BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Metode Analisis Gaya Gempa Gaya gempa pada struktur merupakan gaya yang disebabkan oleh pergerakan tanah yang memiliki percepatan. Gerakan tanah tersebut merambat dari pusat gempa hingga akhirnya mengenai struktur bangunan dan menimbulkan pergoyangan pada struktur. Pada umumnya, gaya gempa pada struktur diasumsikan sebagai gaya horizontal dan vertikal yang membebani struktur secara lateral dan aksial. Dalam melakukan analisis gaya gempa, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu statik ekivalen, spektrum respons, dan riwayat waktu. Ketiga metode tersebut tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing. Untuk mengurangi tingkat kesalahan dalam analisis, maka di dalam peraturan gempa SNI 1726:2012 ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi dalam penggunaan metode analisis tersebut. Metode statik ekivalen atau gaya gempa lateral ekivalen merupakan metode yang cukup umum dan sederhana. Tanpa bantuan program, metode ini dapat dilakukan oleh perencana untuk memperkirakan gaya gempa yang terjadi pada struktur. Namun, karena metode ini merupakan metode yang sederhana, tidak semua struktur dapat dianalisis dengan metode ini. 5
Spektrum respons merupakan metode analisis gaya gempa yang didasarkan gerak maksimum tanah pada daerah tersebut. Pada saat ini sudah hampir seluruh analisis gedung bertingkat menggunakan metode spektrum respons. Namun, dengan demikian metode statik ekivalen belum ditinggalkan sepenuhya. Karena, dalam persyaratan analisis struktur pada SNI 1726:2012, hasil perhitungan gaya geser dasar menggunakan spektrum respons minimal harus sama dengan atau lebih besar dari 85% gaya geser dasar yang menggunakan statik ekivalen. 2.2. Sistem Struktur Saat Menerima Gaya Gempa Berdasarkan posisinya terhadap tanah, struktur bangunan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu struktur atas dan struktur bawah. Struktur atas adalah struktur yang terletak diatas permukaan tanah, sedangan struktur bawah adalah struktur yang terletak dibawah permukaan tanah. Pada gedung yang dilengkapi dengan basement, gedung tersebut memiliki 2 tipe struktur didalam sistem strukturnya. 6
Gambar 2.1 Bagian struktur berdasarkan posisinya terhadap level tanah Dalam melakukan analisis struktur terhadap gedung yang memiliki basement, banyak pendekatan-pendekatan yang dapat dipergunakan. Pada pendekatan konvensional, struktur dianggap memiliki taraf penjepitan lateral pada permukaan tanah, sehingga analisisnya menyerupai gedung yang tidak memiliki basement. Sedangkan struktur bawahnya dianalisis secara terpisah dengan asumsi hanya menerima gaya aksial dan lateral dari beban diatasnya. Dalam menerima beban gempa, gedung tanpa basement memiliki perilaku yang berbeda dengan gedung yang memiliki basement. Maka dari itu, pendekatan secara konvensional kurang tepat jika dilakukan untuk analisis struktur saat ini. Namun, konsep dari pendekatan ini masih dipergunakan dalam analisis struktur untuk mengetahui periode getar fundamental struktur bangunan. 7
Untuk ikut memperhitungkan struktur basement dalam analisis struktur, saat ini di Jakarta terdapat sebuah ketentuan yang berlaku. Ketentuan tersebut diatur dalam draft Konsensus TABG Jakarta. Didalam peraturan tersebut dikatakan bahwa analisis struktur atas dan bawah tetap dilakukan terpisah, dimana struktur atas dianalisis dengan metode gempa lateral ekivalen yang kemudian reaksi dari perletakkannya dikalikan faktor 1,5 yang kemudian membebani struktur basement. Saat melakukan analisis struktur atas, taraf penjepitan lateral struktur tersebut diasumsikan terjadi pada permukaan tanah, sedangkan pada melakukan analisis struktur basement, taraf penjepitan lateral diasumsikan terjadi pada dasar basement. Gambar 2.2 Analisis gaya gempa pada bangunan dengan basement menurut draft TABG Jakarta 2015 Sedangkan SNI 1726:2012 dalam analisis struktur digunakan sebagai referensi dalam melakukan analisis gaya gempa baik secara lateral maupun spektrum respons. Didalam SNI 1726:2012 juga terdapat batasan dan persyaratan yang harus dipenuhi struktur dalam menerima beban gempa. 2.3. Interaksi Struktur Bawah dengan Tanah 8
Struktur basement merupakan struktur yang berinteraksi langsung dengan tanah. Tanah merupakan material yang memiliki massa, sehingga memiliki gaya berat yang searah dengan arah gravitasi. Akan tetapi, selain memiliki gaya berat, tanah juga memiliki tekanan lateral. Sehingga, tanah yang berada disekitar dinding basement secara langsung membebani dinding basement secara lateral. Keadaan tersebut menyebabkan keberadaan tanah di sekitar basement memberikan kekangan pada struktur, sehingga dapat mereduksi gerakan lateral maupun rotasi struktur saat menerima beban gempa. Stewart J.P. dan Tileylioglu S. (2007) dari Civil & Environmental Engineering Department, UCLA telah melakukan penelitian terkait interaksi tanah pada struktur yang tertanam pada tanah. Menurut Stewart, dalam praktek rekayasa gempa bangunan dengan elemen yang tertanam di tanah (basement), sebagian besar gagal untuk menperhitungkan reduksi dari gerakan translasi, rotasi, dan efek dari interaksi tanah dan pondasi disekeliling dinding basement dan dibawah pelat basement. Dalam penelitiannya, Stewart dan Tileylioglu mencoba untuk menggunakan pendekatan fungsi transfer untuk gerakan translasi dan rotasi gerak bebas pada beberapa bangunan yang sudah ada untuk di analisis perilakunya. Setelah diteliti, ternyata pendekatan ini memang dapat memberikan reduksi terhadap gerakan translasi dan rotasi struktur, namun pendekatan ini hanya dapat digunakan pada struktur yang memiliki bagian tertanam cukup dalam dan rigid. 9
Menurut Lee D.-G. & Kim H.S. (2001) dalam papernya yang berjudul Efficient Seismic Analysis of High-Rise Buildings Considering the Basement, membandingkan 4 pemodelan struktur, yaitu struktur yang memiliki core wall dan tidak dengan masing-masing dimodelkan dengan dan tanpa basement. Dari hasil analisis perbandingan deformasi lateral, struktur dengan basement memiliki deformasi yang lebih besar dibandingkan dengan struktur tanpa basement. Kemudian dibandingkan juga perioda getar struktur. Ternyata, semakin dalam pemodelan basement struktur, perioda getar struktur menjadi semakin panjang. Hal tersebut dapat mempengaruhi percepatan desain gempa, semakin besar perioda getar, maka semakin kecil percepatan gempa desain dan mengakibatkan gaya gempa pada struktur mengecil. Dapat Disimpulkan bahwa struktur bangunan tinggi yang mengabaikan struktur basement dalam analisis akan menghasilkan desain yang berlebihan. Hal ini disebabkan struktur dengan basement memiliki sifat yang lebih fleksibel, sehingga kekakuan lateralnya akan berkurang, dan distribusi gaya lateralnya berbeda dengan struktur tanpa basement. Chandaran N. J., Rajan A., dan Syed S. (2014) dalam jurnalnya yang berjudul Seismic Analysis of Building with Underground Stories Considering Soil Structure Interaction membahas perbandingan perilaku struktur rangka pemikul momen 8 lantai dengan 4 lantai basement yang dimodelkan secara berbeda-beda dalam interaksinya dengan tanah. Dalam pemodelan pertama, digunakan metode dengan penjepitan pada dasar basement. Pada model kedua, bagian struktur mulai dari permukaan tanah sampai ke dasar pondasi dimodelkan 10
berinteraksi dengan tanah menggunakan metode elemen hingga, lalu pada penumpunya tidak diasumsikan terjepit, melainkan diasumsikan tertumpu diatas tanah. Pada model ketiga, digunakan metode winkler, yaitu mengasumsikan interaksi tanah dengan struktur sebagai elemen pegas yang bekerja disekitar dinding basement dan dibawah dasar basement. Dari hasil perbandingan gaya geser dan momen guling struktur, model konvensional memiliki nilai yang paling besar, kemudian winkler, dan yang terkecil adalah metode elemen hingga. Kemudian, dari segi perioda getar, pemodelan dengan winkler meningkatkan periode getar sebesar 2%, sedangkan pemodelan elemen hingga sebesar 15%. Dari segi perpindahan horisontal, pada bagian atap model konvensional terjadi pergeseran sebesar 0,244 m, pada model winkler 0,2457 m, dan pada model elemen hingga 0,345 m. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa struktur dengan pemodelan interaksi tanah memiliki fleksibilitas yang lebih besar, sehingga memiliki gaya gempa yang lebih kecil dibandingkan dengan struktur yang tidak memperhitungkan interaksi tanah. Garcia J. A. (2008) dalam jurnalnya yang berjudul Soil Structure Interaction in the Analysis and Seismic Design of Reinforced Concrete Frame Buildings membahas tentang perilaku struktur gedung dan implikasinya akibat interaksi struktur dengan tanah. Sistem struktur bangunan yang dianalisis adalah bangunan perkantoran yang dilengkapi basement dengan sistem rangka pemikul momen beton bertulang. Dengan data properti yang sama, kedua struktur ini dianalisis dengan 2 metode, yaitu memperhitungkan interaksi tanah dan dengan 11
penjepitan pada dasar struktur. Pada model yang memperhitungkan interaksi tanah, bagian basement dimodelkan dengan penambahan pegas di arah x, y, dan z untuk menunjukkan adanya interaksi tanah pada tumpuan dan pada dinding sekitar basement. Dari aspek analisis modal, frekuensi getar struktur dengan interaksi tanah memiliki frekuensi yang lebih kecil. Hal ini menunjukkan struktur ini memiliki fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan dengan model tanpa interaksi tanah. Jika hasil tersebut dibandingkan ke dalam grafik spektrum respons, struktur dengan interaksi tanah memiliki periode yang lebih besar, sehingga percepatan desain gempa yang dimiliki struktur tersebut menjadi lebih kecil dibanding dengan struktur yang mengabaikan interaksi tanah. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa struktur dengan memperhitungkan interaksi tanah memiliki desain yang lebih ekonomis dibandingkan struktur yang terjepit pada dasarnya. Dalam International Journal of Research in Engineering and Applied Sciences yang ditulis oleh Vidya V, B.K.Raghusprasad, dan Amarnath K. (2015) yang berjudul Seismic Response of High Rise Structure due to the Interaction Between Soil And Structure, dibahas sebuah bangunan 14 tingkat, yang didalamnya termasuk 4 tingkat basement. Tujuan dari tesis tersebut adalah mengetahui respons struktur yang terjadi akibat adanya interaksi antara struktur dengan tanah. Pemodelan struktur dibuat melalui program ETABS. Ada 4 pemodelan yang dibuat. Model pertama adalah struktur yang terjepit pada dasarnya tanpa memperhitungkan interaksi tanah. Model kedua adalah model 12
yang terjepit pada dasarnya, namun memperhitungkan interaksi tanah disekitar dinding basement. Pada model ketiga, struktur dimodelkan bersama pile cap serta pondasi tiangnya tanpa memperhatikan interaksi tanah, kemudian pada bagian ujung pondasi diasumsikan terjepit. Di model keempat, dilakukan pemodelan yang sama dengan model ketiga, namun memperhitungkan interaksi tanah. Dari ke empat model tersebut, dilakukan analisis terhadap periode getar, gaya geser dasar, perpindahan horisontal maksimum, dan simpangan antar lantai maksimum. Hasil dari analisisnya adalah periode getar bangunan memanjang saat memperhitungkan interaksi tanah dalam analisis. Gaya geser dasar, perpindahan horisontal, dan simpangan antar lantai juga meningkat saat interaksi tanah diperhitungkan. Kemudian kedalaman dari pondasi juga memperbesar perioda getar, gaya geser dasar, maksimum perpindahan horisontal, dan simpangan antar lantai karena adanya pembesaran area kontak antara struktur dengan tanah. Maka dari itu, untuk memberikan hasil analisis yang lebih optimal, sebaiknya dalam analisis struktur interaksi tanah ikut diperhitungkan. Dari seluruh paper tersebut, dapat disimpulkan bahwa struktur yang memiliki basement memiliki perilaku yang berbeda dengan struktur tanpa basement. Struktur yang memiliki basement memiliki gaya gempa yang lebih kecil, hal ini disebabkan oleh adanya sumbangan kekakuan dari tanah di sekeliling basement. Disamping itu, struktur dengan basement juga memiliki fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan struktur tanpa basement. Sehingga, perioda getar bangunan menjadi lebih besar, dan berimbas pada C S yang lebih kecil pada grafik 13
spektrum respons. C S yang kecil menyebabkan gaya gempa yang bekerja pada struktur menjadi lebih kecil. Namun, perbandingan gaya gempa dan deformasi lateral tidak berbanding lurus, karena struktur yang lebih fleksibel menyebabkan deformasi lateral yang lebih besar. Bentuk interaksi tanah dengan struktur dibedakan menjadi dua jenis, yaitu interaksi kinematik dan inersia. Saat tanah mengalami pergerakan dan memiliki percepatan mengenai bangunan, maka bangunan akan mengalami pergerakan horisontal dan menghasilkam percepatan yang bervariasi sepanjang tinggi struktur. Pergerakan ini disebut dengan interaksi kinematik. Sedangkan respon struktur terhadap tanah akan menyebabkan tanah berdeformasi dan mempengaruhi kembali gerakan pada dasar struktur disebut sebagai interaksi inersia. Gambar 2.3 Interaksi tanah dan struktur saat tanah mengalami percepatan Keadaan tanah disekitar basement dapat diasumsikan sebagai elemen pegas yang berada pada dinding basement yang memiliki kekakuan. Banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan nilai konstanta pegas dari tanah. Ada beberapa data yang umumnya diperlukan dari pendekatan tersebut, 14
yaitu modulus geser tanah (G), angka poisson (υ), dan modulus tegangan regangan (E). Tabel 2.1 N.M. Newmark dan E. Rosenblueth, Fundamental of Earthquake Engineering untuk Pondasi Silinder Pejal Modulus geser umumnya dipakai pada masalah getaran untuk memperkirakan amplitudo perpindahan dan frekuensi pondasi. Modulus geser didefinisikan sebagai perbandingan tegangan geser terhadap regangan geser, dimana memiliki hubungan dengan E dan υ. Angka poisson tanah digunakan untuk mengkaji penurunan dan getaran, dimana besarannya ditentukan sebagai rasio kompresi porous terhadap regangan pemuaian lateral. Modulus tegangan regangan merupakan perbandingan antar perubahan tegangan terhadap perubahan regangan. Untuk mengetahui besarannya, dapat dilakukan tes di laboratorium dengan metode kompresi tak terbatas dan kompresi triaksial. 15