Makalah Syar u Man Qoblana Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah : Ushul Fiqih Dosen Pengampu : Misbah Khoirudin Zuhri, MA. Di Susun Oleh: 1. Ludia Nur Annisa (1604026142) 2. Dina Zulfahmi (1604026152) PROGRAM ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2017
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ulama fiqh terdahulu membingkai sejumlah hukum yang telah dipertimbangkan atas dasar kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat pada zamannya. Beberapa dari hukum-hukum itu diganti oleh ulama fiqh belakangan, ketika mereka menemukan bahwa kebiasaan yang mereka dasarkan atasnya tidak ada lagi. Sumber dan dalil hukum Islam dikelompokkan menjadi dua yaitu yang disepakati dan yang masih dipeselisihkan oleh para ulama yaitu salah satunya adalah Syar u man qablana. Nabi Muhammad SAW adalah nabiyullah yang terjaga dari dosa baik sebelum beliau diutus menjadi rosul ataupun belum. Nabi Muhammad membawa pesan Allah yang mengenai dua hal, yaitu tentang apa-apa yang harus diimani (diyakini) dan apa-apa yang harus diamalkan. Beliau juga terpelihara dari sifat jahiliyah yang menjadi budaya dalam keseharian kaum arab. Fakta ini menimbulkan berbagai macam pertanyaan yang berkecamuk dalam diri kaum muslim saat ini. Bila beliau adalah insan yang taat beribadah, hamba Allah yang mulia maka siapakah yang ia teladani dalam hal ini? Siapakah atau syari at apa yang menjadi pedoman dalam keseharian beliau sebelum beliau diutus menjadi Rasulullah SAW? Lantas apakah syariat-syariat tersebut harus kita jalankan? Padahal kita umat muslim telah memiliki syariat sendiri yang disebarkan oleh ajaran Rasulullah SAW yaitu syariat Islam. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang di maksud dengan syar u man qablana dan Dasar hukumnya? 2. Bagaimana Pembagian syar u man qablana? 3. Bagaimana kehujjahan Syar u man qablana? 2
ي ب ل ك ي ت ك ع ل ي ك م BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Syar u Man Qoblana Secara etimologis syar un man qablana adalah hukum-hukum yang disyariatkan oleh Allah SWT, bagi umat-umat sebelum kita. Secara istilah ialah syari at yang diturunkan Allah kepada umat sebelum ummat Nabi Muhammad SAW, yaitu ajaran agama sebelum datangnya ajaran agama Islam melalui perantara nabi Muhammad SAW, seperti ajaran agama Nabi Musa, Isa, Ibrahim, dan lain-lain. 1 Pada azasnya syariat yang diperuntukkan Allah SWT bagi umat-umat terdahulu mempunyai azas yang sama dengan syariat yang diperuntukkan bagi umat Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang dinyatakan pada firman Allah SWT.: ش ر ع ل ك م م ن الد ين م ا و ص ى ب ه ن وح ا و ال ذ ي أ و ح ي ن ا إ ل ي ك و م ا و ص ي ن ا ب ه إ ب ر اه يم و م وس ى و ع يس ى أ ن أ ق يم وا الد ين و ل ت ت ف ر ق وا ف يه... سورة الشورى : ۳۱ Artinya : Dia (Allah) telah menerangkan kepadamu sebagian agama, apa yang ia wajibkan kepada Nuh dan yang kami wajibkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, (yaitu) hendaklah kamu tetap menegakkan (urusan) agama itu janganlah kamu bercerai-berai padanya....(q.s, As- Syura : 13). Diantara azas yang sama itu ialah yang berhubungan dengan konsepsi ketuhanan, tentang akhirat, tentang qadha dan qadhar, tentang janji dan ancaman Allah dan sebagainya. Menganai perinciannya atau detailnya ada yang sama dan ada yang berbeda, hal ini disesuaikan dengan keadaan, masa dan tempat. Dalam pada itu ada pula syari at umat yang dahulu itu sama namanya, tetapi berbeda pelaksanaannya dengan syari at Nabi Muhammad SAW, seperti puasa (dalam surat Al- Baqarah: 183), م... ق ن م ن ذ عل ى ال ب ما ك الص ي ا م ب من وا كت ن ا ذ ها ال ي اا ي 1 Satria Effendi. Ushul Fiqh. (Jakarta:KENCANA. 2012), hal. 162 3
Artinya : hai orang-orang yang beriman diwajibkan kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu....(al-baqarah :183) 2 B. Macam-macam Syar u Man Qoblana Syar u Man Qablana dibagi menjadi dua bagian. Pertama, setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun tidak disebutkan dalam Al-quran dan Sunnah. Ulama sepakat bahwa macam pertama ini jelas tidak termasuk syariat kita. Kedua, setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun disebutkan dalam Al-quran dan Sunnah. Pembagian kedua ini diklasifikasi menjadi tiga, yaitu: 1. Dinasakh syariat kita (syariat islam). Tidak termasuk syariat kita menurut kesepakatan semua ulama. Contoh : Pada syari at nabi Musa As. Pakaian yang terkena najis tidak suci. Kecuali dipotong apa yang kena najis itu. 2. Dianggap syariat kita melalui al-qur an dan al-sunnah. Ini termasuk syariat kita atas kesepakatan ulama. Contoh : Perintah menjalankan puasa. 3. Tidak ada penegasan dari syariat kita apakah dinasakh atau dianggap sebagai syariat kita. 3 Sebagaian para ulama mengatakan macam-macam syar u manqablana antara lain: 1. Syariat yang di peruntukkan bagi umat-umat yangsebelum kita, tetapi Al-Qur an dan hadis tidak menyinggungnya, baik membatalkan atau menyatakan berlaku pula bagi umat Nabi Muhammad saw. 2. Syariat yang di peruntukkan bagi umat-umat sebelum kita, kemudian menyatakan tidak berlaku lagi bagi umatnabi Muhammad SAW. 3. Syariat yang di peruntukkan bagi umat-umat yang sebelum kita, kemudian Al-Qur an dan hadis menerangkannya kepada kita. Mengenai bentuk ke tiga yaitu syariat yang di peruntukkan bagi umat-umat sebelum kita, kemudian di terangkan kepada Al-Qur an dan Hadis, para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama Hanafiyah, sebagian ulama malikiyah sebagian ulama syfi iyahdan sebagian ulama Hanabilah berpendapat bahwa syariat itu berlaku pula bagi umat Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan inilah golongan Nafifiyah berpendapat bahwa membunuh dzimi sama hukumnya dengan membunuh orang islam. Mereka menetapkan hukum itu berdasarkan 45 2 Muin Umar, dkk. USHUL FIQIH I. (Jakarta: IAIN. 1980), hal. 153-154 3 Rachmat Syafe I, Ilmu Ushul Fiqih (bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 141. 4
surat al maidah mengenai pendapat golongan lain menurut mereka dengan adanya syariat Nabi Muhammad SAW., maka syariat yang sebelumnya di nyatakan mansukh tidak berlaku lagi hukumnya. 4 C. Kehujahan Syar u Man Qoblana Syari at umat sebelum kita kedudukannya dapat menjadi syariat kita jika Al-Qur an dan sunnah telah menegaskan bahwasannya syari at ini di wajibkan baik untuk mereka (orang yang sebelum kita) dan juga kepada kita utuk mengamalkannya, seperti puasa dan qishas. Tetapi jika seandainya Al-Qur an dan Sunnah Nabi menegaskan bahwa syariat orang sebelum kita telah di nasakh (di hapus) hukumnya maka tidak ada perselisihan lagi bahwa syari at orang sebelum kita itu bukan syari at kita. Seperti syar iat Nabi Musa, yang menghukum bahwa orang yang berdosa tidak dapat menebus dosanya kecuali ia harus membunuh dirinya sendiri, pakaian yang terkena najis tidak dapat di sucikan kecuali memotong bagian bagian yang terkena najis. Dua syari at Nabi Musa tersebut di atas tidak berlaku bagi umat Muhammad. Allah mengharamkan bagi orang Yahudi setiap binatang yang berkuku, sapi dan domba. Syari at ini tidak berlaku bagi umat Muhammad. Selin itu juga, terdapat beberapa perbedaan syari at orang sebelum kita dengan syari at kita seperti format ibadah. Menurut Abu Zahrah beberapa ketentuan yang harus di perhatikan dalam melihat syari at orang. Sebelum kita dengan syari at orang sebelum kita, sehingga syar u man qablana itu layak untuk diikuti atau d tinggalkan. Untukmemutuskan itu sedikitnya ada tiga hal yang harus jadi pertimbangan : 1. Syari at orang sebelum kita harus di ceritakan dengan berdasarkan kepada sumbersumber yang menjadi pedoman ajaran Islam. Yang tidak dinukil dari sumber-sumber Islam, makatidak dapat di jadikan hujan bagi umat Islam. Demikian hasil kesepakatan para fuqaha. 2. Apabila syari at orang sebelum kita itu telah di naskh (di hapus), maka tidak boleh di amalkan. Demikian juga jika terddapat dalil yang menunjukkan kekhususan bagi umat terdahulu, maka syari at itu khusus untuk mereka dan tidak berlaku bagi kita seperti Allah sebagian daging bagi orang bani Israil. 4 Muin Umar, dkk. Op. cit. Hal. 154-155 5
3. Bahwa di lakukan syariat itu untuk mereka (umat sebelum kita) dan juga berlaku untuk kita itu di dasari oleh nas islam bukan oleh cerita orang-orang terdahulu. Seperti kewajiban berpuasa Ramadhan. Sebagian sahabat abu Hanifah, sebagian ulama Malikiyah, sebagian sahabat Imam Syafi i dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat mengatakan bahwa hukum-hukum yang disebutkan dalam al-qur an atau sunnah nabi meskipun tidak diharamkan untuk umat nabi Muhammad selama tidak ada penjelasan tentang nasakhnya, maka berlaku pula untuk umat nabi Muhammad. Jadi Syar u man qablana berlaku bagi kita, apabila syari at tersebut terdapat dalam al-qur an dan hadist-hadist yang shahih dengan alasan : 1. Dengan tercantumnya syar u man qablana pada al-qur an dan sunnah yang shahih, maka ia termasuk dalam syari at samawi. 2. Kebenarannya dalam al-qur an dan sunnah tanpa diiringin dengan penolakan dan tanpa nasakh menunjukkan bahwa ia juga berlaku sebagai syari at nabi Muhmmmad. 3. Sebagai implementasi dari pernyataan bahwa al-qur an membenarkan kitab-kitab taurat dan injil. 5 5 Eka Devi Sulistianingrum. 2016. http://hp/ushul fiqih smtr 2/U.F/syar'u man qablana ushul fiqih.htm. Diakses pada 2017-05-22 pukul 09.05 WIB. 6
BAB III PENUTUP KESIMPULAN Syar u man qoblana adalah syari at yang diturunkan Allah kepada umat sebelum ummat Nabi Muhammad SAW, yaitu ajaran agama sebelum datangnya ajaran agama Islam melalui perantara nabi Muhammad SAW, seperti ajaran agama Nabi Musa, Isa, Ibrahim, dan lain-lain. Syar u Man Qablana dibagi menjadi dua bagian. Pertama, setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun tidak disebutkan dalam Al-quran dan Sunnah. Ulama sepakat bahwa macam pertama ini jelas tidak termasuk syariat kita. Kedua, setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun disebutkan dalam Al-quran dan Sunnah. Syar u man qablana berlaku bagi kita, apabila syari at tersebut terdapat dalam al-qur an dan hadist-hadist yang shahih dengan alasan : 1. Dengan tercantumnya syar u man qablana pada al-qur an dan sunnah yang shahih, maka ia termasuk dalam syari at samawi. 2. Kebenarannya dalam al-qur an dan sunnah tanpa diiringin dengan penolakan dan tanpa nasakh menunjukkan bahwa ia juga berlaku sebagai syari at nabi Muhmmmad. 3. Sebagai implementasi dari pernyataan bahwa al-qur an membenarkan kitab-kitab taurat dan injil. 7
DAFTAR PUSTAKA Effendi Satria. 2012. Ushul Fiqh. Jakarta: KENCANA. Sulistianingrum Eka Devi. 2016. http://hp/ushul fiqih smtr 2/U.F/syar'u man qablana ushul fiqih.htm. Diakses pada 2017-05-22 pukul 09.05 WIB. Syafe I Rachmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia. Umar Muin, dkk. 1980. USHUL FIQIH I. Jakarta: IAIN. 8