BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. skim pembiayaan syari ah. Dibawah ini akan dijelaskan pengertian tentang

I. Flow-chart. Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah :

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Musyarakah dalam Fiqh Muamalah. tanggung jawab yang sama. Musyarakah bisa berbentuk mufawadhah atau

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

Perbankan Syariah. Transaksi Musyarakah. Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KETENTUAN PEMBIAYAAN KREDIT SINDIKASI

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

MUDHARABAH dan MUSYARAKAH. Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Pembiayaan Bank Syariah C. Dosen Pengampu : H. Gita Danupranata, SE., MSI.

BAB IV ANALISIS TERHADAP IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI KSPPS AR-RAHMAH GRINGSING LIMPUNG BATANG

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. berinvestasi dalam usaha-usaha yang berkaitan dengan media dan barang yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1992 perbankan menganut dual banking system yaitu sistem

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN WARU SIDOARJO

BAB II LANDASAN TEORI. Kodifikasi Produk Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

SYIRKAH MUTANAQISHAH DAN IMPLEMENTASINYA PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB IV. oleh Baitul mal wat Tamwil kepada para anggota, yang bertujuan agar anggota

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada fungsi sosial LAZ, Baznas, dan lembaga pengelola wakaf.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penetapan Sistem Bagi Hasil Akad Mudharabah dalam Kegiatan Pertanian

s}ahibul ma>l. Yang digunakan untuk simpanan dengan jangka waktu 12 (dua belas)

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

BAB II LANDASAN TEORI

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB I PENDAHULUAN. membayangkan mesti di dasarkan pada dua konsep hukum Mudhârabah dan

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARIAH MUSYARAKAH

BAB I PENDAHULUAN. disetujuinya UU No. 10 Tahun Undang-Undang tersebut mengatur

BAB I PENDAHULUAN. hukum Islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB II LANDASAN TEORI. tata cara dan proses di dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank Syariah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul maal wat tamwil

DANA TALANGAN H A J I. خفظ اهلل Oleh: Ustadz Dr. Erwandi Tirmidzi, MA. Publication: 1433 H_2012 M DANA TALANGAN HAJI

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN UANG MUKA. Secara bahasa, murābahah berasal dari kata ar-ribhu ( الر بح ) yang

BAB IV ANALISIS PENENTUAN NISBAH BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DI BMT BINTORO MADANI DEMAK

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. 3. Firman Allah SWT

MUD{A<RABAH DALAM FRANCHISE SISTEM SYARIAH PADA KANTOR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA. Pada bagian ini penulis akan menguraikan tentang data-data yang di

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB I PEDAHULUAN. peluang terjadinya jual-beli dengan sistem kredit atau tidak tunai dalam

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH BIL WAKALAH DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN KESEJAHTERAAN NASABAH DI UJKS JABAL RAHMA

BAB II Landasan Teori

BAB II AKAD DALAM PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV. PENYELESAIAN MASALAH PERJANJIAN KERJA ANTARA PEMILIK APOTEK DAN APOTEKER DI APOTEK K-24 KEBONSARI SURABAYA DAlAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN BISNIS MELALUI MODEL WARALABA SYARI AH DI LAUNDRY POLARIS SEMARANG

BAB II LANDASAN TEORI

KEMENTRIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG FAKULTAS SYARIAH

BAB II PRODUK PENGHIMPUNAN DANA

$!%#&#$ /0.#'()'*+, *4% :;< 63*?%: #E Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah

Dan Janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfa at) sampai ia dewasa penuhilah janji; sesungguhnya janji

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa, 2007:207) pengertian prosedur adalah tahap-tahap kegiatan untuk

Pembiayaan Multi Jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang

BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA

1. Firman Allah QS. al-nisa' [4]: 29: 2. Firman Allah QS. al-ma'idah [5]: 1: 3. Firman Allah QS. al-baqarah [2]: 283:

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Bank secara bahasa (etimologi) berasal dari kata italia banco yang

MUSYARAKAH MUTANAQISAH SEBAGAI ALTERNATIF PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH. Kajian LiSEnSi, Selasa, 23 Maret 2010

Raja Grafindo Persada, 2016, hlm.99

BAB II PRINSIP PRINSIP BAGI HASIL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Penerapan Pembiayaan Mudharabah pada KJKS BMT Usaha

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

mura>bahah terdapat berbagai formulasi definisi yang berbeda-beda

BAB II PEMBIAYAAN MURABAHAH

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI PERUBAHAN PENGHITUNGAN DARI SISTEM "FLAT" KE "EFEKTIF" PADA

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI

BAB II LANDASAN TEORI

HILMAN FAJRI ( )

BAB IV PENERAPAN AKAD BAYʽ BITHAMAN AJIL DALAM PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA DI KOPONTREN NURUL HUDA BANYUATES SAMPANG MADURA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SIMPANAN WADI AH BERJANGKA DI BMT TEGAL IJO DESA GANDUL KECAMATAN PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN

Transkripsi:

13 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan atau financing ialah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Menurut undag-undang No. 21 Tahun 2008 tentang bank syariah yang dimaksud dengan pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah mutahiya bittamlik c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa. 1 Meurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau 1 Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, Bandung; Alfabeta, 2012, h. 42

14 tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 2. Unsur-Unsur Pembiayaan a. Bank Syariah, merupakan badan usaha yang memberikan pembiayaan kepada pihak lain yang membutuhkan dana (lembaga intermediary) b. Mitra Usaha/Partner, merupakan pihak yang mendapatkan pembiayaan dari bank syariah, atau pengguna dana yang disalurkan oleh bank syariah. c. Kepercayaan (Trust), bank syariah memberikan kepercayaan kepada pihak yang menerima pembiayaan bahwa mitra akan memenuhi kewajiban untuk mengembalikan dana bank syariah sesuai jangka waktu tertentu yang diperjanjikan. d. Akad, merupakan suatu kontrak perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan antara bank syariah dan pihak nasabah.. e. Risiko, merupakan kemungkinan kerugian yang akan timbul karena dana yang disalurkan tidak dapat kembali. f. Jangka Waktu, merupakan periode waktu yang diperlukan oleh nasabah untuk membayar kembali pembiayaan yang telah diberikan oleh bank syariah. g. Balas Jasa, merupakan sebagai balas jasa atas dana yang disalurkan oleh bank syariah, maka nasabah membayar sejumlah tertentu sesuai dengan akad yang telah disepakati antara bank dan nasabah. 3. Jenis-Jenis Pembiayaan a. Pembiayaan dilihat dari tujuan penggunaannya dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: 1) Pembiayaan Investasi, diberikan oleh bank syariah keada nasabah untuk pengadaan barang-barang modal (aset tetap) yang memiliki

15 nilai ekonomis lebih dari satu tahun. Secara umum, pembiayaan investasi ini ditujukan untuk pendirian perusahaan atau proyek baru maupun proyek pengembangan, medernisasi mesin dan peralatan, pembelian alat angkutan yang digunakan untuk kelancaran usaha, serta perluasan usaha. Pembiayaan investasi umumnya diberikan dalam nominal besar, serta jangka panjang dan menengah. 2) Pembiayaan Modal Kerja, digunakan untuk memnuhi pembiayaan modal kerja yang biasanya habis dalam satu siklus usaha. Biasanya untuk membiayai kebutuhan bahan baku, biaya upah, pembelian barang-barang dagangan, dan kebutuhan dana lain yang sifatnya jangka pendek (selama-lamanya satu tahun). 3) Pembiayaan Konsumsi, diberikan kepada nasabah untuk membeli barang-barang untuk keperluan pribadi dan tidak untuk keperluan usaha. b. Pembiayaan Dilihat Dari Jangka Waktunya 1) Pembiayaan jangka pendek, biasanya diberikan oleh bank syariah untuk membiayai modal kerja perusahaan yang mempunyai siklus usaha dalam satu tahun, dan pengembaliannya disesuaikan dengan kemampuan nasabah. Jangka waktu di sini maksimal satu tahun. 2) Pembiayaan jangka menengah, diberikan dengan jangka waktu satu tahun hingga tiga tahun. Biasanya digunakan untuk modal kerja, investasi dan konsumsi. 3) Pembiayaan jangka panjang, waktunya lebih dari tiga tahun. Biasanya diberikan dalam bentuk pembiayaan investasi, misal pembelian gedung, pembangunan proyek, pengadaan mesin dan peralatan, yang nominalnya besar serta pembiayaan konsumsi yang nilainya besar, misalnya biaya konsumsi untuk pembelian rumah.

16 c. Pembiayaan Dilihat Dari Sektor Usaha 1) Sektor Industri, pembiayaan untuk usaha yang mengubah bentuk dari bahan baku menjadi barang jadi atau mengubah suatu barang menjadi barang lain yang memiliki faedah lebih tinggi. Contohnya, industri elektronik, pertambangan, kimia dan tekstil. 2) Sektor Perdagangan, pembiayaan untuk pengusaha yang bergerak dalam bidang perdagangan, baik kecil, menengah ataupun besar. 3) Sektor Pertanian, Peternakan, Perikanan Dan Perkebunan, 4) Sektor Jasa, yaitu jasa pendidikan, jasa rumah sakit, jasa angkutan dan jasa lainnya seperti pembiayaan untuk profesi, pengacara, dokter, insinyur dan akuntan. 5) Sektor Perumahan, pada umumnya diberikan untuk pembiayaan konstruksi, yaitu pembangunan perumahan, cara pembayaran kembali dipotong dari rumah yang sudah terjual. d. Pembiayaan Dilihat Dari Segi Jaminan 1) Pembiayaan Dengan Jaminan, merupakan pembiayaan yang didukung dengan jaminan (agunan) yang cukup. Jaminan dapat digolongkan menjadi jaminan perorangan, jaminan benda berwujud dan benda tidak berwujud. 2) Pembiayaan Tanpa Jaminan, pembiayaan ini diberikan bank syariah kepada nasbah berdasarkan kepercayaan. Pembiayaan tanpa jaminan mempunyai risiko yang tinggi karena ketika nasabah tidak mampu membayar dan macet, maka tidak ada sumber pembayaran kedua yang dapat digunakan untuk menutup risiko pembiayaan. e. Pembiayaan Dilihat Dari Jumlahnya 1) Pembiayaan Retail, pembiayaan untuk individu atau pengusaha dalam sekala sangat kecil yaitu maksimal Rp 350.000.000,-

17 biasanya bertujuan untuk konsumsi, investasi kecil, dan pembiayaan modal kerja. 2) Pembiayaan menengah, diberikan pada pengusaha level menengah yaitu antara Rp 350.000.000,- sampai Rp 5.000.000.000,- 3) Pembiayaan Korporasi, merupakan pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dengan jumlah nominal yang besar dan di peruntukkan kepada nasabah besar (korporasi). Misal pembiayaan lebih dari Rp 5.000.000.000,- 4. Analisis Pembiayaan a. Analisis 5C 1) Character, menggambarkan watak dan kepribadian calon nasbah. Biasanya dengan cara BI Checking dan informasi dari pihak lain. 2) Capacity, untuk mengetahui kemampuan keuangan calon nasabah dalam memenuhi kewajibannya sesuai jangka waktu pembiayaan. Biasanya dengan cara melihat laporan keuangan, memeriksa slip gaji dan rekening tabungan, survei ke lokasi calon nasabah. 3) Capital, modal yang perlu disertakan dalam objek pembiayaan perlu dilakukan analisis yang lebih mendalam. Semakin besar modal semakin meyakinkan bagi bank akan keseriusan calon nasbah. Biasanya dengan cara melihat laporan keuangan (untulk perusahaan) dan melihat uang muka. 4) Collateral, merupakan agunan yang diberikan calon nasabah kepada bank atas pembiayaan yang diajukan. Agunan merupakan sumber pembayaran kedua. 5) Kondisi Usaha, bank perlu mempertimbangkan sektor usaha calon nasabah dikaitkan dengan kondisi ekonomi.

18 b. Analisis 6A 1) Analisis aspek hukum, 2) Analisis aspek pemasaran, 3) Analisis aspek teknis, 4) Analisis aspek manajemen, 5) analisis aspek keuangan, 6) analisis aspek sosial-ekonomi. 2 B. Pembiayaan Musyarakah 1. Pengertian Musyarakah Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan di tanggung bersama sesuai kesepakatan. Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang dimiliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tak berwujud. Aplikasi musyarakah dalam perbankan biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek di mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati bersama. 3 Istilah lain dari musyarakah adalah syarikah atau syirkah. Musyarakah adalah kerjasama antara kedua pihak atau lebih untuk suatu 2 Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana, 2011, h. 106-119 3 Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah,..., h. 50-51

19 usaha tertentu dimana masing-masing pihak membetikan kontribusi dana dengan keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Musyarakah ada dua jenis, yaitu musyarakah kepemilikan dan musyarakah akad (kontrak). Musyarakah kepemilikan tercipta karena warisan wasiat atau kondisi lainnya yang berakibat pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Sedangkan musyarakah akad tercipta dengan kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah dan berbagi keuntungan dan kerugian. 4 Musyarakah adalah akad antara dua pemilik modal untuk menyatukan modalnya pada usaha tertentu, sedangkan pelaksanaannya bisa ditunjuk salah satu diantara mereka. Implementasi musyarakah oleh bank syariah diterapkan pada pembiayaan usaha atau proyek (project financing) yang dibiayai oleh lembaga keuangan yang jumlahnya tidak 100%, sedangkan selebihnya oleh nasabah. Disamping itu juga diterapkan pada sindikasi antar lembaga keuangan. Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan telah mengatur persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh bank syariah yang hendak menyalurkan dananya kepada masyarakat melalui akad musyarakah ini. Pengaturan dilakukan dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI), yakni PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No. 10/16/PBI/2008. Dalam Pasal 1 angka 3 antara lain disebutkan bahwa Pembiayaan adalah penyediaan dana atau 4 Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi Dan Ilustrasi, Yogyakarta: Ekonisia, 2004, h. 47

20 tagihan/piutang yang dapat dipersamakan dengan itu transaksi investasi yang didasarkan antara lain atas akad mudharabah dan/atau musyarakah. Ketentuan teknis dan sekaligus sebagai peraturan pelaksanaan dari PBI dimaksud yaitu SEBI No. 10/14/DPbS tertanggal 17 Maret 2008. SEBI dimaksud antara lain menyebutkan bahwa dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas dasar akad musyarakah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu; b. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati seperti melakukan reveiw, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggung jawabkan; c. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk pembiayaan atas dasar akad musyarakah serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah; d. Bank wajib melakukan analisis atas permohonan pembiayaan atas dasar akad musyarakah dari nasabah antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter (caracter), dan aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital), dan prospek usaha (condition); e. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati; f. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak boleh diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak;

21 g. Pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan; h. Dalam hal pembiayaan atas dasar musyarakah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya; i. Dalam hal pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberkan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan diyatakan secara jelas jumlahnya; j. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk pejanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar musyarakah; k. Jangka waktu pembiayaan atas dasar akad musyarakah, pengembalian dana dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dan nasabah; l. Pengembalian pembiayaan atas dasar akad musyarakah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode pembiayaan, sesuai dengan jangka waktu pembiayaan atas dasar akad musyarakah; m. Pemberian bagi hasil usaha berdasarkan laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan n. Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi modal masing-masing. Berdasarkan pada pemaparan di atas dapat ditegaskan bahwa pembiayaan pada perbankan syariah yang didasarkan pada akad bagi hasil ini, menempatkan bank sebagai pihak penyandang dana. Untuk itu bank berhak atas kontraprestasi berupa bagi hasil sebesar nisbah terhadap pendapatan atau keuntungan yang diperoleh oleh pemilik usaha (mudharib), sedangkan apabila bank hanya bertindak sebagai penghubung antara pengusaha dengan nasabah, maka ia berhak atas kontraprestasi berupa fee.

22 Adapun metode perhitungan bagi hasil di bedakan menjadi tiga cara yaitu, pertama menggunakan metode profit and loss sharing, yaitu para pihak akan memperoleh bagian hasil sebesar nisbah yang telah disepakati dikalikan besarnya keuntungan (profit) yang diperoleh oleh pengusaha (mudharib), sedangkan apabila terjadi kerugian ditanggung bersama sebanding dengan kontribusi masing-masing pihak. Kedua, menggunakan metode profit sharing, artinya para pihak mendapatkan bagi hasil sebesar nisbah dikalikan dengan perolehan keuntungan yang didapatkan oleh pengusaha (mudharib), sedangkan apabila terjadi kerugian secara finansial akan ditanggung oleh pemilik dana (shahibul maal). Ketiga, menggunakan metode revenue sharing, yaitu para pihak mendapatkan bagian hasil sebesar nisbah dikalikan dengan besarnya pendapatan (revenue) yang diperoleh oleh pemilik usaha (mudharib). Dalam praktiknya metode profit and loss sharing dipakai untuk menghitung bagi hasil pada pembiayaan musyarakah. Kemudian metode profit sharing dipakai untuk menghitung bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah, sedangkan metode revenue sharing dipakai untuk menghitung bagi hasil untuk nasabah deposan yang menyimpan dananya di bank syariah dengan skema tabungan mudharabah atau deposito mudharabah. 5 2. Dasar Hukum Syirkah a. Surat an-nisa : 12 Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,.. 5 Abdul Ghofur Ansori, Perbankan Syariah Di Indonesia,Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009, h. 143-146

23 b. Surat Shad : 24 Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini.. 6 3. Jenis-Jenis Syirkah a. Syirkah Al-Milk Syirkah al-milk dapat diartikan sebagai kepemilikan bersama antara pihak yang berserikat dan keberadaannya muncul saat dua orang atau lebih secara kebetulan memperoleh kepemilikan bersama atas suatu kekayaan tanpa adanya perjanjian kemitraan yang resmi. Biasanya berawal dari warisan. Misalnya tanah warisan, sebelum tanah ini dijual maka bila tanah ini menghasilkan, maka hasil bumi tersebut dibagi kepada ahli waris sesuai dengan porsi masing-masing. b. Syirkah Al-Uqud Syirkah al-uqud dapat dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena para pihak secara suka rela berkeinginan untuk membuat suatu perjanjian investasi bersama dan berbagi untung dan risiko. Dalam syirkah al-uqud dapat dilakukan tanpa adanya perjanjian formal atau dengan perjanjian secara tertulis dengan disertai para saksi. Syirkah al-uqud dibagi menjadi lima jenis: 6 Qomarul Huda, Fiqh Mu amalah, Yogyakarta: Teras, 2011, h. 101

24 1) Syirkah Mufawwadah, merupakan akad kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih, yang masing-masing pihak harus menyerahkan modal dengan porsi modal yang sama dan bagi hasil atau usaha atau risiko ditanggung bersama dengan jumlah yang sama. Dalam syirkah mufawwadah, masing-masing mitra usaha memiliki hak dan tanggung jawab yang sama. 2) Syirkah Inan, merupakan akad kerja sama usaha antara dua orang atau lebih, yang masing-masing mitra kerja harus menyerahkan dana untuk modal yang porsi modalnya tidak harus sama. Pembagian hasil usaha berdasarkan kesepakatan awal, tidak harus sama dengan porsi modal karena masing-masing pihak yang bermitra memiliki keahlian yang berbeda-beda. 3) Syirkah Wujuh, merupakan akad kerja sama usaha antara dua orang atau lebih yang mana masing-masing mitra kerja memiliki reputasi dan prestasi dalam bisnis. Dalam syirkah wujuh tidak diperlukan modal dalam bentuk uang tunai. Para mitra dapat menggunakan agunan milik masing-masing untuk digunakan sebagai agunan dalam membeli barang secara kredit, kemudian barang itu dijual, dan hasil keuntungan atas penjualan barang itu dibagi sesuai dengan porsi agunan yang diserahkan. 4) Syirkah A mal, disebut juga dengan syirkah abdan merupakan kerja sama usaha yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, masing-masing mitra usaha memberikan sumbangan atas keahliannya dalam mengelola bisnis. Dalam Syirkah A mal tidak perlu adanya modal berupa uang tunai, akan tetapi modalnya ialah keahlian dan profisionalisme masing-masing mitra kerja. Pembagian bagi hasil dibagi sesuai kesepakatan awal antara para pihak yang bermitra.

25 5) Syirkah Mudharabah, merupakan kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih yang mana satu pihak sebagai pemilik dana 100% untuk keperluan usaha, dan pihak lain tidak menyerahkan modal dan hanya sebagai pengelola atas usaha yang dijalankan. 4. Rukun Dan Syarat Pembiayaan Musyarakah a. Ijab dan Kabul, harus dikatakan dengan jelas dalam akad dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Penawaran dan permintaan harus jelas dituangkan dalam tujuan akad 2) Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak 3) Akad dituangkan secara tetulis b. Pihak yang Berserikat: 1) Kompeten 2) Menyediakan dana sesuai dengan kontrak 3) Dan pekerjaan/proyek usaha 4) Memiliki hak untuk mengelola bisnis yang sedang dibiayai atau memberi kuasa kepada mitra kerjanya untuk mengelolanya 5) Tidak diizinkan menggunakan dana untuk kepentingan sendiri c. Objek Akad 1) Modal: a) Modal dapat berupa uang tunai atau aset yang dapat dinilai, bila modal tetapi dalam bentuk aset, maka aset ini sebelum kontrak harus dinilai dan disepakati oleh masing-masing mitra b) Modal tidak boleh dipinjamkan atau dihadiahkan ke pihak lain c) Pada prinsipnya bank syariah tidak harus minta agunan, akan tetapi untuk menghindari wanprestasi, maka bank syariah diperkenankan meminta agunan dari nasabah/mitra kerja

26 2) Kerja: a) Partisipsi kerja dapat dilakukan bersama-sama dengan porsi kerja yang tidak harus sama, atau salah satu kuasa memberi kuasa kepada mitra kerja lainnya untuk mengelola usahanya b) Kedudukan masing-masing mitra harus tertuang dalam kontrak 3) Keuntungan/Kerugian: a) Jumlah keuntungan harus di kuantifikasikan b) Pembagian keuntungan harus jelas dan tertuang dalam kontrak. Bila rugi, maka kerugian akan ditanggung oleh masing-masing mitra berdasarkan porsi modal yang diserahkan. 5. Skema Pembiayaan Musyarakah Dalam pembiayaan musyarakah, bank syariah memberikan modal sebagian dari total keseluruhan modal yang dibutuhkan. bank syariah dapat menyertakan modal sesuai porsi yang disepakati dengan nasabah. Misalnya, bank syariah memberikan modal 70% dan modal nasabah 30%. pembagian hasil keuntungan, tidak harus dihtung sesuai porsi modal yang di tempatkan, akan tetapi sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak awal, misalnya 60% untuk nasabah dan 40% untuk bank syariah.

27 Shahibul Maal 2 (nasabah) a. Akad Pembiayaan Musyarakah Shahibul maal 1 (bank syariah) c. Modal 30% b. Modal 70% Kerja Sama Usaha d. Pengelolaan Usaha Bagi hasil 60% Bagi Hasil 40% e. Pendapatan Modal 30% f. Modal Modal 70% Keterangan Skema: a. Bank syariah dan nasabah menandatangani akad pembiayaan musyarakah b. Bank syariah menyerahkan dana sebesar 70% dari kebutuhan proyek usaha yang dijalankan oleh nasabah c. Nasabah menyerahkan dana 30%, dan menjalankan usaha sesuai dengan kontrak d. Pengelolaan proyek usaha dijalankan oleh nasabah, dapat dibantu oleh bank syariah atau menjalankan bisnisnya sendiri, bank syariah memberikan kuasa kepada nasabah untuk mengelola usaha

28 e. Hasil usaha atas kerja sama yang dilakukan antara bank syariah dan nasbah dibagi sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan, misalnya 60% untuk nasabah dan 40% untuk bank syariah. Namun dalam hal terjadi kerugian, maka bank syariah akan menanggung kerugian sebesar 70% dan nasabah menanggung kerugian sebesar 30% f. Setelah kontrak berakhir, maka modal dikembalikan kepada masingmasing mitra kerja, yaitu 70% dikembalikan kepada bank dan 30% dikembalikan kepada nasabah. 7 C. Fatwa Dewan Syari ah Nasional No: 08/Dsn-Mui/Iv/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah 1. Badan dalam rangka mengembankan dan meningkatkan dana Lembaga Keuangan Syariah (LKS), pihak LKS dapat menyalurkan pembiayaan dengan cara musyarakah yaitu pembiayaan berdasarlan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masingmasing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan; bahwa pembiayaan musyarakah yang memiliki keunggulan dalam kebersamaan dan keadilan, baik dalam berbagi keuntungan maupun resiko kerugian, kini telah dilakukan oleh lembaga keuangan syari ah (LKS); bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syari ah Islam, DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang musyarakah untuk dijadikan pedoman oleh LKS. 7 Ismail, PerbankanSyariah,..., h. 177-182

29 2. Landasan Hukum Pembiayaan Musyarakah a. Firman Allah QS. Shad [38]: 24 Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. b. Firman Allah QS. Al-Ma idah [5]: 1 Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu

30 sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukumhukum menurut yang dikehendaki-nya. c. Hadits riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata: ع أ ب ي هريرة ر ف ع ه ق ال إ هللا ي ق ى ل ا ا ث ان ث انش ر ي ك ي ي ان ى ي ح ا ح د ه ا ص اح ب ه ف إ ذ ا خ ا ا ح د ه ا ص اح ب ه خ ر ج ت ي ب ي ه ا. Allah SWT. berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka. (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-hakim, dari Abu Hurairah). d. Hadits Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf, nabi Muhammad SAW barkata: انص ه ح ج ائ ز ب ي ان س ه ي إ ل ص ه ح ا ح ر و ح ال ل ا و ا ح م ح ر اي ا و ان س ه ى ع ه ى ش ر و ط ه ى ا ل ش ر ط ا ح ر و ح ال ل ا و ا ح م ح ر اي ا. Shulh/Perdamaian (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. e. Taqrir Nabi terhadap kegiatan musyarakah yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu. f. Ijma Ulama atas kebolehan musyarakah. g. Kaidah Fiqh ا أ ل أصل ف أي ا ألم ع ام ل ت ا أ ل ب اح ة ا ا ل ا أن ي د ال د ل أيل ع ل ى ت أحر أيم ه ا.

31 Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. 3. Ketentuan Tentang Pembiayaan Musyarakah a. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: 1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). 2) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. 3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. b. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut: 1) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. 2) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil. 3) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal. 4) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja. 5) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.

32 c. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian) 1) Modal a) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. b) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. c) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan. 2) Kerja a) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah. akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya. b) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak. 3) Keuntungan a) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.

33 b) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. c) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya. d) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad. 4) Kerugian, harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal. 5) Biaya Operasional dan Persengketaan a) Biaya operasional dibebankan pada modal bersama. b) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atas jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 8 8 DSN-MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah Nasional MUI, Jakarta: Erlangga, 2014, h. 85-90