskan ke dalam haemacytometer tipe Nieubauer Improved yang telah ditutupi gelas penutup melalui bagiannya yang berlekuk hingga memenuhi seluruh bagian yang berskala. Agar volume darah yang dihitung tepat, kelebihan darah dihisap menggunakan kertas tissue. Perhitungan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali pada 5 kotak besar haemocytometer tipe Nieubauer Improved dan jumlahnya dihitung dengan rumus (Nabib dan Pasaribu, 1989): eritrosit = rataan sel terhitung 1 x volume kotak besar x pengenceran c. Perhitungan Jumlah Leukosit (Svobodova, 1991) Perhitungan dilakukan dengan mengencerkan darah dengan larutan Turk s di dalam pipet pencampur berskala maksimum 11. Di dalam pipet ini terdapat bulir berwarna putih yang berfungsi sebagai pengaduk. Darah dihisap dengan pipet pencampur hingga skala 0,5 lalu dengan pipet yang sama dihisap larutan Turk s hingga skala 11. Pipet kemudian 28
digoyang membentuk angka delapan selama 3-5 menit agar darah tercampur secara merata. Sebelum dilakukan perhitungan, larutan pada bagian ujung pipet yang tidak teraduk dibuang. Darah yang telah teraduk kemudian diteteskan ke dalam haemacytometer tipe Nieubauer Improved yang telah ditutupi gelas penutup melalui bagiannya yang berlekuk hingga memenuhi seluruh bagian yang berskala. Agar volume darah yang dihitung tepat, kelebihan darah dihisap menggunakan kertas tissue. Perhitungan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali pada 64 kotak besar haemacytometer dengan rumus (Nabib dan Pasaribu, 1989): leukosit = rataan sel terhitung 1 x volume kotak besar x pengenceran d. Pengukuran Hemoglobin (Wedemeyer dan Yasutake, 1977 dalam Alifuddin, 1999) Pengukuran kadar hemoglobin dilakukan dengan metode Sahli. Prinsip metode ini adalah mengkonversikan hemoglobin dalam darah ke dalam bentuk asam hematin oleh asam klorida. Darah dihisap menggunakan pipet Sahli sampai skala 20 mm 3, ujung pipet yang telah digunakan dibersihkan dengan kertas tissue. Darah kemudian dipindahkan ke dalam tabung hemoglobin yang berisi HCl 0,1 N sampai skala 10 (warna kuning), lalu didiamkan 3-5 menit agar hemoglobin bereaksi dengan HCl membentuk asam hematin. Darah kemudian diaduk dan ditambahkan akuades sedikit demi sedikit hingga warnanya sama dengan warna standar. Pembacaan skala dilakukan dengan melihat tinggi permukaan larutan yang dicocokkan dengan skala lajur Gr % yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah. e. Pengukuran Hematokrit (Chinabut et al., 1991) Darah dihisap menggunakan tabung mikrohematokrit berlapis heparin dengan sistem kapiler. Setelah darah mencapai ¾ bagian tabung kemudian salah satu ujung tabung disumbat dengan critoceal. Tabung kapiler yang telah 29
berisi darah kemudian dipusing (sentrifuge) dengan kecepatan putaran 6000 rpm selama 5 menit. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan volume benda darah terhadap volume seluruh darah menggunakan skala hematokrit. Rumus kadar hematokrit : % hematokrit = volume lempeng darah ( a) volume keseluruhan cairan darah ( b) x 100% f. Diferensial Leukosit (Svobodova, 1991) Pengukuran diferensial leukosit (sel darah putih) dilakukan untuk mengetahui persentase tiap macam leukosit yang ada dalam darah. Perhitungan dilakukan dengan mengamati preparat ulas darah. Setetes darah ditempatkan di atas gelas objek yang bersih (direndam metanol), lalu ujung gelas objek kedua ditempatkan di atas gelas objek pertama hingga membentuk sudut 30. Gelas objek kedua digeser ke arah berlawanan hingga terbentuk lapisan tipis darah, dibiarkan hingga kering. Preparat difiksasi dengan metanol absolut selama 5 menit, lalu diangkat dan dibiarkan kering udara. Pewarnaan preparat dilakukan selama 10 menit dalam wadah pewarnaan dengan larutan Giemsa. Lalu diangkat, dibilas dengan air mengalir, dan dibiarkan kering udara. Preparat yang telah jadi kemudian ditempatkan di bawah mikroskop, diberi imersi, dan diamati dengan perbesaran 400 kali. Diferensial leukosit (limfosit, monosit, neutrofil, dan trombosit) dihitung sampai 100 sel leukosit, kemudian dihitung jumlah sel limfosit, neutrofil, monosit, dan trombosit. Adapun perhitungan jumlah sel limfosit, neutrofil, monosit, dan trombosit secara matematika adalah sebagai berikut : L Presentase limfosit = x 100% 100 M Presentase monosit = x 100% 100 N Presentase neutrofil = x 100% 100 T Presentase trombosit = x 100% 100 30
Keterangan : L : Jumlah limfosit M : Jumlah monosit N : Jumlah neutrofil T : Jumlah trombosit L + M + N + T = 100 sel L% + M% + N% + T = 100% g. Indeks Fagositik Perhitungan dilakukan dengan mengambil 50 µl darah dimasukkan ke dalam eppendorf, kemudian ditambahkan 50 ml suspensi Staphylococcus aureus dalam PBS (10 7 sel/ml) kemudian dihomogenkan dan diinkubasi dalam suhu ruang selama 20 menit lalu sebanyak 5 ml dibuat preparat ulas dan dikeringkan di udara. Difiksasi dengan metanol selama 5 menit dan dikeringkan. Setelah itu direndam dalam larutan Giemsa selama 15 menit dan dicuci dengan air mengalir. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali. Aktivitas fagositik diukur berdasarkan jumlah monosit yang melakukan aktivitas fagositik terhadap jumlah sel monosit yang diamati. Sel fagositik dihitung hingga 100 sel. Indeks fagositik dihitung berdasarkan rumus Liut et.al (2003): Indeks Σ Sel monosit yang aktif memfagositik fagositik = x100% Σ Sel monosit 3.3.6.2. Pertambahan Bobot Ikan Pengukuran bobot rata-rata dilakukan pada awal dan akhir perlakuan dengan timbangan digital. Pertambahan bobot ikan dihitung dengan rumus (Zonneveld et al., 1991): Δ W = Wt Wo Keterangan: Δ W = Pertambahan bobot Wt = Bobot rata-rata akhir Wo = Bobot rata-rata awal 3.3.6.3. Kelangsungan Hidup Pengamatan kelangsungan hidup ikan uji dilakukan setiap hari pasca penyuntikan sampai akhir penelitian. 31
Tingkat kelangsungan hidup ikan uji (survival rate) dihitung dengan rumus (Effendi,1979): SR = Nt No x 100% Keterangan: SR = Kelangsungan hidup (%) Nt = Jumlah ikan akhir (ekor) No = Jumlah ikan yang awal (ekor) 3.3.6.4. Pengukuran Kualitas Air Parameter kualitas air yang akan diamati meliputi pengukuran suhu, ph, DO, dan amoniak. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada awal dan akhir penelitian. 3.3.7. Analisis Data Dari hasil pengamatan parameter meliputi gambaran darah (jumlah eritrosit, jumlah leukosit, kadar hematokrit, nilai hemoglobin, indeks fagositik, dan diferensial leukosit), kelangsungan hidup ikan uji, respon makan, pertambahan bobot, dan kualitas air. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan masing-masing 3 kali ulangan kemudian diuji lanjut menggunakan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). 32
Gambar 1. Bagan Pelaksanaan Penelitian Kontrol Negatif (tanpa kitosan) Kontrol Positif (tanpa kitosan) Disuntik 2 µg kitosan/g ikan Disuntik 4 µg kitosan/g ikan Disuntik 6 µg kitosan/g ikan 7 hari 7 hari 7 hari 7 hari 7 hari PBS 0,1 ml/ekor ikan Tanpa disuntik 0.1 ml/ekor ikan dengan kepadatan 10 5 cfu/ml 0.1 ml/ekor ikan dengan kepadatan 10 5 cfu/ml 0.1 ml/ekor ikan dengan kepadatan 10 5 cfu/ml 0.1 ml/ekor ikan Dengan kepadatan 10 5 cfu/ml Diamati Kelangsungan hidup, respon makan, bobot ikan, dan gambaran darah ikan (pada hari ke 0, 2, 4, dan 6) pasca injeksi 33