Analisis Variasi Suhu Tekan Pada Karakteristik Briket Arang Ampas Tebu sebagai Bahan Bakar Alternatif Digdo Listyadi Setyawan, 1 Nasrul Ilminnafik 2, Hary Sutjahjono 3 1,2,3) Program Studi Teknik Mesin Universitas Jember e-mail: 1) digdo_listya@yahoo.co.id ABSTRACT Ketersediaan energi fosil yang makin langka di Indonesia mendorong pemerintah untuk mencari sumber energi alternatif. Oleh karena itu perlu dicari bahan energy alternative lain yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, salah satu energy alternative pengganti bahan bakar minyak dan gas elpiji adalah briket. Ampas tebu adalah limbah padat hasil ekstraksi penggilingan batang tebu. Pada sebuah pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35%-40% dari berat tebu yang digiling. Ampas tebu memiliki karakteristik pembakaran yang masih rendah, nilai kalornya tidak lebih dari 4000 kal/gram. Karakteristik pembakaran dari ampas tebu bisa ditingkatkan dengan proses pirolisis yaitu pemanasan tanpa udara sehingga dihasilkan arang. Pada penelitian tahap pertama, ampas tebu diarangkan dengan proses pirolisis selama 90 menit dengan variasi temperatur 390 ºC. Arang yang dihasilkan ditambahkan perekat tapioka dan air kemudian dicetak menjadi briket dengan tekanan 150 kg/cm 2 pada cetakan silinder berdiameter 1,9 cm dengan variasi suhu tekan pada saat pembuatan briket arang ampas tebu 140 ºC, 170 ºC, dan 200 ºC. Hasil penelitian menunjukkanan bahwa variasi suhu tekan pada saat pembriketan arang ampas tebu mampu meningkatkan nilai kalor briket arang ampas tebu sampai dengan 6245,19 kal/gram. Sedangkan sisa abu yang dihasilkan juga menunjukan semakin tinggi suhu tekan pada proses pembriketan semakin besar persen sisa abunya. Berat briket yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh suhu tekan pada saat pembriketan, semakin tinggi suhu tekan makin berat briket yang dihasilkan. IndexTerms Suhu tekan pembriketan, Sisa abu pembakaran, Berat briket arang ampas tebu. Pendahuluan Ketersediaan energi fosil yang makin langka di Indonesia mendorong pemerintah untuk mencari sumber energi alternatif. Berdasarkan data ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) tahun 2006, pemakaian energi di Indonesia didominasi oleh minyak bumiyaitu sebesar 52,5%, sedangkan penggunaan gas bumi sebesar 19%, batubara 21,5%, air 3,7%,panas bumi 3%, dan energi terbarukan hanya sekitar 0,2% dari total penggunaan energi. Oleh karena itu, apabila terus dikonsumsi dan tidak ditemukan teknologi baru untuk meningkatkan recovery-nya, diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu 23 tahun, gas bumi dalam waktu 62 tahun, dan batubara dalam waktu 146 tahun. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas manusia. Hal iniberarti pula peningkatan jumlah timbulan sampah yang dihasilkan. Komposisi sampah di negara-negara berkembang seperti Indonesia, didominasi oleh sampah organik, yaitu di atas 70%. Sampah kebun merupakan sampah organik yang mengandung lignoselulosa, misalnya kayu, ranting, daundaunan, rumput, dan jerami (Dewi R.G. and Siagian U., 1992). Jumlah sampah kebun yang melimpah serta penanganannya yang masih sederhana, mendorong timbulnya suatu pemikiran baru untuk meningkatkan nilai gunanya. Komponen lignoselulosa merupakan polimer alami dengan beratmolekul tinggi yang kaya energy sehingga jumlah sampah kebun yang banyak ini SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 77
berpotensi sebagai sumber energi (Winaya, N.I. 2010). Sampah kebun yang digunakan sebagai bahan bakar berupa briket (eko-briket) lebih bersifat ramah lingkungan dibandingkan dengan briket batubara (Syamsiro M dan Saptoadi H. 2007). Akan tetapi, nilai kalor yang terkandung di dalamnya lebih rendah, yaitu hanya sebesar 6.513 KJ/kg, setara dengan 1.563,12 kal/g (Husada, T.I., 2008). Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan nilai kalor yang dihasilkandengan cara menambah bahan lain yang memiliki nilai kalor tinggi. Oleh karena itu perlu dicari bahan energy alternative lain yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, salah satu energy alternative pengganti bahan bakar minyak dan gas elpiji adalahbriket. Briket selain murah harganya dibandingkan dengan harga bahan bakar minyak maupun elpiji, juga terbukti memiliki sifat ramah lingkungan. Bahan bakar briket merupakan salah satu alternative yang dapat diambil, dikaren akan pemakaian kompor yang berbahan bakar briket iniakan lebih murah daripada penggunaan kompor yang berbahan bakarminya atau gas (Abdullah, 1980). Bahan yang digunakan untuk membuat briket diharapkan mudah didapat, memiliki nilai kalor cukup tinggi, tidak menimbulkan gas-gas beracun,dan murah harganya serta mudah cara pengolahannya. Ampas tebu adalah limbah padat hasil ekstraksi penggilingan batang tebu. Pada sebuah pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35%-40% dari berat tebu yang digiling. Potensi ampas tebu di Indonesia cukup besar (Winaya, N.I. 2010 ). Menurut data statistik Indonesia tahun 2002, luas tanaman tebu di Indonesia 395.399,44 ha. Jika setiap ha tanaman tebu mampu menghasilkan sekitar 100 ton ampas tebu, maka potensi ampas tebu nasional yang dapat tersedia dari total luas tanaman tebu mencapai 39.539.944 ton/tahun ( http://www.menlh.go.id). Ampas tebu memiliki karakteristik pembakaran yang masih rendah, misalnya nilai kalornya tidak lebih dari 4000 kal/gram (N. Ilminnafik, dkk, 2013). Ampas tebu selama ini banyak digunakan secara langsung dalam pembakaran boiler di industry, misalnya di pabrik gula. Karakteristik pembakaran dari ampas tebu bisa ditingkatkan dengan proses pirolisis yaitu pemanasan tanpa udara sehingga dihasilkan arang (N. Ilminnafik, dkk, 2013 ). Arang aktif merupakan bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon (Sudrajat,R. 2003). Hartanto dan Fathul melakukan pirolisis sekam padi dengan variasi suhu 210 0 C, 250 0 C, 300 0 C, 350 0 C, dan 390 0 C dengan waktu operasi 30, 60, dan 90 menit dengan hasil yang diperoleh, nilai kalor optimal diperoleh pada variabel suhu 390 0 C selama 90 menit sebesar 5.609 cal/gram (Hartanto F. P.,Alim Fathul. 2014). Tidak hanya itu, produk limbah ini dapat menjadi energy alternatif yang ramah lingkungan. Penggunaan ampas tebu dan serbuk kayusebagai bahan briket belum dilakukan masyarkat. Untuk itu, dalam penelitian ini kami berkonsentrasi pada campuran ampas tebu dan serbuk kayu yang berasal pabrik gula dan pabrik penggergajian kayu yang selanjutnya dikarbonasi pada suhu 140 0 C- 200 0 C dan memperhatikan latar belakang di atas, kami melakukan penelitian mengenai teknologi pembuatan bahan bakar briket sebagai perwujudan energy alternative bagi masyarakat umumnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu tekan pada proses pembiketan arang ampas tebu terhadap karakteristik pembakaran briket arang ampas tebu serta berat briket. Kendala pembakaran bahan bakar briket adalah masih tinggi sisa abu pembakaran (S. Jamilatun, 2008; dan J. Chaney, 2010), sehingga pada penelitian ini juga telah dihitung karakteristik keduanya pada briket arang ampas tebu. Metodologi Pada penelitian tahap pertama, ampas tebu diarangkan dengan proses pirolisis selama 90 menit dengan variasi temperatur 390 ºC. Arang yang dihasilkan ditambahkan perekat tapioka SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 78
dan air kemudian dicetak menjadi briket dengan tekanan 150 kg/cm 2 pada cetakan silinder berdiameter 1,9 cm dengan variasi suhu tekan pada saat pembuatan briket arang ampas tebu 140 ºC, 170 ºC, dan 200 ºC. Komposisi briket arang ampas tebu adalah : 3 gram arang dan 2 gram perekat, serta air 1 cc. Penelitian tahap kedua, briket ampas tebu ditimbang beratnya kemudian dikeringkan, setalah kering kemudian beratnya ditimbang kembali. Karakteristik pembakaran yang dianalisa adalah nilai kalor, dimensi setelah pengeringan dan sisa abu. Nilai kalor briket diukur dengan menggunakan bom kalorimeter. Hasil dan Diskusi Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi suhu tekan pada proses pembriketan arang ampas tebu terhadap karakteristik pembakaran yang meliputi nilai kalor, dimensi ukuran briket dan sisa abu. Pengaruh variasi temperatur tekan pada proses pirolisis ampas tebu terhadap nilai kalor briket ditunjukkan pada Gambar 1. Pada gambar tersebut terlihat bahwa pada variasi suhu tekan pada proses pembriketan arang ampas tebu mempengaruhi nilai kalor yang dihasilkan briket arang ampas tebu, pada rentang suhu 140 0 C sampai dengan suhu 200 0 C, semakin tinggi suhu tekan pada proses pembriketan arang ampas tebu, semakin tinggi nilai kalornya. Pada suhu tekan 140 0 C dihasilkan nilai kalor sebesar 4893,2 kal/gram, pada suhu tekan 170 0 C dihasilkan nilai kalor 6242,49 kal/gram dan pada suhu tekan 200 0 C dihasilkan nilai kalor tertinggi yaitu sebesar 6245,19 kal/gram. Gambar 1. Pengaruh Suhu Tekan pada Nilai Kalor Briket Arang Ampas Tebu Nilai kalor yang dihasilkan briket pada penelitian ini sudah mendekati nilai kalor standar internasional (Hendra dan Winarni, 2003). Nilai kalor tertinggi dari hasil pengujian pembakaran dalam bom kalorimeter pada briket arang ampas tebu dengan variasi suhu tekan, pada penelitian in, dihasilkan pada suhu tekan 200 0 C. Hal ini dikarenakan perbedaan suhu tekan mengakibatkan perbedaan ukuran partikel briket, sebagai akibatnya briket memiliki densitas yang berbeda sehingga mampu membantu menaikkan nilai kalor briket arang ampas tebu tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian S. Jamilatun (2008), semakin besar kerapatan biobriket menyebabkan semakin tinggi pula nilai kalornya. SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 79
Pengaruh variasi suhu tekan terhadap sisa abu pembakaran pada penelitian ini seperti ditunjukkan pada gambar 2.Pada gambar tersebut terlihat bahwa variasi suhu tekan pada saat proses pembriketan arang ampas tebu berpengaruh terhadap sisa abu yang dihasilkanya. Pada rentang suhu 140 0 C sampai dengan suhu 200 0 C, semakin tinggi suhu tekan pada proses pembriketan semakin besar persen sisa abunya. Gambar 2. Pengaruh Suhu Tekan pada Sisa Abu Briket Arang Ampas Tebu Pada pembakaran briket arang ampas tebu dengan suhu tekan 140 o C memiliki kandungan sisa abu yang paling sedikit yaitu 6 %, sedangkan pada suhu tekan 200 0 C meniliki nilai sisa abu yang paling tinggi yaitu 14 %. Sisa abu pembakaran ini meningkat seiring peningkatan suhu tekan pada ssat proses pembriketan. Hal ini disebabkan, pada briket dengan suhu tekan 140 o C bentuk briket lebih besar, pori-pori briket lebih besar sehingga pengeringan lebih optimal yang menyebabkan kandungan airnya lebih kecil sehingga waktu pembakaran juga lebih cepat, sehingga sisa abu yang dihasilkan lebih sedikit. Pada briket dengan suhu tekan yang meningkat, maka kerapatan briket juga meningkat sehingga air yang terjebak di dalam briket sulit keluar. Hal ini menyebabkan briket dengan suhu tekan yang lebih tinggi lebih sulit terbakar, sehingga waktu yang diperlukan untuk membakar habis briket (waktu pembakaran) juga relative lebih lama serta abu yang dihasilkannya menjdi lebih banyak. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh S. Jamilatun (2008), dimana cepatnya penyalaan briket disebabkan rendahnya kandungan air dalam briket tersebut dan lamanya penyalaan awal pada briket karena bentuknya yang kompak, rapat, dan berat jenisnya besar, sehingga kandungan airnya masih besar S. Jamilatun, 2008). Pengaruh variasi suhu tekan terhadap berat briket ampas tebu sebelum dikeringkan dan setelah dikeringkan pada penelitian ini seperti ditunjukkan pada gambar 3.Pada gambar tersebut terlihat bahwa variasi suhu tekan pada saat proses pembriketan arang ampas tebu berpengaruh terhadap berat yang dihasilkan.pada rentang suhu 140 0 C sampai dengan suhu 200 0 C, semakin tinggi suhu tekan pada proses pembriketan semakin berat briket yang dihasilkannya. Seperti halnya pada pembahasan sisa abu diatas, suhu tekan berpengaruh terhadap berat briket yang dihasilkan, hal ini dapat terjadi karena, briket dengan proses suhu tekan yang rendah memiliki kadar volatile matter yang lebih besar dibandingkan dengan briket dengan suhu tekan yang tinggi. Briket yang memiliki kadarvolatile matter yang lebih tinggi, dibuktikan briket lebih cepat terbakar habis dan adanya asap saat pengujan. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Hendra dan Pari (2000) bahwa kandungan volatile matter yang tinggi menyebabkan asap yang lebih banyak pada saat briket arang dibakar karena adanya reaksi antara karbon monoksida (CO) dengan turunan alkohol yang ada pada arang. Syamsiro dan SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 80
Saptoadi (2007) juga menyatakan hal yang sama bahwa laju pembakaran biobriket semakin tinggi dengan semakin tingginya kandungan volatile matter. Gambar 3. Pengaruh Suhu Tekan pada Berat Briket Arang Ampas Tebu yang Dihasilkan Kesimpulan Dari pembahasan di atas bisa disimpulkan bahwa variasi suhu tekan pada saat pembriketan arang ampas tebu yang dilakukan pada penelitian ini mampu meningkatkan nilai kalor briket arang ampas tebu sampai dengan 6245,19 kal/gram. Sedangkan sisa abu yang dihasilkan juga menunjukan semakin tinggi suhu tekan pada proses pembriketan semakin besar persen sisa abunya. Berat briket yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh suhu tekan pada saat pembriketan, semakin tinggi suhu tekan makin berat briket yang dihasilkan. Daftar Pustaka Abdullah, 1980. Energi dan Tingkat Kemajuan Teknologi. Penerbit: Sinar Harapan. Jakarta. Dewi R.G. and Siagian U., 1992. The Potential of Biomass Residues as Energy Sources in Indonesia. H. Saptoadi, 2008, The Best Biobriquette Dimension and its Particle Size, Asian J. Energy Environ., Vol. 9, Issue 3 and 4, hal. 161-175 Hartanto F. P. dan Alim Fathul. 2014. Optimasi Kondisi Operasi Pirolisis Sekam Padi Untuk Menghasilkan Bahan Bakar Briket Bioarang Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang Hendra dan Pari (2000). Pengaruh Bahan Baku, Jenis Perekat dan Tekanan Kempa TerhadapKualitas Briket Arang. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor Hendra dan Winarni, 2003.Sifat fisis dan kimia briket arang campuran limbah kayu gergajian dan sebetan kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan.21(3) : 211 226. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor Husada, T.I., 2008. Arang Briket Tongkol Jagung Sebagai Energi Alternatif. Laporan PenelitianUniversitas Negeri Semarang. Semarang. J. Chaney, 2010 J. Chaney, Combustion Characteristic of Biomass Briquettes, Thesis, The University of Nottingham N. Ilminnafik, dkk, 2013, N. Ilminnafik, D. L. Setyawan, H. Sutjahjono. M. Darsin, Karakteristik SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 81
Termal Briket Ampas Tebu dan Serbuk Gergajian Kayu, Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri, ITENAS Bandung, hal. 38-43 S. Jamilatun, 2008, Sifat-sifat Penyalaan dan Pembakaran Briket Biomassa Briket Batubara, dan Arang Kayu, Jurnal Rekayasa Proses, vol. II, no. 2, hal. 37-40 Sudrajat,R. 2003, Petunjuk Teknik Pembuatan Arang Aktif. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Syamsiro M dan Saptoadi H. 2007. Pembakaran Briket Biomassa Cangkang Kakao Pengaruh Temperatur Preheat,Yogyakarta:Seminar Nasional Teknologi Winaya, N.I. 2010. Co-Firing Sistem Fluized Bed Berbahan Bakar Batubara dan Ampas Tebu. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Udayana Bali. Vol.4.No.2. hal. 180-188 http://www.menlh.go.id/pemanfaatan-ampas-tebu-bagasse-untuk-bahan-baku-pulp-dan-kertasmasih-hadapi-kendala/, diakses 05-12-2013. SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 82