GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI TENTANG PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN PEMBERDAYAAN USAHA EKONOMI TERPADU WANITA PERDESAAN DI PROVINSI BALI

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MODUL PENERAPAN TEKNOLOGI BIOGAS MELALUI DAUR ULANG LIMBAH TERNAK

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 17 TAHUN 2013

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 104 TAHUN 2011 TENTANG

TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 113 TAHUN 2011 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA. Kelompok Tani Usaha Maju II. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Kelompok Masyarakat S A R I

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KPM) DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN KEMITRAAN DAN PERLINDUNGAN USAHA PETERNAKAN DI PROVINSI BALI

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Dana Alokasi Khusus. Energi Perdesaan. Petunjuk Teknis.

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 31 TAHUN 2017 TENTANG BIAYA PULSA UNTUK PEGAWAI DINAS KOMUNIKASI, INFORMATIKA DAN STATISTIK PROVINSI BALI

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGELOLAAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM PERINGATAN DINI TSUNAMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

Kata Kunci: Babi, Matani Helituan, Kandang, Pakan Fermentasi, Kartu Sehat

BUPATI LABUHANBATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI LABUHANBATU UTARA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

pelaku produksi tahu, sedangkan bagi warga bukan pengolah tahu, gas dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangganya

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI BALI

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

-2- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Re

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG KEBERLANJUTAN PROGRAM SIMANTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 033 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

OUTLINE Prinsip dasar produksi biogas. REAKTOR BIOGAS SKALA KECIL (Rumah Tangga dan Semi-Komunal) 4/2/2017

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2012

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB III PERANCANGAN ALAT

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN SAGU

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG SANTUNAN DAN BANTUAN SOSIAL BERUPA UANG UNTUK KORBAN BENCANA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

WALIKOTA BANJAR. PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 2.a TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2013

Transkripsi:

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 201216 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN PEMBERDAYAAN USAHA EKONOMI TERPADU WANITA PERDESAAN DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka Pemberdayaan Usaha Wanita Perdesaan perlu dilakukan usaha-usaha terpadu; b. bahwa usaha-usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a, di titik beratkan pada usaha budidaya ternak babi; c. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a dan huruf b perlu menetapkan Petunjuk Teknis Kegiatan Pemberdayaan Usaha Ekonomi Terpadu Wanita Perdesaan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Petunjuk Teknis Kegiatan Pemberdayaan Usaha Ekonomi Terpadu Wanita Perdesaan di Provinsi Bali; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 649); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 1

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indoenesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 582 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4587); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 2

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 51 Tahun 2007 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat; 15. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 12, Tambah Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 12); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN PEMBERDAYAAN USAHA EKONOMI TERPADU WANITA PERDESAAN DI PROVINSI BALI. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Bali. 2. Gubernur adalah Gubernur Bali. 3. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota se-bali. 4. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota se-bali. 5. Desa atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3

6. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kepala Desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa. 7. Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu strategi yang diiginkan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 8. Pemberdayaan masyarakat Desa adalah upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat Desa dan Kelurahan yang meliputi aspek ekonomi, sosial budaya, politik dan lingkungan hidup melalui penguatan Pemerintahan Desa, lembaga kemasyarakatan dan upaya dalam penguatan kapasitas masyarakat. 9. Pembangunan Partisipatif adalah pembangunan yang dilaksanakan dari, oleh dan untuk masyarakat meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemanfaatan dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan serta pengembangan tindak lanjut hasil pembangunan, dengan peran serta seluruh lapisan masyarakat. 10. Pembinaan adalah pemberian pedoman, standar pelaksanaan, perencanaan, penelitian, pengembangan, bimbingan, pendidikan dan pelatihan, konsultasi, supervisi, monitoring, pengawasan umum dan evaluasi pelaksanaan. 11. Swadaya masyarakat adalah bantuan atau sumbangan dari masyarakat baik dalam bentuk uang, material dan non fisik dalam bentuk tenaga dan pemikiran dalam kegiatan pembangunan. 12. Partisipasi masyarakat adalah peran aktif masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan, pemanfataan, pemeliharaan dan pengembangan hasil pembangunan. 13. Musyawarah perencanaan pembangunan di Desa dan Kelurahan adalah forum musyawarah tahunan stakeholders desa/kelurahan untuk menyepakati rencana kegiatan tahun anggaran berikutnya. 14. Pendamping adalah orang/lembaga yang menjalin relasi sosial dengan masyarakat dalam rangka memperkuat dukungan, memotivasi, memfasilitasi dan menjembatani kebutuhan dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat di desa. 15. Pendampingan adalah suatu proses menjalin relasi sosial antara pendamping dengan dampingannya dalam suatu kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif di desa. 16. Program/Kegiatan Pemberdayaan Usaha Ekonomi Terpadu Wanita Perdesaan adalah salah satu Kegiatan/Program Pemerintah Provinsi Bali untuk mendukung percepatan pembangunan di Desa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. 4

Bagian Kedua MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Maksud Penyusunan Petunjuk Teknis Kegiatan Usaha Ekonomi Terpadu Wanita Perdesaan adalah pemberdayaan masyarakat melalui penguatan modal usaha kelompok agar semakin meningkatnya kemandirian dan kerjasama kelompok, serta semakin berkembangnya lembaga keuangan mikro dan lembaga ekonomi perdesaan lainnya. (2) Tujuan Penetapan Petunjuk Teknis Kegiatan Pemberdayaan Usaha Ekonomi Terpadu Wanita Perdesaan adalah: a. memperkuat modal kelompok usaha ekonomi terpadu wanita perdesaan dalam mengembangkan usaha kegiatannya; b. meningkatkan produksi dan produktivitas serta pendapatannya dalam melaksanakan kegiatan dimaksud; c. meningkatkan kemandirian dan kerjasama antar kelompok; dan d. merangsang berkembangnya lembaga mikro dan lembaga ekonomi perdesaan lainnya. BAB II SISTEMATIKA Pasal 3 (1) Sistematika Petunjuk Teknis Kegiatan Pemberdayaan Usaha Ekonomi Terpadu Wanita Perdesaan meliputi ; a. BAB I : PENDAHULUAN; b. BAB II : PERSYARATAN DAN SPESIFIKASI STANDAR TEKNIS; c. BAB III : INSTALASI BIOGAS; dan d. BAB IV : PENUTUP. (2) Sistematika Petunjuk Teknis Kegiatan Pemberdayaan Usaha Ekonomi Terpadu Wanita Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. 5

BAB III KETENTUAN PENUTUP Pasal 4 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2012 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Bali. April 2011 Ditetapkan di Denpasar pada tanggal 9 Mei 20129 GUBERNUR BALI, Diundangkan di Denpasar pada tanggal 9 Mei 201219 Mei 20129 April 2011 MADE MANGKU PASTIKA16 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI, I MADE JENDRA BERITA DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2012 NOMOR 16 16 6

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 9 MEI 20121NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KEGIATAN PEMBERDAYAAN USAHA EKONOMI TERPADU WANITA PERDESAAN DI PROVINSI BALI BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pemberdayaan usaha ekonomi terpadu wanita perdesaan adalah merupakan suatu kegiatan yang mengintegrasikan seluruh komponen usaha baik secara horizontal maupun vertikal, guna meningkatkan pemanfaatan dan nilai tambah produksi yang di hasilkan tanpa adanya limbah yang terbuang. Sistem ini sangat ramah lingkungan dan mampu menekan resiko kegagalan sehingga nantinya diharapkan dapat meningkatkan penghasilan petani sekaligus mampu mempertahankan kelestarian sumberdaya yang ada untuk dapat dikelola selama-lamanya. Mata pencaharian utama penduduk masyarakat di pedesaan adalah petani dan peternak dan sebagian kecil sebagai pedagang dan buruh. Secara potensi kehidupam masyarakat pedesaan tergantung sebagian dari hasil peternakan dan pertanian. Potensi lain yang belum tergarap adalah potensi kelapa yang selama ini kurang dimaksimalkan pemanfaatannya oleh masyarakat perdesaan. Pemanfaatan buah kelapa selama ini hanya dimanfaatkan untuk membuat minyak goreng dengan skala rumah tangga dan kemasan yang seadanya, itupun dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Kebanyakan buah kelapa ini langsung dijual secara butiran oleh masyarakat dan oleh pengepul diolah menjadi kopra, sehingga nilai tambah yang dihasilkan lebih rendah. Untuk meningkatkan nilai tambah buah kelapa menjadi produk olahan yang bermanfaat perlu dilakukan pengolahan dengan skala yang besar melalui usaha kelompok yang diintegrasikan dengan ternak babi. Yang dimaksud dengan terintegrasi/terpadu adalah pengolahan buah kelapa dimana limbah yang dihasilkannya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak babi. Pemeliharaan ternak babi sebaiknya dilakukan secara koloni 7

dengan menggunakan kandang terstruktur, sehingga kotoran yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagai bahan untuk biogas dan hasil dari biogas dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan bakar pembuatan minyak goreng. Sedangkan sisa kotoran babi bisa dijadikan kompos. Keunggulan lainnya adalah permintaan pasar terhadap produk olahan buah kelapa, seperti minyak goreng, serundeng/saur dan daging babi cukup tinggi, disamping itu pula harga daging babi yang cukup tinggi terutama menjelang hari raya, memberikan peluang usaha ini sangat diminati oleh masyarakat. Kegiatan pemberdayaan usaha ekonomi terpadu wanita perdesaan di Provinsi Bali Tahun 2012 dibiayai dari anggaran APBD Provinsi Bali Tahun 2012 sebesar Rp. 625.000.000,- (enam ratus dua puluh lima juta rupiah) yang merupakan dana bantuan sosial (Bansos) yang dialokasikan kepada 4 (empat) kelompok wanita tani pelaksana kegiatan dari 3 (tiga) Kabupaten di Bali. Dari seluruh dana Bansos tersebut dipergunakan apabila kelompok masyarakat pelaksana kegiatan telah siap melaksanakan kegiatan dimaksud. Untuk keperluan modal usaha berupa buah kelapa diharapkan dari swadaya murni masyarakat. Pelaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan peternakan diperlukan adanya Petunjuk Teknis mengenai pemanfaatan dana, teknis pelaksanaan kegiatan dilapangan dan pengelolaan hasil kegiatan lebih lanjut. 2. Tujuan Tujuan pemberdayaan masyarakat melalui penguatan modal usaha kelompok pada kegiatan Pemberdayaan Usaha Ekonomi Terpadu Wanita Perdesaan, adalah : a. memperkuat modal kelompok usaha ekonomi terpadu wanita perdesaan dalam mengembangkan usaha kegiatannya ; b. meningkatkan produksi dan produktivitas serta pendapatannya dalam melaksanakan kegiatan dimaksud ; c. meningkatkan kemandirian dan kerjasama antar kelompok ; dan d. merangsang berkembangnya lembaga keuangan mikro dan lembaga ekonomi perdesaan lainnya. 3. Sasaran Sasaran pemberdayaan masyarakat melalui penguatan modal usaha kelompok antara lain meliputi : semakin meningkatnya kemandirian dan 8

kerjasama kelompok, serta semakin berkembangnya lembaga keuangan mikro dan lembaga ekonomi perdesaan lainnya. 4. Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah : a. terjadinya peningkatan modal usaha ; b. peningkatan kemandirian dan kerjasama kelompok ; c. peningkatan perguliran dana ; dan d. terbangunnya fasilitas seperti : pembuatan kandang untuk induk babi serta kandang untuk bibit babi. instalasi biogas sebanyak 4 unit, masing-masing kelompok wanita tani membuat 1 unit untuk menampung limbah kotoran babi. e. terkelola serta terawatnya dengan baik seluruh ternak dan fasilitas yang diadakan untuk kepentingan kegiatan pemberdayaan usaha ekonomi terpadu wanita perdesaan bagi seluruh anggota kelompok wanita tani pelaksana. 9

BAB II PERSYARATAN DAN SPESIFIKASI STANDAR TEKNIS 1. Pemilihan Bibit Persyaratan ternak yang dapat dijadikan bibit adalah ternak bibit babi yang berasal dari Provinsi Bali, merupakan hak milik yang sah dan boleh diperdagangkan, bukan merupakan ternak bibit yang dalam posisi sebagai ternak gaduhan, pinjaman, gadaian atau dalam posisi yang disengketakan, dapat dibeli dari peternak di pedesaan maupun di pasar hewan yang ada di Provinsi Bali dan diketahui asal usulnya, tidak dalam keadaan sakit dan tidak ada cacat tubuh. Kondisi di lapangan yang harus diperhatikan untuk jenis bibit ternak babi adalah, habitat atau tempat hidupnya agar sesuai dengan dimana bibit tersebut akan dipelihara, seperti misalnya untuk di kawasan Nusa Penida, jenis bibit babi yang cocok adalah bibit babi lokal atau bibit babi saddle back, sedangkan untuk wilayah Gianyar dan Karangasem adalah jenis bibit babi putih atau landrace. Ada beberapa jenis babi yang dikenal di Bali, antara lain : a. babi lokal/bali; b. babi peranakan saddle back; dan c. babi putih (landrace, large white/yorkshire); 2. Persyaratan Lokasi Lokasi yang dipilih untuk pelaksanaan kegiatan usaha ekonomi terpadu wanita perdesaan, antara lain adalah : 1. mudah dijangkau oleh anggota kelompok; 2. memiliki banyak sumber pakan dan sarana prasarana pendukung bagi keberlanjutan kegiatan berternak babi; 3. dekat dengan sumber air/cubing; dan 4. memperoleh ijin di masyarakat dan pemerintah setempat dengan membuat surat pernyataan bermaterai dari pemilik lahan. 3. Kriteria Kelompok Peternak 1. berpengalaman dalam memelihara dan mengembangbiakkan ternak babi; 2. terdaftar secara resmi sebagai anggota kelompok; 3. bersedia melakukan usaha pembibitan ternak babi; 10

4. bersedia mengikuti segala peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam penerimaan bantuan tersebut; dan 5. bersedia selalu memperhatikan aspek pelestarian lingkungan, yaitu mencegah terjadinya polusi dan gangguan lain seperti bau busuk, serangga, pencemaran air sungai dan lain-lain. 4. Perkandangan Kandang mempunyai peranan yang penting dalam memelihara babi, sebab hanya kandang yang baiklah akan mampu meningkatkan konversi makanan, meningkatkan pertumbuhan dan menjamin kesehatan ternak. Oleh karena itu maka dalam pembuatan kandang harus diperhatikan beberapa syarat, yaitu : a. dibangun di atas lahan milik kelompok tani atau milik perorangan yang telah disetujui serta disepakati bersama secara tertulis antara pemilik lahan dan kelompok tani untuk digunakan dalam melaksanakan kegiatan ; b. cukup mendapat sinar matahari, mempunyai ventilasi udara yang baik ; c. mempunyai sistem pembuangan kotoran yang lancar, untuk itu alas kandang dibuat agak miring dan penampungan kotoran tidak terlalu dekat dengan rumah penduduk ; d. letak kandang tidak terlalu dekat dengan rumah, sebaiknya agak ke belakang ; e. lantai dan dinding kandang dapat dibuat dari semen(beton) kayu atau papan, yang terpenting tidak mudah dibongkar babi ; f. atap kandang dapat dibuat dari genteng, seng atau asbes ; g. tempat makan dan minum yang besarnya sesuai ; h. luas kandang disesuaikan dengan jumlah babi ; dan i. terdapat sumber air disekitar lokasi kandang. 5. Makanan Bahan makanan yang dapat diberikan adalah antara lain : a. konsentrat seperti dedak, jagung, tepung ikan, ampas kelapa, bungkil kedele, ampas tahu/tempe atau dapat pula diberikan pakan jadi yang dijual di toko peternakan ; b. hijauan seperti rumput gajah, dadag se, daun ubi jalar, kangkung, daun pisang ; 11

c. mineral berupa garam dapur, tepung tulang atau vitamin dan lain-lain ; d. air minum harus selalu tersedia sepanjang waktu ; e. makanan lainnya seperti batang pisang dan lain-lain ; f. cara pemberian nya : konsentrat dicampur dengan hijauan, mineral dan air sesuai kebiasaan babi. Ada juga konsentrat dan hijauan direbus baru ditambah air ; dan g. waktu pemberian sebaiknya 2 x sehari dimana pemberian berikutnya agar betul-betul habis guna efisiensi penggunaan makanan. Untuk anak babi diberikan lebih dari 3 x sehari sedikit demi sedikit. Selain pemberian konsentrat, pada siang hari sebaiknya diberi hijauan makanan ternak yang gunanya untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral. Pemberian makanan sebaiknya sedikit demi sedikit untuk menghindari makanan tersisa dan terbuang. 6. Kesehatan Melaksanakan upaya pencegahan terjadinya penyakit adalah lebih baik dari pada membiarkan babi sakit baru diobati. Upaya untuk pencegahan penyakit, antara lain : Vaksinasi secara teratur. Kandang selalu dibersihkan setiap hari, sebaiknya sebelum makanan diberikan. Makanan yang diberikan sesuai dengan jumlah dan mutu yang dibutuhkan. Segera melaporkan pada petugas bila ada gejala penyakit. Ciri-ciri babi sakit : Nafsu makan berkurang, suhu tubuh tinggi. Bulu kering dan kusam serta terjadi kekurusan, hal ini sesuai dengan penyebab penyakitnya. Ciri-ciri khas lainnya sesuai dengan jenis penyakitnya. Penyakit yang umum terjadi di Bali antara lain : Strepto cocos Cocolera/grubug babi Coli bassilossis Cacingan Scabies 12

7. Pemeliharaan Dalam memelihara babi tidaklah sulit, yang terpenting dan harus ditekankan adalah sebagai berikut : Kandang harus selalu bersih dan kering, kotoran babi harus dibersihkan 2 x sehari. Secara rutin mem-vaksin. Kalau ada kelainan gerak, kondisi badannya kira-kira lain, maka harus segera melaporkan ke Dokter hewan setempat. 8. Pembinaan Pembinaan terhadap kelompok dilakukan oleh petugas teknis yang menangani fungsi peternakan di Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi dengan mengajak partisipasi masyarakat setempat secara periodik pada setiap kelompok penerima bantuan. Adapun pembinaan ini meliputi teknis, budidaya, tanggung jawab sebagai penerima bantuan serta dinamika kelompok termasuk pengembangan ternak lebih lanjut. BAB III INSTALASI BIOGAS Pada kegiatan usaha pertanian terintegrasi ini, diperlukan instalasi biogas sebagai pengurai limbah dari kotoran ternak yang terdiri dari beberapa komponen peralatan, yaitu : 1. Peralatan pengurai limbah ternak (reaktor/digester) 2. Kompor biogas 3. Komponen lain untuk menyalurkan gas ke kompor untuk proses lainnya. Persyaratan pembuatan instalasi biogas antara lain : 1. Peralatan pengurai limbah (reaktor/digester) dibuat dalam satu areal dengan kandang babi. Selain dibangun dalam satu areal dengan kandang babi, diharapkan juga dapat dibangun dekat dengan pemukiman anggota kelompok. 2. Reaktor yang dibangun pada areal kandang harus dilengkapi dengan kompor biogas dan komponen lainnya untuk menyalurkan gas ke kompor. 13

3. Pemanfaatan biogas diutamakan untuk mendukung kegiatan bersama kelompok dan apabila berlebihan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan anggota kelompok lainnya yang mudah dijangkau. Spesifikasi/standar teknis instalasi biogas yang dibangun adalah sebagai berikut : 1. Reaktor/digester biogas dapat dibuat dari beton maupun fiberglass dengan konstruksi kedap udara. Ukuran reaktor minimal dengan kapasitas 6 M3 atau disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan dana. 2. Bentuk reaktor disesuaikan dengan bentuk yang sudah ada, misalnya bentuk kubah, bentuk septitank dalam tanah dan lain-lain. 3. Tersedia bak untuk tempat pencampuran kotoran dengan air yang dilengkapi dengan saluran menuju ke lubang pemasukan campuran tersebut kedalam reaktor biogas (inlet). Terbuat dari pasangan batu bata yang diplester dan diaci pada bagian dalamnya. Posisi bak pencampur lebih tinggi dari saluran dan dibuat dengan kemiringan dan bentuk sedikit cekung agar campuran kotoran dapat mengalir dengan lancar kedalam reaktor (disesuaikan dengan konstruksi dari teknisi yang telah berhasil). 4. Tersedia bak penampungan keluaran kotoran (outlet) dari reaktor yang letaknya berseberangan dengan tempat pemasukan, terbuat dari pasangan batu bata yang diplester dan diaci pada bagian dalamnya. Posisi permukaan bak penampungan lebih tinggi sekitar 30 cm dari saluran pengeluaran pada reaktor. Semakin lebar tempat pengeluaran akan semakin lama gas dapat terbentuk dan bertahan dalam reaktor. 5. Terdapat tempat kontrol gas dibagian atas reaktor (dilengkapi kran gas) serta saluran gas ke lokasi pemakaian yang terbuat dari pipa paralon yang cukup tebal dengan ukuran ½ inci, serta selang plastik secukupnya untuk dipasang pada kompor. Sambungan antara pipa paralon dengan selang gas dipasang 2 buah kran gas. Pemasangan pipa paralon maupun selang gas diperhatikan benar-benar agar tidak terdapat kebocoran. 6. Kompor gas bio merupakan kompor gas LPG yang telah dimodifikasi dengan memiliki 2 buah tungku. 14

BAB IV PENUTUP Petunjuk teknis ini dibuat sebagai alat untuk melaksanakan teknis pembuatan dan pengelolaan ternak maupun fasilitas atau sarana lainnya yang didapatkan oleh kelompok pelaksana. Apabila dalam pelaksanaannya di lapangan terdapat kejanggalan sehingga sulit untuk diterapkan maka dapat disesuaikan dengan cara berkonsultasi, berdiskusi dan disepakati bersama anggota kelompok, Pembina teknis di lapangan baik Pembina di Kabupaten maupun di Provinsi. Hal-hal yang belum dijelaskan dalam petunjuk teknis ini akan disampaikan secara langsung di lapangan oleh tim teknis dari Provinsi yang membidangi. GUBERNUR BALI, MADE MANGKU PASTIKA 15