BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aktivitas perusahaan atau unit bisnis tidak bisa lepas dari lingkunganya. Lingkungan merupakan bagian dari kualitas kehidupan dan tidak dapat disangkal jika dikatakan bahwa saat ini masalah lingkungan semakin menjadi perdebatan baik ditingkat regional, nasional maupun internasional. Sedangkan perusahaan adalah suatu organisasi yang melakukan aktivitas atau kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu untuk mempertahankan keunggulan bisnisnya dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan. Optimalisasi profit perusahaan merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, dimana satu keputusan keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan lainya dengan melihat nilai perusahaan. Perusahaan juga dapat memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat sekitar dan masyarakat luas, seperti memberikan kesempatan kerja, menyediakan barang yang dibutuhkan masyarakat untuk dikonsumsi, membayar pajak, memberikan sumbangan, dan lain-lain. Perusahaan yang berorientasi pada laba akan berusaha menggunakan sumber daya yang dimilikinya semaksimal mungkin untuk memperoleh laba demi kelangsungan hidupnya. Namun untuk mencapai tujuan tersebut, banyak perusahaan mengabaikan dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari kegiatan 1
2 operasional atau aktivitas ekonomi perusahaan tersebut. Padahal kegiatan operasional yang dilakukan perusahaan menimbulkan potensi terjadinya kerusakan terhadap lingkungan, seperti contoh kasus yang terjadi di Teluk Buli, Kabupaten Halmahera Timur, provinsi Maluku Utara. Sebagian kawasan perbukitan dan pesisir didaerah itu rusak parah akibat penambangan nikel sejak 1980-an. Setelah tambang ditutup pada awal 2014, perbaikan kawasan bekas tambang itu belum dilakukan. Teluk Buli juga diperkirakan sudah tercemar sehingga mengganggu habitat biota laut. Salah satu bukti, nelayan setempat sulit mendapatkan ikan teri setelah aktivitas penambangan masih beroperasi. Padahal, Teluk Buli terkenal sebagai lokasi produksi ikan teri terbesar di Maluku Utara. Sepanjang perjalanan sejauh 71 kilometer dari Buli menuju Maba, ibu kota Kabupaten Halmahera Timur, sejumlah areal bekas penambangan tampak di sepanjang kedua sisi jalan. Sejumlah lokasi perbukitan tidak jauh dari pesisirpun digusur. Akibatnya, saat hujan, sedimen dari perbukitan terbawa erosi dan menutup sebagian badan jalan di beberapa lokasi. Sedimen itu akhirnya tertimbun di pesisir pantai, sebagian juga terbawa ke tengah laut. Sejumlah lokasi pesisir juga digusur untuk menampung material dan menjadi area aktivitas perusahaan. Akibatnya, hampir 500 nelayan penangkap ikan teri yang beroperasi di Teluk Buli bangkrut, ribuan anak buah kapal dan buruh panggul ikan di darat juga kehilangan pekerjaan dan mereka kini bekerja serabutan dan sebagian lagi menjadi buruh tambang di daerah itu. Fahruddin Maloko, aktivitas Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Eksekutif Daerah Maluku Utara, menuturkan, pihaknya sudah mengingatkan
3 pemerintah agar memperbaiki lingkungan Teluk Buli. Hilangnya habitat ikan teri di Teluk Buli menandakan telah terjadi pencemaran, saat meneliti kehidupan sosial di daerah itu, Fahruddin menemukan banyak nelayan jatuh miskin. Kebanyakan kawasan tambang nikel dibawah kendali PT. Aneka Tambang (Antam). Penutupan tambang tahun 2014 dilakukan setelah ada Peraturan pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 yang melarang pengiriman material tambang sebelum diolah, Wakil Ketua DPRD Halmahera Timur Idrus Maneke juga mengakui dampak yang dirasakan nelayan. Pihaknya sudah mendesak pemerintah dan PT Antam agar mereboisasi kawan yang kritis akibat penambangan. (Kompas, 2016). Hal ini menggambarkan masih banyak perusahaan-perusahaan yang memberikan andil dalam masalah pencemaran lingkungan di Indonesia. Oleh karena itulah pengambilan keputusan ekonomi hanya dengan melihat nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangan (financial) suatu perusahaan, saat ini sudah tidak relevan lagi. Investor individual tertarik terhadap informasi sosial yang dilaporkan dalam laporan tahunan (Anggraini, 2006). Untuk itu dibutuhkan suatu saran yang dapat memberikan informasi mengenai aspek sosial, lingkungan dan keuangan secara sekaligus, cara tersebut dikenal dengan nama laporan berkelanjutan (sustainability reporting). Terdapat pandangan yang menyatakan bahwa perusahaan tidak hanya dinilai dari kinerja finansialnya saja tetapi juga dinilai dari kinerja sosial perusahaan (corporate social performance), yaitu bagaimana perusahaan tidak hanya memuaskan para pemilik modal tetapi juga harus memuaskan seluruh
4 stakeholder, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan mulai munculnya pandangan bahwa perusahaan harus melaksanakan aktivitas sosial, disamping aktivitas operasionalnya (Budiarsi, 2005). Seiring adanya tuntutan dari masyarakat dan peraturan dari Pemerintah terhadap perusahaan untuk memberikan pertanggungjabawan sosialnya, kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) bukan lagi menjadi kegiatan sukarela yang harus dilakukan perusahaan. Sesuai dengan Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74 ayat 1 Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan, CSR menjadi kegiatan yang wajib dilakukan oleh perusahaan dalam mempertanggungjawabkan kegiatan perusahaannya. Konsep tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR), muncul sebagai akibat adanya kenyataan bahwa pada dasarnya karakter alami dari setiap perusahaan adalah mencari keuntungan semaksimal mungkin tanpa memperdulikan kesejahteraan karyawan, masyarakat dan lingkungan alam (Hariyani, 2011). Masuknya program CSR sebagai bagian dari strategi bisnis, maka akan dengan mudah bagi perusahaan untuk mengimplementasikan rencana kegiatan dari program CSR yang dirancangnya. Dilihat dari sisi pertanggungjawaban keuangan atas setiap investasi yang dikeluarkan dari program CSR menjadi lebih jelas dan tegas, sehingga pada akhirnya keberlanjutan yang diharapkan akan dapat terimplementasi berdasarkan harapan semua stakeholder, dengan demikian apabila perusahaan melakukan program-program Corporate Social Responsibility
5 (CSR) secara berkelanjutan, maka perusahaan akan dapat berjalan baik. Oleh karena itu, program Corporate Social Responsibility (CSR). Jika sebuah perusahaan ingin mengembangkan CSR maka harus memiliki corporate social responsivnes, yaitu bagaimana perusahaan dapat sensitif terhadap masalah sosial yang terjadi dan kemudian dapat tanggap terhadap masalah-masalah sosial yang muncul. Corporate social responsivnes berkaitan dengan masalah bagaimana setiap perusahaan merespon masalah sosialnya dan kemampuan perusahaan menentukan masalah sosial mana yang harus direspon. Tentu saja tidak semua masalah sosial yang timbul dapat direspon karena masalah sosial bersifat sangat kompleks dan luas (Budiarsi, 2005). Maka dari itu perusahaan perlu memfokuskasn pada arah mana aktivitas CSR yang akan dilakukan oleh perusahaan agar tepat sasaran dan akhirnya mencapai tujuan yang diinginkan secara efisien dalam penggunakan sumber dayanya. Keberhasilan CSR sendiri dapat diukur melalui indikator yang disebut dengan corporate social performance. Corporate socials performance merupakan hal yang cukup penting bagi citra (reputation) perusahaan, terutama untuk jangka panjang perusahaan yang dapat memberi kontribusi cukup berarti dalam pengembangan berkelanjutan bagi perusahaan. Dengan demikian corporate social performance dapat menjadi salah satu ukuran bagi citra atau reputasi perusahaan, Citra atau reputasi perusahaan sendiri merupakan salah satu aset yang sangat berharga. Dari sini dapat dijadikan titik tolak mengapa CSR merupakan salah satu komponen kunci yang penting bagi pengembangan reputasi perusahaan
6 (Budiarsi,2005) dan dapat menjaga keberlangsungan aktivitas perusahaan agar terus berlangsung secara sustainable. Salah satu konsep upaya penjabaran dan penerapan suistanable CSR adalah melalui Global Reporting Initiative (GRI). Global Reporting Initiative (GRI) adalah satu usaha di tingkat internasional untuk memperoleh informasi yang lebih rinci dari sekedar kinerja keuangan perusahaan, termasuk dampak kegiatan bisnis mereka terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat (Purwati, 2006). Indikator pengungkapan yang sesuai dengan Global Reporting Initiative (GRI) memiliki prinsip-prinsip yang tercantum dalam GRI-G4 diantaranya pengungkapan Ekonomi, Lingkungan dan Sosial. Tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya dalam bidang pembangunan sosial dan ekonomi tetapi juga dalam hal lingkungan hidup. Sebagaimana diketahui tiga pilar utama dalam corporate citizenship adalah keuangan, sosial dan lingkungan. Tentu saja perusahaan swasta harus bekerja sama dengan pihak lain dalam hal ini pemerintah dan masyarakat. Jika perusahaan melaksanakan CSR, maka perusahaan tersebut mempunyai motif untuk meningkatkan keuntungan. Motif yang kedua, perusahaan melaksanakan CSR, untuk mengurangi ancaman atau tekanan dari pemerintah atau aktivis LSM. Motif yang ketiga adalah karena kesadaran moral, tanpa pamrih untuk mendapatkan keuntungan finansial, perusahaan secara sadar merespon kebutuhan akan pentingnya perhatian pada lingkungan. Ketiga motif
7 di atas, dapat diketahui bahwa gerakan yang dilakukan perusahaan sebenarnya apakah bersifat strategis atau etis. Menurut Sueb (2001) dalam Nystantia (2010), perusahaan untuk melaksanakan tanggungjawab sosialnya harus mengeluarkan biaya tambahan yang tidak sedikit jumlahnya, namun pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan merupakan suatu keharusan baik dari segi tuntutan bisnis maupun etis, yang relevansinya semakin dirasakan dalam operasi bisnis modern. Pentingnya pengungkapan CSR telah membuat banyak peneliti untuk melakukan penelitian dan diskusi mengenai praktik dan motivasi perusahaan untuk melakukan CSR. Beberapa penelitian yang terkait dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan telah banyak dilakukan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Mardiandari dan Rustiyaningsih (2013), Syahnaz (2012) dan Yaparto (2010) yang meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR. Mardiandari & Rustiyaningsih (2013) menemukan bahwa biaya kesejahteraan karyawan berhubungan positif dan berpengaruh siginfikan terhadap Return on Asset, dengan biaya komunitas berhubungan negatif dan berpengaruh tidak signifikan terhadap ROA. Yaparto (2012) menemukan hubungan bahwa CSR tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap semua rasio keuangan yang digunakan. Syahnaz (2012) juga menyimpulkan dalam penelitianya bahwa CSR berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diproksikan dengan Return On Asset (ROA), hal ini menunjukan bahwa semakin
8 banyak pengungkapan aktivitas tangguung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan perusahaan akan semakin meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan bukti-bukti penelitian sebelumnya dan ketidakkonsistenan dari beberapa hasil penelitian terdahulu, maka penulis ingin menguji kembali CSR dan dampaknya terhadap ROA. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel CSR digunakan sebagai variabel independen karena tidak hanya mewakili kepedulian sosial perusahaan pada kesejahteranaan karyawan dan komunitasnya, tetapi juga kepedulian perusahaan pada lingkunganya. Peneliti menggunakan CSR sebagai variabel independen karena secara teoritis ketika perusahaan semakin meningkatkan kegiatan CSR maka dapat meningkatkan image dari perusahaan dan akan berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan dalam penelitian ini peneliti memilih rasio Return On Assets (ROA). Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengambil judul penelitian ini dengan judul Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Return On Asset (ROA) (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar pada Indeks KOMPAS 100 Periode 2013-2015). B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang diatas ditemukan yang menjelaskan bahwa variabel ekonomi, lingkungan dan sosial, sebagai indikator tanggung jawab sosial perusahaan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
9 profitabilitas perusahaan, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pengungkapan ekonomi sebagai indikator corporate social responsibility berpengaruh terhadap Return On Asset? 2. Apakah pengungkapan lingkungan sebagai indikator corporate social responsibility berpengaruh terhadap Return On Asset? 3. Apakah pengungkapan sosial sebagai indikator corporate social responsibility berpengaruh terhadap Return On Asset? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian untuk mendapatkan bukti empiris atas: a. Pengaruh pengungkapan ekonomi terhadap Return on Assets b. Pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap Return on Assets c. Pengaruh pengungkapan sosial terhadap Return on Assets. 2. Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang pentingnya tanggungjawab sosial perusahaan.
10 b. Bagi Perusahaan. Sebagai masukan untuk mengetahui gambaran mengenai pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan dalam meningkatkan tanggung jawab dan kepedulianya pada lingkungan sosial. c. Bagi Peneliti selanjutnya. Hasil ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi kemajuan akademis dan dapat dijadikan acuan atau referensi untuk penelitian berikutnya.