PEMAHAMAN MAHASISWA TERHADAP MAKNA VARIABEL DALAM SUATU PERSAMAAN Linda Vitoria Universitas Syiah Kuala; E-Mail: lindamarsaidah@gmail.com Abstrak Suatu permasalahan dapat disajikan dalam bentuk persamaan dengan menggunakan variabel-variabel sehingga lebih sederhana untuk diselesaikan secara matematis. Huruf alfabet sering digunakan sebagai variabel untuk mewakili suatu kuantitas yang belum diketahui nilainya. Artikel ini menggambarkan pemahaman mahasiswa terhadap variabel dalam persamaan matematika, yaitu interpretasi mahasiswa terhadap makna variabel dalam suatu persamaan. Subjek penelitian adalah 30 orang mahasiswa PGSD FKIP Unsyiah. Kepada subjek diberikan tiga soal yang berkaitan dengan penggunaan variabel dalam persamaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa kurang memahami makna variabel. Kesalahan yang dilakukan mahasiswa adalah mengganti harga variabel dengan suatu bilangan secara acak dan memandang variabel sebagai objek, bukan sebagai suatu bilangan yang belum diketahui nilainya. Kata Kunci: variabel, persamaan 1. Pendahuluan Proses berfikir matematis merupakan suatu keterampilan yang penting untuk dikembangkan pada diri pembelajar karena berkaitan dengan keterampilan menyelesaikan masalah atau problem solving (McIntyre, 2005). Pemodelan adalah salah satu upaya penyelesaian masalah secara matematis yang dilakukan dengan menyajikan suatu masalah ke dalam bentuk persamaan. Agar penyajiannya lebih sederhana, maka digunakan variabel untuk mewakili bilangan yang belum diketahui nilainya. Untuk melakukan hal ini, dibutuhkan pemahaman yang baik terhadap penggunaan variabel dalam suatu persamaan. Hasil penelitian menunjukkan banyak siswa kesulitan memahami bahasa matematika yang disajikan dalam bentuk persamaan. Kesulitan awal yang dialami siswa adalah memahami bahasa dari suatu masalah, terutama yang berbentuk soal cerita, yang akan dinyatakan dalam bentuk persamaan (Gooding, 2009). Hart (1981) menemukan bahwa kesalahan yang paling banyak dilakukan oleh siswa adalah salah mengartikan variabel sebagai objek, bukan sebagai pengganti bilangan yang tidak diketahui nilainya. Penguasaan terhadap komputasi aljabar juga merupakan faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu persamaan (Tanjungsari et al, 2012). 85
Mahasiswa PGSD adalah calon guru yang pada gilirannya akan mengajarkan siswa SD. Penguasaan materi secara baik sangat diperlukan sebagai modal untuk mengajar. Kesalahan konsep ataupun kesulitan-kesulitan yang tidak segera diatasi dapat berakibat buruk bagi perkembangan pengetahuan siswa yang mereka ajarkan. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian untuk menggali pemahaman mahasiswa calon guru terhadap makna variabel dan hubungan antarvariabel dalam suatu persamaan. Pertanyaan yang diajukan dalam artikel ini adalah: bagaimana interpretasi mahasiswa terhadap makna variabel dalam suatu persamaan? Informasi yang disajikan di dalam artikel ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi dosen matematika, khususnya di PGSD FKIP Unsyiah dalam menyusun dan mengembangkan bahan ajar agar dapat mengatisipasi kesulitan mahasiswa dalam memahami makna variabel dalam suatu persamaan. Variabel huruf yang sering dipakai dalam suatu persamaan adalah huruf kecil yang digunakan untuk mewakili suau bilangan yang belum diketahui nilainya. Persamaan yang dikaji adalah persamaan linier satu variabel dan persamaan linier dua variabel. 2. Kajian Teori Persamaan merupakan kalimat terbuka yang menyatakan hubungan sama dengan (Negoro & Harahap, 2010: hal.269). Persamaan memuat variabel sebagai pengganti bilangan yang belum diketahui nilainya. Variabel merupakan suatu entitas yang mewakili anggota suatu himpunan (Nelson, 2003). Variabel yang banyak digunakan dalam suatu persamaan adalah variabel huruf. Nilai kebenaran suatu persamaan baru dapat ditentukan apabila variabel diganti dengan harga yang tepat. Contohnya 2x + 3 = 5 untuk semesta pembicaraan bilangan asli. Persamaan ini bernilai benar apabila x diganti dengan 1, dan akan bernilai salah jika x diganti dengan harga yang lain. Penyajian suatu permasalahan dalam bentuk persamaan dapat menyederhanakan proses kalkulasi sehingga masalah tersebut lebih mudah untuk diselesaikan. Kurikulum matematika di SD mensyaratkan bahwa pelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata sehingga siswa dapat melihat manfaat atau aplikasi matematika. Hal ini dapat dilakukan melalui penggunaan soal cerita dengan konteks kehidupan nyata. Soal cerita diselesaikan dengan cara diterjemahkan ke dalam bentuk persamaan dan diselesaikan secara matematis. Dalam menuliskan suatu masalah ke bentuk persamaan, dibutuhkan kemampuan memahami bahasa matematika (Karlimah, 2010). Pemahaman bahasa matematika berkaitan 86
dengan pemahaman terhadap penggunaan huruf sebagai variabel dan pemahaman terhadap hubungan antarvariabel serta cara menerjemahkan hubungan tersebut ke dalam bentuk persamaan (Mayer & Hegarty, 1996). McIntyre (2005) di dalam thesisnya merangkum hasil penelitian Kuchemann mengenai interpretasi siswa terhadap penggunaan variabel berupa huruf dalam suatu persamaan, yaitu 1) nilai variabel dapat diganti dengan bilangan apa saja. Contohnya, pada persamaan 2x + 1, siswa memilih sendiri nilai x sehingga jawaban bisa berbeda-beda dari siswa satu dengan siswa yang lainnya; 2) variabel huruf diabaikan. Contohnya, 2x + 1 dihitung menjadi 3x; 3) variabel dipandang sebagai objek, yaitu variabel digunakan untuk memberi label pada suatu objek, bukan untuk satuan yang ditanyakan. Contohnya 2b + 3p diartikan sebagai 2 buku ditambah 3 pensil, bukan satuannya seperti harga 2 buah buku ditambah harga 3 buah pensil; 4) variabel sebagai bilangan tertentu yang tidak diketahui nilainya; 5) variabel sebagai generalisasi bilangan, yaitu suatu himpunan bilangan yang memenuhi suatu persamaan; dan 6) variabel dipandang sebagai perwakilan nilai-nilai tertentu sesuai dengan hubungan variabel tersebut dengan variabel lain dalam suatu persamaan, misalnya pada persamaan y = 2x. Di sini, y mewakili suatu bilangan yang nilainya bergantung pada nilai x. 3. Metode Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian kualitiatif deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi, tes, dan wawancara. Subjek penelitian adalah 30 orang mahasiswa PGSD FKIP Unsyiah. Tes tertulis diberikan kepada subjek penelitian untuk meneliti pemahaman subjek terhadap variabel dalam suatu persamaan. Tes berisi tiga soal yang terdiri dari dua soal pilihan ganda dan satu soal essai. Dua soal pilihan ganda yang diberikan adalah untuk melihat pemahaman subjek terhadap makna variabel sebagai pengganti bilangan yang belum diketahui nilainya, dan soal essai berupa soal cerita adalah untuk melihat kemampuan subjek menggunakan variabel sebagai pengganti bilangan yang belum diketahui nilainya pada saat menuliskan bentuk persamaan dari soal cerita. Wawancara dilaksanakan untuk mengkaji lebih dalam pemahaman subjek terhadap makna variabel dalam suatu persamaan. Subjek yang diwawancarai adalah perwakilan dari beberapa subjek yang jawabannya sama atau mirip. Pada saat wawancara, subjek diminta untuk memberi penjelasan atas jawaban yang mereka berikan pada saat tes. 87
4. Hasil dan Pembahasan Tabel berikut ini menunjukkan pilihan jawaban subjek terhadap soal tes pililhan ganda. Tabel 1. Jawaban Subjek untuk Soal Pilihan Ganda Soal 1. Misalkan x adalah suatu bilangan asli, maka penjumlahan x + x + x = 12 dapat dinyatakan dengan. A. 3 + 4 + 5 B. 4 + 4 + 4 C. A dan B benar 2. Jika a + b = 5, maka 4 + a + b = A. 9 B. 10 Tidak dapat ditentukan nilainya. Jawaban benar Frekuensi jawaban benar B 4 1 (memilih A) A 26 0 (memilih B) Frekuensi jawaban salah 25 (memilih C) 4 (memilih C) Soal nomor 1 dan 2 berkaitan dengan penggunaan variabel huruf sebagai pengganti bilangan tertentu yang belum diketahui nilainya. Untuk soal nomor 1, hanya 4 dari 30 subjek yang memilih jawaban benar yaitu B. Satu orang perwakilan subjek yang diwawancarai untuk soal ini menjelaskan bahwa x menunjukkan satu bilangan tertentu sehingga nilainya tidak boleh berbeda-beda. Satu orang subjek memilih pilihan jawaban A. Pada saat diminta untuk menjelaskan jawabannya, ia menunjukkan bahwa pilihan jawaban A memenuhi, yaitu 3 + 4 + 5 = 12 sehingga ia langsung memilih jawaban tersebut tanpa memeriksa pilihan jawaban lainnya. Menurutnya untuk setiap soal hanya ada satu kunci jawaban yang benar, sehingga ketika pilihan A dianggap benar, ia tidak perlu lagi memeriksa pilihan jawaban lainnya. Hal ini menarik untuk diperhatikan oleh tenaga pengajar untuk selalu mengingatkan mahasiswanya agar membiasakan bekerja dengan teliti dan tidak tergesa-gesa memutuskan jawaban. Terdapat 25 subjek yang memilih kunci jawaban C untuk soal nomor 1. Lima orang subjek yang diwawancarai menjelaskan bahwa mereka memilih C karena menganggap x adalah bilangan-bilangan apa saja yang memenuhi persamaan di atas. Karena pilihan jawaban A dan B memenuhi, maka kedua pilihan jawaban adalah benar. Saat ditanya lebih lanjut, apabila tidak ada pilihan jawaban untuk soal nomor 1, seperti apa jawaban yang benar?, tiga subjek mengatakan bahwa semua variasi penjumlahan yang menghasilkan 12 adalah benar. Sedangkan dua subjek mempertimbangkan kembali jawaban awal mereka, dan 88
dengan ragu-ragu mengatakan bahwa hanya pilihan jawaban B yang benar karena x mewakili satu nilai tertentu. Kedua pilihan jawaban yang salah di atas menunjukkan kurang pahamnya subjek terhadap makna variabel sebagai pengganti bilangan yang belum diketahui nilainya sehingga mereka mengganti variabel dengan suatu bilangan secara acak. Untuk soal pilihan ganda nomor dua, 26 subjek memilih pilihan jawaban yang benar yaitu A. Tetapi hasil wawancara terhadap 10 orang perwakilan menunjukkan bahwa hanya 5 subjek yang menjawab dengan baik dan benar. Sedangkan 5 subjek lainnya menjawab dengan cara menggantikan nilai a dan b dengan suatu bilangan acak yang memenuhi a = 2 dan b = 3, kemudian nilai-nilai ini dimasukkan dalam perhitungan 4 + a + b yaitu 4 + 2 + 3 = 9. Saat ditanya lebih lanjut apakah a dan b harus diganti dulu dengan suatu bilangan tertentu?, subjek menjelaskan bahwa hal ini perlu untuk menghitung nilai 4 + a + b. Subjek tampak kesulitan memandang penjumlahan a dan b sebagai satu kesatuan bernilai 5. Setelah dibimbing untuk menganalisa soal bahwa tidak masalah berapapun nilai yang diberikan kepada a dan b karena jumlahnya tetap 5, barulah subjek setuju bahwa soal tersebut dapat diselesaikan tanpa harus mengganti harga a dan b terlebih dahulu. Untuk soal nomor dua, 4 subjek memilih pilihan jawaban C dengan alasan a dan b tidak diketahui nilainya sehingga 4 + a + b tidak dapat diselesaikan. Saat diminta menghubungkan informasi a + b = 5 dengan pertanyaan 4 + a + b =, keempat subjek yang diwawancarai tampak kesulitan memandang penjumlahan a dan b sebagai satu kesatuan bernilai 5. Pemilihan jawaban subjek pada kedua soal pilihan ganda menunjukkan misinterpretasi mereka bahwa variabel dalam suatu persamaan dapat diganti dengan suatu bilangan secara acak. Untuk soal essai, sebagian besar subjek memberikan jawaban akhir yang benar yaitu 75 lembar tiket dewasa dan 325 lembar tiket anak-anak, tetapi fokus penelitian adalah pada pemahaman subjek terhadap variabel. Isi soal adalah sebagai berikut ini. Harga tiket untuk memasuki suatu taman bermain adalah Rp6.000 untuk dewasa dan Rp4.000 untuk anak-anak. Jika total penjualan tiket hari ini adalah 400 lembar senilai Rp1.750.000, berapa lembar masing-masing tiket dewasa dan tiket anak-anak yang terjual? Tabel di bawah ini menggambarkan kesalahan yang dilakukan oleh subjek dalam penggunaan variabel pada saat menjawab soal essai. 89
Tabel 2. Kesalahan Jawaban Soal Essai Jenis kesalahan 1. Variabel langsung digunakan dalam persamaan tanpa dijelaskan nilai apa yang diwakili oleh variabel yang digunakan tersebut. 2. Interpretasi variabel sebagai objek. Contoh jawaban: Misalkan x = tiket dewasa, dan y = tiket anak-anak 3. Salah interpretasi variabel. Contoh jawaban: Misalkan x = harga tiket dewasa, dan y = harga tiket anak-anak Frekuensi 5 12 10 Interpretasi yang benar terhadap penggunaan variabel pada soal di atas adalah, misalkan a menyatakan banyaknya tiket dewasa yang terjual dan b menyatakan banyaknya tiket anak-anak yang terjual. Lima orang subjek yang melakukan kesalahan nomor 1, menjelaskan bahwa mereka terbiasa menyelesaikan soal dengan langsung bekerja pada perhitungan. Mereka menganggap bahwa pendefinisian variabel tidak terlalu penting karena mereka sudah tahu apa yang diwakili oleh variabel yang mereka gunakan. Hal ini perlu mendapat perhatian para dosen matematika. Pendefinisian variabel adalah langkah penting dalam matematika karena berkaitan dengan keabsahan operasi dan manipulasi yang dikenakan kepada variabel tersebut. Mahasiswa perlu dibiasakan untuk berfikir dan bekerja secara terstruktur. Terdapat 12 subjek yang melakukan kesalahan nomor 2 yaitu menginterpretasi variabel sebagai objek. Lima orang perwakilan dipanggil untuk diwawancarai. Saat ditanya, apa yang ditanyakan oleh soal ini?, subjek menjawab: tiket dewasa dan tiket anak-anak. Subjek diminta untuk mencermati kembali bahasa soal cerita dan ditanya lebih lanjut, apa yang ditanya mengenai tiket dewasa dan anak-anak pada soal ini?, subjek dapat menjawab bahwa banyak lembar tiket yang terjual yang ditanyakan. Untuk soal essai, terdapat 10 subjek yang melakukan kesalahan nomor 3, yaitu salah menginterpretasikan variabel yang digunakan. Lima orang perwakilan yang diwawancarai menjelaskan bahwa mereka terbiasa menuliskan harga objek saat mendefinisikan variabel karena biasanya hal itulah yang ditanyakan pada soal-soal cerita persamaan linier dua variabel, seperti harga apel, harga buku tulis, dan lain-lain. Hal ini merupakan hal yang penting juga untuk diperhatikan para dosen agar memberikan contoh soal yang beragam sehingga mahasiswa tidak terjebak dengan satu model soal. Ada beberapa hal menarik yang muncul dari jawaban subjek terhadap soal cerita yang diberikan. Pertama, sebagian besar subjek menggunakan variabel x dan y. Hanya sedikit yang 90
menggunakan variabel lain seperti a dan b. Penulis menganggap hal ini penting untuk diperhatikan oleh para dosen agar menjelaskan kepada mahasiswa bahwa variabel huruf yang lain juga dapat digunakan agar mereka tidak salah memahami bahwa hanya x, y, dan z yang dapat digunakan sebagai variabel. Penulisan x juga perlu diperhatikan karena sering ditulis mirip dengan operasi perkalian sehingga dapat menimbulkan kebingungan. Kedua, pada akhir jawaban, terdapat 12 subjek yang tidak menerjemahkan kembali variabel kepada nilai yang diwakilinya, hanya ditulis x = 75 dan y = 325. Meskipun hal ini tidak mempengaruhi nilai kebenaran jawaban, namun penulis menganggap hal ini juga penting untuk diperhatikan demi pemahaman mahasiswa bahwa penggunaan variabel adalah untuk memudahkan penyelesaian sehingga setelah nilai variabel-variabel ditemukan, nilai tersebut dikembalikan kepada entitas yang diwakili oleh variabel-variabel tersebut: banyaknya tiket dewasa yang terjual adalah 75 lembar dan tiket anak-anak 325 lembar. 5. Kesimpulan dan Saran Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa kurang memahami makna variabel sebagai suatu bilangan yang belum diketahui nilainya. Sebagian besar mahasiswa salah mengartikan variabel sebagai sesuatu yang harganya dapat digantikan dengan bilangan apa saja secara acak. Pada saat menyatakan soal cerita ke bentuk persamaan, 27 dari 30 subjek penelitian melakukan kesalahan dalam penggunaan variabel. Misinterpretasi yang dialami mahasiswa dapat terjadi akibat kurangnya pengalaman mereka dalam menggunakan variabel. Dosen dapat membantu mahasiswa dengan berbagai cara, misalnya dengan meminta mahasiswa menyusun soal cerita untuk diselesaikan oleh temannya dan dilanjutkan dengan saling menanggapi hasil kerja mereka. Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa dapat membangun sendiri pemahaman mereka tentang variabel. Pemahaman yang baik mengenai variabel merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kemampuan memecahkan masalah (problem solving). Daftar Pustaka Gooding, S. (2009). Children s difficulties with mathematical word problems. In M. Joubert (Ed.), Proceedings of the British for Research into Learning Mathematics (pp.31 36). UK: University of Cambridge. Hart, K. (1981). Children s understanding of mathematics. London: John Murray. Karlimah. (2010). Kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pembelajaran berbasis masalah. Jurnal Pendidikan, Vol 11 No.2. Halaman 51 60. 91
Mayer, R. E. & Hegarty, M. (1996). The process of understanding mathematical problems. In R.J. Sternberg & T. Ben-Zeev (Eds.), The nature of mathematical thinking (pp. 29-53). USA: Lawrence Elrbaum. Nelson, D. (2003). Dictionary of Mathematics. England: Penguin Books Ltd. McIntyre, Z.S. (2005). An analysis of variable misconceptions before and after various collegiate level mathematics courses. Thesis: University of Maine. Negoro, S.T. & Harahap, B. (2010). Ensiklopedia matematika. Bogor: Ghalia Indonesia. Tanjungsari, R.D., Soedjoko, E., & Mashuri. (2012). Diagnosis kesulitan belajar matematika smp pada materi persamaan garis lurus. Unnes Journal of Mathematics Education, 1 (1), 52 57. 92
1
REVIEWER Dr. Rahmah Johar, M.Pd. Dr. Ibnu Khaldun, M.Si. Dr. Supriatno, M.Si. Dr. A Halim, M.Si Dr. Burhanuddin Yasin, M.Ed. Dr. Niswanto, M.Pd. Dr. Wildan, M.Pd. Dr. Husaini Ibrahim, M.A. DEWAN PENYUNTING Mukhlis Hidayat, M.Kom. Muhammad Nazar, MSCST. DESAIN COVER Al Qudri, ST TEBAL BUKU 374 + xi PENERBIT Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh Laman: http://www.fkip.unsyiah.ac.id/semnas-kptip FKIP Universitas Syiah Kuala ISBN: 978-602-97671-4-9 ii