BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
DISFUNGSIONAL PERAN KARANG TARUNA DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL DI KAMPUNG CIREUNDEU

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan menurut Merdikanto (2003) mendefinisikan partisipatif sebagai. berikut:

TRIANI WIDYANTI, 2014 PELESTARIAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM MENJAGA KETAHANAN PANGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR IPS

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. dalam menjawab beberapa permasalahan masyarakat dikampung berkenaan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk. Hal ini dapat dipastikan bahwa desa memiliki potensi yang

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

BAB V PENUTUP. ikatan-ikatan sosial. Selain itu keberadaan masyarakat sipil juga berpengaruh

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

2014 PELAKSANAAN PROGRAM PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT.

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,

BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

TAHUN : 2005 NOMOR : 06

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan pendidikan harus kita optimalkan sedini mungkin. Soedijarto (dalam Tambak, 2013:3) mengemukakan: Pendidikan

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH

4 GAMBARAN UMUM STUDI KASUS PENELITIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 8 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN BUPATI BARITO KUALA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 82 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan deskripsi, analisis dan pembahasan hasil penelitian, pada

BAB I PENDAHULUAN. bersinggungan dengan generasi muda yang lainnya atau masyarakat pada

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2013 SERI A NOMOR 24

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang menjadi salah satu tempat dalam pelaksanaan

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB III STRATEGI KOMUNIKASI DAN KONSEP VISUAL

BAB I PENDAHULUAN. bentuk CSO pada aras lokal yang berfungsi sebagai saluran aspirasi masyarakat

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN UNTUK MENGOPTIMALKAN PERAN KARANG TARUNA MANGGALA SEWU

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. 1. Proses pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata di

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 3.A TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010

PEMERINTAH KABUPATEN TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN

DISFUNGSIONAL PERAN KARANG TARUNA DALAM PELESTARIAN KEARIFAN LOKAL DI KAMPUNG CIREUNDEU

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi: Melindungi

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

NO NAMA JABATAN TUGAS POKOK FUNGSI URAIAN TUGAS

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

ORGANISASI INOVATIF. Rangkaian Kolom Kluster I, 2012

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakikatnya akan hidup sebagai kelompok, hal tersebut

A N G G A R A N D A S A R KEKERABATAN ALUMNI ANTROPOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA (KELUARGA) MUKADIMAH

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO KECAMATAN PACET DESA NOGOSARI PERATURAN DESA NOGOSARI KECAMATAN PACET, KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR: 02 TAHUN 2002

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588);

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 06 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN PEKON

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah diperoleh temuan-temuan penelitian yang berjudul Peran Pengelola

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT

BAB I PENDAHULUAN. Peranan Organisasi Kepemudaan Dalam Pembinaan Pribadi Yang Partisipatif Di Masyarakat

BAB IX RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KARANG TARUNA MELALUI PROGRAM KUBE/ UEP DALAM UPAYA MEMBERDAYAKAN GENERASI MUDA

BAB I PENDAHULUAN. bukan merupakan segmen bisnis yang populer. menerbitkan edisi Bandung-nya, seperti Kompas, Republika, SINDO, Koran Tempo,

BAB III METODE PENELITIAN

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya anak muda pada jaman sekarang, mereka cenderung lebih

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. organisasi. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh seorang pemimpin

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepala desa merupakan pimpinan penyelenggara desa berdasarkan

Transkripsi:

113 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan 5.1.1 Simpulan Umum Berdasarkan hasil penelitian, Karang Taruna RW 10 yang berada di Cireundeu, tidak menjalankan organisasi sesuai dengan fungsinya. Fungsi karang taruna sebagai pemersatu warga, pengembangan pemuda, dan pengembangan potensi yang dimiliki Cireundeu tidak tersentuh sama sekali. Pembentukannya yang tidak jelas, didukung oleh tidak adanya atribut yang menyelimuti tubuh karang taruna membuat pergerakannya tidak jelas. Faktor kepemimpinan yang kurang baik dari pemimpin karang taruna merupakan penyebab utama terjadinya karang taruna yang tidak aktif tersebut. Akibat buruknya kepemimpinan yang dimiliki oleh karang taruna berdampak pada kerja sama antar anggota yang tidak berjalan. Dampak dari kerja sama yang tidak berjalan, mengakibatkan tumbuhnya rasa tidak peduli dari warga Cireundeu yang sama sekali tidak merasakan dampak adanya karang taruna. Program penyelarasan sangat dibutuhkan oleh masyarakat adat, pengaruh diberikannya pengelolaan desa sebagai desa wisata keadatan membuat masyarakat adat membutuhkan sosok lembaga masyarakat formal yang bisa berhubungan dengan pemerintah. Komunikasi yang buruk yang membuat tidak terlaksananya hingga sekarang program penyelarasan tersebut. Dukungan yang kurang dari RT dan RW setempat terhadap karang taruna RW 10 membuat mereka malas akan membuat suatu kegiatan maupun program kerja. Keseluruhan faktor yang dijelaskan sebelumnya membuat karang taruna bingung akan peranan apa yang harus mereka lakukan. Sementara kegiatan yang karang taruna buat tidak relevan dengan potensi berupa nilai adat dan kearifan lokal yang harus dilestarikan, ketiadaan peranan karang taruna tersebutlah yang membuat Kampung Cireundeu hingga saat ini belum maju dalam pengembangannya menjadi Kampung Wisata Keadatan di Kota Cimahi.

114 5.1.2 Simpulan Khusus Berdasarkan uraian hasil penelitian, maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut: a. Pembentukan karang taruna yang tidak jelas merupakan suatu sebab utama tidak berjalannya karanga taruna RW 10 di Cireundeu. Tidak adanya atribut organisasi seperti AD/ART organisasi, kemudian logo organisasi dan visi misi organisasi membuat mereka bingung untuk memahami pergerakan karang taruna yang sebenaranya. Sebab lainnya tidak pahamnya akan aturan tentang karang taruna yang ditentukan oleh pemerintah membuat karang taruna RW 10 tidak jelas akan pergerakannya. Suatu kesesuaian antara suatu peraturan dengan pergerakan akan menjadikan suatu harmonisasi perilaku yang tepat pada sasaran. Sikap karang taruna yang berjalan dengan hanya mengandalkan pengalaman pemimpinnya menjadikan program kerja karang taruna tidak tepat sasaran dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. b. Penyelarasan program kerja merupakan suatu program yang seharusnya terjadi di karang taruna RW 10, karena di Cireundeu memiliki suatu potensi keadatan yang bisa dikembangkan dan akan meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat Cireundeu. Faktor komunikasi yang buruk antara kubu karang taruna dengan masyarakat adat merupakan sebab utama tidak terjadinya program kerja penyelarasan. Seiring dengan berjalanya waktu modernisasi akan menjadi suatu alat pengikis kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat adat Cireundeu. Program penyelarasan yang dimaksudkan oleh nonoman adat Cireundeu adalah sebagai bentuk proteksi dari ancaman modernisasi terhadap masyarakat adat Cireundeu dan sebagai peningkatan penghasilan bagi masyarakat sipil RW 10 di

115 Cireundeu, sehingga timbullah keselarasan di lingkungan RW 10 Kampung Cireundeu. c. Terdapat dua kelompok pemuda di Kampung Cireudeu, yaitu pemuda adat dan pemuda sipil RW 10. Pada pemuda sipil sentuhan budaya modern sangatlah berpengaruh besar pada pola kehidupannya. Banyak dampak modernisasi yang mampu mempengaruhi pemuda sipil untuk bergaya bebas dalam penampilan, bahkan hingga mencoba meminum meniman keras. Ketika pemuda memiliki pengaruh modern yang tinggi maka mereka akan acuh pada lingkungan di rumah mereka sendiri, mereka lebih menikmati dan nyaman akan kemodernan yang mereka rasakan dan jalani. Berbeda dengan pemuda adat yang memegang teguh akan nilai keadatan yang dimiliki oleh Cireundeu. Mengikuti tradisi bagi pemuda adat merupakan salah satu dari pengabdian. Pemuda adat sangat ingin mengembangkan desanya maupun individunya, begitu juga dengan pemuda sipil. Akan tetapi fungsi pengembangan pemuda yang dimiliki oleh karang taruna tidak dimaksimalkan oleh karang taruna RW 10. Tidak pahamnya akan landasan pergerakan karang taruna bagi pemuda merupakan salah satu kegagalan karang taruna RW 10 dalam menjalankan tugasnya. d. Kegagalan karang taruna dalam pergerakannya terdapat beberapa faktor. Faktor tersebut adalah tidak memilikinya atribut organisasi, kepemimpinan yang buruk, kerjasama antar anggota yang buruk, dan komunikasi yang tidak terjalin dari berbagai pihak. Jika suatu karang taruna tidak memiliki suatu atribut organisasi maka karang taruna tersebut bisa dibilang ilegal dalam pergerakannya, karena tidak memiliki landasan hukum yang melindungi karang taruna tersebut. Kepemimpinan yang buruk adalah suatu kendala besar bagi terciptanya kerjasama yang baik di dalam tubuh organisasi, sehingga dapat mengganggu kinerja karang taruna dalam menentukan program kerja sampai ke kegiatan tersebut dilaksanakan. Komunikasi yang buruk kepada pihak yang menaungi karangtaruna maupun kepada komunitas yang tumbuh di lingkungan kerja

116 karang taruna menyebabkan tidak terjadinya koordinasi yang baik sehingga apa yang diharapkan pihak-pihak tersebut dan masyarakat tidak dapat terjadi dikarenakan karang tarunanya itu sendiri tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh masyarakat. Kekurangan dari karang taruna RW 10 sesuai dengan penjelasan sebelumnya, maka dengan kekurangan tersebut karang taruna RW 10 tidak dapat dipercaya oleh warga Cireundeu, dan dampaknya dari ketidakpercayaan tersebut ialah kesulitan dalam bersosialisasi dengan warga untuk menentukan program kerja yang diharapkan warga, ketika tidak ada komunikasi tersebut aka tidak ada program kerja yang terjadi, akhirnya karang taruna RW 10 menjadi malas untuk melakukan pergerakan. e. Upaya yang dilakukan untuk mengaktifkan kembali karang taruna sayang sekali tidak dilakukan oleh karang taruna RW 10, maupun Ketua RW 10 sebagai pembina karang taruna RW 10. JIka karang taruna Rw 10 tidak melakukan suatu upaya untuk membersihkan nama karang taruna RW 10 yang sudah jelek dimata warga Cireundeu, maka yang terjadi di warga hingga saat ini adalah menghasilkan sebuah persepsi yang buruk terhadap karang taruna yang tidak ada gunanya bagi lingkungan Cireundeu. Seharusnya karang taruna menjadi sebuah organisasi yang bergerak dalam upaya mensejahterahkan lingkungannya. Ketika tidak ada upaya dari ketua RW 10 untuk mengaktifkan kembali karang taruna RW 10, maka yang terjadi menguatkan persepsi warga sipil Cireundeu bahwa karang taruna tidak ada dampak positifnya bagi mereka sehingga ketika diajak untuk berkumpul untuk mendiskusikan karang taruna mereka banyak yang tidak peduli, begitu juga dengan masyarakat adat yang mempunyai persepsi mereka tanpa adanya karang taruna masih bisa menjalankan program keadatan bahkan hingga membuat pelatihan industri kreatif bagi masyarakat adat dan warga sipil yang hendak mengikutinya. Persepsi yang tumbuh di masyarakat menjadikan karang taruna tidak ada artinya dan semakin menenggelamkan namanya dimata warga.

117 5.2 Implikasi Sebagai suatu penelitian yang telah dilakukan pada karang taruna RW 10 di Kampung Cireundeu, maka kesimpulan yang ditarik tentu mempunyai implikasi dalam bidang keorganisasian dan juga penelitian-penelitian selanjutnya. Hasil penelitian mengenai peranan karang taruna RW 10 di Kampung Cireundeu, peranan tersebut hilang akibat dari pengaruh internal karang taruna itu sendiri. Mulai dari kepemimpinan yang kurang cakap, kerjasama anggota yang kurang baik, penetapan program kerja yang tidak tepat sasaran, hingga komunikasi yang buruk antara pihak eksternal karang taruna. Pengaruh internal karang taruna diperparah oleh tidak pedulinya para pemuda Cireundeu dengan kehadiran karang taruna. Dampak dari itu semua membuat karang taruna RW 10 berhenti di tengah jalan dan tidak meneruskan fungsi mereka di masyarakat Cireundeu. Selama ini masalah yang menyebabkan pasifnya karang taruna tidak pernah dipecahkan oleh karang taruna maupun pemerintahan RW 10 itu sendiri. Sudah jelas bahwa permasalahan komunikasi dan pemuda yang tidak peduli merupakan dampak utama dari tidak berfungsinya karang taruna RW 10. Komunikasi yang buruk dari karang taruna ke berbagai pihak dan ketidak pedulian pemuda akan lingkungan Cireundeu kurang dapat perhatian serius dari pihak pemerintahan RW maupun RT dan juga sesepuh adat Cireundeu. Maka dalam mengatasi masalah tersebut diperlukan adanya usaha dan upaya dari pihak pemerintahan RW dan sesepuh adat Cireundeu dalam rangka menyatukan seluruh pemuda di RW 10, baik itu pemuda sipil maupun pemuda adat untuk memperbaiki hubungan antar pemuda di RW 10 serta memberikan motivasi kepada para pemuda untuk ikut serta dalam membangun Cireundeu, dengan masuk sebuah wadah organisasi seperti karang taruna, demi tercapainya tujuan bersama masyarkat Cireundeu. Untuk itu perlu adanya upaya-upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah RW 10 dan sesepuh adat diantaranya sebagai berikut : 1. Komunikasi yang baik dapat menimbulkan suatu kerjasama yang maksimal dalam tubuh organisasi. Sehubungan dengan hal itu maka pihak RW 10 dan

118 sesepuh adat Cireundeu harus memsosialisasikan segala hal yang berkaitan dengan fungsi karang taruna yang sebenarnya. Ketika masyarakat paham akan fungsi karang taruna maka dipastikan masyarakat akan ikut serta ke dalam karang taruna. 2. Kepemimpinan yang cakap serta dapat dipercaya merupakan syarat menjadi pengurus inti di organisasi. Perlu kiranya dalam karang taruna di RW 10 penentuan pengurus inti diserahkan kepada tokoh pemuda yang dipercaya di masyarakat sipil dan masyarakat adat, agar dapat menghimpun seluruh warga RW 10. 5.3 Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan saran-saran kepada berbagai pihak sebagai berikut: 1. Bagi Pengurus Rw 10 a. Pengurus RW diharapkan segera memperbaiki hubungan antara pemuda adat dan pemuda sipil RW 10, agar para pemuda di RW 10 menunjukan kekompakannya tidak seperti saat ini yang terpisah menjadi dua kubu. b. Pengurus RW 10 diharapkan segera membentuk karang taruna yang mempunyai atribut organisasi yang lengkap serta berlandaskan pada Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 77/HUK/2010 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna agar pergerakannya jelas dan terarah. c. Pengurus RW 10 diharapkan segera membuat proposal untuk meminta karang taruna Kelurahan Leuwi Gajah untuk melatih karang taruna RW 10,

119 sehingga dapat mendorong mereka untuk memperbaiki apa yang menjadi kekurangan di karang taruna sebelumnya. 2. Bagi Karang Taruna RW 10 a. Karang taruna RW 10 diharapkan memperbaiki komunikasi kepada berbagai pihak seperti ketua RW, ketua RT, pemuda RW 10, pemuda Adt Cireundeu, dan sesepuh adat Cireundeu, agar tingkat kepercayaan masyarakat tumbuh kembali dan mulai memahami apa fungsi dari karang taruna. b. Karang taruna RW 10 diharapkan menaungi seluruh pemuda di Cireundeu, baik itu pemuda sipil dan pemuda adat, kalau bisa dalam srtuktuk pemimpin setiap seksi antara pemuda sipil dan pemuda adat memdapatkan keseimbangan dalam hal jabatan mereka di karang taruna, sehingga ketika para tokoh pemuda sipil maupun adat yang mempunyai peran di masyarakat dapat menghimpun warga dengan mudah. c. Karang taruna RW 10 diharapkan segera membuat atribut organisasi yang lengkap agar dalam pergerakannya mempunyai lindungan hukum dan pergerakan yang mereka buat jelas dan terarah. d. Karang taruna RW 10 diharapkan ketika melakukan pelatihan dipastikan seluruh anggota karang taruna RW 10 memahami akan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 77/HUK/2010 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna sehingga dalam pergerakan karang tarunanya tidak kemanamana, karena sudah diarahkan oleh peraturan tersebut. 3. Bagi Tokoh Masyarakat Kampung Cireundeu. a. Tokoh masyarakat diharapkan mampu menjalin kerjasama yang baik dengan pemerintahan RW 10 untuk mengatasi komunikasi yang kurang baik diantara warga adat Cireundeu dan warga sipil RW 10 sehingga dapat mengetahui apa yang diinginkan pihak masing-masing. b. Para tokoh masyarakat diharapkan mampu menggerakan masyarakat untuk senantiasa berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk

120 menangani masalah-masalah yang berkaitan kesejahteraan sosial di masyarakat, begitu juga dengan partisipasinya mengikuti karang taruna. 4. Kepada Masyarakat RW 10 Kampung Cireundeu. a. Masyarakat diharapkan lebih selektif dalam menanggapi persepsi buruk mengenai karang taruna. b. Masyarakat diharapkan tidak bersikap acuh dan lebih peka terhadap organisasi kemasyarakat yang ada di lingkungannya, serta masalah-masalah yang mengancam kesejahteraan sosial. c. Masyarakat diharapkan meningkatkan partisipasinya terhadap programprogram dari RW 10 dan karang taruna kedepannya. 5. Kepada peneliti selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya diharapkan meneliti hubungan dengan karang taruna Kelurahan Leuwi Gajah untuk mengetahui lebih dalam lagi, apakah termasuk pada sebab pasifnya karang taruna RW 10, karena pada saat penelitian peneliti tidak mendengar campur tangan dari pihak karang taruna Kelurahan Leuwi Gajah begitu juga Pemerintahan Kelurahannya. Jika mereka mendapatkan perhatian dari karang taruna Kelurahan maka menurut peneliti tidak akan terjadi pasifnya karang taruna RW 10.