V. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

POTENSI AIR TANAH DI PULAU MADURA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Bangkalan ABSTRAK

Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Sumenep ABSTRAK

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan. Perdesaan

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau dengan garis pantai sepanjang km, merupakan

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... ix. A Latar Belakang...1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

SMP kelas 9 - GEOGRAFI BAB 1. Lokasi Strategis Indonesia Berkait Dengan Kegiatan PendudukLATIHAN SOAL

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

ROMMY ANDHIKA LAKSONO. Agroklimatologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

Keterkaitan antar lokasi atau ruang dapat dilihat secara fisik maupun nonfisik.

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

KEADAAN UMUM DAS KONAWEHA. Luas dan Wilayah Administrasi DAS Konaweha. Iklim

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

[ TEKNIK PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN]

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

BAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya,

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

HIDROSFER IV. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

Peta Tematik. Jurusan: Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan utama seluruh makhluk hidup. Bagi manusia selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Analisis Situasi Mitra

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Air Tanah Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi hidup dan kehidupan seluruh makhluk hidup, termasuk manusia. Air merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) oleh alam, sehingga air dianggap sebagai sumberdaya alam yang tidak akan habis. Pada saat ini air tanah sudah tidak lagi merupakan komoditas bebas tetapi telah menjadi komoditi ekonomi yang mempunyai peran penting bahkan di beberapa tempat, air menjadi komoditi strategis dalam menentukan lokasi permukiman. industri dan lain-lain. Penurunan potensi air tanah secara kuantitas maupun kualitas akan mengakibatkan permasalahan yang sangat serius karena menyangkut hidup dan kehidupan manusia dan mahkluk hidup lainnya. Penggunaan air tanah untuk memenuhi berbagai kebutuhan akan semakin meningkat apabila potensi air permukaan semakin menurun baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Apabila pemanfaatan air tanah dilakukan secara berlebihan dalam arti melebihi kapasitas daya dukungnya dimana keluaran air tanah/pengambilan air tanah melebihi masukannya (water recharged), maka keseimbangan lingkungan akan terganggu dan akan terjadi dampak-dampak negatif yang sangat tidak di harapkan. Adapun dampak-dampak negatif yang dapat terjadi antara lain (http://www.snapdrive.net): Berkurangnya volume atau ketersediaan air tanah. Terjadinya penurunan muka air tanah sehingga terjadi cekungan lokal dipermukaan yang akan menyebabkan terjadinya banjir apabila terjadi hujan dan juga menyebabkan terjadinya retakan pada bangunan. Terjadinya land subsidence atau penurunan permukaan tanah. Terjadinya intrusi air asin untuk daerah dekat pantai yang berujung pada korosi terhadap pondasi bangunan. Terjadinya degradasi kualitas air tanah.

Berdasarkan analisis data Potensi Desa (Podes) tahun 2003, dengan metode General Regression Model (GRM) dapat dihasilkan perhitungan pendugaan kedalaman air tanah pada tingkat Kabupaten/Kota seperti yang disajikan pada Tabel Lampiran 7 dan Gambar Lampiran 1. Peta kedalaman air tanah Indonesia pada Gambar Lampiran 1, yang dibagi menjadi 7 kelas berdasarkan tingkat kedalamannya, yaitu (1) 0 40 m, (2) 41 50 m, (3) 51 60 m, (4) 61 70 m, (5) 71 100 m, (6) 101 160 m, (7) 161 270 m. Berdasarkan perhitungan dari tabel Lampiran 7 dapat dihasilkan rata-rata kedalaman air tanah di seluruh Indonesia sedalam 52,63 m. Perlu ditekankan di sini bahwa penelitian ini bersifat makro, cakupan wilayah dan datanya meliputi seluruh wilayah Indonesia, sehingga pendugaan terhadap kedalaman air tanah pada setiap pulau tidak mencerminkan kedalaman yang sebenarnya di lapangan. Namun lebih kepada kecenderungan atau peluangnya (probility) terhadap kedalaman air tanah seluruh Indoneisa. Sebagai contoh angka kedalaman rata-rata sebesar 52,63 m tentunya sangat dalam bila dibandingkan dengan kedalaman rata-rata air tanah yang sebenarnya di lapangan kedalamanan rata-rata pada tiap pulaunya. Pada penelitian banyak asumsi yang dipakai, sebagai contoh pada penelitian ini tidak memperhatikan faktor musim hujan dan musim kering (Klimatologi), jenis batuan atau aquifer (geologi), penggunaan lahan dan jumlah penduduk. Sedangkan aspek geomorfologinya hanya mencakup elevasi, relief (yang dipilahkan hanya wilayah dataran dan berbukit), serta morfogenesis (yang dipilahkan menjadi lahan pantai dan lahan bukan pantai). Faktor-faktor yang dinilai untuk pendugaan kedalaman air tanah ini pun juga dipilih sesuai dengan aspek-aspek tata ruang yang mencakup perencanaan, pemanfaatan, pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh sebab itu aspek kualitas tingkat pendidikan aparatur desa dimasukkan sebagai variabel penilaian karena aparatur desa mempunyai peranan penting di dalam pemanfaatan ruang yang mencakup ketiga aspek di atas.

5.2 Model Spasial Air Tanah Analisis kedalaman air tanah ini dilakukan dengan model spasial. Model spasial adalah suatu analisis wilayah dengan melihat pengaruh yang ada pada wilayah tersebut dan juga wilayah yang ada di sekitarnya. Dalam permodelan spasial, model yang dibangun melibatkan variabel kualitatif (Ji), variabel kuantitatif (Xi, Xj, Yj), serta interaksi kedua variabel tersebut (Ji*Xi, Ji*Xj, Ji*Yj). Model spasial yang digunakan dalam penelitin ini adalah model spasial dengan metode spasial durbin, dimana variabel tujuan (kedalaman air tanah) di suatu lokasi, ditentukan oleh: (1) variabel tujuan yang terdapat di daerah sekitar; (2) variabel penjelas pada lokasi tersebut; dan variabel penjelas di daerah sekitarnya. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan untuk melakukan analisis permodelan sebanyak 36 variabel. Variabel tersebut terdiri dari variabel yang berasal dari daerah lokal dan variabel yang terdapat dalam matriks W faktor variabel, matriks kontiguitas (Wd) yang merupakan hasil interaksi antar daerah. Penentuan faktor jarak tiap Kab/Kota didapat dengan menggunakaan titik centroid dari tiap Kabupaten/Kota. Variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel Lampiran 6. 5.3. Faktor-Faktor Nyata Penentu Kedalaman Air Tanah Pendugaan ini dilakukan dengan menggunakan analisis Generalized Regression Model (GRM), dengan metode forward stepwise. Pada analisis GRM selain menentukan variabel tujuan dan variabel penjelas juga ditentukan variasi yang akan digunakan, dimana variasi ini didefinisikan sebagai faktor interaksi spasial yang berpengaruh terhadap variabel tujuan. Sehingga korelasi/pengaruh suatu variabel penjelas terhadap variabel tujuan berbeda-beda berdasarkan interaksi spasialnya (provinsi). Pada suatu tempat, faktor X 1 dapat berkorelasi positif, namun di tempat yang lain faktor X 1 dapat berkorelasi negatif. Berikut tabel R 2 (R-Squre) dalam analisis GRM. Tabel disajikan pada Tabel Lampiran 9. Koefisien Determinasi Model Nilai R 2 (r-square) yang diproleh dari analisis GRM tersebut yaitu R 2 = 0,7653, artinya bahwa persamaan ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar

76.53%, sedangkan sisanya sebesar 23,47% ditentukan oleh faktor lain di luar faktor-faktor yang dianalisis dalam daerah penelitian yang terdiri dari 376 Kabupaten/Kota. Faktor-faktor lain selain dalam penelitian ini misalnya faktor jumlah pengambilan air tanah, kebutuhan air tanah, curah hujan, permeabilitas tanah, hidrogeologi dan sebagainya yang juga mempunyai peran penting terhadap kedalaman air tanah. Kedalaman air tanah yang dianalisis pada penelitian ini adalah air tanah yang dimaksudkan berada pada aquifer atas tidak tertekan (unconfined aquifer) atau sumber air tanah pada umumnya digunakan oleh penduduk (sumur gali) untuk memenuhi kebutuhan. Berdasarkan hasil analisis GRM, faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kedalaman air tanah bukan merupakan fenomena lokal yang hanya di akibatkan oleh faktor-faktor internal yang terdapat di daerah itu sendiri, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terdapat di daerah sekitarnya atau faktorfaktor eksternal. Faktor-faktor tersebut kemudian dipisahkan lagi kedalam berbagai aspek yaitu (1) Aspek Fisik Lahan (elevasi, topografi, fisiografi), (2) Aspek Tata Ruang (alihguna lahan, tataguna lahan), (3) Aspek Infrastuktur (luasan bandara), (4) Aspek Kelembagaan Masyarakat (LSM, Kelembagaan masyarakat tani), (5) Aspek Kapasitas pelayanan masyarakat (Pendidikan Aparatur Desa / Kades, Sekdes, Umdes, Bangdes, Keudes, Pemdes, kaurdes), (6) Aspek Aktivitas penggalian (Tambang batu, kapur, belerang ). 5.3.1 Faktor Internal/Lokal Tabel data faktor internal disajikan pada tabel lampiran 10. LnIdxKPMF1 LnIdxLhnF6 LnIdxLhnF2 Keterangan : Nyata Positif LnIdxLhnF1 : Elevasi 500-1000 m dan 1000-1500 m dpl dan lahan berbukitbukit LnIdxTTRF13 : AGL Tambak Menjadi Pemukiman LnIdxInfF3 : Luasan bandara LnIdxLhnF1 LnIdxTTRF13m LnIdxInfF3 LnIdxKPMF4m LnIdxKPMF4m : Rataan Lama sekolah 3 th, Kades, Sekdes, Pemdes, Bangdes LnIdxKPMF6 : Rataan lama sekolah 3 th, umdes LnIdxKPMF3 : Rataan lama sekolah 6 th, Kades, Sekdes, Pemdes, Bangdes, Umdes LnIdxLhnF3 : Elevasi 1500-2000 m dan 3000-3500 m dpl. Keterangan : Nyata Negatif LnIdxF2 : Lahan Pantai LnIdxKPMF1m LnIdxF6 : Elevasi 3500-4000 m dan 5000-5500 m dpl LnIdxKPMF1 : Rataan Lama sekolah 17 th, Kades, Sekdes, Pemdes, Bangdes, Keurdes, Keudes, Umdes LnIdxKPMF6 LnIdxKPMF3 LnIdxLhnF3-0.5-0.4-0.3-0.2-0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 Gambar 5.2 Faktor Internal Penentu Kedalaman Air Tanah

A. Aspek Lahan Lahan merupakan tanah atau sekumpulan tubuh alamiah, mempunyai kedalaman dan lebar yang ciri-cirinya secara tidak langsung berkaitan dengan vegetasi dan pertanian sekarang ditambah ciri-ciri fisik lain seperti penyediaan air dan tumbuhan penutup yang dijumpai (Soepardi 1983), sedangkan menurut Sitorus (2001), lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Faktor internal yang diduga berpengaruh nyata positif terhadap kedalaman air tanah pada aspek lahan dalam penelitian ini adalah elevasi dengan ketinggian 500 m 1000 m, 1000 m 1500 m, 1500 m 2000 m dan 3000 3500 m dpl dan relief perbukitan. Sedangkan fisiografi berpengaruh nyata negatif terhadap kedalaman air tanah, yaitu berupa lahan pantai dengan elevasi di bawah 500 m. Air tanah dangkal umumnya akan muncul di daerah-daerah dengan elevasi yang lebih rendah. Semakin banyak areal yang berketinggian 500 m 1000 m, 1000 m 1500 m, 1500 m 2000 m dan 3000 3500 m dpl dan lahan berbukitbukit, maka kedalaman air tanah di lokasi tersebut mempunyai peluang akan semakin dalam. Seperti halnya di daerah pegunungan, peluang untuk di temukan air tanah pada kedalaman yang jauh lebih dalam dibandingkan dengan di daerah yang elevasinya rendah meskipun pada kenyataannya peluang tersebut sangat berpengaruh kepada kedalaman aquifer, kondisi curah hujan, kondisi penutup lahan yang tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. Sedangkan faktor internal yang nyata negatif adalah hal ini hanya elevasi dengan ketinggian 3500 m 4000 m dan 5000 m 5500 m dpl, hal ini hanya berlalu untuk Pulau Papua dimana kondisi ekologis (hutan) di pulau ini masih sangat bagus sehingga peluang ditemukannnya air tanah masih mudah pada wilayah dengan elevasi tinggi. Jadi angka ketinggian elevasi 3500-5500 m dpl tersebut bukan mencerminkan ketinggian sesungguhnya, karena pada kenyataannnya pada ketinggian tersebut kondisi reliefnya berupa puncak es abadi. Persebaran spasial untuk pendugaan air tanah berdasarkan elevasi disajikan pada (Gambar Lampiran 2).

B. Aspek Tata Ruang / Alihguna Lahan Dalam analisis penelitian ini ditemukan lahan-lahan yang telah dikonversikan yang mempengaruhi kedalaman air tanah berupa alihguna lahan tambak menjadi lahan pemukiman. Faktor-faktor tersebut di atas berkorelasi positif artinya jika dilihat dari sudut pandang prinsip ekonomi bahwa dengan semakin banyak alihguna lahan maka supply air tanah dari daerah tersebut menjadi berkurang tetapi demand dari daerah tersebut meningkat sehingga kedalaman air tanahnya berpeluang menjadi lebih dalam. Perubahan penggunaan lahan ini dimungkinkan karena lahan yang terkonversi itu merupakan tanah milik masyarakat. Dalam hal ini umumnya tanah milik masyarakat akan memiliki peluang perubahan penggunaan lahan ke penggunaan lain yang lebih besar karena menguntungkan bagi pemilik tanah tersebut tanpa memperdulikan hilangnya fungsi lahan sebagai resapan air yang menjadi sumber penambahan air tanah. (Gambar Lampiran 3). C. Aspek Infrastruktur Pada penelitian ini aspek infrastruktur yang nyata positif berpengaruh terhadap kedalaman air tanah adalah luasan bandara. Artinya bahwa semakin banyak luas infrastruktur berupa luasan bandara, maka peluang kedalaman air tanah di tempat tersebut akan semakin dalam. Besarnya pengaruh kinerja bandara terhadap kedalaman air tanah ini juga tergantung pada kekuatan pengaruh luasan tersebut yang disimbolkan sebagai (a) dalam rumus GRM, artinya pengaruh luasan bandara seperti Soekarna-Hatta akan berbeda pengaruh dengan bandara kecil di daerah lain. Hal ini senada prinsip ekonomi atau hukum pasar, demand dan supply kebutuhan air tanah terhadap luasan bandara. Di tinjau dari sisi demand, luasan bandara membutuhkan air yang sangat banyak, seperti; pengisian radiator pesawat, pencucian pesawat, toilet, dsb. Jika ditinjau dari sisi supply, luasan bandara merupakan land cover, sehingga kurangnya resapan air. Jadi pengaruh

luasan bandara tersebut terhadap kedalaman air tanah menjadi dalam (Saefulhakim 2008). D. Aspek Kapasitas Pelayanan Masyarakat Dalam penelitian ini, ditemukan faktor yang nyata positif pada kapasitas pelayanan masyarakat adalah rataan lama sekolah 3 th aparatur desa dan rataan lama sekolah 6 th aparatur desa. Semakin rendahnya tingkat pendidikan aparatur desa, berarti minimnya wawasan dari aparatur desa dalam memahami pengelolaan lahan yang berfungsi sebagai resapan air atau pengendaliaan terhadap pemanfaatan tata ruang, sehingga demikian rendah tingkat pendidikan aparatur desa akan memberikan peluang terhadap kedalaman air tanah. Sedangkan faktor internal yang nyata negatif pada kapasitas pelayanan masyarakat adalah rataan lama sekolah 17 th aparatur desa. Jadi, semakin tinggi tingkat pendidikan aparatur desa pengelolaan terhadap lahan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang menjadi semakin baik, akibatnya peluang terhadap kedalaman air tanah menjadi lebih dalam. (Gambar Lampiran 4). 5.3.2 Faktor Eksternal Tabel data faktor eksternal disajikan pada tabel lampiran 11. Keterangan : Nyata Negatif WdLnIdxKLMF1 : Lembaga Tani WdLnIdxKLMF2 : LSM WdLnIdxKPMaF3 : rataan lama sekolah Keudes WdLnIdxKPMF3 : Rataan Lama Sekolah 12 th, Keudes WdLnIdxLhnF6 : Elevasi 3500-4000 m dan 5000-5500 m WdLnIdxAtnF2 : Rataan KAT WdLnIdxAtnF2 WdLnIdxLhnF6 WdLnIdxKPMF3 WdLnIdxKPMF3 WdLnIdxKLMF2 WdLnIdxKLMF1 WdLnIdxAPF3 WdLnIdxKPMF7m WdLnIdxInfF3 WdLnIdxKPMF2 WdLnIdxLhnF3 WdLnIdxLhnF4 Keterangan : Nyata Positif WdLnIdxAPF3 : Aktifitas Penggalian batu, kapur dan belerang WdLnIdxAKPMF7m : Rataan lama sekolah 12 th, kesrades WdLnIdxInf3 : Luasan Bandara WdLnIdxKPMF2 : Diversitas rataan lama sekolah kades, sekdes, pemdes, bangde s dan keudes WdLnIdxLhnF3 : Elevasi 1500-2000 m dan 3000-3500 m -3.0-2.0-1.0 0.0 1.0 2.0

Gambar 5.3 Faktor Eksternal Penentu Kedalaman Air Tanah A. Aspek Lahan Faktor eksternal yang mempengaruhi kedalaman air tanah dari aspek lahan yang bernilai nyata positif dalam penelitian ini berupa elevasi dengan ketinggian 500 m 1000 m, 1000 m 1500 m, 1500 m 2000 m dan 3000 3500 m dpl dan lahan berbukit-bukit, ini berarti bahwa pada lahan di daerah sekitar yang berelevasi tersebut akan mempunyai peluang kedalaman air tanahnya yang lebih dalam. Sedangkan aspek lahan yang bernilai nyata negatif berupa elevasi dengan ketinggian 3500 m 4000 m dan 5000 m 5500 m dpl, karena pada lahan di daerah sekitar yang berelevasi tersebut kedalaman air tanahnya dangkal. Alasan ini mirip dengan aspek lahan pada faktor internal. Selain dipengaruhi oleh sifat fisik tanah, elevasi, topografi, dan fisiografi dan sebagainya ternyata kedalaman air tanah juga dipengaruhi oleh faktor autokorelasi kedalaman air tanah itu sendiri yang berada di daerah sekitarnya. Peluang kedalaman air tanah di suatu daerah yang berdekatan akan relatif sama apabila faktor yang mempengaruhi penambahan dan pengurangan kuantitas air tanah dianggap sama, baik faktor fisik seperti topografi, elevasi, fisiografi maupun dari curah hujan, faktor intensitas pengambilan dan pemanfaatan air tanah itu sendiri. Semakin tinggi kedalaman air tanah di daerah tersebut juga akan mempengaruhi kedalaman air tanah di daerah sekitarnya. B. Aspek Infrastruktur Pada penelitian ini aspek infrastruktur yang nyata positif berpengaruh terhadap kedalaman air tanah adalah luasan bandara. Sama dengan alasan pada faktor internal dengan meningkatnya kebutuhan penggunaan air tanah pada bandara, maka ketersediaan air tanah pada sekitar bandara pun menjadi berkurang sehingga kedalaman air tanah di sekitar daerah bandara berpeluang menjadi lebih dalam.

C. Aspek Kapasitas Pelayanan Masyarakat Dalam penelitian ini, ditemukan faktor yang nyata positif pada kapasitas pelayanan masyarakat adalah diversitas rataan lama sekolah aparatur desa. Karena dengan semakin beragamnya tingkat pendidikan aparatur desa, berarti keterbatasan dalam berkomunikasi antar aparatur desa yang satu dengan yang lain dalam pengelolaan lahan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang. Hal ini yang menyebabkan berpeluang kedalaman air tanah di daerah sekitar menjadi semakin dalam. Sedangkan faktor yang nyata negatif dalam aspek ini berupa rataan lama sekolah 12 th aparatur desa (Kaur Keudes). Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan aparatur desa maka semakin mengerti dalam pengelolaan lahan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang sehingga peluang kedalaman air tanah di daerah sekitar menjadi lebih dangkal. D. Aspek Aktifitas Penggunaan Lahan dan Penggalian Faktor eksternal yang mempengaruhi kedalaman air tanah dari aspek aktifitas penggunaan lahan dan penggalian yang bernilai nyata positif dalam penelitian ini berupa aktifitas penggalian batu, kapur, dan belerang. Dengan adanya aktifitas ini, maka kondisi lahan menjadi terganggu / rusak sehingga resapan air menjadi berkurang. Hal ini yang menyebabkan peluang kedalaman air tanah di sekitar aktifitas penggalian tersebut menjadi lebih dalam. (Gambar Lampiran 5). E. Aspek Kelembagaan Masyarakat Dalam penelitian ini, aspek kelembagaan masyarakat memiliki nilai nyata negatif berupa lembaga tani dan LSM. Dengan adanya lembaga tani dan LSM di suatu daerah maka peluang kedalaman air tanah menjadi semakin dangkal. Hal ini disebabkan adanya penyuluhan-penyuluhan dari lembaga tani maupun LSM kepada aparatur desa dan masyarakat tentang tata cara pengolahan lahan dan pentingnya resapan air bagi ketersediaan air tanah. Sehingga keadaan kedalaman air tanah di sekitar daerah tersebut menjadi dangkal. (Gambar Lampiran 6)

5.3.3. Keterkaitan Antar Pulau Dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa Pulau Jawa dapat dikatakan sebagai rataan umum, karena Pulau Jawa berada pada nilai nol. Jika kita lihat dalam diagram di bawah ini. Pulau Flores memiliki kedalaman air tanahnya sangat dalam dibandingkan dengan pulau-pulau yang lain. Karena Pulau Flores beriklim kering (Semi arid) yang dipengaruhi oleh Angin Muson. Musim penghujan sangat pendek (5 bulan) dan terjadi antara bulan Nopember sampai bulan Maret, Sedangkan Musim Kemarau panjang (7 bulan) dan kering terjadi pada bulan April sampai dengan bulan Oktober, sehingga hanya sebagian tumbuh-tumbuhan yang dapat hidup di pulau tersebut yang mengakibatkan persediaan air tanah pada Pulau Flores menjadi sedikit. Dengan demikian kedalaman air tanah pada Pulau Flores sangat dalam. Sedangkan pada Pulau Papua kedalaman air jauh lebih dangkal dibandingkan dengan Pulau Jawa. Masih banyaknya hutan-hutan lebat menyebabkan laju resapan air ke dalam tanah masih baik. Dengan demikian persediaan air tanah pada Pulau Papua lebih banyak, yang menyebabkan kedalaman air tanah di pulau Papua menjadi lebih dangkal dibandingkan dengan pulau Jawa. Pada pulau-pulau kecil umumnya kedalaman air tanahnya lebih dalam dari Pulau Jawa dan pulau-pulau besar lebih dangkal. P. Papua P. Timor P. Madura P. Kalimantan P. Kecil/Kep. P. Sumbawa P. Bali P. Sumatera P. Jawa P. Sulawesi P. Lombok P. Sumba P. Flores Rataan Umum -0.75-0.50-0.25 0.00 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 Gambar 5.4 Diagram Score antar Pulau