STOMACH CONTENT ANALYSIS OF Anabas testudineus CAPTURED IN THE PALM TREE PLANTATION CANALS, BENCAH KELUBI VILLAGE, KAMPAR REGENCY, RIAU PROVINCE

dokumen-dokumen yang mirip
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2008 di perairan

Stomach Content Analysis of Mystacoleucus padangensis in Waters Naborsahan River and Toba Lake, Tobasa Regency, North Sumatra Province.

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Pengambilan Data

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities.

3. METODE PENELITIAN

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di

Diversity of Plankton in the Part of Downstrem Siak River, Tualang Village, Tualang Sub-Regency, Siak Regency, Riau Province. By :

ANALISIS ISI LAMBUNG IKAN HIDUNG BUDAK Ceratoglanis scleronema (Bleeker 1862) DI DESA MENTULIK SUNGAI KAMPAR KIRI PROVINSI RIAU

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

ANALISIS ISI LAMBUNG IKAN TAPAH (Wallago leeri) DI PERAIRAN SUNGAI SIAK DAN SUNGAI KANDIS DESA KARYA INDAH KECAMATAN TAPUNG

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

Ikan mola (Hypophthalmichthys molitrix) sebagai pengendali pertumbuhan plankton yang berlebihan di Waduk Cirata

ANALISIS ISI USUS IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA PERAIRAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

The Vertical Profile of Phosphate on the Baru Lake in Buluh Cina Village Siak Hulu Subdistrict Kampar District. Oleh. Abstract

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian

Vertical Profile of Phytoplankton Abundance in Tanjung Putus Oxbow Lake Buluh Cina Village Siak Hulu Sub District Kampar District Riau Province

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

CONCENTRATION OF CHLOROPHYL-a IN THE SOLOK PULAU LAKE, TANJUNG BALAM VILLAGE, SIAK HULU SUB DISTRICT, KAMPAR DISTRICT, RIAU PROVINCE ABSTRACT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

Keywords: Diversity. Phytoplankton, Kandis River

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penentuan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai dari April hingga September

KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT

STUDI MAKANAN DAN KEBIASAAN MAKAN IKAN BUJUK (Channa lucius CV) DI RAWA BANJIRAN SUNGAI TAPUNG KIRI, KAMPAR RIAU

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB III METODELOGI PENELITIAN

3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - November 2007 bertempat

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

BAB 2 BAHAN DAN METODA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif dengan metode

MORFOMETRI DAN KOMPOSISI ISI LAMBUNG IKAN TUNA SIRIP KUNING (Thunnus albacares) YANG DIDARATKAN DI PANTAI PRIGI JAWA TIMUR

3. METODE PENELITIAN

ANALISIS ISI LAMBUNG IKAN SENANGIN (Eleutheronema tetradactylum Shaw) DI PERAIRAN DUMAI

Ichtyofauna in the Sok-sok Holbung, Aek Isa small river, Simarpinggan Village, Sipoholon District, North Tapanuli Regency, North Sumatera Province.

3. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

Kebiasaan makanan benih ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus (Sauvage, 1878)

IDENTIFIKASI PLANKTON DI RANU PANI KABUPATEN LUMAJANG JAWA TIMUR SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

BAB III BAHAN DAN METODE

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS ISI LAMBUNG IKAN SELAIS DANAU (Ompok hypophthalmus, Bleeker 1846) DI SUNGAI TAPUNG HILIR PROVINSI RIAU

KAJIAN EKOLOGI IKAN LALAWAK (Barbodes sp) ABSTRAK

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH AKTIVITAS MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS AIR DAN KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI SUNGAI BELAWAN MEDAN

III. METODE PENELITIAN

STUDI KELIMPAHAN DAN SEBARAN PHYTOPLANKTON SECARA HORIZONTAL (KASUS SUNGAI KURI LOMPO KABUPATEN MAROS) Abdul Malik dan Saiful ABSTRAK

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD

3. METODE PENELITIAN

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(1) :22-26 (2016) ISSN :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik penentuan lokasi

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Sumber Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan lokasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

KOMPOSISI ZOOPLANKTON DI PERAIRAN RAWA BANJIRAN SUNGAI RUNGAN KOTA PALANGKARAYA

Stomach Analyse of Trichogaster pectoralis. By : Abstract

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

III. METODE PENELITIAN

TEKNIK PENGAMBILAN, IDENTIFIKASI, DAN PENGHITUNGAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR

Meliawati, Roza Elvyra, Yusfiati

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

By : ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

The Vertical Profile of Phosphate on the Bakuok Lake in Aursati Village Tambang Subdistrict Kampar District Riau Province

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

EFEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE GAP) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR UNTUK MENUNJANG KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN

By : Abstract. Keywords: Periphyton Abundance, Eichornia crassipes, Ipomoea aquatic, Ulothrix zonata, Cosmarium taxichondrum, Rengas Lake

Isnasia Dayuwati 1), Syafril Nurdin 2), Efawani 2) Keywords : The types of phytoplankton, Segati River

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran,

ANALISIS ISI LAMBUNG IKAN SENGARAT (Belodontichthys dinema, Bleeker 1851) DI SUNGAI TAPUNG PROVINSI RIAU. Devika Aprilyn 1, Roza Elvyra 2, Yusfiati 2

Ramliyus 1) ; Hendrik 2) ; Ridar Hendri 2) Gmail: ABSTRACT

Aquatic Plant and Fish Assosiation in the Parit Belanda River, Meranti Pandak Village, Rumbai Pesisir District, Pekanbaru Regency, Riau Province By:

The Vertical Profile Of Nitrate and Orthophosphate in Pinang Luar Oxbow Lake Buluh China Village Siak Hulu Sub District Kampar District Riau Province

Konsentrasi Logam Cd dan Pb Di Sungai Plumbon dan Kaitannya dengan Struktur Komunitas Fitoplankton

BAB 2 BAHAN DAN METODA

KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PLANKTON DI ESTUARI KUALA RIGAIH KECAMATAN SETIA BAKTI KABUPATEN ACEH JAYA

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN

Chlorophyll-a concentration in the Tajwid Lake, Langgam Sub-district, Pelalawan District, Riau Province. By:

THE STUCTURE OF ZOOPLANKTON COMMUNITY IN MANGROVE AREA OF THE DUMAI CITY OF RIAU PROVINCE. By:

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

I. PENDAHULUAN. sumber daya perairan, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Perikanan adalah

108 ZIRAA AH, Volume 40 Nomor 2, Juni 2015 Halaman ISSN ELEKTRONIK

Transkripsi:

STOMACH CONTENT ANALYSIS OF Anabas testudineus CAPTURED IN THE PALM TREE PLANTATION CANALS, BENCAH KELUBI VILLAGE, KAMPAR REGENCY, RIAU PROVINCE By: Rilla Gustari 1), Windarti 2), Yuliati 2) rillagustari@yahoo.com Abstract Anabas testudineus is freshwater fish that commonly inhabit streams, rivers and canals in Riau. This fish is relatively cheap protein sources for people. However, information on biological aspects of this fish is limited. To understand the stomach content analysis of this fish, a study has been conducted from January March 2014. The fish was sampled in the irrigation canals of the palm plantation area, using fish trap and line fishing. Stomach content of the fish was analyzed to calculate the Preponderance Index (PI). Total, there were 106 fishes captured, but 31 of them had empty stomach and could not be used for stomach content analysis. The number of fish analysed was 69. Results shown that the main food of A. testudineus was phytoplankton, namely Chlorophyceae (PI 89.00%), Bacillariophyceae (PI 4.42%) and Cyanophyceae (PI 5.36%). The most common Chlorophyceae present in the stomach was Ulotrix sp (PI 87.6%). Zooplankton was rare and the there was only remains of Crustacean (PI 1.22%) present in the stomach. Based of data obtained, it can be concluded that main food of A.testudineus is phytoplankton and the fish can be categorized as plankton feeder. Keyword : Anabas testudineus, Canal, Stomach Content Analysis, Index of Preponderance 1) Student of the Fishery and Marine Science Faculty, Riau University 2) Lecturers of the Fishery and Marine Science Faculty, Riau University PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan betok (Anabas testudineus) merupakan jenis ikan ekonomis yang sering dijumpai di perairan umum di Riau. Ikan ini mempunyai potensi tinggi untuk dikembangkan. Selain itu ikan betok merupakan ikan yang memiliki daya tahan terhadap tekanan lingkungan dan ikan asli Indonesia yang hidup pada habitat perairan tawar dan payau. Ikan ini umumnya ditemukan di rawa, sawah dan parit, juga pada kolam yang mendapatkan air atau berhubungan dengan saluran air terbuka (Anonim, 2006). Ikan betok memiliki sifat biologis yang lebih menguntungkan untuk dibudidayakan, bila dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya. Salah satu kelebihan tersebut adalah bahwa ikan betok memiliki labyrinth yang berfungsi sebagai alat pernafasan tambahan. Hal ini sangat efektif dalam membantu

pengambilan oksigen di udara (Pandit dan Ghosh, 2007). Dengan demikian ikan ini akan mampu bertahan hidup di lingkungan yang perairannya miskin akan oksigen dan dapat bertahan di darat dalam waktu yang cukup lama, sehingga memudahkan dalam upaya budidaya dan pemasaran. Ikan betok merupakan jenis ikan lokal yang mempunyai rasa daging cukup enak. Ikan betok pada saat ini sudah jarang ditemukan dipasar, kalaupun ada ukurannya masih terlalu kecil untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan oleh jumlah penangkapan yang berlebihan atau rusaknya habitat ikan tersebut. Untuk menjaga agar ikan tidak punah, perlu dilakukan usaha budidaya untuk memenuhi kebutuhan pasar dan restocking. Ikan betok merupakan salah satu jenis ikan yang bisa dijumpai di kanal perkebunan sawit yang mengalir ke perairan Sungai Tapung Kiri Desa Bencah Kelubi Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Ikan betok juga banyak ditemui di sungai kecil, kolam, parit, rawa banjiran dan perairan lainnya. Selama ini usaha budidaya ikan betok belum banyak dilakukan, karena informasi tentang aspek biologinya masih terbatas, termasuk makanan ikan betok yang hidup di kanal kebun sawit yang mengalir ke perairan Sungai Tapung belum diketahui. Maka perlu dilakukan penelitian tentang Analisis Saluran Pencernaan Ikan Betok (Anabas testudineus) yang hidup di kanal perkebunan sawit Sungai Tapung Kiri Desa Bencah Kelubi Kabupaten Kampar Provinsi Riau. 1.2. Perumusan Masalah Ikan betok (Anabas testudineus) merupakan salah satu jenis ikan yang hidup di kanal kebun sawit yang mengalir ke perairan Sungai Tapung. Akan tetapi belum ada data mengenai informasi makanan ikan betok yang hidup di kanalkanal tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis makanan ikan betok yang hidup di kanal kebun sawit yang mengalir ke perairan Sungai Tapung Kiri Desa Bencah Kelubi Kabupaten Kampar Provinsi Riau. 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis makanan yang biasa dimakan ikan betok di kanal-kanal perkebunan sawit yang mengalir ke perairan Sungai Tapung Kiri Desa Bencah Kelubi. Sedangkan manfaat yang diperoleh dapat diketahui tentang jenis makanan ikan betok, sehingga kelestariannya tetap terjaga di alam. II. METODE PENELITIAN 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2014 dengan lokasi pengambilan sampel di kanal-kanal kebun sawit yang mengalir ke Sungai Tapung, Desa Bencah Kelubi Kecamatan Tapung Kiri Kabupaten Kampar Provinsi Riau. 2.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan Dalam Penelitian Tabel 2. Bahan dan Alat yang Digunakan untuk setiap Parameter Kualitas Air yang Alat dan Bahan Ember Neraca O haus BC series Penggaris Ketelitian/S atuan Liter Kegunaan Menampung ikan sampel 0,1 gram Menimbang berat ikan 0,1 cm Mengukur panjang ikan Alat Bedah - Membedah ikan Botol film Objec glass, cawan petri, Mikroskop Disseeting Ikan betook Alkohol 70% - Menyimpan saluran pencernaan - Melihat makanan ikan - Mengamati isi saluran pencernaan Ekor Ml Sebagai objek penelitian Mengawetkan saluran pencernaan

Diukur Parameter (Satuan) - Fisika 1. Suhu ( 0 C) 2. Kecerahan (cm) - Kimia 3. ph 4. Oksigen Terlarut (mg/l) 5. Karbondioksid a Bebas (mg/l) - Biologi 6. Kelimpahan plankton (ind/l) Bahan/alat Termometer Secchi disk Indikator ph NaOH, H 2 SO 4, Amilum, Thiosulfat Penolphtalein, Na 2 CO 3 Plankton net No.25, sampel air, lugol 1%, mikroskop 2.3. Metode Penelitian Analisis Dilapangan Dilapangan Dilapangan Dilapangan Dilapangan Dilaboratoriu m Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, metode sensus untuk pengambilan sampel ikan dan metode volumetrik, metode frekuensi kejadian dan metode jumlah untuk pengamatan jenis-jenis makanan ikan betook. Untuk mengetahui jenis-jenis organisme yang menjadi makanan ikan betok menggunakan IP (Index of Preponderance). 2.4. Prosedur Penelitian 2.4.1. Pengambilan Ikan Sampel Pengambilan ikan betok menggunakan metode sensus, dimana ikan diambil dibeberapa area kanal-kanal kebun sawit yang mengalir ke perairan Sungai Tapung. Pengambilan ikan sampel dilakukan satu kali seminggu dalam interval waktu lima minggu dengan menggunakan alat tangkap pancing dan jaring. Ikan yang diambil adalah ikan dalam kondisi segar dan utuh, dengan ukuran yang bervariasi. Ikan ditangkap kemudian dibekukan dan langsung dibawa ke laboratorium untuk dibedah. 2.4.2. Pengukuran Ikan Sampel Pengukuran ikan dilakukan di Laboratorium Biologi Perairan dan Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan measuring board. Ikan sampel di ukur panjang baku (SL) yaitu panjang yang diukur mulai dari mulut sampai ke pangkal sirip ekor dan panjang total (TL) yaitu panjang yang diukur mulai dari ujung mulut sampai ke ujung sirip ekor dengan satuan millimeter (mm). Berat ikan sampel ditimbang menggunakan timbangan O haus BC series dengan ketelitian 0,1 gram. 2.4.3. Pengawetan Saluran Pencernaan Pengamatan saluran pencernaan pada penelitian ini dimulai dari mulut, faring, esophagus, lambung, dan usus, namun saluran pencernaan yang diawetkan hanya bagian usus saja. Sedangkan bagian mulut, faring dan esophagus diamati saat ikan dibedah. Pengawetan saluran pencernaan ikan dilakukan dengan cara menyediakan botol sampel yang telah diisi dengan alkohol 70%. Kemudian bagian abdomen ikan dibedah dengan menggunakan alat seksio. Saluran pencernaan berupa usus diangkat, kemudian usus dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah berisi alkohol 70% dan diberi label. 2.4.4. Pengamatan Jenis-Jenis Makanan Pengamatan jenis-jenis makanan ikan betok menggunakan metode volumetrik, frekuensi kejadian, dan metode jumlah Effendie (1979). 1. Metode volumetrik yaitu mengukur volume makanan yang terdapat didalam setiap saluran pencernaan ikan. Adapun caranya adalah sebagai berikut: Saluran pencernaan lambung dan usus yang telah di awetkan dalam botol sampel dikeluarkan menggunakan pinset, kemudian saluran pencernaan ikan dimasukkan kedalam gelas ukur yang telah di isi aquades sebanyak 10 ml, lalu dicatat pertambahan tinggi aquades didalam gelas ukur. Saluran pencernaan ikan

tadi diambil dari gelas ukur dan dimasukkan kedalam petri disk lalu saluran pencernaan dibedah untuk mengeluarkan isi saluran pencernaan. Saluran pencernaan yang kosong tadi dimasukkan lagi kedalam gelas ukur yang berisi aquades sebanyak 10 ml, dicatat pertambahan aquades. Hasil dari pengurangan volume saluran pencernaan berisi dengan volume saluran pencernaan kosong adalah volume makanan ikan. Makanan yang telah dkeluarkan tadi di amati dibawah mikroskop dissecting. Kemudian persentase volume satu jenis makanan dapat diketahui dengan rumus: Keterangan : Vi = (n / n) x Vp Vi = Persentase volume satu jenis makanan n = Jumlah satu jenis makanan n = Jumlah semua jenis makanan Vp = Volume makanan ikan 2. Metode jumlah yaitu mencatat semua individu organisme serta benda lain yang terdapat di dalam alat pencernaan ikan, dihitung satu persatu dan dipisahkan spesies demi spesies. Apabila jumlahnya sudah diketahui maka dibandingkan jenis makan satu dengan yang lainnya dan dapat ditarik kesimpulan dari jenis -jenis makanan yang terdapat di dalam alat pencernaan. 3. Metode frekuensi kejadian yaitu dengan mencatat masing-masing kemunculan jenis organisme yang terdapat dalam tiap-tiap saluran pencernaan. Jadi seluruh ikan sampel yang diteliti dibagi menjadi 2 golongan yaitu ikan saluran pencernaan berisi dan pencernaan kosong. Masing-masing organisme yang terdapat dalam sejumlah saluran pencernaan ikan yang berisi dinyatakan dalam persen dari seluruh saluran pencernaan ikan yang diteliti namun tidak meliputi saluran pencernaan kosong. 2.4.5. Kelimpahan Plankton di Perairan Pengambilan sampel plankton dilakukan di tiga stasiun dalam waktu satu kali seminggu selama interval waktu lima minggu. Sampel plankton diambil dengan menggunakan ember 5 liter, kemudian air disaring sebanyak 100 liter dengan menggunakan plankton net. Plankton yang tersaring dimasukkan ke dalam botol sampel, lalu ditetesi dengan larutan lugol 5-6 tetes sampai bewarna kuning teh. Setelah itu ditutup dan diberi label sesuai waktu pengambilan sampel, kemudian dianalisis di Laboratorium Biologi Perairan. Perhitungan plankton dilakukan menggunakan petunjuk APHA (1989), perhitungannya menggunakan rumus : N = X x 1 x Z Y V Dimana : N = Kelimpahan plankton (ind/l) V = Volume air yang disaring (100 liter, dari 20 kali penyaringan dengan ember bervolume 5 liter) X = Volume air yang tersaring (125 ml) Y = Volume air 1 tetes (0,05 ml) Z = Jumlah individu yang ditemukan (Ind) Identifikasi plankton menggunakan buku pedoman Sachlan (1980) dan Yungfang (1995). 2.4.6. Stasiun Pengambilan Sampel - Stasiun I : Lokasi ini merupakan daerah bagian hulu kanal dan merupakan bagian perkebunan sawit.

- Stasiun II : Lokasi ini merupakan daerah bagian tengah atau tempat mengalirnya antara bagian hulu ke hilir kanal. - Stasiun III : Lokasi ini merupakan bagian ujung daerah hilir kanal, dimana air yang mengalir akan menuju sungai tapung. 2.4.7. Analisis Saluran Pencernaan Pengamatan isi alat pencernaan ikan dilakukan dengan membedah perut ikan dan mengeluarkan saluran pencernaannya dari rongga tubuh mulai dari oesophagus sampai anus. Selanjutnya diukur panjang saluran pencernaannya. Lalu saluran pencernaan tersebut dikelompokkan menjadi saluran pencernaan berisi dan saluran pencernaan kosong. Saluran pencernaan dibedah dan isi saluran pencernaan berupa makanan ikan dikeluarkan. Selanjutnya makanan tadi dimasukkan ke dalam petri disk atau gelas arloji, lalu diencerkan dengan aquades sebanyak 10 ml dan diaduk hingga homogen. Setelah itu diambil 1 tetes dan diamati di bawah mikroskop dengan 5 kali ulangan. Adapun perhitungan jenis dan jumlah makanan pada tiap saluran pencernaan ikan yaitu dengan menggunakan metode sapuan. Kemudian plankton yang didapat dari saluran pencernaan ikan diidentifikasi dengan menggunakan buku pedoman Sachlan (1980) dan Yungfang (1995). Untuk mengetahui jenis-jenis organisme yang menjadi makanan ikan betok menggunakan IP (Indeks of Preponderence) atau Indeks Bagian Terbesar (Natarajan dan Jhingran,1961). Metode ini adalah metode gabungan dari metode frekuensi kejadian sehingga dapat diketahui persentase setiap jenis makanan yang dimakan ikan yaitu dengan rumus sebagai berikut: IP = Vi x Oi x 100 Dimana : IP = Indek of preponderence Vi = Persentase volume satu makanan Oi = Persentase frekuensi kejadian satu nmacam makanan Vi x Oi = Jumlah Vi x Oi dari semua jenis makanan Berdasarkan nilai Indek of preponderence persentase makanannya dibagi menjadi 3 kategori yaitu menjadi makanan utama apabila nilai indeks of preponderence IP > 40%, makanan pelengkap bila IP 4%, dan makanan tambahan apabila IP < 4%. 2.5. Analisis Data Data hasil penelitian yang dikumpulkan dikelompokkan dan selanjutnya ditabulasikan dalam bentuk tabel dan diagram, kemudian dianalisis secara deskriptif berdasarkan literatur yang berkaitan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Morfologi Ikan Betok Ciri-ciri morfologi ikan betok adalah sebagai berikut : rangka terdiri dari tulang sejati, memiliki sirip punggung dan sirip dubur dengan jari-jari keras, sirip perut memiliki jari-jari lemah dan satu jari-jari keras, memiliki alat pernafasan tambahan yaitu labyrinth (Saanin, 1968). 3.2. Anatomi Saluran Pencernaan Ikan Betok Organ saluran pencernaan ikan betok terdiri dari mulut, rongga mulut, esophagus, lambung, usus, dan anus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3. Vi x Oi

berbentuk pendek. Hal ini didukung oleh Mustakim dalam Taqwa (2008) yang menyatakan bahwa tapis insang ikan betok berbentuk pendek dan besar, tetapi tidak berfungsi sebagai alat penyaring makan karena berbentuk jarang dan pendek. Bentuk saluran pencernaan ikan betok dapat dilihat pada Gambar 5. a b c (Ket. a = mulut ; b = lambung ; c = usus) Gambar 3. Anatomi Saluran Pencernaan Ikan Betok Organ pertama yang langsung berhubungan dengan makanan adalah mulut. Bentuk mulut ikan betok adalah protactile dengan posisi mulut terminal. Keadaan bibir berhubungan dimana bibir atas bersambungan dengan bibir bawah. Ukuran mulut ikan dapat memberi informasi tentang jenis makanan yang dimakan ikan. Bentuk insang ikan betok dapat dilihat pada Gambar 4. a b c (Ket; a = filament insang, b = lengkung insang, c = gigi insang) Gambar 4. Struktur Insang Ikan Betok Insang ikan betok terletak tepat dibelakang rongga mulut. Insang pada ikan betok ini dilengkapi dengan alat pernafasan tambahan yaitu labyrinth yang berfungsi untuk membantu ikan menghirup oksigen langsung dari udara. Struktur insang ikan terdiri dari filament insang, tulang lengkung insang, dan gigi insang. Bentuk insang ikan betok a b c (Ket. a = lambung; b = usus; c = anus) Gambar 5. Bentuk Saluran Pencernaan Ikan betok Dilihat dari bentuk lambung, ikan betok memiliki lambung yang membulat dengan usus melilit membentuk lingkaran. Usus akan memiliki panjang yang bervariasi jika dipanjangkan. Affandi dalam Taqwa (1992) menyatakan bahwa bentuk usus ikan betok memiliki dua kaeka pilorik, yang menunjukkan bahwa ikan betok ini termasuk ikan omnivor. 3.3. Komposisi Jenis Makanan 3.3.1. Jenis jenis Makanan pada Saluran Pencernaan Ikan Betok Berdasarkan pengamatan terhadap isi saluran pencernaan ternyata dari 100 ekor ikan terdapat 69 ekor ikan yang memiliki saluran pencernaan berisi dan 31 ekor ikan yang memiliki saluran pencernaan kosong. Makanan yang dimakan oleh ikan betok terdiri atas fitoplankton (Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae), zooplankton (Crustasea). Jenis makanan (plankton) yang ditemukan di dalam saluran pencernaan ikan betok tidak jauh berbeda dengan plankton yang ditemukan di perairan. 3.3.2. Jenis Makanan dalam Saluran Pencernaan Ikan Betok Secara Keseluruhan

Persentase (%) Persentase (%) 100% 80% 60% 40% 20% 0% Gambar 10. IP Jenis Makanan Ikan Betok Pola makan ikan betok secara umum tidak berbeda. Dilihat dari isi lambung ikan betok didominasi oleh Chlorophyceae. Jenis yang dominan adalah Ulothrix sp (IP 85,78%). 3.3.3. Jenis Makanan dalam Saluran Pencernaan Ikan Betok Pada Setiap Stasiun 100% 50% 0% ST I ST II ST III JENIS MAKANAN (PLANKTON) Bacillariophyceae Chlorophyceae Crustasea Cyanophyceae Gambar 11. IP Makanan Ikan Betok Berdasarkan Stasiun Pola makan ikan betok diseluruh stasiun tidak berbeda. Isi lambung ikan betok disetiap stasiun didominasi oleh Chlorophyceae (IP 89,00%). Selain jenis Chlorophyceae, juga terdapat Baccilariophyceae, Cyanophyceae, dan Crustasea. Tetapi jenis yang paling sedikit ditemukan adalah Crustasea (IP 1,22%) yang ditemukan pada stasiun I. Pada isi lambung ikan dari stasiun I, jenis yang paling banyak ditemukan adalah Chlorophyceae. Dibandingkan dengan jenis plankton yang ditemukan di perairan stasiun I, jenis plankton yang ada didalam lambung tidak jauh berbeda. Baik diperairan maupun didalam lambung ikan, jenis plankton didominasi oleh Chlorophyceae. Pada isi lambung ikan pada stasiun II, jenis yang paling banyak ditemukan adalah Chlorophyceae. Sama seperti isi lambung ikan di stasiun I, plankton di perairan juga didominasi oleh Chlorophyceae. Pada isi lambung ikan stasiun II ditemukan Cyanophyceae, tetapi pada perairan stasiun II tidak ditemukan plankton ini. Keberadaan plankton yang tidak dijumpai di perairan tetapi dijumpai dalam lambung ikan menunjukkan bahwa ikan betok mencari makan tidak hanya pada stasiun II, tetapi juga pergi ke perairan lain. Diperairan stasiun III Chlorophyceae tidak begitu banyak, bahkan lebih sedikit dari pada Baccilariophyceae. Tetapi ikan betok dari stasiun III isi lambungnya didominasi oleh Chlorophyceae. Hal ini menunjukkan bahwa chlorophyceae yang ada di perairan stasiun III telah dimakan oleh ikan betok. Sehingga kelimpahan chlorophyceae pada perairan stasiun III lebih sedikit. Bila dilihat dari segi kecerahan perairan di stasiun III yang relatif rendah, mengakibatkan fitoplankton tidak dapat berfotosintesis dengan baik dan populasinya sedikit. Sedikitnya populasi fitoplankton ini mengakibatkan rendahnya oksigen terlarut di stasiun III (0.9 Mg/l, Tabel 3). Kadar oksigen terlarut di stasiun ini lebih rendah dari stasiun I dan stasiun II. 3.3.4. Perbandingan Jenis dan Persentase Kelimpahan Makanan (Plankton) di Perairan dengan Persentase Jenis Makanan dalam Saluran Pencernaan Ikan Betok Kondisi perairan mempengaruhi ketersediaan makanan di perairan. Hal ini dikaitkan dengan tinggi permukaan air dan

Persentase (%) Persentase (%) pemasukan unsur hara kedalam perairan. Bila dibandingkan dengan jenis plankton pada perairan dengan persentase jenis makanan dalam saluran pencernaan ikan betok dapat dilihat pada Gambar 12. 100 80 60 40 20 0 S1 S2 S3 Jenis Makanan (Plankton) Gambar 12. Persentase Jenis dan Kelimpahan Plankton di Perairan Pada Gambar 12 dapat dilihat jenis plankton yang ditemui pada setiap stasiun sama. Jenis-jenis yang ditemukan adalah Chlorophyceae, Baccilariophyceae dan Cyanophyceae. Pada stasiun I dan stasiun II didominasi oleh Chlorophyceae. Pada stasiun III kelas Chlorophyceae lebih sedikit dibandingkan kelas Baccilariophyceae. Cholorophyceae lebih sedikit karena sebagian dari plankton ini telah dimakan oleh ikan betok. Selain itu, kurangnya cahaya matahari yang masuk kedalam perairan dapat menghambat chlorophyceae untuk berfotosintesis. Hal ini didukung oleh Rahman et al. (2013) yang menyatakan bahwa perbedaan kelimpahan fitoplankton disebabkan oleh kecerahan yang berbeda. Fitoplankton tumbuh subur dikolam pemeliharaan dengan DO 4 ppm dan suhu sekitar 27 o C. 3.3.5. Jenis Makanan dalam Saluran Pencernaan Ikan Betok Dilihat dari Jenis Kelamin Pola makan ikan betok pada jenis kelamin jantan dan betina tidak berbeda, isi lambung didominasi oleh Chlorophyceae. Dalam isi lambung ikan betok juga terdapat Baccilariophyceae, Cyanophyceae, dan Crustasea. Tetapi pada lambung ikan betok betina terdapat crustasea yang tidak ditemukan pada ikan betok jantan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan betok betina lebih membutuhkan lemak dan protein untuk kematangan gonadnya. Mustakim dalam Taqwa (2008) menyatakan bahwa ikan betok memakan crustasea, ikan, insekta, dan plankton. Jenis makanan ikan betok dipengaruhi oleh lingkungan dan tidak tersedia di perairan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 13 berikut ini. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Gambar 13. IP Makanan Ikan Betok Berdasarkan Jenis Kelamin Jantan Betina 3.3.6. Jenis Makanan dalam Saluran Pencernaan Ikan Betok Dilihat dari Kelas Ukuran I-V Untuk mengetahui jenis makanan yang dimakan ikan betok di setiap ukuran, maka ikan yang tertangkap dikelompokkan berdasarkan kisaran ukuran terkecil hingga ukuran terpanjang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 14.

Persentase (%) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV V IP Kelas Ukuran I - V Cyanophyceae Crustasea Chlorophyceae Bacillariophyceae Gambar 14. IP Makanan Ikan Betok Berdasarkan Kelas Ukuran I-V Pola makan ikan betok pada kelas ukuran I - V tidak berbeda, untuk semua kelas ukuran isi lambung didominasi oleh Chlorophyceae. Pada isi lambung ikan betok, jenis yang paling sedikit ditemukan yaitu Crustasea. Sedikitnya jenis ini karena Crustasea merupakan zooplankton yang biasanya berada pada lapisan perairan bagian bawah. Kemungkinan ikan betok mengambil makanan pada permukaan perairan karena bisa dilihat pada bentuk mulutnya yang terminal. Selain itu, chlorophyceae lebih banyak dijumpai karena jenis plankton ini lebih banyak hidup pada air tawar. Dibandingkan dengan jenis baccilariophyceae dan cyanophyceae yang juga sedikit karena habitatnya lebih banyak pada air laut. Berdasarkan IP (Index of preponderance) maka didapatkan informasi bahwa plankton merupakan makanan utama ikan betok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan betok bersifat plankton feeder. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Dari penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Makanan ikan betok yang diidentifikasi isi lambungnya dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu Chlorophyceae, Baccilariophyceae, Cyanophyceae, dan Crustasea. 2. Dari hasil analisis index of preponderance makanan ikan betok diketahui bahwa Chlorophyceae (IP 89,00%), Baccilariophyceae (IP 4,42%), Cyanophyceae (IP 5,36%) dan Crustasea (IP 1,22%). 3. Dari seluruh kelas didominasi oleh Chlorophyceae yaitu pada spesies Ulothrix sp (IP 85,78%). Sedangkan kelas yang paling sedikit ditemukan yaitu Crustasea (IP 1,22%). 4. Jenis makanan yang dimakan oleh ikan betok adalah fitoplankton (IP 98,78%) dan zooplankton (IP 1,22%). Dapat disimpulkan bahwa ikan ini bersifat plankton feeder. 4.2. Saran Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut tentang kebiasaan makan ikan betok terutama pada rentang waktu yang lebih lama, agar mendapat informasi yang luas tentang pengaruh lingkungan terhadap kehidupan ikan betok. DAFTAR PUSTAKA Affandi R, Syafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono., 1992. Fisiologi Ikan. Pencernaan dan Penyerapan Makanan. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB. 160 hal. Alaert, G dan S. S. Santika., 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. 269 hal. Anonim, 2006. Pemeliharaan Beberapa Jenis Ikan lkal Departemen Pertanian. Balai Informasi Penelitian, Banjarbaru. APHA, 1989. Standart Method for the Examination of Water and Waste Water. American Public Health Association. American Water Work Association. Water Pollution Control Federation, Port City Press, Baltimore, Maryland. Barus, T. A. 2004. Faktor-faktor Lingkungan Abiotik dan Keanekaragaman Plankton Sebagai

Indikator Kualitas Perairan Danau Toba. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol. XI. No. 2 Juli 2004. 64-72 hal. Bloch, 1792. Biology of Fishes. W. E. Saunders Comp., Philadelphia, London, Toronto. Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station Auburn University. Birmingham Publishing Co. Alabanma. 482 hlm. Darmono, 2001. Lingkungan hidup dan Pencemaran. Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI Press. Jakarta. Jurnal Penelitian. Berkala penelitian terubuk. Himpunan Alumni Faperika Universitas Riau. Pekanbaru. 145 hal. Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Armico. Bandung. 190 halaman. Effendi, H. 2000. Telaah Kulitas Air. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor. 257 hal., I. 2006. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya, Jakarta. 187 halaman., M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. Haloho, 2008. Kebiasaan Makanan Ikan Betok (Anabas testudineus) di Daerah Rawa Banjiran Sungai Mahakam. Kalimatan Timur. 67 hal. Harnalin, A. C. Sihotang,. Efawani, 2010. Penuntun Praktikum Limnologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 28 hal. Irawati, 2011. Makan dan Kebiasaan Makan Ikan. Bogor. 94 hal. Masari, 2008. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Famili Anabantidae di Rawarawa Sekitar Tenayan Pekanbaru, Riau. Faperika Unri, Pekanbaru. (Tidak diterbitkan). Mustakim, M. 2008. Kajian Kebiasaan Makanan dan Kaitannya dengan Aspek Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) Pada Habitat yang Berbeda di Lingkungan Danau Melintang Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (tidak dipublikasikan). Natalia, 2002. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton Dengan Zooplanton Pada Permukaan Sekitar Jembatan Sungai Gulamo Waduk PLTA Koto Panjang. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 62 hal. Natarajan, A. V. and A. G. Jhingran. 1961. Index of Preponderance a method of Grading The Food Elements in The Stomach of Fishes. Indian J. Fish., 8 (1): 54-59. Pandit, D. N dan T. K. Ghosh., 2007. Oxygen uptake inrelation to group size in the juveniles of a Climbing Perch, Anabas testudineus. Journal of Environment Biology. January 2007, 28(1): 141-143 (2007). Rahman MS, Chowdhur MY, Haque AKMA, Haq MS (2013) Limnological Studies Of Four Ponds. Bangladesh Journal Of Fisheries 2-5:25:35. Rohman, A. 2007. Water Quality Criteria for Freshwater Fish. FAO, Butterworth, London. Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2004. Meroplankton Laut. Larva Hewan Laut Yang Menjadi Plankton. Penerbit Djambatan. Jakarta. 214 hal. Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi I dan II Penerbit Bina Cipta. Bogor. 508 hal. Sachlan, M. 1980. Planktonologi. Diktat Perkuliahan Mata Kuliah Planktonologi Fakultas Perikanan Universitas Riau. Pekanbaru. 101 hal. (tidak diterbitkan) Samuel, 2002. Biologi Reproduksi, Makanan dan Pertumbuhan Ikan Betok (Anabas testudineus) di Sungai Kalimantan. 123 hal.

Sedana, I. P, Syafriadiman, S. Hasibuan dan N. A. Pamungkas, 2001. Diktat Kuliah Pengelolaan Kualitas Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. (tidak diterbitkan). Siagian, M. 2004. Diktat Kuliah dan Penuntun Praktikum Ekologi Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 94 hal. Sulastri, Y. 2009. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Familli Anabantidae di Rawa Banjiran Sekitar Tenayan Pekanbaru, Riau. Faperika Unri, Pekanbaru. (Tidak diterbitkan). Wijaya, 2008. Pengelolaan Kualitas Air. Bineka Cipta Jakarta. Wikipedia. 2013. Diunduh dari http://en.wikipedia.org./wiki/kanal. dikunjungi pada tanggal 20 november 2013 Pukul 15.30 WIB. Yulintine, 2012. Produktivitas Perairan. Bogor. Bumi Aksara. Jakarta. 278 hal. Yunfang, H. M. S. 1995. The Freshwater Biota in Cina. Yantai University Fishery Collage. 375 p.