BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PENGGELAPAN PAJAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

dokumen-dokumen yang mirip
RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

Ketentuan Pidana dan Penyidikan. Landasan Hukum: Pasal 38 s/ d Pasal 44B UU KUP

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]

BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM TENTANG PEMALSUAN FAKTUR PAJAK

Tabel 1: Sanksi Administrasi Berupa Denda, Bentuk pengenaan Denda, dan Besarnya Denda

Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak?

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang murah, dan pendidikan yang gratis.

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI PERPAJAKAN DI INDONESIA

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 62/PJ/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PROBOLINGGO NO. 179/PID.B/PN.PBL TENTANG TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELANGGARAN HUKUM PAJAK YANG BERIMPLIKASI TINDAK PIDANA KORUPSI & UPAYA PENEGAKAN HUKUMNYA

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

SANKSI-SANKSI PERPAJAKAN. Edisi No. 9, Oleh: Tim Konsultan Pajak Russell Bedford SBR. 1) Sanksi bunga,

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

Pengertian & Tujuan Pemeriksaan

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013. PENEGAKAN HUKUM TERHADAP WAJIB PAJAK DI DAERAH BOLAANG MONGONDOW 1 Oleh : Swetly Mailensun 2

Hukum Pajak. Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL

BAB III ANALISIS. hukum positif dan hukum Islam, dalam bab ini akan dianalisis pandangan dari kedua

UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN NOMOR SE-62/PJ/2013 TENTANG

BAB IV. A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Hukuman Kumulatif. Dari Seluruh Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim, menunjukkan bahwa

Imbalan Bunga. Diberikan dalam hal:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PEMALSUAN MEREK SEPATU DI KELURAHAN BLIMBINGSARI SOOKO MOJOKERTO

Pertanggungjawaban Pidana Atas Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Yang Dilakukan Oleh Korporasi

crime dalam bentuk phising yang pernah terjadi di Indonesia ini cukup

KUP NPWP DAN SPT. Amanita Novi Yushita, M.Si

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 05 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINDAK PIDANA BIDANG PERPAJAKAN DI INDONESIA DR SIMON NAHAK SH MH

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP)

PENJELASAN ATAS RANCANGANPERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

BAB II KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1994 TENTANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 9 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MAKALAH PERPAJAKAN KASUS PIDANA PAJAK OLEH PT. PERCETAKAN DAN PENERBITAN SULAWESI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55/PMK.03/2016 TENTANG

BAB III PRAKTIK PENGGELAPAN PAJAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK

POKOK-POKOK PERUBAHAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613]

BAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

BAB II LANDASAN TEORI


BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

HAK, KEWAJIBAN DAN SANKSI PEMILIK NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 20 TAHUN 1997 (20/1997) Tanggal: 23 MEI 1997 (JAKARTA)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PENETAPAN DAN KETETAPAN

Definisi. SPT (Surat Pemberitahuan)

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR dan BUPATI OGAN KOMERING ILIR MEMUTUSKAN:

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PENGGELAPAN PAJAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Analisis Tentang Sanksi Bagi Pelaku Penggelapan Pajak dalam Hukum Positif dan Hukum Islam Dari beberapa penjelasan yang telah dikemukakan diatas maka jelaslah bahwa seseorang yang melakukan tindak pidana penggelapan pajak sama halnya dengan orang yang melakukan tindak pidana korupsi. baik dalam hukum positif maupun dalam hukum Islam, namun terdapat perbedaan yang memang tidak begitu signifikan, hanya dalam bentuk sanksi yang membedakan antara kedua hukum tersebut. Dalam hukum Positif bila seseorang melakukan tindak pidana penggelapan pajak maka akan diproses sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku, yaitu Undang-Undang perpajakan sebagaimana yang telah dijelaskan pada UU KUP pasal 38 disebutkan : 1. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau 2. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. Dalam Pasal 39 ayat 1 juga disebutkan bahwa: 1 Setiap orang yang dengan sengaja: a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

68 b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya; g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain; h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. 2 Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan. 3 Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,

69 atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan. Dalam hukum Islam seseorang yang melakukan tindak pidana penggelapan pajak dikenai hukuman ta zir. Hukuman ta zir ialah hukum yang berkaitan dengan pelanggaran hak Allah dan manusia yang tidak ditemukan ancamannya dalam Al- Qur an maupun hadist. 1 Dalam konteks penggelapan pajak, hukuman ta zir bisa berupa teguran, kurungan, pembayaran denda dan yang tertinggi ialah hukuman mati, karena dalam hukuman ta zir tidak dijelaskan ancamannya dalam Al-Qur an dan Hadits maka keputusan hukumannya diserahkan kepada hakim. Yusuf Al-Qardhawi dalam penelitiannya tentang pajak menyatakan bahwa kebanyakan hadist-hadist yang mencela almaks tidak dapat dipertanggungjawabkan keshahihannya. 2 Adapun hadist-hadisnya yang shahih, maka tidak mengandung penegasan tentang larangan memungut pajak secara mutlak. Al-maks di sini bisa bermakna pajak dan pemungutan harta orang lain secara zalim dan sewenangwenang guna kepentingan sendiri ataupun golongan. Kalau pemungutannya bertujuan untuk kepentingan rakyat yang disertai dengan prinsip keadilan dan kebenaran, penulis fikir bukan masalah yang perlu diperdebatkan. Apalagi 1 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana, edisi 3 (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h. 28 2 A.MalikMadany, Pajak dalam Perspektif Fiqh Islam dalam jurnal al- Jami ah. No. 56 Th. 1994.h. 31.

70 menolak mentah-mentah ketentuan pemerintah terhadap pajak yang telah jelas tujuannya kembali kepada rakyat pula. Rakyat bebas menikmati layanan publik yang didanai dari pajak mereka tadi. Namun jika terjadi penyimpangan pada pengeluaran dan pengalokasian dana pajak serta jauh dari tujuan asalnya yakni kesejahteraan rakyat, maka status pajaknya berubah menjadi haram dan bisa diajukan protes ataupun banding pada badan pengurus pajak negara. Jika ditinjau dari perspektif hukum Islam maka dan merujuk kepada hadist-hadist shahih maka hukuman bagi pelaku penggelapan pajak ialah diancam dengan dimasukkan kedalam neraka, namun hadist ini bersifat umum dalam arti hukum yang dijatuhkan ialah hukuman dari Allah SWT, dan bila diqiaskan dalam bentuk hukum Islam yang sesungguhnya maka hukumannya ialah dita zir, sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh para ulama. B. Persamaan dan Perbedaan Antara Hukum Positif dan Hukum Islam Tentang Sanksi Penggelapan Pajak. Berkaitan dalam hal penggelapan pajak, memang terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara kedua hukum tersebut. Dimana dalam hukum positif penggelapan pajak merupakan suatu tindak kejahatan luar biasa (Ekstra Ordinary Crime) yang tingkat penanganannya harus lebih serius, karena tindak pidana penggelapan pajak tidak hanya merugikan Negara tetapi lebih dari pada itu dapat menghancurkan stabilitas ekonomi suatu Negara. Disamping itu pula kejahatan tindak pidana penggelapan pajak akan merujuk kepada tindak pidana pencucian uang, dan korupsi. Sedangkan bila dilihat dari perspektif hukum Islam, memang tidak begitu dijelaskan secara terperinci tentang penggelapan pajak. Ini dapat terjadi lantaran masalah perpajakan saja dalam Islam masih menimbulkan kontorversi dari sebagian ulama fiqih, ada yang membolehkan, mewajibkan, tapi tidak sedikit pula ada sebagian diantara para ulama yang mengharamkan pajak. Karena masih terjadi ikhtilaf diantara para ulama maka disini penulis hanya menjelaskan sedikit tentang penggelapan pajak dalam hukum Islam.

Adapun persamaan antara kedua hukum tersebut bila merujuk kepada pemahaman para ahli fiqih yang mewajibkan pajak, maka akan ditemukanlah persamaan tersebut. 1. Dalam hukum positif maupun hukum Islam penggelapan pajak merupakan kejahatan yang luar biasa yang tidak dapat dianggap kejahatan biasa. 2. Persamaan penggelapan pajak menurut hukum Positif dan hukum Islam dapat dilihat dari jenis sanksi yang digunakan. Dalam hukum positif sanksi yang digunakan merujuk kepada Undang-Undang yang dibuat oleh pemerintah, dalam hukum Islam pun sama, hukuman bagi pelaku penggelapan pajak ialah di ta zir, atau diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Adapaun perbedaan antara hukum positif dan hukum Islam dalam hal penggelapan pajak ialah, 1. Dalam hukum Positif masalah pajak dan penggelapan pajak jelas diatur dalam Undang-Undang. Diantaranya ialah Undang-Undang Perpajakan. 2. Dalam hukum Islam pajak hanya dihukumi qiyas, karena tidak adanya dalil tegas baik dari nash Al-Qur an maupun hadist yang menjelaskan secara terperinci tentang pajak. 71