Jurnal Akses Pengabdian Indonesia Vol 1 No 2: 39-48, 2017

dokumen-dokumen yang mirip
PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK RAKYAT MELALUI BUDIDAYA ANEKA TERNAK LOVEBIRD DAN ULAT HONGKONG DI MALANG DAN BLITAR

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

Penyiapan Mesin Tetas

STUDI TEKNOLOGI PAKAN PADA USAHA TERNAK PUYUH PETELUR

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

BAB I PENDAHULUAN. permintaan sangat tinggi. Banyaknya para pencari kroto di alam yang tidak

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas

IbM POTENSI DAN PEMANFAATAN ITIK (JANTAN DAN PETELUR AFKIR) SEBAGAI TERNAK POTONG PADA KELOMPOK TANI DI KECAMATAN AIR HANGAT TIMUR KABUPATEN KERINCI

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

JENIS DAN KARAKTER JANGKRIK Jangkrik di Indonesia tercatat ada 123 jenis yang tersebar di pelosok daerah. Namun hanya dua jenis saja yang umum dibudid

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN

Sutrisno Hadi Purnomo*, Zaini Rohmad**

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

BAB II LANDASAN TEORI

JURNAL INFO ISSN : TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK MENCUKUPI KONTINUITAS KEBUTUHAN PAKAN DI KTT MURIA SARI

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017

Gambar 1. Koloni Trigona sp

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA POUCOWPANTS TEMAN SETIA PENELITI ILMU NUTRISI DALAM PENGUMPULAN FESES BIDANG KEGIATAN : PKM-KARSA CIPTA

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA LAPORAN AKHIR. JANGKRIK KALUNG (Grylus bimaculatus) KUNCI SUKSES BURUNG KICAU BIDANG KEGIATAN: PKM-K.

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

PENINGKATAN BOBOT PANEN ULAT HONGKONG AKIBAT APLIKASI LIMBAH SAYUR DAN BUAH PADA MEDIA PAKAN BERBEDA

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

Panduan Ikan Louhan. anekaikanhias.com. 2. Ikan Louhan Kamfa

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

Nama : MILA SILFIA NIM : Kelas : S1-SI 08

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017 PENGOLAHAN LIMBAH TERNAK DI KELOMPOK PETERNAK MAULAFA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

INOVASI PRODUK USAHA OLAHAN UNTUK MENINGKATKAN DAYA JUAL LELE

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

MATERI DAN METODE. Materi

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

Cara Ternak Jangkrik

Lampiran 1 Gambar cara pengukuran, corak dan pola warna bulu itik Alabio

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

MATERI DAN METODE. Materi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

I. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

I. PENDAHULUAN. umur 4 5 minggu. Sifat pertumbuhan yang sangat cepat ini dicerminkan dari. modern mencapai di bawah dua (Amrullah, 2004).

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

Transkripsi:

39 Jurnal Akses Pengabdian Indonesia Vol 1 No 2: 39-48, 2017 PENINGKATAN PRODUKSI ULAT HONGKONG DI PETERNAK RAKYAT DESA PATIHAN, BLITAR MELALUI TEKNOLOGI MODIFIKASI RUANG MENGGUNAKAN EXHOUST DAN TERMOMETER DIGITAL OTOMATIS Farida Kusuma Astuti, Ahmad Iskandar, dan Eka Fitasari Fakultas Pertanian Universitas Tribhuwana Tunggadewi Abstrak Ulat hongkong (Tenebrio molitor L) merupakan bagian dari aneka ternak yang sangat mudah diterapkan bagi ibu rumah tangga baik sebagai mata pencaharaian utama maupun sampingan. Ulat hongkong merupakan komoditas yang digunakan sebagai makanan burung, ikan, reptile, pangan, dan sebagai bahan baku kosmetik. Dalam masa hidupnya, ulat hongkong melewati beberapa siklus yaitu telur, larva, kepompong (pupa), dan kepik / serangga. Bagi peternak ulat hongkong, 4 tahapan siklus ini harus dilakukan sendiri karena tidak ada pasar yang hanya menjual bibit berupa ulat muda maupun kepiknya saja. Kelembaban dan suhu merupakan masalah yang seringkali dialami oleh peternak ulat hongkong karena sangat berpengaruh pada siklus produksi terutama perubahan ulat dewasa menjadi kepik. Suhu dan kelembaban yang yang terlalu panas atau terlalu rendah akan menyebabkan pembentukan kepik dari ulat dewasa menjadi tidak serempak sehingga ulat yang lambat berkembang akan mengalami kematian akibat diinjak-injak atau dimakan oleh ulat yang sudah berubah menjadi kepik. Untuk mengatasi hal ini solusi yang dilakukan adalah (1) identifikasi masalah pokok yang mempengaruhi perkawinan ulat hongkong (2) Penjelasan mengenai siklus hidup ulat hongkong dan factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya (3) Penerapan teknologi modifikasi ruangan perkawinan ulat hongkong melalui pemasangan exhaust dan pemasangan thermometer digital yang secara otomatis menyala sendiri sesuai suhu ideal ruangan perkawinan ulat (4) Pendampingan dan pelayanan konsultasi dilakukan selama seluruh kegiatan pengabdian yaitu 8 bulan penuh, yang meliputi terhadap semua kegiatan dan praktek hingga mengetahui dampak dari teknologi yang ditransfer bagi tingkat kematian kepik dan peningkatan produksi. Dari hasil pelaksanaan pengabdian masyarakat ini disimpulkan bahwa penerapan teknologi melalui modifikasi ruangan menggunakan exhaust dan thermometer digital otomatis dapat menurunkan tingkat kematian kepik ulat hongkong sebesar 20%, peningkatan kuantitas ulat hongkong sebesar 16,7 % dan peningkatan pendapatan sebesar 70,9%. Kata kunci : ulat hongkong, modifikasi ruang, exhaust, thermometer digital otomatis Pendahuluan Beberapa tahun ini perkembangan bidang aneka ternak sangat maju pesat. Aneka ternak adalah komoditas peternakan di luar bidang peruggasan besar maupun ternak ruminansia. Pada awalnya ternak ini dipelihara untuk konsumsi ternak lain. Akan tetapi karena permintaan yang semakin meningkat maka populasinya juga

40 meningkat. Komoditas ini sangat mudah diterapkan bagi ibu rumah tangga yang masih harus sibuk mengurus kepentingan rumah tangga maupun urusan lainnya. Dikatakam mudah karena komoditas ini dapat dikembangkan di lahan sempit di rumah maupun teras rumah. Salah satu mitra pengabdian masyarakat yang mengawali beternak ulat hongkong di Blitar adalah Ibu Sri Sudarmi yang telah memulai usahanya pada tahun 2010. Yang beralamatkan di Pakunden, Kec Sukorejo, Desa Patihan Blitar. Mitra ini merupakan pioneer bagi usaha ulat hongkong di Blitar, sehingga juga mengajak anak dan beberapa keluarganya untuk ikut mengembangkan budidaya ulat hongkong. Beberapa tetangga juga ada yang mengikuti bisnis ini. Pada awalnya proses pemeliharaan ulat ini berjalan lancar dan cara pemeliharannya cukup mudah karena pakan ulat ini adalah polar, gamblong dan serutan papaya. Kelebihan dari beternak ulat hongkong adalah bahwa sejak dari bibit dan induknya harus dikembangkan oleh peternak sendiri. Tidak ada induk yang dijual di pasar. Oleh karena itu dengan beternak ulat hongkong, peternak memiliki kelebihan dan keistimewaan dimana dia akan menguasai seluruh sumber bibit dan produk dari ulat hongkong. Namun kendala yang dialami muncul ketika musim penghujan maupun musim kemarau. Menurut Husaeni dan Nandika (1989), aktivitas serangga ulat hongkong dipengaruhi oleh suhu. Serangga-serangga daerah tropika pada umumnya tidak tahan terhadap suhu rendah. Kondisi ini bisa dialami ketika musim hujan (berdasar hasil wawancara terhadap peternak). Menurut Apriani (2006), suhu optimum ulat hongkong berkisar antara 26,5-27,5 oc dengan kelembaban sekitar 75,5%. Sedangkan pada musim kemarau suhu cenderung meningkat. Menurut Sitompul (2006), serangga sangat sensitive terhadap suhu tinggi dan menghindari tempat yang panas. Pelaksaan pengabdian masyarakat dilakukan sejak bulan februari 2017 dimana kota Blitar memasuki musim kemarau dan suhu lingkungan meningkat. Hal ini ternyata menimbulkan masalah, dimana produksi ulat hongkong mengalami penurunan drastis akibat banyak kepik ulat yang tidak dapat menetas. Kepik adalah serangga berwarna hitam yang akan menghasilkan larva ulat hongkong. Diduga suhu dan kelembaban menjadi kendala dalam usaha ini. Ulat hongkong memiliki tipe perkembangan yang dipengaruhi oleh suhu. Ketika suhu tinggi, terutama pada musim kemarau dimana suhu bisa mencapai lebih dari 33 o C banyak terjadi kematian pada kepik. Padahal peternak ulat hongkong harus melakukan semua siklus kehidupan ulat hongkong mulai dari perkawinan kepik, pembibitan, hingga pembesaran, dan fase perubahan dari ulat dewasa menjadi kepik merupakan fase yang paling vital bagi pembentukan bibit ulat hongkong. Oleh karena itu, perlu dicari solusi untuk mengatasi nya yaitu melalui perancangan kamar khusus untuk menjaga suhu dan kelembaban yang stabil. Metode Pelaksanaan Metode pelaksanaan Ibm dilakukan dengan berbagai metode baik yang bersifat pendampingan, penyuluhan, praktek, dan pemberian teknologi berupa penyusunan kandang / kamar perkawinan kepik ulat hongkong. Adapun penjelasan metode pelaksanaan adalah sebagai berikut : 1. Metode Pendampingan, pendampingan dilakukan selama 8 bulan penuh yang meliputi semua aspek kegiatan maupun pendampingan secara tidak langsung.

41 Pendampingan dilakukan dalam setiap pertemuan rutin yang dilakukan dan sekaligus terhadap efek dan kemajuan yang dicapai 2. Penyuluhan dilakukan sebagai sarana transfer solusi dan teknologi. Melalui penyuluhan juga dilakukan presentasi teknologi dan pemberian modul kepada masyarakat Hasil dan Pembahasan Survey awal kondisi dan permasalahan mitra Pada awal kegiatan, dilakukan survey awal mengenai kondisi mitra dan permasalahan utama yang dihadapi dalam pemeliharaan ulat hongkong. Dalam pemeliharaan ulat hongkong, setiap peternak harus melakukan pemeliharaan mulai dari pembibitan, pembesaran, dan proses pembentukan kepik. Selama satu siklus pemeliharaan, ulat hongkong akan melewatri 4 fase utama yaitu telur, larva, kepompong (pupa), dan kepik / serangga. Telur kepik ulat hongkong berbentuk oval dan sangat sulit dilihat, memiliki panjang 1 mm (Salem, 2002). Karena sangat sulit dilihat, telur ini biasanya menempel dengan media pakan ulat yaitu polar dan keberhasilan penetasannya hanya bisa diketahui ketika telur sudah menjadi larva ulat dan pada fase ini peternak menghitung keberhasilan produksi dari beraga kg larva ulat yang dihasilkan per kotaknya. Larva merupakan bentuk siklus hidup kedua dan mempunyai 13-15 segmen berwarna coklat kekuning-kuningan pada bagian tubuh (Salem, 2002). Kondisi di peternak umur larva adalah kurang lebih 3-4 bulan yaitu hingga fase ulat menjadi kepik/serangga. Selanjutnya ulat dewasa akan memasuki fase pupa/kepompong dan tahap akhir yang dicapai yaitu terbentuknya kumbang atau kepik ulat hongkong dengan sayapnya yang pendek, lunak dan berkerut (Borror et al., 1982). Tubuh kumbang akan mengalami pengerasan (sklerotisasi) yang kuat dan berwarna lebih gelap, biasanya memerlukan waktu dari beberapa jam sampai waktu yang lama tergantung jenisnya. Karena sayapnya yang pendek kumbang atau kepik tidak dapat terbang jauh. Ketika berada pada kotaknya, kepik hanya akan melakukan perkawinan hingga beberapa kali. Dari kepik ulat hongkong, selanjutnya akan menghasilkan telur yang nantinya akan menjadi ulat lagi. Sebenarnya, hasil utama dari budidaya ulat hongkong adalah melalui penjualan larva yang umumnya dijual ketika larva berumur 50 hari. Di Peternakan mitra, tengkulak akan datang dan mengambil larva ulat hongkong dimana harga akan diberikan sesuai dengan bobot ulat yang dihasilkan. Sementara sisa pakan dan feses ulat biasanya akan dibeli oleh peternak sapi. Keempat siklus ulat tersebut wajib dilakukan oleh peternak ulat hongkong dikarenakan tidak ada supplier atau pasar yang menjual khusus bibit ulat hongkong yang berupa telur maupun kepik ulat hongkong. Akibatnya, dari jumlah total larva ulat umur 50 hari yang akan dijual, peternak harus menyisakan ulat untuk dijadikan kepik/serangga induk. Ulat yang berumur 50 hari akan dipelihara lebih lanjut hingga ulat memasuki umur 90 110 hari, yaitu kondisi dimana larva akan berhenti makan dan siap-siap memasuki fase kepompong. Fase inilah yang sangat menentukan bagi kelangsungan jumlah telur yang dihasilkan, karena bila pembentukan dari kepompong menjadi kepik tidak berjalan sempurna atau terjadi banyak kematian, maka peternak akan mengalami

42 kerugian besar karena akan semakin kecil jumlah telur yang dihasilkan. Pembentukan dari ulat dewasa, menjadi kepompong, dan selanjutnya menjadi kepik/serangga sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan banyak kematian bagi kepik/induk. Sedangkan suhu yang terlalu rendah menyebabkan telur makin lama menetas. Survei pertama dilakukan terhadap kondisi kandang yaitu menyangkut terhadap bentuk kandang, ventilasi kandang, arah masuk angin, posisi kandang yang berdekatan dengan rumah, dan penempatan kotak kandang. Pada kandang mitra, kandang dibagi menjadi 3 tempat yaitu kandang ulat dewasa dan kepik, kandang penetasan telur menjadi larva, dan kandang pembesaran dari larva kecil yang dipelihara hingga panen (umur 50 hari). Kandang dewasa dan kepik terletak berdempetan dengan rumah dan dikelilingi oleh kawat ram yang diberi kelambu. Tujuannya adalah agar udara dan angin bisa masuk sebesar-besarnya karena pada fase ini ternak membutuhkan suhu ideal 30 o C maksimal. Namun, kondisi ini sangat sulit dicapai karena suhu kota Blitar yang cenderung panas dengan suhu rata-rata 31-33 o C. Akibat kondisi suhu yang kurang begitu mendukung banyak terjadi kematian pada fase perubahan ulat dewasa menjadi kepik. Selain itu pada saat penempatan kepik yang hidup di dalam kotak, telur kepik banyak yang tidak menetas dikarena kepik cenderung berhimpitan di pinggir kotak dan saling menindih untuk mencari udara yang ideal. Sehingga dari 10 kotak kepik yang dipelihara rata-rata terjadi kematian 2-3 kotak atau setara 6000-9000 ekor kepik. Padahal, pembentukan telur merupakan fase yang paling fital. Tanpa ada bibit telur, maka peternak tidak akan bisa meningkatkan produksi, atau malah cenderung mengalami gagal produksi. Kandang penetasan telur menjadi larva, dilakukan pada tempat yang terpisah. Kandang dikelilingi oleh tembok batako dengan luasan 6 x 3 m 2. Kondisi di dalam kandang cenderung panas yaitu 35 37 o C. Hal ini dikarenakan suhu lingkungan di luar kandang yang rata-rata mencapai 31-33 o C, sementara di dalam kandang dengan struktur batako menyebabkan suhu lebih panas lagi. Di tembok kandang terdapat 3 cendela sebagai ventilasi untuk pertukaran udara. Suhu yang cenderung panas ini merupakan suhu ideal bagi penetasan telur menjadi ulat. Untuk menjaga telur agar tidak dimakan serangga pengganggu maka di pintu dan jendela kandang dipasangi kain jaring. Kandang pembesaran, berada di dekat kandang penetasan. Di sekeliling kandang dikelilingi dengan kain jaring agar serangga luar tidak masuk. Untuk fase ini sudah berupa larva yang akan dipelihara hingga umur 50 hari. Suhu berapapun tidak menjadi masalah. Dari permasalah utama yang muncul, yaitu pada fase ulat dewasa menjadi kepik, merupakan sasaran masalah yang harus dicari solusinya yaitu dengan memodifikasi kandang yang ada melalui pemasangan exhaust dan thermometer digital otomatis yang akan menjaga suhu kandang tetap dalam kisaran maksimal suhu 30 o C yaitu suhu ideal bagi proses reproduksi kepik. Penyuluhan Tahapan kedua dari kegiatan adalah melalui penyuluhan atau penjelasan mengenai siklus hidup ulat hongkong. Hal ini penting karena peternak perlu mengetahui

43 berbagai factor yang mempengaruhi setiap perkembangan siklus ulat hongkong, halhal yang menyebabkan kematian ternak, dan segala hal yang menghambat perkembangan ternak. Salah satu yang ditekankan adalah pentingnya pengkondisian suhu dan kelembaban yang ideal bagi pertumbuhan kepompong dan kepik. Penyuluhan ini juga dihadiri oleh beberapa teman dan kerabat mitra yang memiliki usaha peternakan ulat hongkong. Harapannya, mitra bisa memahami penerapan teknologi yang nantinya akan dipasang di dalam kandang namun tetap mengacu pada teknologi yang tidak menyerap banyak sumber daya listrik yang ada. Harapan ke depan, teknologi ini bisa ditiru oleh banyak peternak ulat hongkong, sehingga mereka bisa meningkatkan kapasitas produksinya. Penerapan Teknologi Pada awal pengamatan kandang, kandang perkawinan berada pada sisi yang berdekatan dengan rumah. Pada musim kemarau, sejak survey pertama bulan februari hingga April, suhu rata-rata d dalam kandang adalah berkisar 31-33 o C. Semakin siang suhu udara di dalam kandang semakin panas, bahkan terkadang bisa mencapai 34 o C bila hujan sama sekali tidak turun. Kondisi ini terjadi pada jam 11.00 WIB sampai jm 15.00. Akibatnya, banyak kepik / serangga lebih cenderung mengumpul di bibir kotak. Kepik yang dimaksud di sini adalah kepik jantan dan betina yang sama sama berada di dalam kotak kayu dengan media polar dan serutan papaya sebagai sumber pakan dan media hidup. Bila hal ini terjadi terus menerus, telur kepik akan terinjak-injak dan banyak yang mati, bahkan beberapa kepik juga mengalami kematian akibat peningkatan suhu yang mati. Berdasarkan hasil wawancara dengan peternak dan pengamatan langsung di kandang, dari 10 kotak kepik, 2-3 kotak kepik mengalami kematian. Kematian kepik banyak terjadi terutama pada kepik yang mengalami kepanasan. Kondisi yang dapat diamati secara langsung adalah kepik banyak mengumpul di bibir kotak karena kepanasan. Kondisi kandang sebelum diberi exhaust Sebelum memasuki kepompong, ulat yang berumur 90-110 hari akan berhenti makan dan dalam kondisi diam. Kondisi ini menunjukkan bahwa ulat siap untuk membentuk kepompong. Akan tetapi, pembentukan ini tidak terjadi secara serempak diakibatkan kondisi lingkungan yang tidak stabil. Peternak harus memilah mana ulat yang benarbenar sudah tidak bergerak dan mana ulat yang masih bergerak. Peternak menggunakan cupit yang terbuat dari bambo untuk memilah dan menempatkannya dalam kotak yang khusus untuk kepompong (Gambar 1). 1 kotak diisi dengan kurang lebih 1 kg ulat. Selanjutnya ulat ditata agar menyebar dan tidak saling tumpang tindih. Ulat yang mengalami kematian, badannya akan berwarna hitam (Gambar 2). Selanjutnya kotak yang bersisi ulat yang siap menjadi kepompong dimasukkan ke dalam ruangan untuk dibiarkan berubah fase menjadi kepik atau serangga ulat hongkong yang berwarna hitam. Pada kandang ini suhu yang ideal seharusnya 31 o C (Gambar 3 dan 4). Bagi kepik yang mengalami kematian disajikan pada Gambar 5 dan 6.

44 Gambar 1. Pemilihan ulat dewasa yang akan menjadi kepompong, ulat yang mati terlihat berwarna hitam Gambar 2. Pembentukan kepompong (warna putih) yang tidak terjadi secara serempak sehingga menyebabkan beberapa ulat mengalami kematian akibat suhu yang tinggi Gambar 3. Kondisi kandang sebelum dipasang exhaust Gambar 4. Bentuk penataan kotak kepik/serangga ulat hongkong dimana 1 kolom terdiri dari 10-17 kotak dengan cara diselang-selingg agar udara bisa masuk ke dalam kotak Gambar 5. Hasil pengayakan kepik yang mengalami kematian akibat suhu yang tinggi, terlihat masih ada kulit kepompong yang berwarna coklat dan kepik yang mati mendadak setelah perubahan dari kepompong Gambar 6. Kepik yang mengalami kematian terlihat dari posisi tubuh yang menghadap ke atas

45 Kondisi kandang setelah dipasangi exhaust dan termokopel digital Teknologi yang ditawarkan kepada peternak ulat hongkong adalah melalui modifikasi ruangan perkawinan ulat hongkong melalui pemasangan exhaust dan pemasangan thermometer digital (termokopel) yang secara otomatis menyala sendiri sesuai suhu ideal ruangan perkawinan ulat. Suhu di setting pada 31 o C (Gambar 7 dan 8). Hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapang, penerapan teknologi menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan dengan adanya pengurangan kematian. Menurut peternak, 3 kotak yang mengalami kematian dari 10 kotak kepik yang dipelihara, kematian hanya terjadi maksimal 1 kotak saja. Hal ini ditunjukkan dengan kepik yang sudah tiak mengalami penumpukan di bibir kotak. Kepik sudah mulai menyebar di seluruh kotak walaupun kotak sudah ditumpuk-tumpuk (Gambar 9, 10 dan 11). Prose perkawinan terjadi lebih sempurna (Gambar 12). Selesai kawin, selanjutnya kepik betina akan masuk ke dalam media polar untuk menaruh kepiknya. Kondisi sebelumnya sebelum diberi exhaust, dengan suhu yang terlalu panas menyebabkan kepik betina banyak yang tidak mau masuk ke dalam media polar karena kepanasan dan lebih cenderung berada di permukaan polar. Akibatnya telur banyak yang tidak jadi. Terhitung sejak kawin, per 10 hari media yang berisi telur akan diayak dan telur+media polar akan dipindah ke dalam kotak untuk dimasukkan ke kandang penetasan yang memiliki suhu cenderung lebih panas dibandingkan suhu kandang perkawinan (Gambar 13). Untuk proses perkawinan media+larva akan dipindah ke dalam ruangan yang tidak sepanas kandang penetasan Gambar 7. Pemasangan 2 exhaust yang berfungsi menyedot udara panas dan memasukkan udara dingin ke dalam kandang Gambar 8. Pemasangan termokopel (thermometer digital otomatis), yang terhubung dengan exhaust, sehingga ketika suhu melebihi 31 o C exhaust akan menyala otomatis Gambar 9. Kepik di atas media polar terlihat menyebar di seluruh kotak dan tidak menggerombol di satu sisi saja Gambar 10. Penampakan yang lebih jelas dari penyebaran kepik di atas media yang melakukan aktivitas perkawinan

46 Gambar 11. Penyebaran kepik yang terlihat jelas di kotak yang sudah ditumpuk Gambar 12. Proses perkawinan kepik jantan dan betina, terlihat jantan menaiki kepik betina Gambar 13.Kepik yang sudah selesai melakukan perkawinan akan memasukkan tubuhnya di dalam media dengan tujuan untuk menaruh telurnya sehingga telur akan menempel pada media Gambar 14. Telur dan media hasil dari peneluran kepik betina akan diayak per 10 hari sejak kawin untuk dipindahkan ke kandang penetasan yang bersuhu 35 37 o C hingga menetas dan terlihat larva bergerakgerak Gambar 15. Larva dan media hasil proses penetasa akan dibagi ke kotak pembesaran dan ditambahi media polar lagi plus serutan kelapa untuk proses pembesaran hingga panen dan ditaruh di ruang terpisah Indikator keberhasilan Indikator dari keberhasilan teknologi ini adalah : 1. Terjadi penurunan kematian kepik indukan 2. Terjadi peningkatan kuantitas telur yang dihasilkan 3. Terjadi peningkatan kapasitas produksi yang berimbas ke hasil panen ulat hongkong yang meningkat 4. Terjadi peningkatan pendapatan.

47 Perhitungan kenaikan pendapatan antara sebelum dan sesudah penerapan teknologi adalah sebagai berikut : Sebelum penerapan teknologi Penjualan per minggu, penjulan ulat adalah 100 kg ulat hongkong dengan umur kurang lebih 50 dibutuhkan pakan 6-7 sak polar cap tongkat @ 50 kg 15-20 sak gamblong @ 40 kg Penghitungan kebutuhan pakan Polar = 6 sak x Rp 150.000 = Rp 900.000 Gamblong = 15 zak x Rp 25000 = Rp 375000 1 kw papaya muda = Rp 70000 Total biaya pakan = Rp 1.345.000 Penghasilan penjulan ulat hongkong 100 kg ulat = 100 x Rp 13000 = Rp 1.300.000 Kotoran ulat = 4 sak x Rp 40000 = Rp 60.000 Total = Rp 1.460.000 Pendapatan = Rp 115.000 per minggu untuk penjualan 100 kg ulat Setelah pemberian teknologi Terjadi peningkatan jumlah ulat yaitu 120 kg per minggunya Penghitungan kebutuhan pakan - Polar = 7 sak x Rp 150.000 = Rp 1.050.000 - Gamblong = 15 zak x Rp 25000 = Rp 375000-1 kw papaya muda = Rp 70000 Total biaya pakan = Rp 1.345.000 Penghasilan penjulan ulat hongkong - 120 kg ulat = 120 x Rp 13000 = Rp 1560000 - Kotoran ulat = 4,5 sak x Rp 40000 = Rp 180.000 Total = Rp 1.740.000 Pendapatan = Rp 395.000 per minggu untuk penjualan 120 kg ulat Ket : untuk menghasilkan bobot ulat yang tinggi, penggunaan pakan kering yaitu polar sangat penting. Walaupun bentuk ulat terlihat kecil namun memiliki bobot badan yang tinggi. Sedangkan bila dilakukan penambahan gamblong yang lebih banyak menyebabkan bentuk fisik ulat hongkong umur 50 hari yang lebih besar, namun dari segi bobot badan adalah hampir sama dengan campuran polar dan gamblong yang diberikan dalam jumlah sedikit. Dari perhitungan usaha penjualan panen ulat hongkong berdasarkan perhitungan kebutuhan pakan, diperoleh hasil bahwa terjadi peningkatan keuntungan sebesar Rp 280.000 atau terjadi peningkatan kuantitas ulat hongkong sebesar 16,7 % atau peningkatan pendapat 70,9%. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan yang bisa diambil dari pelaksanaan pengabdian masyarakat ini adalah Penerapan teknologi melalui modifikasi ruangan menggunakan exhaust dan thermometer digital otomatis dapat menurunkan tingkat kematian kepik ulat hongkong sebesar 20%, peningkatan kuantitas ulat hongkong sebesar 16,7 % dan peningkatan pendapatan sebesar 70,9%. Saran yang bisa diberikan adalah perlunya pembuatan formulasi pakan yang dapat meningkatkan bobot ulat hongkong dan mencari pakan alternative yang lebih murah sehingga dapat menurunkan biaya pakan. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Jenderal Penguatan riset dan pengembangan kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik

48 Indonesia dengan pemberian dana hibah dalam skim pengabdian Masyarakat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Masyarakat tahun pendanaan 2017, serta kepada lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang atas bantuan dan kerjasamanya sehingga kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat berjalan dengan baik dan benar. Daftar Pustaka Apriani, R. 2006. Performans ulat Tepung (Tenebrio molitor L.) pada ketebalan media dan kepadatan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Borror, D. J., C.A Triplehorn dan N. F. Johnson. 1982. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi ke-6. Terjemahan : Partosoedjono, S. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Husaeni, E. A. dan D. Nandika. 1989. Hama Hutan di Indonesia. Life Sciences Inter University Center. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Salem, R. 2002. The Lifecycle of The Tenebrio beetle. http://www.javafinch.co.uk/feed/live.html. Diakses tanggal 20 Juli 2017. Sitompul, R. H. 2006. Pertumbuhan dan konversi ulat tepung (Tenebrio molitor L.) pada kombinasi konsentrat dengan dedak padi, onggok, dan pollard. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.