2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK WISATA BAHARI DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT SUKENDI DARMASYAH

JAKARTA (22/5/2015)

TINJAUAN PUSTAKA. Secara ekologis terpisah dari pulau induk (mainland island), memiliki batas fisik

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

PEMETAAN KONDISI TERUMBU KARANG DI DESA SUMBERKENCONO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 %

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir

KAJIAN KESESUAIAN PEMANFAATAN KAWASAN TERUMBU KARANG PADA ZONA PEMANFAATAN WISATA TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU OLEH PERSADA AGUSSETIA SITEPU

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, 2000). 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

5 PEMBAHASAN 5.1 Terumbu Karang di Kawasan Konservasi Pulau Biawak dan Sekitarnya

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pesisir dan Pantai

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pelestarian Terumbu Karang untuk Pembangunan Kelautan Daerah Berkelanjutan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

BAB I PENDAHULUAN. alam dan budayanya memiliki potensi pengembangan pariwistata yang luar biasa

Oleh : ASEP SOFIAN COG SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Geiar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

2.2. Struktur Komunitas

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan

BAB I PENDAHULUAN. tingkat genetika (Saptasari, 2007). Indonesia merupakan negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Transkripsi:

9 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (hermatifik) yang disebut polyp dari filum Cnidaria, ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan Zooxanthellae dan organism lain yang mengekskresikan kalsium karbonat (Barnes et al. 1971). Terumbu karang Indonesia tergolong yang terkaya di dunia dengan kandungan hayati laut yang luar biasa. 51% terumbu karang di Asia Tenggara, dan 18% terumbu karang dunia berada di perairan Indonesia. Saat ini, lebih dari 480 jenis karang batu di dunia yang telah berhasil dideskripsikan (Hopley dan Suharsono 2000). Keanekaragaman tertinggi ikan karang di dunia ditemukan di Indonesia, dengan lebih dari 1650 jenis hanya untuk wilayah Indonesia bagian timur saja (Dahuri 2000 in Burke et al. 2004). Ekosistem terumbu karang juga dikenal dengan ekosistem yang paling sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan yang ada baik akibat manusia atau secara alami. Perubahan lingkungan akan mempengaruhi kondisi terumbu karang dan penyebarannya. Perubahan lingkungan dapat berupa fisik, kimia, dan biologi. Faktor fisik-kimia yang menjadi pembatas kehidupan terumbu karang adalah cahaya matahari, terkait dengan kedalaman (0-30 meter), suhu (25-32 o C), salinitas (32-35 ppm), dan sedimentasi. Sedangkan faktor biologi yang berpengaruh adalah mangsa (prey) dan predator (Nybakken 1982). Ekosistem terumbu karang adalah ekosistem yang paling kompleks dan paling prduktif, serta ekosistem yang atraktif bila dibandingkan dengan ekosistem lain di dunia (Spurgeon 1992). Berbagai organism hidup dan berasosiasi di terumbu karang; mikroorganisme, ikan, moluska, krustasea, ekinodermata, dan berbagai jenis alga. Terumbu karang merupakan tempat mencari makan (feeding grounds), berkembang biak (breeding grounds), mengasuh (nursery grounds), dan berlindung (protecting grounds) berbagai jenis ikan dan avertebrata lain (Stoddart 1969; Odum 1971).

10 Secara ekonomi terumbu karang memegang peranan penting dan sangat potensial terutama bagi sektor perikanan, pariwisata dan kesehatan karena diperkirakan lebih dari 12% perikanan dunia merupakan perikanan karang (Lim 1998; Hopley dan Suharsono 2000). Terumbu karang juga menjadi daya tarik utama dalam sektor pariwisata bahari terutama wisata selam. Karena dari berbagai studi melaporkan lebih dari 40% wisatawan dunia melakukan penyelaman (Davis dan Tisdell 1995a; Green et al. 2003). Cesar (1997) in Burke et al. (2004) nilai ekonomi terumbu karang seperti dalam Tabel 1. Tabel 1. Nilai ekonomi terumbu karang Penggunaan Sumberdaya (Langsung atau Tidak Langsung) Kisaran Produksi Potensi Keuntungan Bersih Pertahun (US$) Perikanan secara lestari 10-30 ton 12,000 36,000 (konsumsi lokal) Perikanan secara lestari (ekspor 0.5-1 ton 2,500 5,000 ikan hidup) Perlindungan pantai (mencegah _ 5,500 110,000 erosi) Pariwisata dan rekreasi 100-1000 ind. 700 111,000 Nilai estetika dan 600-2000 ind. 2,400 8,000 keanekaragaman hayati Total (untuk perikanan dan perlindungan pantai) 20,000 151,000 Total (untuk potensi pariwisata dan estetika) 23,100 270,000 Sumber : Cesar (1997) in Burke et al. (2004). 2.2. Wisata Bahari Kategori Selam Kegiatan wisata bahari, yaitu wisata selam sangat penting dan merupakan pasar wisata internasional. Tabata (1992) dan Dignam (1990) mengidentifikasi bahwa penyelaman merupakan olah raga yang paling cepat perkembangannya di dunia, bersamaan dengan itu juga semakin banyaknya pelayanan perjalanan untuk wisata penyelaman sebagai salah satu asp.ek olah raga. Data pertumbuhan ini diambil dari data jumlah peserta pelatihan penyelaman di Professional Association of Dive Instructors (PADI) yang merupakan organisasi pelatihan penyelaman terbesar di dunia. Dari sejak organisasi tersebut berdiri pada tahun

11 1967 sampai dengan Pebruari 1994 terdapat lebih dari 5,000,000 orang peserta yang bersertifikat. Kecepatan pertumbuhan wisata selam karena selam merupakan kombinasi olahraga, wisata dan pengetahuan serta didukung oleh relatif murahnya harga perlengkapan selam (Davis dan Tisdell 1995b). Menurut Davis dan Tisdell (1995a), ada dua pertanyaan yang sangat penting untuk menilai meningkatnya permintaan (demand) akan wisata selam, yaitu : a) Mengapa orang senang atau mau melakukan wisata selam? b) Faktor penting apa sehingga orang memilih lokasi tertentu untuk melakukan penyelaman? Dari beberapa hasil studi juga dilaporkan bahwa faktor yang menyebabkan orang atau wisatawan senang melakukan wisata selam adalah : a) Keinginan untuk berpetualangan di dunia liar perairan. b) Pada umumnya menyukai (interest) pada ekologi laut. c) Secara umum melihat (image) bahwa olahraga ini beda dan sangat sp.esial. d) Karena faktor menyukai geologi laut, atau kehidupan laut. e) Hobi fotografi bawah laut. f) Sederhana atau mudah untuk melakukannya (terkait dengan perlengkapan). g) Bisa mendapatkan penghargaan dengan adanya petualangan yang cukup beresiko. Pesatnya perkembangan wisata bahari khusus penyelaman memberikan kontribusi ekonomi yang cukup besar dalam sejarah pariwisata. Di Carribean setiap penyelaman dihasilkan US$ 2-3/orang. Tiap tahun diperkirakan total pemasukan US$ 1-2 juta (Green et al. 2003). Peningkatan aktivitas wisata selam jika tidak dikelola secara lestari akan menyebabkan kerusakan terumbu karang sebagai obyeknya. Beberapa studi melaporkan bahwa aktifitas penyelaman menyebabkan kerusakan, hancurnya fragmen terumbu karang (Hawkins dan Roberts 1992; Milazzo et al. 2002; Zakai dan Chadwick-Furman 2002). Hubungan signifikan antara itensitas penyelaman dengan tingkat kerusakan suatu lokasi penyelaman. Semakin tinggi itensitas penyelaman di suatu kawasan maka semakin besar penutupan karang yang rusak, berkurangnya

12 keanekaragaman sp.esies, menurunnya fisibilitas lokasi penyelaman dan lain sebagainya (Dixon et al. 1993). Perubahan yang sangat dramatis terjadi pada ekosistem terumbu karang akibat aktivitas rekreasi ditambah dengan sistem manajemen yang kurang baik sehingga faktor perusak menjadi semakin terakumulasi. Manajemen untuk mengidentifikasi dan mengurangi penyebab kerusakan akan lebih efektif dibandingkan dengan pembatasan wilayah pemanfaatan sangat diperlukan (Rouphael et al. 1997), yaitu suatu manajemen yang dapat memadukan antara kebutuhan ekonomi dengan kelestarian ekologi dalam pengelolaan wisata selam, sehingga dapat menjamin keberlanjutannya. Menurut Davis dan Tisdell (1995a), gambaran bersama mengenai ekonomi dengan ekologi wisata selam di kawasan konservasi ada beberapa pertimbangan yang muncul, antara lain : a) Sumberdaya alam kawasan konservasi merupakan milik publik dan tidak dapat diperjual belikan. b) Lokasi penyelaman merupakan salah satu faktor penentu besarnya permintaan. c) Batas kritis kemampuan kawasan konservasi ditandai dengan terjadinya kerusakan ekologi, adanya resp.on wisatawan penyelam terhadap kelebihan jumlah penyelam (terlalu padat atau banyak) dan berkurangnya nilai kenyamanan. d) Kemampuan konsumen untuk membayar tergantung dari lokasi penyelaman. Hubungan antara batasan kritis dengan kemauan untuk membayar konsumen merupakan suatu pertanyaan bagaimana mengatur penyelaman agar mencapai efisiensi lokasi pemanfaatan sumberdaya (artinya memaksimalkan keuntungan sosial setiap lokasi yang digunakan untuk menyelam) (Davis dan Tisdell 1995b; Hawkins et al. 2005). 2.3. Konsep Daya Dukung Kawasan Pariwisata Daya dukung suatu kawasan pariwisata adalah jumlah pengunjung (wisatawan) suatu kawasan yang dapat diakomodasikan dengan tingkat kepuasan pengunjung yang tinggi dan berdampak minimal pada sumberdaya (WTO 1992 in Lim 1998). Sedangkan Bengen et al. (2002) mengemukakan pengertian daya dukung, terbagi atas :

13 a) Daya dukung: Tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya dan lingkungan. b) Daya dukung ekologis: Tingkat maksimum (baik jumlah maupun volume) pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diakomodasikan oleh suatu kawasan atau zona sebelum terjadi penurunan kualitas ekologis. c) Daya dukung fisik: Jumlah maksimum pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diadopsi oleh suatu kawasan atau zona tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas fisik. d) Daya dukung sosial: Tingkat kenyamanan dan apresiasi pengguna suatu sumberdaya atau ekosistem terhadap suatu kawasan atau zona akibat adanya penggunaan lain dalam waktu bersamaan. e) Daya dukung ekonomi: Tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara berkesinambungan. Daya dukung untuk wisata alam merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pemanfaatan jasa sumberdaya alam dan lingkungan secara lestari berdasarkan kemampuan sumberdaya alam itu sendiri. Konsep ini dikembangkan dengan tujuan untuk mengurangi atau meminimalisir kerusakan sumberdaya alam dan lingkungannya sehingga dapat dicapai pengelolaan sumberdaya alam yang optimal secara kuantitatif maupun kualitatif dan berkelanjutan (Davis dan Tisdell 1995a; Hawkins et al. 2005). Lim (1998), ada beberapa hal yang harus diperhitungkan dalam penentuan daya dukung biofisik terumbu karang untuk aktivitas wisata selam, antara lain : a) Ukuran dan bentuk terumbu karang Bentuk dan ukuran terumbu karang sangat mempengaruhi daya minat penyelam. Lokasi penyelaman yang cenderung heterogen bentuk dan ukuran terumbu karangnya akan menarik bagi wisatawan dan tingkat kerentanannya lebih tinggi di banding lokasi yang homogen (Salim 1986 in Lim 1998). b) Komposisi komunitas karang Karang branching dan foliose akan lebih disukai oleh penyelam dan akan

14 lebih rapuh dan mudah patah dibanding bentuk massive akibat penyelam, perenang ataupun kapal. Dampak aktivitas juga tergantung pada luasan penutupan karang terutama karang hidup, semakin luas tutupan karang hidup maka semakin besar dampak kerusakan yang akan ditimbulkan, sehingga nilai daya dukung semakin besar. Komunitas karang lunak lebih tahan terhadap kontak fisik dengan penyelam atau perenang karena bentuknya lebih fleksibel. c) Kedalaman, arus dan kecerahan Terumbu karang yang lokasinya cukup dalam dan atau arus air laut cukup kuat, maka diperlukan tingkat keahlian yang lebih tinggi. Kecerahan perairan (pandangan) sangat mempengaruhi kepuasan penyelam dalam menikmati terumbu karang dan juga peluang resiko kerusakan yang akan ditimbulkan akan lebih besar. d) Tingkat keahlian atau pengalaman penyelam Tingkat keahlian atau pengalaman penyelam sangat mempengaruhi daya dukung terumbu karang. Karena peluang kerusakan yang akan ditimbulkan oleh seorang pemula akan lebih besar dibandingkan penyelam yang sudah ahli. Sehingga perlu adanya pembagian lokasi penyelam yang sudah ahli berdasar tingkat kesulitan terkait dengan kualitas terumbu karang yang ada. e) Aksesibilitas Aksesibilitas sangat ditentukan oleh jarak ke lokasi penyelaman, jika lokasi penyelaman tidak ditandai tambatan (mourring bouys), maka pengetahuan lokal atau penggunaan GPS sangat dibutuhkan. f) Atraksi dan frekuensi penyelaman Bentuk atraksi obyek penyelaman (obyek hiu, penyu, ubur-ubur, karang atau ikan dan lain-lain) sangat menentukan nilai resiko dan nilai ekonomi penyelaman. Semakin besar frekuensi kunjungan penyelaman maka semakin besar peluang kerusakan yang akan ditimbulkan. Nilai daya dukung wisata selam juga ditentukan oleh kebutuhan ruang setiap wisatawan untuk dapat menikmati jasa terumbu karang tanpa menyebabkan kerusakan terhadap ekosistem tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa kebutuhan standar ruang yang dibutuhkan oleh penyelam adalah 1000 m 2 (10 m x 100 m) untuk 2 (dua) orang penyelam (Lim 1998).