I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rongga mulut. Kandidiasis oral paling banyak disebabkan oleh spesies Candida

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik usia muda maupun tua (Akphan dan Morgan, 2002). Kandidiasis oral

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. jamur oportunistik yang sering terjadi pada rongga mulut, dan dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. tidak diganti dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sistem stomatognatik

BAB 1 PENDAHULUAN. Kandidiasis adalah istilah yang dipakai untuk infeksi kulit dan selaput lendir

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kelainan oklusi dan posisi gigi-gigi dengan rencana perawatan yang cermat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. saluran cerna, dan saluran genitourinarius. Bahkan, jamur ini kadang-kadang dijumpai

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menyebabkan infeksi karena jamur banyak ditemukan (Nasution, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh. jamur Candida sp. Kandidiasis merupakan infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kalangan masyarakat. Kebutuhan akan perawatan ortodonti saat ini meningkat

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Candida yang dapat menyebabkan infeksi kulit dan selaput lendir. C. albicans

BAB 1 PENDAHULUAN. yang buruk, kelainan berbicara apabila gigi yang hilang adalah gigi depan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. massa koloni bakteri kompleks yang terorganisasi dalam matriks intermikrobial

I.PENDAHULUAN. karena merupakan penyebab kematian paling tinggi (Ahira, 2013). Data

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang di daerah beriklim tropis, termasuk di Indonesia. Candida dapat

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang banyak ditumbuhi. berbagai jenis tanaman herbal. Potensi obat herbal atau

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 yang

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. golongan usia (Tarigan, 1993). Di Indonesia penderita karies sangat tinggi (60-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan sebagian lepasan (removable partial denture) adalah gigi tiruan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB 1 PENDAHULUAN. menurun, maka sifat komensal candida ini dapat berubah menjadi. disebabkan oleh Candida albicans, sisanya disebabkan oleh Candida

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyebab utama terjadinya kehilangan gigi. Faktor bukan penyakit yaitu sosiodemografi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perawatan kelainan oklusal yang akan berpengaruh pada fungsi oklusi yang stabil,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang predominan. Bakteri dapat dibagi menjadi bakteri aerob, bakteri anaerob dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya dengan berbagai tumbuhan, terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 0,1%, usia tahun 0,4 %, usia tahun 1,8%, usia tahun 5,9%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, didukung oleh gusi yang kuat dan

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada

BAB V PEMBAHASAN. graveolens L.), kemangi (Ocimum bacilicum L.) serta campuran keduanya. terhadap pertumbuhan Candida albicans in vitro yang

BAB 1 PENDAHULUAN. cara menimbang bahan yang akan diekstraksi lalu mencampur bahan dengan air

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini perhatian masyarakat untuk kembali memakai bahan alam

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah infeksi rongga mulut hingga menyebabkan abses atau

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB 1 PENDAHULUAN. anatomis, fisiologis maupun fungsional, bahkan tidak jarang pula menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit periodontal adalah suatu keadaan dengan kerusakan pada struktur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI PEMBAHASAN. pseudohalitosis, halitophobia dan psychogenic halitosis. 6,7,8

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker kepala dan leher merupakan salah satu tumor ganas yang banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuntutan dan kebutuhan akan perawatan ortodonti pada masa kini semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan tanaman obat di Indonesia perlu digali lebih mendalam, khususnya

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang

BAB I PENDAHULUAN. Candida albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian- bagian

BAB I PENDAHULUAN. mulut. Ketidakseimbangan indigenous bacteria ini dapat menyebabkan karies gigi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki banyak sekali khasiat sebagai obat tradisional, dan belum banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan kadar gula yang tinggi) dapat menyebabkan manusia rentan terkena

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang Permasalahan. Infeksi jamur patogen masih menjadi permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Plak dapat berkalsifikasi menjadi kalkulus atau tartar. Plak dapat terlihat dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur,

BAB I PENDAHULUAN. seperti pada lingkungan, tubuh, serta pada rongga mulut (Amaliah, 2013).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. (Al Shamrany, 2006). Salah satu penyakit gigi yang banyak terjadi di Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) memiliki aktivitas antibakteri dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendukung gigi. Penyakit periodontal secara luas diyakini sebagai masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Indonesia, termasuk didalamnya penyakit infeksi jamur. Infeksi jamur sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dijual dipasaran, diantaranya adalah chlorhexidine. Chlorhexidine sendiri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Streptococcus sanguis merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) dapat diartikan sebagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme di Indonesia masih mengkhawatirkan kehidupan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh jamur Candida albicans, infeksi C.albicans dapat

I. PENDAHULUAN. antara lain: disebabkan oleh penyakit infeksi (28,1 %), penyakit vaskuler

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terutama resin akrilik kuring panas memenuhi syarat sebagai bahan basis gigi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB I PENDAHULUAN. folikel rambut dan pori-pori kulit sehingga terjadi peradangan pada kulit.

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kandidiasis merupakan infeksi jamur oportunistis yang sering terjadi di rongga mulut. Kandidiasis oral paling banyak disebabkan oleh spesies Candida albicans (Neville dkk., 2003). Hasil penelitian Sofro dkk., pada tahun 2006 menunjukkan bahwa 79% pasien HIV/AIDS di RSUP Dr. Kariadi Semarang menderita kandidiasis orofaringeal. Penelitian lanjutan Sofro dkk., pada tahun 2013 dari 40 kasus kandidiasis orofaringeal ditemukan spesies Candida albicans sebanyak 18 isolat (45%). Spesies non Candida albicans sebanyak 22 isolat (55%) yang terdiri dari 6 spesies yaitu C. stellatoidea, C. Tropicalis, C. parapsilosis, C. krusei, C. glabrata, C. guillermondia (Sofro dkk., 2013). Candida albicans merupakan flora normal yang tumbuh pada beberapa bagian tubuh manusia seperti kulit, membran mukosa, dan saluran pencernaan. Pada individu yang sehat, organisme komensal tersebut berjumlah kira-kira 20% sampai 40% dari seluruh flora normal. Candida albicans merupakan salah satu spesies jamur dari genus Candida yang memiliki dua bentuk morfologi sel yaitu yeast dan hifa, sehingga disebut jamur dimorfik. Candida albicans dapat bersifat patogen dan menyebabkan infeksi kulit dan mukosa yang disebut kandidiasis dikarenakan faktor lokal dan sistemis (Mitchell, 2010; Cannon dan Firth, 2006; Scully, 2008). Faktor lokal akan memicu pertumbuhan C. albicans dalam rongga mulut sehingga terjadi peningkatan melebihi jumlah normal. Selain itu, faktor lokal juga 1

2 mempengaruhi respon sistem imun berupa penurunan respon imun rongga mulut (Greenberg dkk., 2008). Faktor lokal tersebut adalah ketidakseimbangan mikroflora dalam rongga mulut, hyperkeratosis, xerostomia, kebiasaan merokok, konsumsi antimikroba spektrum luas dan kortikosteroid, pemakaian pelat gigi tiruan, serta iradiasi yang melibatkan mulut atau kelenjar saliva (Scully, 2008; Greenberg dkk., 2008). Faktor sistemis berhubungan dengan status sistem imun dan endokrin (Greenberg dkk., 2008). Faktor sistemis yang berpengaruh yaitu usia, malnutrisi, kemoterapi sitotoksik, gangguan imunitas sel T, konsumsi obatobatan immunosupressive, gangguan endokrin, dan anemia (Scully, 2008; Greenberg dkk., 2008). Kandidiasis oral terjadi karena perlekatan C. albicans pada permukaan epitel, kemudian melakukan penetrasi ke dalam lapisan sel-sel epitel. Candida albicans memproduksi lipase yang memudahkan penetrasi ke dalam lapisan selsel epitel (Greenberg dkk., 2008). Adanya penetrasi hifa C. albicans akan mencegah hilangnya perlekatan pada lapisan epitel karena proses deskuamasi dan juga untuk mendapatkan nutrisi (Marsh dan Martin, 1999). Candida albicans memiliki kemampuan untuk membentuk biofilm yang merupakan faktor virulensi yang sangat berperan dalam menyebabkan kandidiasis. Pembentukan biofilm diawali dengan adanya perlekatan dan kolonisasi sel-sel jamur pada permukaan host. Interaksi antara protein dalam dinding sel C. albicans dengan reseptor adhesi pada jaringan host akan mengakibatkan agregasi sel-sel jamur. Selain itu juga dapat terjadi koagregasi dengan mikroorganisme lain sehingga menimbulkan

3 infeksi polimikroba (Ramage dkk., 2005; Nobile dan Mitchell, 2006; Williams dkk., 2011). Pembentukan biofilm Candida sp. dapat terjadi pada permukaan suatu bahan seperti pelat gigi tiruan. Keadaan tersebut menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya infeksi Candida sp.. Peningkatan kekasaran permukaan akan membantu perlekatan dan kolonisasi C. albicans pada permukaan pelat gigi tiruan. Kesehatan mulut dan pemeliharaan kebersihan pelat gigi tiruan yang buruk mendukung terbentuknya biofilm pada permukaan pelat (Williams dkk., 2011). Perlekatan C. albicans pada permukaan pelat gigi tiruan karena adanya interaksi hydrophobic antara C. albicans dan pelat gigi tiruan (Minagi dkk., 1985). Perawatan kandidiasis oral dilakukan dengan pemberian obat-obatan antifungi. Obat-obat antifungi yang sering digunakan adalah golongan azole dan polyenes (Greenberg dkk., 2008). Obat-obat antifungi golongan azole akan menghambat pertumbuhan jamur dengan menghambat biosintesis sterol pada membran sel jamur, sedangkan mekanisme kerja polyenes yaitu dengan membentuk pori-pori pada membran plasma yang mengandung komponen utama sterol ergosterol (Cannon dan Firth, 2006). Ergosterol merupakan komponen yang berperan dalam permeabilitas dan integritas membran sel serta berfungsi sebagai enzim perlekatan membran (Iwaki dkk., 2008). Pada saat ini, resistensi jamur pada obat-obat antifungi golongan azole telah banyak terjadi diakibatkan oleh penggunaan obat antifungi dalam jangka panjang, contohnya pada pasien HIV/AIDS yang mengkonsumsi antifungi triazole dalam jangka waktu yang lama

4 untuk mengobati kandidiasis orofaringeal. Resistensi terhadap antifungi golongan azole dapat mengakibatkan infeksi jamur yang berulang (Cannon dan Firth, 2006). Pengembangan obat antifungi dengan efek samping yang rendah mulai dilakukan. Produk alami baik komponen murni maupun ekstrak tanaman yang terstandarisasi dapat menjadi sumber obat-obatan baru karena adanya kandungan senyawa kimia yang beraneka ragam. Beberapa senyawa kimia tanaman yang memiliki efek farmakologi sebagai antifungi dapat berupa ekstrak mentah, minyak esensial, senyawa terpenoid, saponin, fenol, alkaloid serta peptida dan protein (Abad dkk., 2007). Kandungan zat aktif tanaman yang memiliki kemampuan fungicidal dapat menjadi alternatif sumber senyawa aktif pada obat-obatan antifungi (Dellavalle dkk., 2011). Asam oleanolat merupakan salah satu jenis asam terpenoid yang terkandung dalam tanaman dan obat-obatan herbal. Asam oleanolat sebagai senyawa aktif dalam tanaman memiliki efek terapeutik (Nowak dkk., 2013). Berdasarkan penelitian ilmiah, asam oleanolat memiliki beberapa kemampuan biologis seperti fungicidal, antireplikasi HIV, antibakteri, analgesik, dan antiinflamasi (Zhao dkk., 2011; Mengoni dkk., 2002; Capel dkk., 2011; Vasconcelos dkk., 2006a). Hasil penelitian Habila dkk., (2012) menunjukkan aktivitas antifungi senyawa asam oleanolat yang diisolasi dari cengkeh. Asam oleanolat dapat menghambat pertumbuhan Candida terutama spesies C. albicans dengan terbentuknya zona hambat pada media pertumbuhan C. albicans dengan konsentrasi minimal (MIC) 1,25x10-6 mg/ml. Asam oleanolat memiliki toksisitas yang rendah, penelitian

5 Mengoni dkk., (2002) asam oleanolat memiliki kemampuan menghambat replikasi HIV pada sel makrofag dan monosit tanpa membunuh kedua sel tersebut. Asam oleanolat yang terkandung dalam tanaman dapat diidentifikasi dan dikuantifikasi, tetapi setiap tanaman mengandung konsentrasi asam oleanolat yang berbeda, contohnya pada tanaman Mentha piperita L. mengandung 0,099% asam oleanolat (Iram dan Mohammed, 2010; Jager dkk., 2009). Pada saat ini, asam oleanolat telah diproduksi oleh beberapa industri kimia. Asam oleanolat tersebut disintesis dari tanaman dengan kemurnian asam oleanolat hampir mencapai 100% (Sigma Aldrich Co., 2013; Cayman Chemical Company, 2014; Santa Cruz Biotechnology, Inc., 2014). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu: Apakah terdapat pengaruh konsentrasi asam oleanolat pabrikan terhadap persentase perlekatan sel C. albicans secara in vitro? C. Keaslian Penelitian Habila dkk., (2012) telah menguji efek fraksi asam oleanolat dari cengkeh (Syzigium aromaticum) terhadap pertumbuhan Candida secara in vitro. Penelitian tersebut membuktikan asam oleanolat memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan C. albicans. Kebaruan dari penelitian ini adalah menguji pengaruh konsentrasi asam oleanolat pabrikan terhadap persentase perlekatan C. albicans secara in vitro.

6 D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam oleanolat pabrikan terhadap persentase perlekatan sel C. albicans secara in vitro. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan akan didapat dari penelitian ini antara lain: 1. Sebagai informasi ilmiah mengenai pengaruh asam oleanolat terhadap perlekatan C. albicans. 2. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan asam oleanolat. 3. Hasil penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pengembangan produk perawatan kesehatan gigi dan mulut bagi masyarakat.