BAB I PENDAHULUAN. seoptimal mungkin melalui perluasan sumber penerimaan negara non migas, guna

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. negara tidak akan bisa berjalan dengan baik. Pembangunan infrastruktur, biaya

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANAS SURABAYA 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam rangka membiayai pelaksanaan pembangunan nasional, Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara. Pemerintah negara-negara di dunia menaruh perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang membutuhkan dana untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pemerintah sangat berusaha untuk mengamankan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak menjadi salah-satu sumber penerimaan kas negara. Menurut Undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spirituil. Untuk dapat. mendapatkan dukungan dari masyarakat (Waluyo dan Ilyas, 2000: 1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Berdasarkan UU KUP. NOMOR 28 TAHUN 2007 Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa pengertian pajak

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satunya disebabkan oleh lebih besarnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan data yang diperoleh dari Bapenas menunjukan bahwa Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) (APBN) terbesar. Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus

BAB I PENDAHULUAN. secara tidak langsung bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Soemitro (dalam Sumarsan, 2013:3) pajak adalah iuran rakyat

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Hal ini dapat dilihat dari persentase dalam APBN tahun 2006 yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sasaran utama dari kebijaksanaan keuangan negara di bidang

BAB I PENDAHULUAN. pajak untuk membiayai segala kebutuhan dalam pelaksanaan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. dipaksakan oleh negara kepada seluruh warga negaranya, peran pajak tentu. sangat besar dalam perkembangan kemajuan ekonomi negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) tujuan pembangunan tersebut. Untuk mencapai pembangunan itu maka pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah Singkat KPP Pratama Wilayah Kota Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. kesenjangan antara sisi pengeluaran dan sisi penerimaan negara. Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar kekuasaan belaka. Begitu pula dengan kewenangan negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Menurut Gunadi (2012:9)

BAB I PENDAHULUAN. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa negara merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara. Salah satu yang termasuk dalam APBN adalah pajak.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam. Pembukaan UUD Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjadi Negara yang lebih maju, Indonesia sebagai negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan Pajak Daerah dalam upaya peningkatan pendapatan asli. secara terus menerus melalui penggarapan sumber-sumber baru dan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang dipungut oleh pemeritah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. . Di indonesia salah satu satu penerimaan negara yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULAN. perundang undangan. Setiap wajib pajak dituntut untuk memahami. semua aturan perpajakan yang berlaku. Tetapi tidak semua semua wajib

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia sebagai salah satu negara yang dikategorikan berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana

BAB 1 PENDAHULUAN. keinginan perusahaan, yang berlomba-lomba untuk mencapai laba. sesuai dengan etika dan menjurus pada pelanggaran hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur dan lainnya, tidak terkecuali dengan Negara Indonesia. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan menjadi suatu permasalahan yang pokok. Pembiayaan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari sektor pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. ruang dan waktu setiap individu di dunia. Sehingga terjadilah pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. 1,019 trilyun atau sebesar 79% ( berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan pemasukan untuk membiayai pembangunan negara. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Damayanti (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara membutuhkan penerimaan untuk memenuhi APBN (Anggaran

BAB I. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling potensial. Pemasukan dari pajak diharapkan terus meningkat salah satunya dengan membuat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di berbagai bidang guna mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Pemerintah melakukan berbagai cara untuk menghimpun dana

BAB I PENDAHULUAN. dana, tenaga, dan ilmu yang tidak sedikit, yang tidak mungkin hanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang cukup dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan. Self assessment system merupakan suatu sistem pemungutan

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara berkembang seperti Indonesia sangat membutuhkan dana untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai keinginan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) Sebagai mahluk hidup dan juga sosial manusia memerlukan fasilitas-fasilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang berpotensi besar yaitu pajak yang menyumbang rata-rata lebih dari

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh lapisan masyarakat dan dari aparat perpajakan sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pajak merupakan penerimaan terbesar Indonesia. Pajak merupakan alat yang

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan peningkatan jumlah dan kebutuhan masyarakat. (Lubis, 2015)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam rangka membiayai pelaksanaan pembangunan nasional, Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus

BAB I PENDAHULUAN. Telah diketahui pada umumnya negara yang memiliki administrasi. saat ini bertumpu pada pajak dalam membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi semua sektor, terutama pada sektor perekonomian dalam negeri. Maka dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya pasar bebas yang sedang terjadi telah menghilangkan batas ruang dan waktu setiap individu di dunia. Pasar bebas terjadi dalam berbagai sektor termasuk perekonomian. Indonesia sebagai sebuah negara yang berkembang harus membuka diri dengan baik dalam persaingan di pasar bebas agar dapat meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Kemandirian ekonomi suatu negara diartikan sebagai negara yang tidak bergantung pada negara lain, memiliki jati diri dan karakter yang kuat, serta memiliki ketahanan ekonomi dalam menghadapi berbagai macam krisis (Destianto, 2014). Penggalian potensi penerimaan dalam negeri akan terus ditingkatkan seoptimal mungkin melalui perluasan sumber penerimaan negara non migas, guna menggantikan pendanaan negara yang bersumber dari utang luar negeri. Salah satu sumber penerimaan dalam negeri yang cukup dominan adalah berasal dari penerimaan pajak. Pajak sebagai sumber penerimaan negara yang memiliki peran besar dalam mewujudkan kemandirian guna meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa 1

2 berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, semua rakyat yang menurut undang-undang termasuk sebagai wajib pajak harus membayar pajak sesuai dengan kewajibannya (Suminarsasi, 2011:1). Ciri-ciri yang yang melekat pada pengertian pajak adalah: 1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaan yang sifatnya dapat dipaksakan; 2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah; 3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah; 4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment dan; 5) Pajak mempunyai tujuan selain budgetair, yaitu mengatur (Waluyo, 2010:5). Sistem pemungutan pajak merupakan salah satu elemen penting yang menunjang keberhasilan pemungutan pajak suatu negara. Seiring dengan berjalannya waktu, sejak adanya reformasi di bidang pajak tahun 1983, Indonesia mulai menerapkan self assessment system. Dalam sistem ini, wajib pajak dituntut untuk berperan aktif, mulai dari mendaftar diri sebagai wajib pajak, mengisi SPT (Surat Pemberitahuan), menghitung besarnya pajak yang terutang, dan menyetorkan kewajibannya. Sedangkan aparatur perpajakan berperan sebagai pembina, pembimbing, dan pengawas pelaksanaan kewajiban yang dilakukan oleh wajib pajak. Oleh karena itu, sistem ini akan berjalan dengan baik apabila masyarakat memiliki tingkat kesadaran perpajakan secara sukarela (voluntary tax compliance) yang tinggi (Suminarsasi, 2011:1). Dengan menganut prinsip self

3 assessment system tersebut pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakan atas kesadaran dan rasa tanggung jawab, serta dengan menegakkan keadilan hukum dan kepastian hukum juga perbaikan mutu pelayanan yang baik dan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman dari Wajib Pajak terkait dengan kewajibannya dibidang perpajakan dan ikut serta berperan dalam mensukseskan realisasi pembangunan nasional. Dalam susunan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tahun 2014, rencana total penerimaan yang ditetapkan oleh pemerintah adalah sebesar Rp 1.667,1 triliun yang diantaranya sebesar Rp 1.110,2 triliun berasal dari sektor pajak. Persentase sebesar 66,59% tersebut menunjukkan bahwa penerimaan sektor pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan negara (Syafrianto, 2014). Kondisi ini mengharuskan pemerintah untuk meningkatkan kualitas aspek perpajakan yang ada di Indonesia, baik dari sisi sistem perpajakan maupun sumber daya manusianya. Seperti yang diketahui, belum optimalnya penerimaan pajak di negara berkembang, khususnya di Indonesia, salah satunya dipengaruhi oleh sistem keadilan perpajakan yang masih buruk. Keadilan perpajakan berkorelasi langsung dengan tingkat penghindaran pajak (tax avoidance), penggelapan pajak (tax evasion), dan korupsi pajak. Seperti yang dikemukakan oleh Adams bahwa orang-orang telah menggelapkan pajak sejak pemerintah mulai mengumpulkan pajak. Mereka melakukan hal tersebut dikarenakan bahwa pajak dipandang sebagai suatu beban yang akan mengurangi kemampuan ekonomisnya. Mereka harus menyisihkan sebagian penghasilannya

4 untuk membayar pajak. Padahal, apabila tidak ada kewajiban pajak tersebut, uang yang dibayarkan untuk pajak bisa dipergunakan untuk menambah pemenuhan keperluan hidupnya (Nickerson, et al, 2009:1). Pajak mempunyai karakteristik hubungan searah, di mana pihak yang satu mempunyai kewajiban membayar, namun pihak yang lain tidak mempunyai kewajiban apapun secara langsung terhadap pihak yang membayarnya tersebut. Hal ini menyebabkan munculnya kesenjangan kepentingan antara pemungut pajak yang kemudian menimbulkan pertentangan diametral (Suminarsasi, 2011:2). Pertentangan diametral disini berarti bahwa fiskus sebagai pihak yang diuntungkan dalam proses penerimaan pajak, akan selalu berusaha untuk mencapai target pemasukan ke dalam kas negara sebesar besarnya. Di lain pihak, masyarakat pembayar pajak sebagai pihak yang harus membayar pajak tanpa mendapatkan pengembalian jasa secara langsung akibat pembayaran yang dilakukannya, akan berupaya sebaliknya, yaitu mencari cara agar dapat mengurangi pajak terutang yang harus dibayar kepada kas Negara. Hal ini terjadi karena dari sudut pandang pembayar pajak, pajak merupakan biaya yang akan mengurangi laba atau kenikmatan yang diperolehnya. Pandangan inilah yang kemudian mendorong munculnya perencanaan pengurangan pajak yang harus dibayar (Ayu, 2009:2). Bagaimanapun tampilan pemungutan pajak tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai etika dan religi yang dianut oleh manusia pelaksananya. Dengan kata lain, etika fiskus dan Wajib Pajak merupakan faktor yang mempengaruhi kesuksesan pemungutan pajak. Bila nilai etika tersebut dijunjung tinggi, maka aparat pajak maupun Wajib Pajak tentunya sebisa mungkin akan

5 bersikap profesional dan menjalankan perannya dengan baik, demikian juga sebaliknya (Nickerson, et al, 2009:3). Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak yang dikenakan kepada orang pribadi tersebut harus sebanding dengan kemampuan dalam membayar pajak dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Menurut Permatasari (2013) semakin tidak adil sistem perpajakan yang berlaku menurut persepsi wajib pajak maka kepatuhan akan menurun dan cenderung memicu tindakan penggelapan pajak. Pajak bersifat dinamis dan mengikuti perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial sehingga menuntut adanya perbaikan baik secara sistemik maupun operasional. Semua pendapatan negara yang berasal dari pajak akan digunakan untuk membiayai semua pengeluaran umum. Hal tersebut berarti digunakan untuk mensejahterakan rakyat, akan tetapi tidak banyak rakyat yang dapat merasakan apa yang telah mereka keluarkan (www.pajakpribadi.com). Anggraini (2012) dalam melakukan pemungutan pajak diperlukan sistem yang disepakati oleh masyarakat, fiskus dan pemerintah. Sistem pajak yang disepakati akan menjadi dasar pelaksanaan perpajakan fiskus dan Wajib Pajak. Banyak perusahaan yang melakukan penggelapan pajak, alasannya banyaknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, maka timbul pemikiran wajib pajak untuk mengurangi beban pajak yang dibayarkan dan juga tidak akan masuk ke kas Negara, tidak heran Negara banyak berhutang, dan rakyat di rugikan karena pajak yang dibayarkan tidak dapat digunakan untuk pembangunan Negara melainkan korupsi, dan sisanya untuk membayar hutang Negara (www.kompas.com).

6 Penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa dengan menunjukan sikap pemerintahan yang baik, jujur dan adil dalam menggunakan dan mendistribusikan dana yang bersumber dari pajak serta memberikan pemahaman yang menyeluruh seberapa pentingnya dana pajak untuk kemaslahatan masyarakat umum dan meningkatkan pengawasan dari berbagai kemudahan sistem perpajakan yang ada diharapkan untuk menjadikan masayarakat atau Wajib Pajak bisa membayarkan pajaknya dengan benar sehinggga tujuan dapat tercapai dan penerimaan pajak dapat mencapai target yang diinginkan. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di Jalan Soekarno Hatta No.1, Bangkalan adalah unit kerja dari Direktorat Jenderal Pajak yang melaksanakan pelayanan kepada masyarakat baik yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak maupun tidak. Maka dengan melihat pemaparan yang singkat di atas, penulis tertarik untuk membuat suatu karya ilmiah, sebagai bentuk persepsi etika penggelapan pajak dari sisi keadilan sebagai potensi peningkatan pendapatan Pemerintah Daerah. Sehingga, penulis tertarik untuk mengambil judul PERSEPSI ETIKA ATAS PENGGELAPAN PAJAK DARI SISI KEADILAN PADA WAJIB PAJAK DI KPP PRATAMA BANGKALAN. 1.2 Penjelasan Judul Agar tidak terjadi kesalahan dalam Laporan Tugas Akhi ini, maka peneliti akan menjelaskan judul sebagai berikut : a. Persepsi Etika Persepsi merupakan pandangan pikiran seseorang yang muncul dari kegiatan mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkannya, mengalami, dan

7 mengelola pertanda atas segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya (Prasetyo, 2010). Etika merupakan seperangkat aturan, norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi (Ludigdo, 2001). b. Penggelapan Pajak Menurut Mardiasmo (2011), penggelapan pajak adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk meringankan beban pajak dengan cara yang tidak legal atau melanggar undang-undang. Dalam hal ini, wajib pajak mengabaikan ketentuan formal perpajakan yang menjadi kewajibannya, memalsukan dokumen, atau mengisi data dengan tidak lengkap dan tidak benar. c. Sisi Keadilan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keadilan memiliki kata dasar adil yang berarti sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpegang pada kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang. Negara dalam menerapkan pajak sebagai sumber penerimaan negara harus berusaha mencapai kondisi dimana masyarakat secara luas dapat merasakan keadilan dalam penerapan undang-undang pajak. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masingmasing. Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

8 d. Wajib Pajak Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka peneliti merumuskan suatu masalah Bagaimana persepsi wajib pajak mengenai etika atas penggelapan pajak (tax evasion) dari sisi keadilan? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi wajib pajak mengenai etika atas penggelapan pajak. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Pembaca Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh keadilan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.

9 2. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademisi sebagai referensi untuk menambah pengetahuan para akademisi mengenai pengaruh keadilan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. 3. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor Pelayanan Pajak, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memahami pengaruh keadilan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. 1.6 Metode Penelitian Peneilitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Adapun sumber data yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1.6.1 Sumber Data 1. Data Primer Data primer yang penulis peroleh selama penelitian di Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bangkalan berupa hasil wawancara mengenai persepsi terhadap etika penggelapan pajak dari sisi keadilan Wajib Pajak. 2. Data Sekunder Metode kepustakaan untuk memperoleh data teoritis dengan cara mengumpulkan dan menelaah berbagai literatur artikel, jurnal jurnal buku,

10 Undang Undang maupun bahan kuliah yang berhubungan dengan topik. Pengumpulan referensi tersebut diperoleh dari data data tertulis dan tercetak yang relevan seperti buku buku serta artikel yang diperlukan oleh peneliti dengan cara mengumpulkan beberapa referensi dari perpustakaan STIE Perbanas Surabaya serta sumber lainnya. 1.6.2 Teknik Pengumpulan Data Dalam usaha untuk memperoleh data dan informasi yang berkembang dengan penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan berdasarkan : 1. Wawancara Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang relevan dengan topik dari pihak pihak yang bersangkutan. Adapun pihak pihak yang bersangkutan adalah : i. Wajib Pajak Untuk mendapatkan informasi mengenai persepsi terhadap etika penggelapan pajak dari sisi keadilan Wajib Pajak. ii. Pihak Kantor Pelayanan Pajak Untuk mendapatkan informasi mengenai persepsi terhadap etika penggelapan pajak dari sisi keadilan Wajib Pajak. Tahapan tahapan dalam proses ini adalah sebagai berikut : 1. Mencari data dan subjek pertanyaan yang akan digunakan dalam wawancara. 2. Melakukan proses wawancara dengan beberapa sumber.

11 3. Merangkum informasi hasil dari wawancara. 4. Menganalisis dan menyimpulkan informasi hasil wawancara. 2. Kuesioner Metode ini dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada responden individu dalam hal ini adalah wajib pajak orang pribadi dengan menyebarkan kuesioner yang dilakukan secara langsung oleh peneliti. Tahapan tahapan dalam proses ini adalah sebagai berikut : 1. Membuat apa saja yang akan dimuat dalam kuesioner. 2. Melakukan observasi kepada narasumber untuk siapa sajakah yang akan dijadikan responden. 3. Melakukan penyebaran kuesioner. 4. Merangkum informasi dari hasil kuesioner. 5. Memberikan analisis dan kesimpulan dari informasi tersebut.