BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA. A. Pengertian Umum dan Penyebab Timbulnya Sengketa

dokumen-dokumen yang mirip
MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis

CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Bouman, mengungkapkan bahwa manusia baru menjadi manusia. adanya suatu kepentingan (Nurnaningsih Amriani, 2012: 11).

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh : Abu Sopian, S.H., M.M.

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Terabaikan oleh A. Haryo Yudanto, SH, MH, BKP

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa. 1 Apabila sebagai contoh

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat adat yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya benturan-benturan

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian keberadaan badan peradilan dalam menyelesaikan. sengketa di masyarakat terkadang dirasakan belum mampu memberikan

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS.

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS)

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Moh Jamin, SH,MH Fakultas Hukum UNS

BAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

EKSISTENSI DAN KEKUATAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh : Wiska W. R Rahantoknam 2

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum

RUANG LINGKUP JASA HUKUM LAW OFFICE J.P. ARSYAD & ASSOCIATES ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) HUKUM PIDANA HUKUM BISNIS DAN INDUSTRIAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

TINJAUAN HUKUM PROSES PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI OLEH PENGADILAN NEGERI LIMBOTO

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh Helios Tri Buana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap

SISTEMATIKAN PEMBAHASAN I. ENVIRONMENTAL DISPUTE RESOLUTON SECARA UMUM 11/10/2011

PRESPEKTIF SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DI INDONESIA

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR) SEBAGAI PENYELESAIAN SENGKETA NON LITIGASI

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

In House Training Pengenalan Konflik, ADR, Negosiasi dan Mediasi. Manado Rabu, 03 Juni 2015

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA A. Pengertian Umum dan Penyebab Timbulnya Sengketa Sengketa merupakan hal yang dapat timbul kapan saja dalam kehidupan bermasyarakat. Timbulnya sengketa dapat terjadi secara tiba-tiba tanpa diperhitungkan sebelumnya. Manusia yang merupakan makhluk sosial sehingga sejak awal kehidupannya manusia sudah terlibat dengan masyarakat yang ada disekelilingnya, dimana dalam kehidupan bermasyarakat pertentangan akan selalu ada karena masyarakat memiliki pandangan atau persepsi yang berbeda-beda. Persengketaan dalam kehidupan bermasyarakat tidak pula menutup kemungkinan adanya pihak penengah dalam suatu sengketa. Sengketa terjadi disaat munculnya suatu situasi dimana adanya pihak yang merasa dirugikan oleh pihak yang lainnya sehingga pihak yang merasa dirugikan ini menyampaikannya ke pihak tersebut sehingga dalam hal ini akan terjadi perbedaan pendapat diantara mereka sehingga terjadilah sengketa itu. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak yang mempersoalkan antara sengketa dengan konflik. Sebagian berpendapat bahwa sengketa dan konflik merupakan dua hal yang secara konseptual tidak terdapat perbedaan diantaranya. Akan tetapi, sebagian lain sarjana berpendapat, bahwa istilah konflik dapat dibedakan dari istilah sengketa. Pertama, istilah konflik mengandung pengertian yang lebih luas karena konflik dapat mencakup perselisihan-perselisihan yang bersifat laten dan perselisihan-perselisihan yang telah mengemuka. Konflik atau perselisihan yang telah mengemuka disebut sebagai sengketa. Kedua, konflik 20

merujuk pada perselisihan-perselisihan yang para pihaknya sudah mupun belum teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara jelas. Ketiga, istilah konflik lebih sering ditemukan dalam kepustakaan ilmu-ilmu sosial dan politik daripada dalam kepustakaan ilmu hukum. 13 Ada beberapa pengertian konflik menurut para pakar, sebagai berikut : 14 1. Menurut Leopod Von Wiese, Pengertian konflik adalah suatu proses sosial dimana kelompok manusia atau orang perorangan yang berusaha untuk memenuhi apa yang menjadi tujuannya tersebut dengan jalan menentang pihak lain disertai dengan kekerasan dan ancaman. 2. Menurut Lewis A Coser, Pengertian konflik ialah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa dan sumber kekayaan yang persediannya terbatas. 3. Menurut Duanne Ruth-hefelbower, mengemukakan pengertian konflik, Konflik merupakan kondisi yang terjadi ketika dua pihak ataupun lebih yang menganggap ada perbedaan posisi yang tidak selaras atau sebanding, tidak cukup sumber dan salah satu pihak menghalangi, mencampuri atau dalam beberapa hal membuat tujuan di pihak lain kurang berhasil. Menurut Taquiri dan Davis, Konflik adalah warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku di berbagai keadaan akibat berbangkitnya keadaan merujuk pada perselisihan-perselisihan yang para pihaknya sudah maupun belum teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara jelas. Ketiga, istilah konflik lebih 13 Takdir Rahmadi 14 http://www.pengertianpakar.com/2012/02/pengertian-konflik-sengketa-dan-sengketainternasional, diakses pada tanggal 6 November 2016 21

sering ditemukan dalam kepustakaan ilmu-ilmu sosial dan politik daripada dalam kepustakaan ilmu hukum. 15 Ada beberapa pengertian konflik menurut para pakar, sebagai berikut : 16 4. Menurut Leopod Von Wiese, Pengertian konflik adalah suatu proses sosial dimana kelompok manusia atau orang perorangan yang berusaha untuk memenuhi apa yang menjadi tujuannya tersebut dengan jalan menentang pihak lain disertai dengan kekerasan dan ancaman. 5. Menurut Lewis A Coser, Pengertian konflik ialah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa dan sumber kekayaan yang persediannya terbatas. 6. Menurut Duanne Ruth-hefelbower, mengemukakan pengertian konflik, Konflik merupakan kondisi yang terjadi ketika dua pihak ataupun lebih yang menganggap ada perbedaan posisi yang tidak selaras atau sebanding, tidak cukup sumber dan salah satu pihak menghalangi, mencampuri atau dalam beberapa hal membuat tujuan di pihak lain kurang berhasil. 7. Menurut Taquiri dan Davis, Konflik adalah warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku di berbagai keadaan akibat berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontoversi dan juga pertentangan diantara dua pihak atau lebih secara berterusan. 8. Menurut Muchlas, Konflik ialah bentuk interaktif yang terjadi pada tingkatan individual, kelompok, interpersonal atau pada tingkatan organisasi. Konflik ini terutama terjadi pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stress. 9. Menurut Faules, Konflik adalah ekspresi pertikaian antara individu dengan individu yang lain, kelompok dengan kelompok yang lain yang disebabkan karena beberapa alasan. Dalam pengertian konflik ini pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat dan telah dialami. Jika terlibat dalam suatu sengketa, maka hal sebaiknya yang dilakukan terlebih dahulu mengidentifikasi masalah yang sedang terjadi. Dimana dalam hal ini, sebaiknya menetapkan terlebih dahulu mana yang dapat diminta pertanggungjawaban dan meneliti apakah ada perjanjian atau kontrak. Perlu dipertimbangkan peraturan mana yang berlaku meskipun di dalam perjanjian tidak ditetapkan secara tegas mengenai peraturan yang terkait dengan sengketa itu. 15 Takdir Rahmadi, Op.Cit., hal. 1-3. 16 http://www.pengertianpakar.com/2012/02/pengertian-konflik-sengketa-dan-sengketainternasional, diakses pada tanggal 6 November 2016 22

Kemudian yang selanjutnya dilakukan adalah dipertimbangkan tindakan dan sikap yang bagaimana yang harus dipersiapkan dalam menangani sengketa tersebut. Dalam penyelesaian sengketa diperlukan adanya suatu analisa dan pengelompokan yang dapat memberikan kita pemahaman dalam menghadapi segala persoalan dan sekaligus menentukan rencana apa saja yang harus digunakan dalam pemecahan masalah tersebut. Berikut suatu pengelompokkan dasar sengketa atau perselisihan, termasuk yang bersifat kompleks dan batasbatasnya yang dapat saja saling tumpang tindih sebagai berikut : 17 1. Internasional termasuk masalah-masalah hukum publik. 2. Konstitusional, administratif dan fiskal termasuk masalah-masalah yang berkaitan dengan kewarganegaraan atau status; pemerintahan, instansi pemerintah, jenis instansi pemerintah, perijinan, perencanaan, perpajakan dan jaminan sosial. 3. Organisasi termasuk masalah-masalah yang timbul dalam berbagai bentuk organisasi dan mencakup manajemen, struktur, prosedur dan perselisihan dalam organisasi. 4. Tenaga kerja termasuk tuntutan gaji, jam kerja dan perselisihan ketenagakerjaan (kalau di Indonesia termasuk dalam kelompok yang diatur oleh undang-undang perburuhan). 5. Korporasi termasuk perselisihan di antara pemegang saham dan masalah-masalah yang timbul dalam liquidasi, kepailitan dan keuangan. 6. Perdagangan; bidang ini sangat luas dan mencakup perselisihan di bidang kontrak, masalah-masalah dalam hubungannya seperti kemitraan, usaha 17 Priyatna Abdurrasyid, Op.,Cit., hal. 4-5. 23

patungan yang berbentuk dalam berbagai bidang kegiatan yang menyangkut bisnis, seperti perbankan, pengangkutan komoditas, kekayaan intelektual, industry konstruksi, dan banyak lainnya. 7. Perselisihan antara para konsumen, antara pemasok dan konsumen ( product liability perlu diteliti lebih lanjut). 8. Perselisihan mengenai harta benda termasuk perselisihan antara pemilik dan penyewa, atau antara para penyewa, peninjauan sewa dan perselisihan tentang batas-batas pekarangan rumah dan sejenisnya. 9. Sengketa yang timbul akibat kerugian atau kesalahan termasuk kealpaan atau kelalaian melakukan kewajiban akibat tuntutan terhadap perusahaan asuransi dan yang berkaitan dengan itu. 10. Masalah yang timbul akibat perceraian termasuk masalah yang berkaitan dengan anak, harta benda dan keuangan (khusus di Indonesia, sengketa soal keluarga harus diselesaikan melalui Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama islam). 11. Masalah keluarga lainnya termasuk tuntutan hak waris, bisnis keluarga dan perselisihan antara anggota keluarga (di Indonesia menjadi wewenang Pengadilan untuk mereka yang beragama bukan islam). 12. Masalah perwalian termasuk masalah-masalah yang timbul antara wali dan ahli waris. 13. Perselisihan yang menimbulkan konsekuensi dalam undang-undang pidana. 14. Masalah-masalah berkehidupan masyarakat, jenis kelamin, ras dan suku. 15. Perselisihan antara pribadi. 24

Masyarakat umum banyak mengidentifikasi konflik atau sengketa sebagai kekerasan, sehingga konflik dipandang sebagai hal yang buruk yang harus ditiadakan, banyak yang berpendapat seperti ini, mungkin pandangan ini dikuatkan dengan kenyataan yang ada bahwa setiap konflik atau pertikaian yang terjadi di Indonesia selalu berujung pada kekerasan, sehingga orang pun menganggap konflik ini adalah yang buruk. Akan tetapi, ada yang berpendapat lain, bahwa konflik tidak selalu berakibat buruk karena konflik harus dibedakan dengan kekerasan. Konflik mengandung nilai-nilai positif yang dapat mewujudkan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Konflik timbul karena adanya pihak yang merasa bahwa kepentingannya dirugikan sehingga konflik merupakan suatu proses merubah ketidakadilan menjadi berkeadilan sebagaimana mestinya. Sengketa atau perselisihan mungkin saja dalam sengketa itu hal-hal yang berhubungan dengan uang atau yang melibatkan uang yang dapat ditentukan ataupun dihitung jumlahnya. Ada pula didalam sengketa itu hal-hal yang berkaitan dengan status, hak, maupun hal lainnya dalam kegiatan perdagangan dan juga perjanjian. Dalam hal perjanjian sengketa ini bisa muncul bilamana salah satu pihak ada yang wanprestasi sehingga pihak lainnya jelas merasa bahwa kepentingan hak nya dirugikan. Sengketa atau perselisihan mungkin juga berhubungan dengan soal yang sederhana atau kompleks dan melibatkan berbagai jenis persoalan, misalnya : 18 18 Ibid, hal.5-6. 25

1. Kenyataan yang mungkin timbul akibat kredibilitas para pihak itu sendiri, atau dari data yang diberikan oleh pihak ketiga termasuk penjelasanpenjelasan tentang kenyataan-kenyataan data tersebut. 2. Masalah hukum yang pada umumnya akibat dari pendapat atau tafsiran menyesatkan yang diberikan oleh para ahli hukum yang terkait. 3. Akibat perbedaan teknis termasuk perbedaan pendapat dari para ahli teknik dan profesionalisme dari para pihak. 4. Perbedaan pemahaman tentang sesuatu hal yang muncul, misalnya dalam penggunaan kata-kata yang membingungkan atau adanya perbedaan asumsi. 5. Perbedaan persepsi mengenai keadilan, konsep keadilan dan moralitas, budaya, nilai-nilai dan sikap. Dalam sengketa, salah satu pihak mungkin benar yang memungkinkan memiliki hak hukum yang benar dalam masalah-masalah tertentu akan tetapi, pihak yang lainnya juga mungkin benar terhadap masalah-masalah lainnya, dimana kedua belah pihak mempunyai tuntutan yang bermanfaat bagi keduanya. Dimana dalam hal ini mungkin saja adanya pembagian tanggung jawab antara para pihak. Penyelesaian sengketa dapat dipengaruhi oleh sikap-sikap para pihak misalnya masalah keuangan terkait dengan posisi keuangan secara keseluruhan antara para pihak. Persepsi tentang keadilan ataupun kecurigaan yang timbul diantara para pihak sehingga mempengaruhi tindakan yang akan diambil dalam pemecahan suatu masalah. Kemarahan ataupun faktor emosional dari para pihak dapat menjadi penghambat penyelesaian sengketa. Dalam penyelesaian sengketa itu alangkah baiknya jika para pihak menjalankan proses dengan penuh kesabaran 26

sehingga tercapai tujuannya yang tidak lain adalah untuk menciptakan keadilan sebagaimana mestinya. Dalam kehidupan manusia selalu menunjukkan adanya pertentangan diantara mereka yang dimana salah satu penyebabnya adalah perbedaan kepentingan antara manusia yang satu dengan lainnya. Hukum ada untuk meninimalisir berbagai konflik atau sengketa dalam kehidupan bermasyarakat dengan tujuan menciptakan kedamaian yang berkelanjutan kedepannya. Sengketa dapat terjadi karena beberapa sebab dimana para sarjana banyak yang mencoba membangun teori tentang sebab-sebab Terjadinya sengketa atau konflik. Terdapat beberapa teori mengenai sebab Terjadinya antara lain yaitu : 19 1. Teori hubungan masyarakat menjelaskan bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, adanya ketidakpercayaan dan rivalitas kelompok dalam masyarakat. 2. Teori negosiasi prinsip menjelaskan bahwa konflik terjadi karena posisiposisi para pihak yang tidak selaras dan adanya perbedaan-perbedaan diantara para pihak. 3. Teori identitas menjelaskan bahwa konflik terjadi karena sekelompok orang merasa identitasnya terancam oleh pihak lain. 4. Teori kesalahpahaman antarbudaya menjelaskan bahwa konflik terjadi karena ketidakcocokan dalam berkomunikasi di antara orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda. 19 Takdir Rahmadi, Op.Cit., hal. 8-9. 27

5. Teori transformasi menjelaskan bahwa konflik dapat terjadi karena adanya masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang mewujud dalam bidang-bidang sosial, ekonomi, dan politik. 6. Teori kebutuhan atau kepentingan manusia menjelaskan, bahwa konflik dapat terjadi karena kebutuhan atau kepentingan manusia tidak dapat terpenuhi atau terhalangi atau merasa dihalangi oleh pihak lain. Persengketaan antara para pihak tidak selalu menimbulkan hal negatif, dimana penyelesaiannya harus dilakukan dengan baik untuk menuju keputusan atau hasil terbaik bagi para pihak. Sehingga penyelesaian sengketa menjadi salah satu aspek hukum yang penting dalam suatu negara agar ketertiban serta kedamaian dapat terjaga dengan baik. B. Latar Belakang Lahirnya Pilihan Penyelesaian Sengketa Penyelesaian sengketa yang telah dikenal sejak lama adalah penyelesaian di pengadilan. Proses penyelesaian di pengadilan cenderung menimbulkan permasalahan yang baru karena hasilnya adalah bahwa akan ada pihak yang menang dan kalah dalam pengadilan. Penyelesaian perkaranya juga memakan banyak waktu karena proses peradilan dianggap terlalu berbelit-belit dan penyelesaian perkara melalui pengadilan terbuka untuk umum. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan mulai berkembang seiring perkembangan zaman, dimana penyelesaian sengketa di luar pengadilan bersifat tertutup sehingga dapat dijamin kerahasiaannya dan prosesnya pun lebih cepat. Litigasi (pengadilan) adalah metode penyelesaian sengketa paling lama dan lazim digunakan dalam menyelesaikan sengketa, baik sengketa yang bersifat publik maupun yang bersifat 28

privat. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, di mana kebutuhan masyarakat akan keadilan dan kesejahteraan semakin besar, maka penyelesaian sengketa melalui litigasi lambat laun dirasakan kurang efektif lagi. Penyelesaian sengketa melalui litigasi dirasakan terlalu lama dan memakan biaya yang cukup besar. Kondisi demikian menyebabkan pencari keadilan (khususnya pelaku bisnis) mencari alternatif lain yaitu penyelesaian sengketa di luar proses peradilan formal. Penyelesaian sengketa di luar proses peradilan formal inilah yang disebut dengan Alternative Dispute Resolution (ADR). 20 Kalau diteliti istilah Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), maka tampak pokok-pokok yang perlu dipersoalkan, terutama yang berhubungan dengan kata alternatif ( alternative ) yang mencerminkan bahwa tata cara APS itu bisa merupakan pilihan ( alternative ) bagi penyelesaian sengketa secara judicial (publik) yang kita temukan dalam berbagai sistem hukum di dunia ini (dikenal beberapa bentuk sistem hukum, antara lain sistem kontinental, Romano Germanic Family, Socialist Laws, The Common Law, Sistem Hukum Islam, Sistem Hukum Afrika Malagasi, Sistem Hukum India, Jepang, China, Pasific, Other conceptions of law dan social orders). 21 Tuntutan dari dunia bisnis juga menjadi salah satu alasan bahwa memang diperlukannya Alternatif penyelesaian sengketa ini, karena perkembangan dunia bisnis yang begitu cepat sehingga setiap permasalahan yang muncul maka diperlukan penyelesaian yang efektif dalam menanganinya. Perubahan yang cepat dalam industry pada saat sekarang ini telah membawa manusia kepada kehidupan tanpa batas dalam suatu kegiatan ekonomi. Terdapat di beberapa negara besar, 20 Nurnaningsih Amriani, Op.Cit., hal.19-20. 21 Priyatna Abdurrasyid, Op.Cit., hal.12. 29

bahwa sistem peradilannya kewalahan menghadapi banyaknya perkara yang diajukan ke pengadilan. Penundaan sidang yang menyebabkan penyelesaian sengketa semakin lama sehingga biaya yang dikeluarkan pun semakin besar. tekanan mental para pihak yang dimana para pihak saling menyerang di dalam pengadilan agar dapat menang. Hal inilah yang dijadikan sebagai alasan yang menguatkan bahwa alternatif penyelesaian sengketa ini memanglah sangat penting. Bahwa lembaga peradilan tidak dapat terlepas dari kritik masyarakat, dimana pengadilan sering dianggap kurang tanggap dalam membela dan melindungi berbagai kepentingan serta kebutuhan para pihak. Putusan pengadilan yang memutuskan pihak yang menang dan kalah dapat menimbulkan kebencian, permusuhan, maupun dendam pada pihak yang kalah. Terlepas dari segala kekurangan-kekurangan peradilan, bagaimanapun juga lembaga peradilan tetap harus dipertahankan mengingat negara kita adalah negara hukum dan demokrasi. Pemikiran yang perlu dikembangkan yaitu menempatkan posisi peradilan sebagai jalan terakhir apabila ternyata alternatif penyelesaian sengketa ini tidak berhasil. Alternatif penyelesaian sengketa (APS) atau dikenal juga dengan istilah Pilihan Penyelesaian Sengketa atau dalam istilah asing ADR (Alternative Dispute Resolution) adalah pilihan penyelesaian sengketa yang dipakai oleh masyarakat terutama dalam menyelesaikan sengketa bisnis dimana para pihak yang bersengketa atas dasar kesepakatan bersama bebas memilih tata cara bagaimana yang akan mereka lakukan dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Penyelesaian dengan cara ini harus didasarkan asas itikad baik oleh para pihak yang dimana maksudnya adalah benar-benar ada keinginan para pihak untuk menyelesaikannya 30

dengan cara ini tanpa perlu masuk ke ranah pengadilan. APS dinilai sebagai solusi atau jalan keluar atas kekurangan pengadilan dalam menyelesaikan perkara. APS memang menimbulkan kebingungan dimana banyak yang beranggapan bahwa proses penyelesaian dengan cara ini seolah-olah menggantikan proses litigasi di pengadilan. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa APS adalah penyelesaian sengketa yang berdampingan dengan proses litigasi di pengadilan sehingga dapat dikatakan bahwa alternatif ini sama sekali tidak menghapuskan litigasi di pengadilan. Bahwa lembaga peradilan tetap harus dipertahankan dalam negara hukum meskipun adanya alternatif penyelesaian sengketa. Sehingga kedua hal ini merupakan proses penyelesaian sengketa yang saling berhubungan dan mempunyai alur yang telah ditetapkan. Perkembangan APS ini haruslah diperkuat pula dengan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam masyarakat dan dapat diterima secara nasional. Pengembangan APS sangat cepat terutama dalam masyarakat bisnis dimana APS ini memiliki beberapa keuntungan antara lain penyelesaian ini dilakukan secara sukarela dengan adanya kerja sama langsung antara para pihak, penyelesaiannya dilakukan atas dasar kepentingan para pihak sehingga mereka berusaha mencari hasil yang menguntungkan para pihak. Sejarah munculnya APS dimulai pada tahun 1976 ketika Ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat Warren Burger mempelopori ide ini pada suatu konferensi di Saint Paul, Minnesota Amerika Serikat. Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor gerakan reformasi pada awal tahun 1970, di mana pada saat itu banyak pengamat dalam bidang hukum dan masyarakat akademisi mulai merasakan adanya keprihatinan yang serius mengenai efek negatif yang semakin 31

meningkat dari litigasi di pengadilan. Akhirnya American Bar Assosiation (ABA) merealisasikan rencana itu dan selanjutnya menambahkan komite APS pada organisasi mereka diikuti dengan masuknya kurikulum APS pada sekolah hukum di Amerika Serikat dan juga pada sekolah ekonomi. 22 Perkembangan APS dilatarbelakangi oleh berbagai faktor salah satunya karena banyaknya berbagai kritik terhadap pengadilan dimana tujuan APS ini adalah untuk mengurangi kemacetan di pengadilan karena kasus yang diajukan di pengadilan sangatlah menumpuk sehingga proses di pengadilan begitu lama, biaya yang mahal dan juga memberikan hasil yang kurang memuaskan. Proses beracara di pengadilan menghasilkan situasi menang dan kalah atau sering disebut dengan Win-lose sehingga Proses beracara di pengadilan memaksa para pihak agar saling menyerang yang dimana hal ini dapat memicu konflik baru. APS memberikan ketertiban dalam proses penyelesaian sengketa dan juga memberikan kesempatan agar tercapainya hasil yang memuaskan sehingga dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa. Mengenai pengertian Alternatif penyelesaian sengketa dapat kita lihat dalam produk hukum yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa dimana dijelaskan dalam pasal 1 angka 10 yaitu : Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melaui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. 22 Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hal.10. 32

Alternatif Penyelesaian Sengketa juga diakui keberadaannya dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dalam pasal 58 Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Sedangkan Phillip D. BOSTWICK mengatakan bahwa ADR itu adalah : 23 Sebuah perangkat pengalaman dan teknik hukum yang bertujuan ( A set of practices and legal techniques that aim) : 1. Menyelesaikan sengketa hukum di luar pengadilan demi keuntungan para pihak (To permit legal disputes to be resolved outside the courts for the benefit of all disputans). 2. Mengurangi biaya litigasi konvensional dan pengunduran waktu yang biasa terjadi (To reduce the cost of conventional litigation and the delay to which it is ordinarily subjected). 3. Mencegah Terjadinya sengketa hukum yang biasanya diajukan ke Pengadilan (To prevent legal disputes that would otherwise likely be brought to the courts). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Alternative Dispute Resolution atau Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah suatu pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang berdasarkan atas kesepakatan para pihak tanpa menghapuskan proses litigasi di pengadilan tetapi hanya mengesempingkan proses litigasi di pengadilan guna membantu lembaga peradilan dalam menyelesaikan berbagai perkara yang datang dari berbagai pihak. Alternatif Penyelesaian Sengketa mempunyai daya tarik tersendiri khususnya di Indonesia, karena pada dasarnya masyarakat Indonesia senantiasa menyelesaikan perselisihan dengan cara musyarawah untuk mencapai mufakat. Jika dilihat sejarah Indonesia contohnya pada masyarakat adat bahwa mereka pada dasarnya sangat jarang membawa sengketa mereka ke Pengadilan negara 23 Priyatna Abdurrasyid, Op.Cit., hal.15. 33

melainkan lebih suka agar penyelesaian sengketa dilakukan di hadapan kepala desa ataupun hakim adat. Dapat dikatakan bahwa Indonesia sangat menjunjung tinggi pendekatan konsensus yaitu bahwa masyarakat mempunyai asumsi atau pandangan yang sama dalam menilai kejahatan sehingga konflik dapat terhindar. Sehingga proses penyelesaian dengan cara alternatif penyelesaian sengketa bukanlah sesuatu yang baru bagi masyarakat Indonesia karena melihat nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Indonesia salah satunya mempunyai nilai kooperatif yaitu keterampilan dalam menjalin interaksi antara makhluk sosial. Masyarakat Indonesia haruslah menyesuaikan segala tingkah lakunya dengan tatanan hidup alamiah untuk mencapai kebahagiaan sebagaimana mestinya. Alternatif Penyelesaian Sengketa ini sangatlah sesuai dengan masyarakat Indonesia untuk diterapkan karena APS ini mempunyai asas-asas yaitu antara lain: 1. Asas itikad baik : bahwa para pihak benar-benar ingin menyelesaikan sengketa dengan ini dengan cara terbuka antara para pihak. 2. Asas Pacta Sunt Servanda : bahwa perjanjian itu mengikat bagi para pihak. 3. Asas kerahasiaan : bahwa segala sesuatu yang terjadi antara mereka dijamin kerahasiaannya tanpa diketahui oleh umum sehingga berbanding terbalik dengan litigasi di Pengadilan yang dimana penyelesaiannya terbuka untuk umum kecuali hal-hal yang ditentukan oleh hukum. 4. Asas kebebasan berkontrak : bahwa penyelesaiannya dilakukan dengan cara mufakat dimana para pihak bebas menentukan cara bagaimana yang akan dilakukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dan memuaskan bagi para pihak. 34

5. Asas Final and Binding : bahwa hasil dari APS ini merupakan putusan terakhir dan mengikat para pihak. Keputusan yang dihasilkan mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap ( inkracht van gewijsde ). Dalam Alternatif Penyelesaian Sengketa ini tidak mengenal banding ataupun kasasi sebagaimana dalam proses litigasi di Pengadilan. Selain daripada budaya APS yang memang sudah melekat dalam masyarakat Indonesia, APS juga mempunyai potensi yang besar untuk berkembang di Indonesia karena alasan-alasan sebagai berikut : 24 1. Faktor ekonomis : APS memiliki potensi sebagai sarana penyelesaian sengketa yang lebih ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun waktu. 2. Faktor ruang lingkup yang dibahas : APS memiliki kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensif, dan fleksibel. Hal ini dapat terjadi karena aturan main dikembangkan dan ditentukan oleh para pihak yang bersengketa sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya. APS memiliki potensi untuk menyelesaikan konflikkonflik yang sangat rumit (polycentris) yang disebabkan oleh substansi kasus yang sarat dengan persoalan-persoalan ilmiah (scientifically complicated). 3. Faktor pembinaan hubungan baik : APS yang mengandalkan cara-cara penyelesaian kooperatif sangat cocok bagi mereka yang menekankan 24 Frans Hendra Winarta, Op.Cit., hal.11-12. 35

pentingnya pembinaan hubungan baik antar-manusia yang telah berlangsung maupun yang akan datang. Dari pemanfaatan APS ini, para pelaku bisnis juga memiliki pandangan bahwa pilihan penyelesaian sengketa ini merupakan solusi dari proses litigasi di Pengadilan. Para pelaku bisnis menyadari bahwa putusan menang dan kalah dalam suatu proses litigasi memberikan dampak terhadap tujuan-tujuan umum dari bisnis yang mereka lakukan karena dalam alternatif penyelesaian sengketa menghasilkan situasi win-win solution. Oleh karena itu, banyak para pelaku bisnis yang ingin agar sengketa-sengketa mereka dilakukan dengan cara APS ini. Masyarakat atau pelaku bisnis banyak yang mencantumkan klausul APS dalam kontrak yang mereka buat. Para pelaku bisnis merasa bahwa lahirnya alternatif penyelesaian sengketa ini menjawab segala kebutuhan-kebutuhan mereka karena penyelesaiannya didasarkan atas kepentingan para pihak dan APS ini juga lahir untuk menjawab segala perselisihan-perselisihan dalam masyarakat. Meskipun demikian, bukan berarti Alternatif penyelesaian sengketa ini tidak mempunyai hubungan dengan pengadilan. Misalnya putusan arbitrase yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku harus didaftarkan di pengadilan. Jadi, dapat dikatakan bahwa APS dengan pengadilan akan tetap saling berhubungan satu dengan yang lainnya karena apabila cara ini gagal maka akan tetap dilakukan dengan cara litigasi di Pengadilan. Bahwa dalam Alternatif penyelesaian sengketa ini tidak ada pihak yang mengambil keputusan melainkan para pihak sepakat menentukan jalan mana harus ditempuh demi mencapai hasil yang diharapkan. Adapun keterlibatan pihak ketiga dalam penyelesaian dengan cara ini tidak memberikan pihak ketiga 36

kesempatan untuk mengambil keputusan melainkan pihak ketiga inilah yang berusaha ataupun mengupayakan agar tercapainya kata sepakat antara mereka yang bersengketa. Berbeda dengan arbitrase atau pengadilan yang dimana munculnya pihak ketiga dalam mengambil keputusan, kecuali para pihak dalam sengketa. Alternatif penyelesaian sengketa ini memanglah proses penyelesaian yang sangat sesuai dengan mereka yang bersengketa. Dikatakan demikian karena keadilan itu dapat muncul dari para pihak sedangkan dalam proses litigasi keadilan itu berasal dari hakim. Alternatif penyelesaian sengketa juga bersifat kesukarelaan maksudnya penyelesaian dengan cara ini tidak akan terjadi jika tidak ada kemauan dari para pihak untuk menyelesaikannya dengan cara ini. Alternatif penyelesaian sengketa memang telah berkembang secara luas sehingga alternatif ini tidak hanya menyelesaikan sengketa bisnis melain juga menyelesaikan sengketa yang lainnya. Keberadaan APS memanglah sangat berpengaruh dalam menyelesaikan berbagai sengketa yang terjadi. Seperti dalam dunia bisnis yang begitu banyak transaksi yang terjadi sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa akan banyak sengketa yang terjadi. Dimana setiap sengketa menuntut penyelesaian dan pemecahan masalah sehingga perlulah dicari sistem penyelesaian yang cepat dan efisien. Apabila sengketa bisnis lamban penyelesaiannya, maka akan berdampak terhadap pembangunan ekonomi dimana produktivitas dapat menurun sehingga mengakibatkan keterpurukan dalam dunia bisnis. Alternatif penyelesaian sengketa mempunyai kecocokan dengan budaya tradisional Indonesia karena dengan musyawarah mufakat. Terdapat beberapa keuntungan yang ada dalam APS ini antara lain : 37

1. Alternatif penyelesaian sengketa dilakukan dengan cara yang cepat karena dalam prosedur APS ini dilakukan dengan cara informal. 2. Keputusan yang diperoleh berasal dari kesepakatan para pihak, dimana para pihak mempunya kesempatan menuangkan hal-hal apa saja yang mereka inginkan tanpa campur tangan pihak ketiga. Pihak ketiga hanya berusaha untuk menyatukan persepsi atau pendapat antara mereka yang bersengketa. 3. Alternatif penyelesaian sengketa dilakukan dengan cara rahasia sehingga segala hak-hak mereka dapat terlindungi. 4. Keputusan yang dihasilkan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak dimana keputusan itu sama dengan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. 5. Hubungan yang baik antara para pihak jika proses APS ini berhasil maka akan tetap menjamin hubungan antara para pihak yang bersengketa agar tetap baik. Alternatif penyelesaian sengketa (termasuk arbitrase) dapat diberi batasan sebagai kumpulan prosedur atau mekanisme yang berfungsi memberi alternatif atau pilihan suatu tata cara penyelesaian sengketa melalui bentuk aps/arbitrase agar memperoleh putusan akhir dan mengikat para pihak. Secara umum, tidak selalu dengan melibatkan intervensi dan bantuan pihak ketiga yang independen yang diminta membantu memudahkan penyelesaian sengketa tersebut. Arbitrase pada awalnya merupakan prosedur yang berdiri sendiri, akan tetapi dewasa ini dipandang sebagai bagian dari aps walaupun hampir sama dengan litigasi dalam pendekatannya melalui simplifikasi prosedur. Arbitrase disebutkan sebagai bagian 38

dari aps, karena pemahaman dan pelaksanaannya dalam penyelesaian sengketa telah mempengaruhi perkembangan proses yang dipakai dalam aps. 25 Alternatif penyelesaian sengketa pada hakikatnya berusaha mengakomodir kebutuhan para pihak yakni untuk mendapatkan perlindungan, kedamaian serta ketentraman. Keputusan yang dihasilkan itu berdasarkan kesepakatan para pihak sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial dalam pelaksanaannya yang dimana sama dengan keputusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Proses aps tidak dibatasi oleh wilayah dan ideologi, meskipun beberapa penyesuaian masih diperlukan agar memungkinkan dapat bermanfaat di satu negara dengan budaya yang beragam. Prosedur yang efektif dapat diciptakan menurut kebutuhan dengan berbagai modifikasi sehingga lebih cocok dengan kondisi-kondisi setempat. 26 C. Bentuk-bentuk dan Pelaksanaan Pilihan Penyelesaian Sengketa Pada tahun 1999 pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa yang berisi aturan tentang bentuk-bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagai pengganti dari aturan perundang-undangan kolonial yang sebelumnya berlaku. 27 Adapun bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang diatur dalam Undangundang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa antara lain adalah sebagai berikut : 25 Priyatna Abdurrasyid, Op.Cit., hal.17-18. 26 Ibid, hal.20. 27 Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani dalam buku D.Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi Dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama Menurut PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, ( Bandung : Alfabeta, 2011), hal.10. 39

1. Konsultasi Bahwa dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak ada menjelaskan mengenai arti dari konsultasi. Adapun pengertian konsultasi menurut pendapat Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani sebagai berikut : Konsultasi adalah tindakan yang bersifat personal antara satu pihak tertentu yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan konsultan yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Tidak ada satu rumusan yang mengharuskan si klien mengikuti pendapat yang disampaikan oleh konsultan. Dalam hal ini konsultan hanya memberikan pendapatnya (secara hukum) sebagaimana diminta oleh kliennya yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak meskipun adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut. 28 Berdasarkan penjelasan diatas mengenai pengertian konsultasi maka dapat disimpulkan bahwa konsultasi adalah bentuk penyelesaian sengketa yang dimana konsultan memberikan pendapat hukum maupun nasehat berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya terkait sengketa yang sedang dihadapi pihak lain atau disebut dengan klien. Mengenai konsultasi ini tidak memberikan kewajiban kepada klien untuk memenuhi pendapat konsultan tersebut. Dimana ia dapat menentukan sendiri keputusan apa yang akan ia ambil demi kepentingannya, adapun konsultasi ini dilakukan secara tertutup. Adapun beberapa keuntungan dalam konsultasi adalah sifatnya yang rahasia. Maksudnya rahasia dalam menjaga identitas klien dan juga sengketa yang dihadapinya. Konsultasi merupakan proses dari penyelesaian sengketa dengan maksud memperoleh keputusan. Bahwa konsultasi ini juga dilakukan atas dasar 28 Ibid, hal.15. 40

keinginan klien tersebut ataupun pihak yang mempunyai masalah sehingga dalam hal ini tidak ada paksaan dari konsultan. Konsultasi ini dapat mengambil keputusan dengan tepat, positif dan menyesuaikan diri dengan keputusan yang diambil. 2. Negosiasi Negosiasi merupakan hal yang sering dilakukan dalam kehidupan seharihari, seperti dalam dagang ataupun dalam hubungan kerja. Negosiasi merupakan salah satu strategi dalam menyelesaikan sengketa dimana para pihak telah sepakat untuk menyelesaiakan permasalahan mereka dengan berunding tanpa perlu adanya pihak ketiga. Dalam hal ini mereka saling membicarakan tentang masalah mereka demi mencapai kesepakatan bersama. Negosiasi sering dilakukan dalam dunia bisnis, yang biasanya dilakukan sebelum para pihak terikat dengan kontrak. Penyelesaian sengketa dengan cara ini merupakan langkah awal yang seharusnya dilakukan oleh para pihak dalam dunia bisnis. Negosiasi ini biasanya dicantumkan dalam klausul kontrak yang mereka buat bahwa jika terjadi sengketa maka negosiasi ini yang pertama dilakukan. Namun, jika negosiasi ini tidak berhasil para pihak juga menenetukan alternatif lainnya yang akan ditempuh. Negosiasi menurut Ficher dan Ury merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang mengalami sengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga penegah yang tidak berwenang mengambil keputusan (mediasi), maupun pihak ketiga pengambil keputusan (arbitrase dan litigasi). 29 29 Nurnaningsih Amriani, Op.Cit., hal. 23. 41

Wawasan para pihak juga menjadi penentu dalam proses negosiasi ini, para pihak juga harus terampil dalam berbicara atau berkomunikasi khususnya dalam menyampaikan berbagai kepentingan mereka. Para pihak harus berbicara secara bijaksana yaitu langsung pada intinya agar tidak menimbulkan kerugian bagi mereka. Dalam melaksanakan negosiasi ini haruslah dikembangkan keahliankeahlian baik dalam berbicara, melakukan perundingan, dan keahlian lainnya yang berperan penting dalam negosiasi ini. Para pihak harus berinteraksi sebaik mungkin agar tercapai keputusan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka. Adapun keuntungan negosiasi adalah para pihak dapat mengungkapkan segala pikiran atau pendapatnya, dimana dalam hal ini tidak ada kerahasiaan diantara mereka. Diupayakan solusi yang terbaik yang dapat diterima oleh kedua belah pihak sehingga sesuai dengan keinginan mereka. Sedangkan kelemahan dalam negosiasi ini adalah bahwa negosiasi ini tidak akan berjalan lancer tanpa adanya kesepakatan dari kedua belah pihak, para pihak saling mengetahui kelemahan diantar mereka, dan dapat menghasilkan kesepakatan yang kurang menguntungkan. Secara umum teknik negosiasi dapat dibagi menjadi : Teknik negosiasi kompetitif atau sering kali diistilahkan dengan teknik negosiasi yang bersifat alot (tough) adalah teknik yang bercirikan menjaga agar tuntutan tetap tinggi sepanjang proses negosiasi, menganggap perundingan lain sebagai musuh, jarang memberikan konsesi dan sering kali menggunakan cara yang berlebihan. Teknik negosiasi kooperatif menganggap pihak lawan bukan sebagai musuh, namun sebagai mitra kerja mencari kepentingan bersama. Teknik negosiasi lunak 42

menempatkan pentingnya hubungan baik antarpihak yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan. Teknik negosiasi keras menempatkan perunding sangat domiinan terhadap perunding lunak, menganggap pihak lawan adalah musuh dan bertujuan untuk memperoleh kemenangan. Teknik negosiasi interest based adalah jalan tengah atas pertentangan keras-lunak yang memiliki empat komponen dasar yaitu orang, kepentingan, solusi, dan kriteria objektif. 30 Negosiasi merupakan bentuk penyelesaian yang paling sederhana karena dalam hal ini tidak perlu keterlibatan pihak ketiga. Segala kegiatan dalam negosiasi ini berdasarkan komunikasi antara para pihak, maupun dari pertemuan dan juga hal-hal yang akan ditawarkan berdasarkan inisiatif dari para pihak. Jika komunikasi antara para pihak baik maka proses penyelesaian sengketa dengan cara ini akan berjalan dengan sangat efektif. 3. Mediasi Mediasi sebagai salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga dalam proses penyelesaiannya. Mediasi juga didasarkan atas perundingan para pihak. Pihak ketiga dalam mediasi disebut sebagai mediator yang dimana mediator hanya berusaha mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa. Mediator haruslah mampu mencari dan menemukan solusi-solusi yang diharapkan mampu menyelesaikan sengketa. Mediator harus mempunyai keahlian menjadi penengah diantara pihak yang bersengketa. Dalam mediasi ini mediator harus bersifat netral ataupun tidak memihak pada salah satu pihak. 30 Ibid, hal. 24-25. 43

Pengertian mediasi dan mediator dalam pasal 1 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan yaitu : Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediator adalah hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Dalam mediasi para pihak menyerahkan penyelesaiannya kepada mediator untuk mencapai keputusan yang sesuai dengan keinginan mereka. Tetapi, dalam hal ini mediator tidak menentukan keputusan itu sendiri melainkan kembali kepada kesepakatan para pihak. Maksudnya adalah mediator tidak dapat memaksa para pihak dalam penyelesaiannya melainkan mengarahkan para pihak agar dapat mencapai kesepakatan yang diharapkan. Mediator sebagai pihak netral haruslah mampu berhubungan baik dengan para pihak. Dalam hal ini yang terpenting adalah mediator tidak menghakimi pandangan ataupun cara berfikir para pihak melainkan, mediator diharapkan dapat menuntun para pihak agar mencapai suatu kesepakatan. Mediator haruslah mengidentifikasi berbagai masalah-masalah yang muncul kemudian menganalisanya sehingga dapat ditemukan solusinya. Salah satu hal penting yang harus dilakukan mediator adalah membantu para pihak dalam mengumpulkan berbagai informasi penting dan menyediakan pilihan-pilihan guna memudahkan penyelesaian masalah. Mediasi dalam pelaksanaannya dibagi menjadi dua yaitu mediasi yang dilakukan di luar pengadilan dan mediasi yang dilakukan di pengadilan. Adapun mediasi yang dilakukan di luar pengadilan dengan adanya permufakatan diantara para pihak yang bersengketa dengan dibantu oleh mediator yang kehadiran 44

mediator sudah diterima oleh para pihak. Mediator harus berperan secara aktif sehingga mempermudah para pihak dalam menghasilkan keputusan. Hasil dari keputusan itu nantinya dituangkan dalam kesepakatan secara tertulis, keputusan mediasi ini bersifat final, mengikat para pihak serta pelaksanaannya harus didasarkan dengan itikad baik. Adapun mediasi yang dilakukan di pengadilan disebabkan karena adanya gugatan ke pengadilan. Merujuk pada ketentuan pasal 130 HIR/ 154 RBg bahwa setiap sengketa yang diperiksa di pengadilan, hakim diwajibkan untuk mengusahakan perdamaian antara mereka terlebih dahulu, berdasarkan ketentuan tersebut Mahkamah Agung menerapkan mediasi ke dalam proses perkara di pengadilan untuk mengurangi penumpukan perkara di Mahkamah Agung. Untuk mengefektifkan ketentuan pasal diatas Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai yang seterusnya diganti dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi di pengadilan, lalu diubah kembali dengan Perma No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan, dan yang terbaru dengan Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan. Kesepakatan damai antara para pihak yang dihasilkan dari mediasi dibuat menjadi akta perdamaian sehingga mengandung kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Sebagaimana dalam Perma no. 1 tahun 2008 menjelaskan bahwa : akta perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian. Adapun tujuan dibuatnya putusan perdamaian mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap 45

adalah agar keputusan yang dibuat atas kehendak para pihak itu dapat mereka laksanakan dengan itikad baik. Penyelesaian sengketa dengan cara mediasi dapat mengakhiri persengketaan dengan cara yang adil sehingga memberikan keuntungan bagi para pihak. Meskipun mediasi tidak berhasil tetapi setidaknya dapat mengurangi perselisihan diantara para pihak. Hal mendasar yang juga berperan penting dalam mediasi ini adalah itikad baik para pihak yaitu bahwa para pihak yang bersengketa benar-benar menginginkan penyelesaian dengan cara ini berhasil dilakukan. Adapun keuntungan lainnya dari mediasi yaitu keputusan yang didasarkan atas kesepakatan para pihak sehingga memungkinkan hasil yang benar-benar keinginan mereka. Dalam mediasi ini juga tidak mencari siapa yang salah dan siapa yang benar melainkan lebih menjaga kepentingan para pihak. Penyelesaian dengan cara mediasi juga lebih cepat dan murah dibanding penyelesaian perkara di pengadilan. Mediasi juga dapat menghindari konflik antara para pihak yang dimana pada putusan pengadilan senantiasa menimbulkan dendam bagi pihak yang kalah, sehingga mediasi ini dapat menjaga hubungan antara para pihak. Mengenai proses mediasi dibagi menjadi tiga tahap yaitu : tahap pramediasi, tahap pelaksanaan mediasi, dan tahap akhir implementasi hasil mediasi. Tahap pramediasi adalah tahap awal di mana mediator menyusun sejumlah langkah dan persiapan sebelum mediasi benar-benar dimulai. Tahap pelaksanaan mediasi adalah tahap dimana pihak-pihak yang bertikai sudah berhadapan satu sama lain dan memulai proses mediasi. Tahap akhir implementasi hasil mediasi adalah tahap dimana para pihak hanyalah menjalankan hasil-hasil kesepakatan, yang mereka tuangkan bersama dalam suatu perjanjian 46

tertulis. Para pihak menjalankan hasil kesepakatan berdasarkan komitmen yang telah mereka tunjukkan selama dalam proses mediasi. 31 4. Konsiliasi Konsiliasi adalah lanjutan dari proses mediasi yang dimana dalam hal ini mediator berubah menjadi konsiliator. Dalam praktiknya antar mediasi dan konsiliasi memiliki karakteristik yang sama sehingga sulit untuk membedakannya. Dalam hal konsiliasi maka yang berwenang menyusun penyelesaian yang akan ditawarkan kepada para pihak adalah konsiliator. Adanya intervensi pihak ketiga dalam konsiliasi ini diharapkan agar konsiliator dapat berperan aktif meskipun konsiliator tidak berwenang dalam pengambilan keputusan. Negara yang pertama kali mengenal sistem konsiliasi adalah Jepang, yang disebut dengan chotei. Di jepang konsilasi digunakan untuk menyelesaikan sengketa secara informal, Oppeinhim menyebutkan bahwa : Konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa dengan menyerahkannya kepada suatu komisi orang-orang yang bertugas untuk menguraikan/menjelaskan fakta-fakta dan (biasanya setelah mendengar para pihak mengupayakan agar mereka mencapai suatu kesekapatan) membuat usulan-usulan untuk suatu penyelesaian namun keputusan tersebut tidak mengikat. 32 Adapun perbedaan antara mediasi dengan konsiliasi yaitu terletak pada penyelesaian yang ditawarkan pihak ketiga kepada para pihak. Dalam mediasi, adapun mediator hanya berusaha memberikan pilihan ataupun membimbing para pihak yang bersengketa agar memperoleh suatu kesepakatan. Dalam konsiliasi keterlibatan pihak ketiga lebih aktif sehingga dapat dikatakan dalam hal ini keberadaan pihak ketiga dapat lebih memaksa. Kelebihan dari konsiliasi ini hampir sama dengan mediasi yaitu : murah, efisien, dan dapat diperoleh hasil yang menguntungkan para pihak. Sedangkan 31 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, (Jakarta : Kencana, 2009), hal. 36-54. 32 D.Y. Witanto, Op.Cit., hal.20. 47

kelemahannya adalah bahwa keputusan yang dihasilkan dari konsiliasi ini tidak mengikat, sehingga sepenuhnya berdasarkan itikad baik para pihak. Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab sulitnya membedakanan antara konsiliasi dan mediasi adalah karena ciri-ciri yang dimiliki keduanya hampir sama misalnya dalam penyelesaiannya sama-sama menggunakan pihak ketiga, konsiliasi dan mediasi sama-sama bersifat kooperatif, bahwa tujuan masuknya pihak ketiga dengan maksud mendamaikan para pihak, pihak ketiga tidak mempunyai kewenangan dalam memberikan keputusan melainkan tetap kembali berdasarkan kesepakatan para pihak. Tetapi, meskipun begitu salah satu pembedanya adalah keputusan yang dihasilkan dari konsiliasi ini tidak mengikat seperti hasil mediasi, sehingga hanya berdasarkan itikad baik para pihak untuk melaksanakannya. 5. Penilaian Ahli Dalam PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi menjelaskan tentang keterlibatan ahli dalam pasal 16 ayat (1) bahwa : Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum, mediator dapat mengundang seseorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu menyelesaikan perbedaan pendapat di antara para pihak. Penilaian ahli adalah suatu pendapat ataupun keterangan yang diperoleh para pihak yang bersengketa dari seorang ahli tertentu terkait sengketa yang sedang terjadi. Hal ini terjadi karena perbedaan pendapat diantara mereka sehingga para pihak meminta pendapat kepada seorang ahli terkait masalah pokok 48

dalam sengketa maupun hal lain yang diperlukan. Penilaian ahli ini dilakukan dengan mempertemukan para pihak yang berselisih, yang dimana seseorang atau beberapa orang ahli akan menilai pokok permasalahan tersebut yang tidak lain bertujuan untuk memperoleh kesepakatan. Pendapat ahli yang dimintakan terhadap suatu persoalan yang sedang dipertentangkan harus disepakati terlebih dahulu oleh para pihak, apakah akan dianggap mengikat ataukah tidak. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi perselisihan menyangkut hasil dari pendapat ahli yang dimintakan terhadap proses pengambilan kesimpulan. Jika dianggap sebagai pendapat yang mengikat, maka pendapat tersebut akan dijadikan pedoman dalam mengambil kesimpulan, namun jika pendapatnya hanya sebatas menjadi pandangan saja, para pihak tetap dapat mengesampingkan pendapat tersebut. 33 6. Arbitrase Mengenai arbitrase diatur dalam pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 1999 Tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa yaitu : Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Subekti mengatakan bahwa Arbitrase itu adalah penyelesaian suatu perselisihan (perkara) oleh seseorang atau beberapa orang wasit (arbiter) yang 33 Ibid, hal.21-22. 49

bersama-sama ditunjuk oleh para pihak yang berperkara dengan tidak diselesaikan lewat pengadilan. 34 Bahwa arbitase ini adalah salah satu penyelesaian sengketa yang sudah lama berkembang yang dimana para pihak menyerahkan sengketa mereka kepada pihak ketiga yang netral atau disebut sebagai arbiter. Pihak ketiga atau arbiter ini ditunjuk berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa. Persamaan arbitrase dan mediasi adalah keputusannya yang sama-sama bersifat final dan mengikat para pihak. Sedangkan, perbedaannya adalah bahwa dalam arbitrase ini diberikan kewenangan sepenuhnya kepada arbiter untuk menyelesaikan sengketa. Dalam arbitrase ada seorang arbiter atau arbitrator yang ditunjuk malaksanakan fungsi dan kewenangan arbitrase. Syarat-syarat yang diberikan kepada arbiter diatur dalam pasal 12 uu no. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa yaitu : Cakap dalam melakukan tindakan hukum, berumur paling rendah 35 tahun, tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa, tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase dan memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun. Salah satu keuntungan arbitrase ini adalah bahwa fakta-fakta yang berkaitan dengan permasalahan yang muncul harus diperhatikan dengan baik oleh seorang arbiter sehingga dapat menghasilkan keputusan yang tidak memihak, sederhana dan adil. Para pihak berhak menilai arbiter apakah sudah bertindak sebagaimana mestinya. 34 Subekti dalam buku Anita, Asas Itikad Baik Dalam Penyelesaian Sengketa Kontrak Melalui Arbitrase, (Bandung : Alumni, 2013), hal.67. 50