PERBEDAAN KONSENTRASI KITOSAN TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DAN DAYA SIMPAN TAHU

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

STUDI PEMBUATAN MI INSTAN SAGU DENGAN VARIASI PENAMBAHAN JUMLAH DAGING IKAN PATIN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah daging dari ternak yang sehat, saat penyembelihan dan pemasaran diawasi

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

Eni Marta 1, Elya Febrita 2, Suwondo 2

EVALUASI MUTU BAKSO JANTUNG PISANG DAN IKAN PATIN SEBAGAI MAKANAN KAYA SERAT

Unnes Journal of Public Health

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

PENGARUH PENAMBAHAN GULA DAN AMONIUM SULFAT TERHADAP KUALITAS NATA DE SOYA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA

Gemala Azora M 1, Suwondo 2, Elya Febrita 2

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN KITOSAN JERUK NIPIS DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU TAHU SEGAR

STUDI PEMANFAATAN KULIT CEMPEDAK DALAM PEMBUATAN MANDAI STUDY ON MAKING USE OF SKIN CEMPEDAK MANDAI

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

Widra Yanti 1, Suwondo 2, Elya Febrita 2

EVALUASI MUTU KUKIS YANG DISUBSTITUSI TEPUNG SUKUN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

PENGARUH PERENDAMAN DALAM BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dalam SNI tempe didefinisikan sebagai produk makanan

PENGARUH PENAMBAHAN Ca-LAKTAT TERHADAP KARAKTERISTIK YOGURT KEDELAI JAGUNG PROPOSAL SKRIPSI OLEH : YOHANES ALIM

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

Padang, Maret Putri Lina Oktaviani

HASIL DAN PEMBAHASAN

OLEH: SUZANNA TANIAJI

PENGARUH PENAMBAHAN SARI JAHE TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA, MIKROBIOLOGIS DAN SENSORIS YOGURT SKRIPSI

KOMBINASI TEPUNG TAPIOKA DENGAN PATI SAGU TERHADAP MUTU BAKSO JANTUNG PISANG DAN IKAN PATIN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Keamanan pangan (food safety) merupakan hal-hal yang membuat

PENAMBAHAN GULA KELAPA DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP KUALITAS SUSU FERMENTASI KACANG MERAH. ( Phaseolus vulgaris L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

QUALITY ASSESSMENT OF SMOKED SELAIS (Cryptopterus bicirrhis) RESULTS USING LABAN WOOD SMOKE WITH DIFFERENT METHODS FOR THE STORAGE ROOM TEMPERATURE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa.

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

STUDI KEAMANAN SUSU PASTEURISASI YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MALANG (KAJIAN DARI MUTU MIKROBIOLOGIS DAN NILAI GIZI)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan lokal, termasuk ubi jalar (Erliana, dkk, 2011). Produksi ubi

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil.

BAB I PENDAHULUAN. Stroberi (Fragaria sp.) merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

KAJIAN PROPORSI SARI NANAS DAN KONSENTRASI STARTER TERHADAP SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK KEFIR NANAS

Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Kulit Kayu Manis dan Lama Perendaman Terhadap Umur Simpan Bakso Udang Pada Suhu Ruang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

PENGARUH KONSENTRASI BUBUK BAWANG PUTIH DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU TAHU SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

PENGARUH PENAMBAHAN KOSENTRAT PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) TERHADAP MUTU KUE SEMPRONG. Oleh:

PEMANFAATAN JANTUNG PISANG KEPOK KUNING (Musa paradisiaca) TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA BAKSO DAGING SAPI

PEMANFAATAN SINGKONG KARET UNTUK PEMBUATAN BIOPLASTIK DENGAN PENAMBAHAN GLISEROL DAN KITOSAN YANG BERBEDA

PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM KARBONAT TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK SUSU BERAS MERAH-KEDELAI PROPOSAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar

PENGARUH LAMA PEYIMPANAN SUSU SAPI PASTEURISASI PADA SUHU RENDAH TERHADAP SIFAT FISIKO-KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK YOGURT SKRIPSI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK KUALITAS DAN PROFIL MIKROBA DAGING SAPI LOKAL DAN IMPOR DI DILI-TIMOR LESTE

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi A

Transkripsi:

PERBEDAAN KONSENTRASI KITOSAN TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DAN DAYA SIMPAN TAHU Chitosan Concentration Differences On The Level Of Favorite And Storability Tofu Januari Manurung Raswen Efendi and Rahmayuni Arhymanurung07@gmail.com ABSTRACT The purpose of this study is to determine the exact concentration of chitosan on organoleptic quality and storability know. The research was done experimentally by using Completely Randomized Design (CRD) non factorial consisting of 4 treatments and 4 replications. The treatment in this peneletin is: K0 = Without the addition of chitosan concentration (0%), K1 = Addition of 1% chitosan concentration of stock solution, K2 = Addition of 2% chitosan concentration of stock solution and K3 = Addition of 3% chitosan concentration of stock solution. The data obtained were statistically analyzed using analysis of variance (ANOVA), followed by Duncan's test New Multiple Range Test (DNMRT) at the level of 5%. The best treatment at the intensive search was out with the addition of 2% chitosan concentration with ph, total bacteria, protein content and assessment requirements organeleptik accordance with SNI 01-3142- 1998 and can extend the shelf life. Keyword : Chitosan, shelf life, Tofu I. PENDAHULUAN Kedelai merupakan salah satu hasil pertanian yang sangat penting sebagai bahan makanan, karena jumlah dan mutu protein yang dikandung sangat tinggi yaitu susunan asam amino esensialnya lengkap sehingga protein kedelai mempunyai mutu yang mendekati mutu protein hewani. Sebagai bahan baku makanan, kedelai termasuk bahan makanan yang mempunyai susunan zat yang lengkap dan mengandung hampir semua zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang cukup. Banyaknya kandungan gizi pada tahu merupakan media yang cukup baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini dapat menyebabkan pelendiran, bau busuk, tekstur menjadi sangat lunak, rasa asam dan kadang berjamur pada permukaannya, sehingga perlu upaya untuk mengatasi beberapa kendala di atas agar dapat diperoleh tahu yang mempunyai daya simpan lama dan mengurangi kerusakan pada tahu sehingga diperlukan penambahan pengawet alami seperti kitosan.

1.1.Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi kitosan yang tepat terhadap tingkat kesukaan dan daya simpan tahu. 2.1. Metode Penelitian II. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 kali ulangan. Adapun perlakuan pada peneletin ini adalah: K0 = Tanpa penambahan konsentrasi kitosan (0%), K1 = Penambahan konsentrasi kitosan 1% dari larutan stok, K2 = Penambahan konsentrasi kitosan 2% dari larutan stok dan K3 = Penambahan konsentrasi kitosan 3% dari larutan stok. 3.1. Tingkat Keasaman (ph) III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan kitosan pada tahu memberikan pengaruh nyata terhadap ph tahu yang dihasilkan selama pengamatan hari ke 0, 1, 2 dan 3 pada berbagai konsentrasi dan lama penyimpanan menunjukkan ph tahu berkisar antara rata-rata 4.45 6,29. Terlihat pada Lampiran 5a-5d. hasil analisis nilai ph dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. ph tahu selama penyimpanan pada nol hari hingga hari ke tiga. Rata- rata K0 6,22 c 6,24 c 6,25 b 6,29 b K1 4,48 b 4,48 b 4,47 a 4,47 a K2 4,46 a 4,46 a 4,46 a 4,46 a K3 4,45 a 4,45 a 4,45 a 4,45 a Hasil pengamatan Tabel 4 menunjukkan bahwa penambahan kitosan pada berbagai konsentrasi dan lama penyimpanan menunjukkan ph tahu semakin menurun. Hal ini disebabkan kitosan yang digunakan pada penelitian ini bersifat larut pada asam yaitu asam sitrat sebagai media pelarutnya dengan konsentrasi 10%, sehingga semakin banyak penggunaan kitosan maka asam sitrat yang digunakan akan semakin meningkat yang menyebabkan ph tahu menjadi menurun. Menurut Alamsyah (2006) adanya gugus amino bebas pada kitosan menyebabkan sifat kelarutannya spesifik pada larutan asam dan tidak larut pada ph netral. Menurut Yulistiani dkk. (2009) semakin tinggi konsentrasi asam sitrat yang digunakan maka keasaman yang dihasilkan akan semakin asam sehingga menurunkan ph penggumpalan protein susu kedelai.

3.2. Analisis Total Bakteri Hasil Pengamatan jumlah total bakteri dalam tahu pada masing-masing perlakuan mulai hari ke 0, 1, 2 dan 3 disajikan Lampiran 6a-6c. hasil total bakteri pada tahu selama pengamatan pada hari ke nol sampai hari ke tiga pada Tabel 5. Tabel 5. analisis total bakteri pada tahu selama penyimpanan pada nol hari hingga hari ke tiga. K0-1,7x10 5 1,6x10 6 3,1x10 6 K1 - - - - K2 - - - - K3 - - - - Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat pengamatan hari ke nol semua perlakuan belum terlihat adanya pertumbuhan bakteri. Hal ini disebabkan karena tahu belum mengalami proses penyimpanan dan penambahan kitosan belum terlihat pengaruhnya. Pertumbuhan bakteri mulai terlihat pada pengamatan hari ke tiga pada perlakuan K0 yaitu sebesar 1,7x10 5, namun jumlah bakteri tidak melebihi batas persyaratan jumlah bakteri berdasarkan standar mutu tahu (SNI No 02070-80) yaitu batas maksimum 1x10 6. Pada pengamatan hari ke dua dan ke tiga terlihat bahwa adanya pertumbuhan bakteri pada perlakuan K0 yaitu sebesar 1,6x10 6 dan 3,1x10 6 jumlah ini sudah melebihi batas persyaratan SNI sementara perlakuan perlakuan K1, K2 dan K3 tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri. Hal ini disebabkan karena penambahan kitosan berfungsi sebagai senyawa anti bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga kitosan dapat diapliksikan sebagai pengawet. Menurut Cahyadi (2006) kitosan juga memiliki gugus aktif yang bermuatan positif yang bersifat polikationik yang dapat berperan sebagai bahan penghambat anti mikroorganisme dan mampu berikatan mikroorganisme perusak menyebabkan pertumbuhan akan terhenti bahkan akan mati. Menurut Wardaniati dkk. (2006) kemampuan kitosan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan karena kitosan memiliki sifat polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang. Kitosan memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa pada permukaan sel bakteri kemudian membentuk semacam lapisan yang menghambat saluran membran sel sehingga sel mengalami kekurangan energi untuk berkembang dan mengakibatkan matinya sel. Selanjutnya menurut Pamekes (2007) kitosan memiliki efek fungsida dan mampu membentuk lapisan film yang membungkus permukaan produk dan mengatur pertukaran gas dan kelembaban. 3.3. Kadar Protein Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi kitosan pada tahu memberikan pengaruh nyata terhadap kadar protein tahu pada

hari ke tiga seperti pada Lampiran 7. hasil analisis kadar air protein dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. protein tahu selama penyimpanan pada hari ke tiga. Hari ke 3 K0 7,82 a K1 9,68 b K2 11,44 c K3 13,53 d Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan K3 yaitu sebesar 13,53% dan terendah pada penambahan konsentrasi kitosan 0% yaitu sebesar 7,82%. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan yang digunakan, maka akan semakin tinggi kadar proteinnya. Hal ini disebabkan karena kitosan memiliki sifat mengikat protein, sehingga semakin tinggi konsentrasi kitosan semakin banyak protein yang diikat dalam susu kedelai. Menurut Synowiecki dkk. (2003) kitosan memiliki sifat afinitas (mengikat) yang luar biasa terhadap protein. Selanjutnya menurut Rismana (2003) kitosan merupakan kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa pekat sehingga bahan ini merupakan polimer D-glukosamin dan mampu berikatan dengan protein. Kadar protein tahu dengan penambahan kitosan sudah sesuai dengan persyaratan kadar protein tahu dalam satndar mutu tahu yaitu minimal 9,0% (SNI 01-3142-1998). 3.4. Penilaian organoleptik 3.4.1. Warna Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi kitosan pada tahu memberikan pengaruh nyata terhadap warna yang dihasilkan selama pengamatan hari ke 0, 1, 2 dan 3 seperti Lampiran 8a-8d. penilaian hasil analisis warna dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. warna tahu selama penyimpanan pada nol hari hingga hari ke tiga. K0 3,88 b 3,72 a 3,04 a 2,56 a K1 3,60 ab 3,60 a 3,32 ab 3,04 b K2 3,68 b 3,64 a 3,48 b 3,32 b K3 3,32 a 3,52 a 3,36 ab 3,24 b Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa selama penyimpanan tahu tanpa penambahan kitosan (K0) mudah mengalami perubahan warna menjadi putih

berbintik kecokelatan dan terlihat adanya lendir dipermukaan tahu sehingga panelis cenderung tidak menyukai warna tahu yang dihasilkan. Hal ini disebabkan tidak adanya penambahan pengawet pada tahu sehingga mengalami perubahan warna tahu. Warna tahu yang tanpa bahan pengawet akan memudar setelah 12 jam disimpan pada suhu kamar (Anonim, 2005). Setyadi (2008) nilai kecerahan tahu semakin menurun terhadap lamanya waktu penyimpanan. Hal ini disebabkan timbulnya lendir pada permukaan tahu yang menyebabkan kecerahan tahu menjadi berkurang. Pelendiran pada tahu disebabkan oleh bakteri pembentuk lendir terutama dari golongan Pseudomonas, Lactobacillus, dan Streptococcus. Tahu dengan perlakuan penambahan kitosan dari penyimpanan hari ke nol hingga ke tiga cenderung masih disukai panelis. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan kitosan dapat mempertahankan warna tahu agar dapat bertahan lebih lama selama penyimpanan. Menurut Cahyadi (2006) kitosan memiliki fungsi ganda yakni melapisi, sehingga pengaruh dari luar dapat dihambat oleh kitosan tersebut termasuk faktor warna yang mempengaruhi warna bahan. Selanjutnya menurut Mukarromah dkk. (2010) penambahan asam sitrat bertujuan untuk mempertegas rasa dan warna produk akhir, mengurangi rasa dan aroma yang tidak disukai. 3.4.2. Tekstur Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi kitosan pada tahu memberikan pengaruh nyata terhadap tekstur tahu yang dihasilkan selama pengamatan hari ke 0, 1, 2 dan 3 seperti Lampiran 9a-9d. Ratarata penilaian tekstur dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. tekstur tahu selama penyimpanan pada nol hari hingga hari ke tiga. K0 3,92 a 3,72 c 2,88 a 2,52 a K1 3,60 b 3,64 bc 3,12 bc 3,12 b K2 3,64 b 3,40 b 3,32 c 3,20 b K3 2,96 b 3,04 a 2,84 a 2,76 a Berdasarkan Tabel 8 tahu tanpa penambahan kitosan (K0) menunjukkan bahwa nilai tekstur tahu semakin menurun seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Hal ini disebabkan banyaknya kandungan air menjadi media yang baik untuk tumbuhnya bakteri perusak. Setyadi (2008) tahu tanpa penambahan pengawet (kontrol) mudah mengalami proses pelunakan tahu disebabkan oleh aktivitas mikroba bakteri asam laktat yang menyebabkan tekstur tahu menjadi lunak, tidak kompak, dan berlendir. Hal ini berhubungan dengan naiknya kadar air tahu yang disebabkan oleh terurainya komponen-komponen tahu oleh aktivitas bakteri. Proses pelunakan tahu ini memperlihatkan bahwa tahu sudah mengalami kerusakan. Permukaan tahu berlendir, kadang-kadang berjamur setelah 12 jam disimpan pada suhu kamar (Anonim, 2005).

Tahu dengan semakin banyak penambahan kitosan menghasilkan tekstur yang semakin padat atau kenyal sehingga panelis kurang menyukai, tetapi selama penyimpanan tahu masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini disebabkan karena kitosan dapat mengikat air dan menggumpalkan protein yang terdapat dalam sari kedelai, sehingga tahu yang dihasilkan menjadi padat atau kenyal. Selanjutnya menurut Synowiecki dkk. (2003) kitosan memiliki sifat afinitas (mengikat) yang luar biasa terhadap protein. Selanjutnya menurut Sahaidi (1999) dalam Suptijah (2006) semakin banyak jumlah kitosan dapat berikatan ionion H + dan protein yang terdapat dalam bahan dan kemampuan kitosan dapat membentuk pengkelat, pengikat dan penjernih bahan tersebut. Menurut Rismana (2001) adanya sifat kimia kitosan yang mempunyai gugus amino aktif yang dapat mengikat air, sehingga dengan diikatnya air pengaruhnya yaitu tidak dapat digunakan oleh mikroba untuk melanjutkan proses kehidupan dan pertumbuhan akan terganggu. 3.4.3. Aroma Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan kitosan pada tahu memberikan pengaruh nyata terhadap aroma tahu yang dihasilkan selama pengamatan hari ke 0, 1, 2 dan 3 seperti lampiran 10a-10d. hasil analisis aroma dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. aroma tahu selama penyimpanan pada nol hari hingga hari ke tiga. K0 3,88 b 3,72 a 2,84 a 2,44 a K1 3,72 ab 3,64 a 3,40 b 3,16 b K2 3,76 ab 3,56 a 3,40 b 3,44 b K3 3,56 a 3,44 a 3,24 ab 3,08 b Berdasarkan Tabel 10 pada tahu tanpa penambahan kitosan (K0) lebih mudah mengalami perubahan aroma yaitu aroma busuk seiring penyimpanan tahu. Hal ini disebabkan adanya aktifitas bakteri dalam tahu sehingga aroma tahu mulai mengalami perubahan penyimpanan hari ke satu (Tabel 5). Menurut Wijana dkk. (1993) aroma busuk pada tahu yang rusak diakibatkan terjadinya perombakan mikroba, baik oleh bakteri maupun kapang yang menghasilkan senyawa H 2 S dan NH 3. Perombakan ini akan menghasilkan bau busuk, bau busuk ini akan mempengaruhi bau dan rasa tahu sehingga panelis tidak menyukainya. Menurut Frazier dkk. (1978) bau basi terutama disebabkan oleh aktivitas golongan bakteri koliform dan beberapa spesies bakteri yang dapat menyebabkan pembusukan seperti Clostridium dan Pseudomonas yang menghasilkan bau busuk. Penyimpangan-penyimpangan bau ini terjadi akibat hidrolisis komponen protein dan asam-asam amino secara lanjut yang menghasilkan senyawa-senyawa dan gas-gas yang mempunyai citarasa yang tidak disukai.

Penambahan kitosan cenderung dapat mempertahankan aroma tahu, sehingga masih disukai panelis dibandingkan tahu yang tanpa penambahan kitosan (K0). Hal ini disebabkan karena kitosan mampu mempertahankan aroma selama penyimpanan dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri serta tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri (Tabel 5). Menurut Cahyadi (2006) kitosan memiliki fungsi tidak menurunkan gizi, warna, aroma dan bau bahan yang diawetkan yakni melapisi, sehingga pengaruh dari luar pun dapat dihambat oleh kitosan tersebut termasuk faktor aroma, rasa dan bau bahan yang diawetkan. Selain itu juga kitosan juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat mempengaruhi perubahan pada aroma bahan. Menurut Suseno (2006) kitosan dilarutkan pada asam merupakan bahan pengawet alami yang ramah lingkungan. Keunggulan bahan pengawet ini meliputi aspek daya awet, keamanan pangan serta uji organoleptik meliputi rasa, penampakan, aroma dan tekstur dengan kitosan menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan pengawet lainnya. 3.4.4. Rasa Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi kitosan pada tahu memberikan pengaruh nyata terhadap rasa tahu yang dihasilkan selama pengamatan hari ke 0, 1, 2 dan 3 Lampiran 11a-11d. hasil analisis rasa dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. rasa tahu selama penyimpanan pada nol hari hingga hari ke tiga K0 4,20 b 3,76 a ** ** K1 3,60 b 3,68 a 3,40 b 3,04 b K2 3,72 b 3,60 a 3,40 b 3,24 b K3 3,48 b 3,44 a 3,24 ab 3,12 b nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5 %. ** = Pengujian tidak dilanjutkan Hasil pengamatan dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa rasa tahu penilaian panelis terhadap rasa tahu tanpa penambahan kitosan tidak mampu bertahan lama hanya tahan satu hari dan untuk uji organoleptik terhadap rasa pada hari ke dua dan ke tiga tidak dilanjutkan. Hal ini disebabkan terlihat adanya pertumbuhan bakteri yang melebihi batas persyaratan SNI tahu (SNI 01-3142-1998) yaitu batas maksimum 1x10 6. Banyaknya bakteri dalam tahu dengan tanpa bahan penambahan kitosan (K0) menyebabkan kerusakan protein yang ada, kerusakan ini akan menghasilkan rasa busuk, rasa busuk ini akan mempengaruhi rasa tahu. Terbentuknya lendir pada tahu dapat disebabkan oleh aktivitas mikroba antara lain bakteri Bacillus subtilis, Bacillus mesentericus. Perubahan flavor/rasa biasanya disebabkan oleh mikroba Genus monila, Aspergillus mucor, Alternaria, dan Scopiloriosis, yang menyebabkan bau tidak enak. Sedangkan rasa asam atau basi biasanya disebabkan oleh bakteri pembusuk seperti Coliform, Micrococci dan Achromycetes.

Menurut Frazier dkk. (1978) bau basi terutama disebabkan oleh aktivitas golongan bakteri koliform dan beberapa spesies bakteri yang dapat menyebabkan pembusukan seperti Clostridium dan Pseudomonas menghasilkan bau busuk. Penyimpangan-penyimpangan bau ini terjadi akibat hidrolisis komponen protein dan asam-asam amino secara lanjut yang menghasilkan senyawa-senyawa dan gas-gas yang mempunyai citarasa yang tidak disukai. Semakin lama penyimpanan, rasa tahu dengan penambahan kitosan masih dapat dipertahankan dibandingkan dengan tahu yang tanpa penambahan kitosan. Hal ini disebabkan selain dari kitosan, asam sitrat yang digunakan sebagai pelarut kitosan juga mampu berperan mempertahankan rasa pada tahu. Menurut Mukarromah dkk. (2010) penambahan asam sitrat bertujuan untuk mempertegas rasa dan warna produk akhir, serta mengurangi rasa yang tidak disukai. Menurut Suseno (2006) kitosan yang dilarutkan pada asam merupakan bahan pengawet alami yang ramah lingkungan. Keunggulan pengawet alami kitosan dibanding pengawet lainnya meliputi aspek organoleptik, daya awet, keamanan pangan serta bernilai ekonomis. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan 1. Penambahan kitosan dengan konsentrasi yang berbeda nyata terhadap ph, Kadar protein, warna, tekstur, aroma dan rasa tahu serta dapat menghambat pertumbuhan bakteri. 2. Perlakuan terbaik pada peneletian ini adalah tahu dengan penambahan konsentrasi kitosan 2% dengan ph, total bakteri, kadar protein dan penilaian organeleptik sesuai dengan persyaratan SNI 01-3142-1998 dan dapat memperpanjang masa simpan. 3. Rekapitulasi data 4.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kadar lemak dan kadar abu serta cemaran Escherichia coli dan Salmonella. DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, R. 2006. Pengembangan proses produksi kitosan larut air. Prosiding Seminar Nasional Kitin-Kitosan. Departemen Teknologi Hasil Perairan. Institut Perikanan Bogor. Bogor. Anonim. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tanggal akses 17 Mei 2006. BSN. 1998. Standarisasi Nasional Indonesia SNI 01-3142-1998. Badan Standar Nasional. Cahyadi, W., 2006. Analisis dan Aspek kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi aksara. Jakarta.

Dody, S. 2008. Pengaruh Pencelupan Tahu dalam Pengawet Asam Organik Terhadap Mutu Sensori dan Umur Simpan. Sikripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Frazier, W.C. dan D. C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. Mc Graw-Hill, Ltd. New York. Mukaromah, T., Susetyorini. S. H. dan Aminah. S. 2010. Kadar vitamin C, mutu fisik, ph dan mutu organeleptik sirup rosella (Hibicus sabdariffa, I) berdasarkan cara ekstraksi. Jurnal Pangan dan Gizi. Vol. 01 No. 01 Tahun 2010. Pamekas, K. 2007. Potensi ekstrak cangkang kepiting untuk mengendalikan penyakit pasca panen antraknosa pada buah cabai merah. Jurnal Akta Agrosia. Vol X: 72-75. Rismana, E. 2001. Langsing dan sehat lewat limbah perikanan. http://www.terranet.or.id. Diakses tanggal 27 september 2012. Rismana, E. 2003. Serat kitosan mengikat lemak. http//www.kompas.com. Diakses tanggal 20 september 2012. Suptijah, P. 2006. Deskripsi karakteristik kitosan dan aplikasi kitosan. Jurnal Bogor: Depertemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perairan dan Ilmu Kelautan. Institusi Perikanan Bogor. Suseno, H., S. 2006. Pelatihan pembuatan pengawet alami dari kitosan dan teknik aplikasinya pada pengolahan ikan. Sikripsi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Synowiecki, J and N. A. Al-Kahateb. 2003. Production, Properties and Some New Application of Chitin and its Derivates. Crit Rev. Food Sci Nutr; 43 (2): 145-171. Wardaniati RA, Setyaningsih S. 2006. Pembuatan chitosan dari kulit udang dan aplikasinya untuk pengawetan bakso. Makalah Penelitian. Semarang: Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro Wijana dan Susinggih. 1993. Optimalisasi proses pembuatan tahu kajian dari bahan penggumpal dan bahan pengawet. Jurnal Universitas Brawijaya: Malang. Yulistiani, R dan Anna, N. 2009. Efektifitas asam sitrat sebagai bahn penggumpal dan pengawet pada produk tahu. Jurnal Staf Pengajar Jurusan Teknologi Pangan. Jawa Timur. Surabaya