BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Karakteristik Fisik Eksisting Ruang Publik Yaroana Masigi

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK. Kata Kunci : Ruang publik, Yaroana Masigi, Pelestarian

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB III METODE PENELITIAN. dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur

Tesis ini telah di uji pada Tanggal 30 Desember Panitia Penguji Tesis berdasarkan SK Rektor. Universitas Udayana, No 4544/ UN.14.

PELESTARIAN KAWASAN BENTTENG KERATON BUTON

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Melai secara geografis berada pada 5 26" - 5²26" Lintang

Bab VI. KESIMPULAN dan SARAN

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. pelestarian ruang publik bersejarah pada kawasan tradisional.

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

Usulan Program Pengembangan dan Pemanfaatan Benteng Istana Buton DARI BUTON DAN UNTUK BUTON MALIGE BUDAYA BUTON DISUSUN OLEH :

Gambar 1 Kerangka pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap Sejarah

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN. WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui

NOMOR 18 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 18 Tahun 1994

KONSEP REVITALISASI PERMUKIMAN DI KAWASAN TUA KASTEEL NIEUW VICTORIA KOTA AMBON. oleh

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA TANJUNGPINANG

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL - BUTON 2015 PERDAKAB. BUTON NO. 1, LD. 2015/NO

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI

V. KONSEP PENGEMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia.

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 921 TAHUN 2010 TENTANG

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan,

sampai sasaran keempat. Berikut ini merupakan kesimpulan dari konsep Konservasi; 1. Konsep pada kondisi tetap: Konsep Preservasi jaringan jalan (pola

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tedi Fedriansah, 2015 SENI KERAJINAN GERABAH BUMIJAYA SERANG BANTEN Universitas Pendidikan Indonesia \.upi.edu perpustakaan.upi.

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Obyek. Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sejarah dan

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta terletak antara 70 33' LS ' LS dan ' BT '

BAB I PENDAHULUAN. Naisbitt dalam bukunya Global Paradox yakni bahwa where once. usaha lainnya (http;//pariwisata.jogja.go.id).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udkhiyah, 2013

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN

BAB V PENUTUP. Situs Banten Lama (SBL) merupakan kumpulan beberapa sumber daya

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09.A TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI ARSIP TSUNAMI ACEH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG UNIT KEGIATAN MAHASISWA BAB I KETENTUAN UMUM

BAB 1 START FROM HERE. A river runs through it yang artinya sebuah sungai mengalir melewati,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sustainable tourism development, village tourism, ecotourism, merupakan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 6.1 Kesimpulan. sebagai berikut: Pertama, di Kawasan Candi Cetho masih terdapat berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang seluas-luasnya. Sebagai bagian dari arsitektur, mesjid merupakan konfigurasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Para anggota persekutuan hukum berhak untuk mengambil hasil tumbuhtumbuhan

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menurut Moleong didalam bukunya yang berjudul Metodologi penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN TRADISI


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

Transkripsi:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil dari analisis dan pembahasan yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah pada studi ini, maka didapatkan kesimpulan, sebagai berikut: 1. Karakteristik Fisik Eksisting Ruang Publik Yaroana Masigi Dari hasil penelitian ditemukan bahwa karakteristik fisik eksisting ruang publik memiliki tata letak dan hirarki yang dipengaruhi oleh sejarah urutan keberadaannya serta oleh konsep kosmologis masyarakat Buton, besaran dan batasan ruangnya berupa jalan dan ruang-ruang terbuka tanpa batasan jarak pandang, dari segi hirarki ruang publik Yaroana masigi merupakan hirarki paling inti dalam kedudukannya terhadap kelurahan Melai. Sedangkan didalam ruang publik Yaroana Masigi, obyek Masjid Agung Keraton memiliki hirarki teratas dalam ruang. 2. Nilai sejarah dan signifikansi budaya pada ruang publik Yaroana Masigi Tiap obyek/bangunan yang berada di lingkungan ruang publik Yaroana Masigi, masing-masing memiliki nilai sejarah yang dirangkum dalam tabel 5.1 berikut: 143

144 Tabel 5.1 Nilai Sejarah pada Ruang Publik Yaroana Masigi Obyek Tahun Nilai Sejarah Batu Popaua Halaman Yaroana Batu Wolio Makam Sultan Murhum Baruga Masjid Agung Keraton Kasulana Tombi (Tiang bendera) Sumber : Analisis Penulis Abad ke 13 M Batu pelantikan para Raja dan Sultan Buton. Halaman tempat orang Abad ke 13M berkumpul untuk kegiatan ritual adat, budaya, dan prosesi pelantikan Sultan Batu tempat mengambil air Abad ke 14 M untuk mandi para Sultan yang dilantik. Merupakan Batu petirtaan rajaraja Buton. Makam Raja Buton ke VI dan 1584 M merupakan Sultan Buton pertama Ruang musyawarah. Di bangun pada masa kepemimpinan 1610 M Sultan Dayanu Ikhsanudin. Merupakan salah satu Sara yangdisebutkan dalam Undangundang Martabat tujuh untuk dijaga para Sapati Dibangun oleh Sultan Buton ke- 1712 M 19, Sultan Zaqiyuddin Darul Alam. Masjid pertama di tanah Buton, bagian dari identitas kesultanan. Merupakan salah satu Sara yangdisebutkan dalam Undang-undang Martabat tujuh untuk dijaga para Sapati. 1712 M Masjid keraton tidak memiliki menara masjid seperti masjid umumnya, sebaliknya berdiri tiang bendera kesultanan Merupakan salah satu Sara yangdisebutkan dalam Undangundang Martabat tujuh untuk dijaga para Sapati

145 Signifikansi budaya pada ruang publik Yaroana Masigi tercermin dari penggunaan ruang untuk kegiatan adat dan budaya yang masih dilangsungkan saat ini. Seperti pada kegiatan pelantikan Sultan yang memanfaatkan hampir seluruh lingkungan ruang publik Yaroana Masigi dan pelantikan pemimpin daerah /walikota-wakil walikota yang menggunakan Masjid Agung Keraton dan Baruga sebagai bagian dari ritual pelantikan. Penggunaan ruang untuk aktivitas adat budaya lainnya seperti Pekande-kandea, Qunua, tari-tarian, pelaksanaan ibadah untuk hari raya, juga untuk aktivitas rutin seperti anak-anak setempat yang berlatih Kabanti di Baruga. Kesemua aktivitas tersebut dijalankan sebagai bagian tradisi yang berlangsung sejak jaman kesultanan. 3. Temuan terhadap Ruang Publik Yaroana Masigi Dari penjelasan mengenai karakteristik fisik, nilai sejarah dan signifikansi budaya pada Yaroana Masigi berikut merupakan temuan yang menggambarkan sifat ruang Yaroana Masigi: a. Ruang bersejarah, yang memuat sejumlah obyek dan bangunan peninggalan kesultanan Buton. b. Ruang budaya, yang memuat dan mewadahi kegiatan bernilai budaya dan tradisi peninggalan kesultanan Buton. c. Ruang publik, tempat berkumpulnya masyarakat sekitar. d. Ruang makna, bermakna sakral karena kedudukannya yang dianggap inti dalam konsep kosmologis Buton. Yaroana

146 Masigi juga berperan melengkapi konsep kosmologi tentang pemaknaan pemimpin/sultan melalui proses ritual pelantikan. 4. Pelestarian ruang publik Yaroana Masigi Arahan pelestarian ruang publik Yaroana Masigi terdiri atas pelestarian fisik, non fisik, dan arahan kebijakan. Pelestarian fisik arahanya seperti ditujukan pada tabel 5.2 berikut: Tabel 5.2 Arahan Pelestarian Fisik Ruang Publik Yaroana Masigi Klasifikasi Obyek Arahan Pelestarian Potensial rendah Baruga Restorasi atau rekonstruksi Halaman Yaroana Konservasi dan Rehabilitasi Potensial sedang Makam Sultan Konservasi dan Murhum Rehabilitasi Batu Wolio Konservasi Masjid Agung Konservasi atau Keraton Preservasi Potensial tinggi Kasulana Tombi Preservasi Batu Popaua Preservasi Sumber: Analisis Penulis Arahan pelestarian non-fisik pada Yaroana Masigi ditujukan untuk mempertahankan aktivitas budaya/adat yang dianggap penting bagi ciri khas dan karakter ruang sebagai ruang budaya dan sejarah yaitu hal berikut: a. Mempertahankan kegiatan yang selama ini dipertahankan oleh masyarakat setempat sejak jaman kesultanan yang berlangsung di Yaroana Masigi, dengan memberi informasi-informasi yang cukup, berupa penambahan foto-foto kegiatan di tempat-tempat atau obyek

147 dimana kegiatan berlangsung. Misal di Baruga, dipasang foto-foto dimana saat Sultan melakukan bagian dari prosesi di Baruga, serta kegiatan-kegiatan adat lainnya yang pernah berlangsung di Baruga. b. Memasang sign atau rambu-rambu penanda informasi mengenai alur kegiatan ritual pelantikan Sultan. Sign tersebut di pasang di sepanjang alur ritual, mengingat kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang paling penting bagi citra kawasan serta porsinya paling banyak dalam memanfaatkan ruang dalam Yaroana Masigi. c. Mempertimbangkan karakter intangible Yaroana Masigi dalam setiap kebijakan pelestarian ruang publik tersebut. Dengan melakukan inventarisasi dan dokumentasi unsur intangible pada setiap obyek yang akan dilestarikan. Arahan kebijakan ruang publik Yaroana Masigi merupakan arahan yang ditujukan untuk melindungi dan mempertahankan aspek fisik ruang melalui kebijakan. Terdiri atas aspek peraturan dan aspek kesadaran dan inisiatif. 1. Aspek peraturan Dimaksudkan untuk melindungi lingkungan ruang publik Yaroana Masigi dalam bentuk arahan kebijakan. a. Melaksanakan hukum dan peraturan pelestarian secara tegas dan adil, pelaksanaan pemberian sanksi bagi yang melanggar, pemberian sanksi yang tegas dan adil diharapkan mampu mengendalikan perubahan kawasan bersejarah.

148 b. Menyusun pedoman tata cara pemeliharaan obyek bangunan pada ruang publik Yaroana Masigi yang melibatkan ahli. Hal ini bertujuan agar setiap bangunan memiliki perlindungan yang jelas, dan kejadian berubahnya bentuk arsitektur Baruga tidak terulang kembali. 2. Aspek kesadaran dan inisiatif Dimaksudkan untuk mengingatkan pentingnya ruang publik Yaroana Masigi karenakan memiliki nilai dan bahan pelajaran bagi generasi mendatang, bukan hanya menjadi tugas pemerintah tapi juga diperlukan dukungan dan peran serta masyarakat. a. Memberikan insentif berupa penghargaan dan bantuan dana perawatan bangunan, penghargaan bagi masyarakat yang telah berperan aktif dalam kegiatan pelestarian ruang publik Yaroana Masigi. penghargaan dapat berupa piagam, publikasi, subsidi untuk pemeliharaan bangunan. b. Memberikan pemahaman dalam rangka mengedukasi masyarakat dan pengunjung mengenai pentingnya pelestarian kawasan bersejarah. c. Memberikan informasi yang jelas mengenai pelestarian ruang publik Yaroana Masigi kepada masyarakat melalui publikasi dalam berbagai media termasuk website serta penyuluhan dan mengajak masyarakat sekitar untuk ikut berperan aktif dalam pelestarian Yaroana Masigi.

149 d. Membangun dan memperkuat kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaan pelestarian ruang publik Yaroana Masigi, masyarakat dapat ikut mengawasi dan menjadi mitra pemerintah dalam pelaksanaan pelestarian. e. Mempertahankan event atau kegiatan budaya yang berlangsung di ruang publik Yaroana Masigi sehingga fungsi ruang budayanya tetap lestari, serta memberikan informasi kegiatan tersebut dalam bentuk publikasi dan jadwal kegiatan. 5.2 Saran Saran ini dibuat demi perbaikan ke depan, terutama bagi penulis sendiri khususnya dan bagi keberlanjutan ruang publik bersejarah pada umumnya. Saran secara akademik, perlu ada penelitian lanjutan terkait ruang publik Yaroana Masigi serta kaitannya maupun perbandingannya dengan ruang-ruang publik maupun ruang bersejarah lainnya di dalam kawasan Benteng Keraton Buton Kelurahan Melai, maupun pembahasan mengenai tempat-tempat bersejarah lainnya di dalam lingkup Kelurahan Melai. Saran secara praktis bagi masyarakat dan pemerintah adalah untuk senantiasa konsisten menjaga dan ikut melestarikan kawasan bersejarah sebagai bentuk partisipasi pada pembangunan, karena keberadaan kawasan bersejarah merupakan bukti penting dari tahapan keberlanjutan pembangunan.

150