SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122 / PMK.06 / 2007 TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN,

dokumen-dokumen yang mirip
2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Tata kerja. Panitia urusan piutang negara.

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KMK.08/2002 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. Mengingat : Peraturan...

MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INDONESIA SALIN AN

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 83 TAHUN 2012

BAB II KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA (DJKN)

SALINAN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH LAINNYA BUPATI BERAU,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO PROVINSI JAWA TENGAH

TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOHAMAD SOEWANDHIE KOTA SURABAYA

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 46 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Piutang Negara. Pengurusan. Perubahan.

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 302/KMK.01/2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.2052, 2015 KEMENKUMHAM. Kerugian. Negara. Penyelesaian. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA DAN BADAN URUSAN PIUTANG NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 134/PMK.010/2017 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENGHASILAN DARI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/K/X-XIII.2/2/2009 TENTANG

2017, No Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017, telah tersedia pagu anggaran untuk subsidi Pajak Penghasilan ditanggung o

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.06/2010 TENTANG PENILAI INTERNAL DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 55 Tahun : 2014

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Un

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT PEMERINTAH KOTA MOJOKERTO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.908, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemberian Premi. Tata Cara.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD. BPR) BANK PASAR KABUPATEN TEGAL

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.04/2011 TENTANG PEMBERIAN PREMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 163/PMK.06/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 128/PMK.

1 of 6 18/12/ :54

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.04/2011 TENTANG PEMBERIAN PREMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Belanja Pensiun. PT. Taspen. Prosedur.

KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN PERINGATAN TERTULIS KEPADA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

2016, No Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Pasal 64D ayat (4) Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2016 tentang

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 43

2018, No Penjualan Langsung Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Benda Sita Eksekusi dan untuk mendukung optimalisasi penerimaan negar

2017, No penerimaan negara bukan pajak dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana d

TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN INVENTARISASI DAN VERIFIKASI, REKONSILIASI, SERAH TERIMA BKPN, DAN PENERBITAN PRODUK HUKUM PASCA PENGEMBALIAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 33 TAHUN 2003 SERI : E. 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 19 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PMK.06/2008 TENTANG PENILAIAN BARANG MILIK NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2014, No c. bahwa guna memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pencegahan dalam rangka pengurusan Piutang Negara dan tidak dilaksanakannya

1 of 6 21/12/ :38

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2010 TENTANG

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH BUPATI MALANG,

MENTERIKEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 96/PMK.06/2007 TENTANG

2015, No Mengingat :1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambah

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 71/PMK.03/2010 TENTANG

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 ten

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESlA SALIN AN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN PENGAWAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.05/2007 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 02/PMK.06/2008 TENTANG PENILAIAN BARANG MILIK NEGARA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 76/HUK/2006 TENTANG

2016, No c. bahwa dalam rangka perbaikan kondisi keuangan Perusahaan Daerah Air Minum sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu meningkatkan e

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2011, No tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pe

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 66/PMK.03/2008 TENTANG

2 257/PMK.02/2010 tentang Tata Cara Perhitungan, Penyediaan, Pencairan, Dan Pertanggungjawaban Dana APBN Yang Kegiatannya Dilaksanakan Oleh PT Asabri

1 of 5 18/12/ :47

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 05/BC/2012 TENTANG

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS TANPA MELALUI LELANG. sinarmedia-news.com

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 136/PMK.05/2006 TENTANG

Transkripsi:

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122 / PMK.06 / 2007 TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 Peraturan Presiden Nomor 89 Tahun 2006 tentang Panitia Urusan Piutang Negara perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Keanggotaan dan Tata Kerja Panitia Urusan Piutang Negara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4652); 3. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2007; 4. Peraturan Presiden Nomor 89 Tahun 2006 tentang Panitia Urusan Piutang Negara; 5. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan; 6. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; 7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.07/2005 tentang Tata Cara Pengajuan Usul, Penelitian, dan Penetapan Penghapusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah dan Piutang Negara/Daerah sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.07/ 2005; 8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.0l/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.01/2007; 9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan : 1. Panitia Urusan Piutang Negara, yang selanjutnya disebut Panitia, adalah Panitia yang bersifat interdepartemental sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960. 2. Panitia Pusat adalah Panitia yang berkedudukan di Jakarta sebagaimana ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 89 Tahun 2006. 3. Panitia Cabang adalah Panitia yang berkedudukan di Ibukota Provinsi sebagaimana ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 89 Tahun 2006, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Menteri Keuangan. 4. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. 5. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah pada Direktorat Jenderal. 6. Kantor Pelayanan adalah Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang pada Direktorat Jenderal. 7. Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh negara, berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun. 8. Berhalangan sementara adalah tidak dapat melaksanakan tugas jabatannya, karena cuti tahunan, cuti besar, cuti bersalin, cuti karena alasan penting, atau melaksanakan tugas lain yang tidak melebihi 6 (enam) bulan. 9. Berhalangan tetap adalah tidak dapat melaksanakan tugas jabatannya, karena pensiun, meninggal dunia, perpindahan, atau melaksanakan tugas lain yang melebihi 6 (enam) bulan. BAB II TUGAS DAN WEWENANG PANITIA

Pasal 2 (1) Panitia mempunyai tugas melaksanakan pengurusan Piutang Negara yang berasal dari instansi pemerintah dan badan usaha yang secara langsung atau tidak langsung dikuasai negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun. (2) Piutang badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah piutang yang telah diserahkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Pasal 3 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia berwenang : a. menerbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N), Surat Penolakan Pengurusan Piutang Negara dan Surat Pengembalian Pengurusan Piutang Negara; b. membuat Pernyataan Bersama (PB); c. menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Jumlah Piutang Negara; d. menerbitkan Surat Paksa (SP); e. menerbitkan Surat Perintah Penyitaan (SPP); f. meminta Sita Persamaan; g. menerbitkan Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan (SP3); h. menerbitkan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan (SPPBS); i. menyetujui/menolak Penjualan tanpa melalui lelang; j. menetapkan Nilai Limit Lelang, nilai penjualan tanpa melalui lelang dan penebusan dengan nilai di bawah hak tanggungan; k. menerbitkan Surat Pernyataan Pengurusan Piutang Negara Lunas (SPPNL) dan Surat Pernyataan Pengurusan Piutang Negara Selesai (SPPNS); l. menerbitkan Surat Penetapan Piutang Negara Untuk Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT); m. menyetujui/menolak penarikan kembali Piutang Negara; n. menerbitkan Surat Perintah Paksa Badan; o. menerbitkan Surat Perintah Pembebasan Paksa Badan; p. menetapkan kembali PSBDT menjadi piutang aktif; q. menetapkan Piutang Negara Telah Dihapuskan secara Mutlak (PTDM); dan r. meminta ijin kepada Gubernur Bank Indonesia untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah. (2) Kewenangan menerima pengurusan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk pengurusan piutang yang berasal dari Badan Usaha Milik Negara/Daerah.

(3) Ketentuan mengenai prosedur kerja dan bentuk surat untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Ketua Panitia Pusat. Pasal 4 Pelaksanaan keputusan yang merupakan kewenangan Panitia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, selanjutnya diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal. BAB III PANITIA PUSAT Pasal 5 (1) Panitia Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan tugas Panitia Cabang. (2) Wilayah kerja Panitia Pusat meliputi wilayah kerja Direktorat Jenderal. (3) Panitia Pusat bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. BAB IV PANITIA CABANG Bagian Pertama Keanggotaan Pasal 6 (1) Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Wilayah. (2) Dalam hal di Ibukota Provinsi tidak terdapat Kantor Wilayah, Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Pelayanan yang berkedudukan di Ibukota Provinsi. (3) Dalam hal di Ibukota Provinsi tidak terdapat Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan, Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Pelayanan yang berkedudukan di wilayah provinsi yang bersangkutan. Pasal 7 (1) Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Wilayah, Anggota Panitia Cabang yang mewakili unsur : a. Departemen Keuangan adalah Kepala Kantor Pelayanan yang berada dalam wilayah kerja Kantor Wilayah. b. Kepolisian adalah Kepala Direktorat Reserse dan Kriminal atau pejabat lain yang setingkat pada Kepolisian Daerah setempat. c. Kejaksaan adalah Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara atau Pejabat lain yang setingkat pada Kejaksaan Tinggi setempat.

d. Pemerintah Daerah adalah Pejabat dari Badan Pengawasan Daerah atau pelabat lain yang setingkat pada Pemerintah Provinsi setempat. (2) Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Pelayanan dan berada di Ibukota Provinsi Anggota Panitia Cabang yang mewakili unsur : a. Departemen Keuangan adalah Kepala Kantor Pelayanan yang berada dalam satu wilayah Provinsi. b. Kepolisian adalah Kepala Bagian/Kepala Satuan Reserse dan Kriminal atau pejabat lain yang setingkat pada Kepolisian Daerah setempat. c. Kejaksaan adalah Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara atau Pejabat lain yang setingkat pada Kejaksaan Tinggi setempat. d. Pemerintah Daerah adalah Pejabat dari Badan Pengawasan Daerah atau pejabat lain yang setingkat pada Pemerintah Provinsi setempat. (3) Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Pelayanan dan tidak berada di Ibukota Provinsi Anggota Panitia Cabang yang mewakili unsur : a. Departemen Keuangan adalah Kepala Kantor Pelayanan yang berada dalam satu wilayah Provinsi. b. Kepolisian adalah Kepala Bagian/Kepala Satuan Reserse dan Kriminal atau pejabat lain yang setingkat pada Kepolisian Wilayah/ Kepolisian Resort setempat: c. Kejaksaan adalah Kepala Kejaksaan Negeri setempat. d. Pemerintah Daerah adalah Pejabat dari Badan Pengawasan Daerah atau pejabat lain yang setingkat pada Pemerintah Kabupaten/Kota setempat. Bagian Kedua Pelaksanaan Kewenangan dan Tugas Pasal 8 (1) Panitia Cabang melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), kecuali kewenangan pada huruf r yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Kantor Pelayanan. (2) Tugas Panitia Cabang sehari-hari dilaksanakan oleh Anggota Panitia Cabang yang menjabat Kepala Kantor Pelayanan sesuai wilayah kerja Kantor Pelayanan masing-masing, kecuali dalam hal-hal tertentu tetap dilaksanakan oleh atau dimintakan persetujuan dari Ketua Panitia Cabang. (3) Ketua Panitia Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Ketua Panitia Cabang yang dijabat oleh Kepala Kantor Wilayah. Pasal 9

(1) Hal-hal tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), yang tetap dilaksanakan oleh Ketua Panitia Cabang adalah penandatanganan Pernyataan Bersama dan Surat Paksa. (2) Hal-hal tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), yang harus dimintakan persetujuan dari Ketua Panitia Cabang adalah : a. Penetapan Nilai Limit Lelang dengan Nilai Pasar barang yang dilelang lebih dari Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); dan b. Penetapan Nilai Penjualan Tanpa Melalui Lelang/penebusan dengan nilai di bawah nilai pengikatan dengan Nilai Pasar barang yang dijual tanpa melalui lelang/ditebus lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (3) Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Ketua Panitia Cabang dapat menyetujui atau tidak menyetujui keputusan besarnya Penetapan Nilai Limit Lelang dan Nilai Penjualan Tanpa Melalui Lelang/ penebusan dengan nilai di bawah nilai pengikatan. (4) Dalam hal Ketua Panitia Cabang tidak menyetujui nilai yang diajukan, Ketua Panitia Cabang dapat menetapkan sendiri nilai limit, nilai penebusan, dan nilai pencairan. (5) Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan atau tidak ada persetujuan dari Penyerah Piutang dan/atau Penanggung Hutang, Kepala Kantor Pelayanan selaku Ketua/Anggota Panitia Cabang dapat tidak menyetujui Penjualan Tanpa Melalui Lelang/penebusan dengan nilai di bawah nilai pengikatan. Pasal 10 (1) Dalam hal Panitia Cabang diketuai oleh Kepala Kantor Pelayanan dan terdapat Kepala Kantor Pelayanan lain yang menjadi Anggota Panitia Cabang, tugas Panitia Cabang seluruhnya dilaksanakan oleh : a. Ketua Panitia Cabang, atas tugas Paniha Cabang di Kantor Pelayanan tempat kedudukan Ketua Panitia Cabang; dan b. Anggota Panitia Cabang yang menjabat Kepala Kantor Pelayanan, atas tugas Panitia Cabang di Kantor Pelayanan tempat kedudukan Anggota Panitia Cabang. (2) Dalam hal Panitia Cabang diketuai oleh Kepala Kantor Pelayanan dan tidak terdapat Kepala Kantor Pelayanan lain yang menjadi Anggota Panitia Cabang, tugas Panitia Cabang seluruhnya dilaksanakan oleh Ketua Panitia Cabang. Bagian Ketiga Wilayah Kerja dan Tanggung Jawab Pasal 11 Wilayah Kerja Panitia Cabang adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 12 Panitia Cabang bertanggung jawab kepada Ketua Panitia Pusat. BAB IV PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA PANITIA CABANG Pasal 13 Ketua/Anggota Panitia Cabang diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Panitia Pusat atas nama Menteri Keuangan. Pasal 14 (1) Pengangkatan Anggota Panitia Cabang harus memenuhi persyaratan : a. calon anggota yang diusulkan adalah pejabat yang berdinas aktif pada instansinya masing-masing; dan b. menduduki jabatan sekurang-kurangnya eselon III. (2) Sebelum menjalankan tugasnya Ketua/Anggota Panitia Cabang terlebih dahulu mengangkat sumpah jabatan menurut agamanya. Pasal 15 Pemberhentian Ketua/Anggota Panitia Cabang terjadi karena : a. meninggal dunia; b. pensiun; c. mutasi jabatan pada instansi asalnya; d. permohonan instansi yang mengusulkan; atau e. sebab-sebab lain vang mengakibatkan tidak dapat lagi menjalankan tugasnya, Pasal 16 Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian Ketua/Anggota Panitia Cabang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Ketua Panitia Pusat. BAB VI SEKRETARIAT PANITIA Bagian Pertama Sekretariat Panitia Pusat Pasal 17 Untuk membantu pelaksanaan tugas Panitia Pusat, dibentuk Sekretariat Panitia Pusat yang dipimpin oleh Sekretaris Panitia Pusat. Pasal 18 Sekretariat Panitia Pusat beranggotakan paling banyak 10 (sepuluh) orang.

Pasal 19 (1) Sekretariat Panitia Pusat mempunyai tugas : a. meneliti konsep surat/keputusan Panitia Pusat; b. melaksanakan administrasi persuratan Panitia Pusat; c. melaksanakan penyelenggaraan rapat Panitia Pusat; d. menyiapkan laporan pelaksanaan tugas PUPN Pusat; e. menyiapkan surat keputusan pengangkatan dan pemberhentian Ketua/Anggota Panitia Cabang; dan f. menyiapkan dan menyelenggarakan acara pengambilan sumpah Ketua/Anggota Panitia Cabang yang diselenggarakan di tempat kedudukan Panitia Pusat. (2) Ketentuan mengenai keanggotaan dan tata kerja Sekretariat Panitia Pusat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Ketua Panitia Pusat. Bagian Kedua Sekretariat Panitia Cabang Pasal 20 Untuk membantu pelaksanaan tugas Panitia Cabang, dibentuk Sekretariat Panitia Cabang yang dipimpin oleh Sekretaris Panitia Cabang. Pasal 21 (1) Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor wilayah, Kepala Kantor Pelayanan yang berkedudukan di kota yang sama dengan kedudukan Kantor Wilayah karena jabatannya menjadi Sekretaris Panitia Cabang. (2) Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Wilayah dan terdapat lebih dari 1 (satu) Kantor Pelayanan yang berkedudukan di kota yang sama, penunjukan Sekretaris Panitia Cabang ditetapkan oleh Ketua Panitia Cabang. Pasal 22 (1) Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Pelayanan, Ketua Panitia Cabang karena jabatannya menjadi Sekretaris Panitia Cabang. (2) Untuk membantu pelaksanaan tugas Sekretaris Panitia Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk Koordinator Sekretariat. (3) Untuk membantu pelaksanaan tugas Koordinator Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk Sekretariat Panitia Cabang. (4) Kepala Seksi Piutang Negara karena jabatannya menjadi Koordinator Sekretariat. Pasal 23

(1) Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Wilayah, Sekretariat Panitia Cabang beranggotakan : a. paling banyak 2 (dua) orang pada Kantor Wilayah; b. paling banyak 3 (tiga) orang pada kantor tempat kedudukan Sekretaris Panitia Cabang; dan c. satu orang pada kantor tempat kedudukan masing-masing Anggota Panitia Cabang yang berasal dari unsur Departemen Keuangan. (2) Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Pelayanan, Sekretariat Panitia Cabang beranggotakan : a. paling banyak 3 (tiga) orang pada Kantor Pelayanan tempat kedudukan Ketua Panitia Cabang; dan b. paling banyak 2 (dua) orang pada kantor tempat kedudukan Anggota Panitia Cabang yang berasal dari unsur Departemen Keuangan. (3) Dalam hal Ketua Panitia Cabang dijabat oleh Kepala Kantor Pelayanan dan tidak terdapat Kepala Kantor Pelayanan lain yang menjadi Anggota Panitia Cabang, Sekretariat Panitia Cabang beranggotakan paling banyak 4 (empat) orang. Pasal 24 (1) Sekretariat Panitia Cabang mempunyai tugas : a. meneliti konsep surat/keputusan Panitia Cabang; b. melaksanakan administrasi persuratan Panitia Cabang; c. melaksanakan penyelenggaraan rapat Panitia Cabang; d. menyiapkan laporan pelaksanaan tugas Panitia Cabang; e. menyiapkan usulan pengangkatan dan pemberhentian Anggota Panitia Cabang; dan f. menyiapkan dan menyelenggarakan acara pengambilan sumpah Ketua/Anggota Panitia Cabang yang diselenggarakan di tempat kedudukan Panitia Cabang. (2) Ketentuan mengenai keanggotaan dan tata kerja Sekretariat Panitia Cabang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Ketua Panitia Pusat. Pasal 25 Administrasi persuratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b dan Pasal 24 ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan berpedoman pada Pedoman Tata Persuratan Dinas di lingkungan Direktorat Jenderal. BAB VII PENUNJUKAN PEJABAT PENGGANTI KETUA PANITIA Pasal 26 Dalam hal Ketua Panitia berhalangan sementara/tetap ditunjuk pejabat pengganti.

Pasal 27 (1) Dalam hal Ketua Panitia Pusat berhalangan sementara, Ketua Panitia Pusat menunjuk Pejabat pengganti dari salah satu Anggota Panitia Pusat. (2) Dalam hal Ketua Panitia Pusat berhalangan tetap, ditunjuk Pejabat Pengganti oleh Menteri Keuangan. Pasal 28 (1) Dalam hal Ketua Panitia Cabang berhalangan sementara, Ketua Panitia Cabang yang bersangkutan menunjuk Pejabat pengganti dari salah satu Anggota Panitia Cabang yang bersangkutan. (2) Dalam hal Ketua Panitia Cabang berhalangan tetap, ditunjuk Pejabat Pengganti oleh Ketua Panitia Pusat. BAB VIII RAPAT PANITIA Pasal 29 (1) Panitia dalam kurun waktu 1 (satu) tahun anggaran melaksanakan rapat Panitia paling sedikit : a. satu kali dalam waktu 6 (enam) bulan oleh Panitia Pusat; dan b. satu kali dalam waktu 3 (tiga) bulan oleh Panitia Cabang. (2) Dalam hal dianggap perlu, dapat diadakan rapat di luar jadwal yang telah ditentukan. Pasal 30 (1) Rapat Panitia Pusat membahas : a. Rencana Kerja Tahunan; b. kebijaksanaan Pengurusan Piutang Negara; c. evaluasi Pengurusan Piutang Negara; dan/atau d. materi lainnya yang dianggap perlu. (2) Rapat Panitia Cabang membahas : a. Rencana Kerja Tahunan; b. evaluasi Pengurusan Piutang Negara; c. optimalisasi Pengurusan Piutang Negara; dan/atau d penyelesaian Piutang Negara yang menurut pertimbangan Panitia dianggap perlu. Pasal 31 (1) Sekretaris Panitia Pusat/Cabang mempersiapkan materi yang akan dibahas dalam rapat Panitia Pusat/Cabang.

(2) Dalam hal dianggap perlu, Ketua Panitia Pusat/Cabang dapat mengundang narasumber yang berkaitan dengan materi yang dibahas dalam rapat. Pasal 32 (1) Rapat Panitia Pusat/Cabang dipimpin oleh Ketua Panitia Pusat/Cabang dan dihadiri oleh anggota Panitia. (2) Anggota Panitia Pusat/Cabang yang berhalangan wajib memberitahukan alasan ketidakhadirannya. Pasal 33 (1) Rapat Panitia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : a. dihadiri oleh lebih dari 50% (lima puluh persen) anggota termasuk Ketua Panitia; dan b. anggota yang hadir berasal dari paling sedikit 2 (dua) unsur anggota yang berbeda. (2) Dalam hal rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi kuorum, diadakan rapat yang dihadiri oleh lebih dari 50% (lima puluh persen) anggota termasuk Ketua Panitia. Pasal 34 (1) Pengambilan Keputusan pada tahap pertama ditempuh dengan musyawarah mufakat. (2) Dalam hal musyawarah mufakat tidak dapat ditempuh, pengambilan keputusan dilakukan dengan cara voting. Pasal 35 Keputusan rapat sah apabila disetujui oleh lebih dari 50% (lima puluh persen) anggota yang hadir. Pasal 36 (1) Pengambilan keputusan tertentu yang tidak dapat dilaksanakan oleh Panitia Cabang dapat diajukan kepada Panitia Pusat. (2) Pengambilan keputusan tertentu yang tidak dapat dilaksanakan oleh Panitia Pusat dapat diajukan kepada Menteri Keuangan. Pasal 37 (1) Panitia membuat Laporan pelaksanaan tugas yang memuat : a. hasil rapat Panitia; b. laporan Pengurusan Piutang Negara; dan c. Laporan Realisasi Rencana Kerja Tahunan Pengurusan Piutang Negara.

(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam waktu: a. paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan rapat Panitia; b. setiap bulan, untuk Laporan Pengurusan Piutang Negara; dan c. pada awal Tahun Anggaran berikutnya, untuk Laporan Realisasi Rencana Kerja Tahunan Pengurusan Piutang Negara. Pasal 38 (1) Setiap Anggota Panitia Pusat melakukan koordinasi dan memantau pelaksanaan tugas Anggota Panitia Cabang yang berasal dari instansi vertikalnya masing-masing. (2) Setiap Anggota Panitia Cabang bertugas membantu Ketua/Anggota Panitia Cabang lainnya dalam menyelesaikan permasalahan pengurusan Piutang Negara. BAB IX PEMBIAYAAN Pasal 39 (1) Biaya pelaksanaan tugas Panitia Pusat dan Panitia Cabang dibebankan pada Anggaran Belanja Direktorat Jenderal. (2) Ketua, Sekretaris, serta Anggota Panitia Pusat dan Panitia Cabang diberi honorarium yang besarnya ditetapkan oieh Menteri Keuangan. (3) Sekretariat pada Panitia Pusat dan Panitia Cabang diberi honorarium yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderai Kekayaan Negara. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 40 Selama petunjuk atau pedoman pelaksanaan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini belum ditetapkan, petunjuk atau pedoman pelaksanaan yang sudah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan ini. Pasal 41 Selama Kantor Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara belum dibentuk : a. pengurusan Piutang Negara dilaksanakan oleh Panitia Cabang di provinsi yang bersangkutan, yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan yang lama; b. pengurusan Piutang Negara di wilayah provinsi Sulawesi Barat dilaksanakan oleh Panitia Cabang Sulawesi Selatan; dan

c. Pengurusan Piutang Negara di wilayah Kantor Pelayanan Magelang dilaksanakan oleh Panitia Cabang Jawa Tengah yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh: 1) Kantor Pelayanan Semarang untuk wilayah Kota Magelang, Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung, dan Kota Salatiga; dan 2) Kantor Pelayanan Purwokerto untuk wilayah Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo. BAB XI PENUTUP Pasal 42 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 61/KMK.08/2002 tentang Panitia Urusan Piutang Negara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 533/ KMK.08/2002, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 September 2007 MENTERI KEUANGAN, SRI MULYANI INDRAWATI