BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN 1.1 Profil Keluarga Dampingan Program Pendampingan Keluarga (PPK) merupakan program unggulan yang dikembangkan sebagai muatan lokal dalam pelaksanaan program KKN PPM XII di Universitas Udayana. Pelaksanaan PPK tersebut dimaksudkan untuk membantu pemberdayaan keluarga melalui penerapan ilmu dan teknologi dalam bidang wirausaha, pendidikan dan keterampilan, KB dan kesehatan serta pembinaan lingkungan untuk membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera. Tujuan PPK adalah untuk meningkatkan kepedulian dan kemampuan mahasiswa mempelajari dan mengatasi permasalahan keluarga melalui bantuan penyusunan rencana dan pendampingan pada pelaksanaan program yang inovatif dan kreatif melalui penerapan ilmu dan teknologi bersama masyarakat dan lembaga pedesaan lainnya. Sasaran PPK adalah Rumah Tangga Miskin (RTM) atau keluarga yang tergolong kedalam keluarga pra sejahtera (Pra-KS) atau keluarga yang mengalami ketertinggalan sehingga perlu pendampingan agar keluar dari ketertinggalannya. Untuk mencapai sasaran itu tidak dapat diwujudkan dalam waktu singkat karena umumnya masalah yang dihadapi keluarga bersifat kompleks dan lebih kepada aspek mental yang tidak mudah berubah. Pada KKN PPM Periode XIII Universitas Udayana ini, penulis memiliki kesempatan untuk mendampingi keluarga Bapak I Wayan Sukra, seorang warga di Desa Pelaga. Keluarga Bapak I Wayan Sukra ini menenpati rumah di Banjar Kiada, Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Bapak I Wayan Sukra adalah petani di desa Pelaga. Hasil tani dari lahan Bapak I Wayan Sukra tidaklah menentu sehingga ia harus mempunyai pekerjaan lain seperti berdagang buah-buahan serta hasil tani yang ada. Bapak I Wayan Sukra mempunyai seorang istri dan 3 orang anak yang semuanya sudah lulus dari SMK 1 Petang. Sayangnya semua anak beliau tidak melanjutkan studi ke tingkat universitas dikarenakan kendala biaya dan jaraknya yang jauh dari tempat tinggal. Sehari-hari Bapak I Wayan Sukra bekerja sebagai petani bersama istrinya. Kadangpula Bapak I Wayan Sukra dan istrinya 1
bekerja dengan merawat sapi-sapi yang ada. Anak pertama dari Bapak I Wayan Sukra sudah bekerja di Denpasar begitu pula anaknya yang terkahir, Putra beliau yang kedua sudah menikah dan menetap di Kiadan bersama Bapak I Wayan Sukra. Putra beliau yang kedua sudah menikah dan mempunya istri yang istrinya telah mengandung selama 3 bulan. Tabel 1. Data Keluarga Dampingan No Nama Status Umur Pendidikan Pekerjaan Ket 1. I Wayan Sukra Kawin 52 th Tamat SD Petani Kepala Keluarga 2. Ni Made Suki Kawin 51 th Tamat SD Petani Isteri 3. Kadek Anom Santa Kawin 25 th Tamat SMK - Anak 4. Ni Nyoman Santiani Belum Kawin 19 th Tamat SMK Pramusaji Anak Perjalanan awal untuk mencapai lokasi rumah Bapak I Wayan Sukra dapat melalui jalan aspal. Namun, semakin jauh untuk mencapai rumah beliau harus melalui jalan setapak yang hanya dapat dilalui dengan berjalan kaki atau satu kendaran sepeda motor. Sepanjang jalan menuju rumah Ibu Kadek Ekarini terdapat sawah dan kebun-kebun di samping jalan dan tidak dilengkapi dengan lampu penerangan jalan. Rumah tempat tinggal Ibu Kadek Ekarini sangat sederhana berukuran kira-kira 4 x 1,5 meter yang hanya terdiri dari kamar tidur dan dapur saja. Beliau tidur bersama anak perempuannya, Kadek Widya Restini. Namun, anak perempuan beliau lebih sering tinggal di rumah bibinya. Sedangkan anak laki-lakinya, Komang Budiarta dan istrinya Kadek Siti tinggal di salah satu kamar sebelah rumah Ibu Kadek Restini. Ibu Kadek Restini pula tinggal bersama mertua beliau dan saudara-saudara ipar beliau yang tinggal di sebelah rumah beliau dan masih dalam satu pekarangan rumah. 1.2 Ekonomi Keluarga Dampingan Penghasilan dari keluarga Bapak Ibu Kadek Ekarini didapatkan dari penghasilan anak perempuannya yang bekerja sebagai buruh tandu (membantu memetik bunga sandat atau membantu neneknya membuat porosan dan canang serta membantu menjual kayu bakar) dan 2
penghasilan anak laki-lakinya sebagai buruh tandu (membantu memetik cengkeh). Ibu Kadek Ekarini juga terkadang membantu anaknya dan mertuanya untuk membuat porosan, hanya saja beliau tidak mampu membantu dalam waktu lama. Keluarga ini tidak memiliki tanah sawah atau kebun sebagaimana yang banyak dimiliki oleh mayoritas masyarakat Desa Sinabun. Penghasilan yang didapatkan oleh keluarga ini terbilang kurang mencukupi kebutuhan sehari-hari. 1.2.1 Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga Ibu Kadek Ekarini dapat dikatakan tidak menentu, tergantung kondisi alam karena seperti musim kemarau sekarang ini mengakibatkan bunga-bunga yang dulunya ditanam menjadi mati serta sudah tidak terdapat daun kelapa di pekarangan rumah karena telah diambil sebelumnya. Selain itu, pendapatan keluarga ini pula tergantung jumlah pemesanan kayu bakar ataupun pesanan buruh tandu bunga sandat. Pendapatan menandu ini juga didapatkan oleh anak beliau, Kadek Widya Restini yang juga bekerja bersama neneknya dan bibinya. Sedangkan anak laki-laki beliau yang bekerja sebagai buruh tandu cengkeh di luar desa dan telah berkeluarga sehingga hanya sekali-sekali membantu keuangan Ibu Kadek Ekarini saat mereka pulang ke rumah beliau. Sebagai buruh tandu bunga sandat, penghasilan yang didapat oleh Kadek Widya Restini untuk keluarga tidak menentu. Penghasilannya didapatkan hanya saat ada warga yang ingin mendapatkan jasa tandu sandat. Penghasilan buruh tandu bunga sandat sebesar Rp 15.000,00 untuk satu hari menandu. Biasanya pekerjaan menandu bunga sandat didapat 6 minggu sekali. Ibu Kadek Ekarini dan anaknya, Kadek Widya Restini, juga membantu mertua beliau untuk membuat canang dan porosan. Sebagai pembuat canang dan porosan ini juga masih memiliki kendala yaitu apabila tidak adanya daun di pohon kelapa yang mereka miliki ataupun mertua lakilaki beliau tidak mampu membelikan busung/selepan sebagai bahan utamanya. Penghasilan sebagai penjual canang oleh mertua dari Ibu Kadek Ekarini beserta anaknya, Kadek Widya Restini, dan saudara iparnya yaitu sebesar Rp 20.000,00/kresek (300 canang). Sedangkan, untuk penghasilan penjualan porosan 3
sebesar Rp 1000,00/ plastik 1 kg. Biasanya mereka dapat bekerja sebagai pembuat canang hanya 2-3 kali dalam satu bulan dan untuk membuat porosan hanya bergantung apabila terdapat daun kelapa dari pohon yang mereka miliki. Penghasilan sebagai penjual kayu bakar juga tidak menentu. Kayu pohon sandat dipotong oleh mertua laki-laki dari Ibu Kadek Ekarini. Setelah dipotong, kayu tersebut dikeringkan dan diikat. Penghasilan dari penjualan kayu bakar ini sebesar Rp 5.000,00/ikataan. Biasanya sekali memotong pohon sandat dapat menghasilkan empat ikat kayu bakar. Namun, memotong kayu tersebut hanya bisa dikerjakan bergantung pada adanya pohon sandat yang akan dipotong sehingga tak menentu dalam satu bulan bisa mendapatkan kayu bakar atau tidak. 1.2.2 Pengeluaran Keluarga a. Kebutuhan Sehari-hari Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga Ibu Kadek Ekarini memerlukan biaya sekitar Rp 1.500.000,00 per bulan untuk konsumsi lauk-pauk, dan untuk listrik dan air ditanggung oleh mertua beliau. b. Pendidikan Dari sisi pendidikan, keluarga Ibu Kadek Ekarini tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya karena pendapatan yang sangat sedikit semenjak almarhum suami beliau sakit dan telah tiada. Selain itu, Ibu Kadek Ekarini juga perlu ada yang merawat sehingga anaknya, Kadek Widya Restini sudah putus sekolah sejak menginjak kelas 2 Sekolah Dasar pada tahun 2010. c. Kesehatan Untuk kesehatan, keluarga Ibu Kadek Ekarini tidak memiliki Jaminan Kesehatan. Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) beliau pun entah berada dimana. Ibu Kadek Ekarini memiliki keadaan fisik yang kurang baik. Ibu Kadek Ekarini sendiri mengaku tidak memiliki masalah kesehatan tertentu yang membuat beliau beserta anaknya harus berobat secara rutin ke pusat pelayanan kesehatan. Namun bila sakit, Ibu Kadek Ekarini akan didatangi oleh 4
dokter yang berasal dari Desa Suwug dengan membayar sebesar Rp 50.000,00. Sedangkan, anak beliau, Kadek Widya Restini biasanya memeriksa kesehatannya pada saat ada Posyandu di Bale Banjar Dusun Menasa dengan membayar Rp 10.000,00 d. Kerohanian Ibu Kadek Ekarini dan keluarga memeluk agama Hindu dan menjunjung tradisi kerohanian Hindu Bali dan adat Desa Sinabun. Kebutuhan kerohanian sehari-hari keluarga beliau adalah untuk membeli bahan-bahan membuat banten persembahyangan. Pengeluaran dana di bidang ini meningkat bila ada perayaan hari-hari khusus keagamaan. e. Sosial, dll. Keperluan-keperluan sosial yang diperlukan, seperti iuran banjar, uang untuk warga yang memiliki duka (sakit, kematian, ngaben) telah ditanggung menjadi satu keluarga oleh mertua beliau, Bapak Made Sukarsa. 5