pembelajaran. Sedangkan guru dalam pembelajaran ini hanya membantu dan mengarahkan siswa dalam melakukan eksperimen jika siswa mengalami kesulitan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V ANALISA. Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Nilai rata-rata kreativitas siswa dengan menggunakan model pembelajaran

PENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE INKUIRI MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SD NEGERI KOTA TEBING TINGGI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses interaksi atau hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN METODE INKUIRI DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ilmu yang mempelajari benda-benda beserta fenomena dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA DENGAN MENERAPKAN MODEL INQUIRY-DISCOVERY LEARNING (IDL) TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED INQUIRY)

PENERAPAN METODE INKUIRI DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. kaitannya dengan tuntutan untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM)

BAB V PEMBAHASAN. Hasil pembelajaran dengan strategi pembelajaran Team Quiz yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. aktivitas guru sebagai pengajar. Siswa dapat dikatakan belajar dengan aktif

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah instansi pendidikan yang

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS IV SD NEGERI NO.

BAB I PENDAHULUAN. kepada siswa untuk memahami nilai-nilai, norma, dan pedoman bertingkah laku karena

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

KHAIRUL ANWAR* DAN RIZKY CHAIRU RAMADHAN** *Ketua Jurusan PPSD Prodi PGSD FIP UNIMED ** Mahasiswa Jurusan PPSD Prodi PGSD FIP UNIMED

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAKE AND GIVE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA SEKOLAH DASAR

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pembelajaran multi model (Numbered Head Together dan Problem Based

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. siswa dan interaksi antara keduanya, serta didukung oleh berbagai unsurunsur

Puspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIIB SMPN 3 PARINGIN PADA MATERI POKOK CAHAYA MELALUI PENDEKATAN GUIDED INQUIRY

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pembelajaran Fisika Dengan Menerapkan Model Inkuiri Terbimbing Dalam Menumbuhkan Kemampuan Berfikir Logis Siswa di SMA Negeri 8 Bengkulu

BAB I PENDAHULUAN. SD merupakan titik berat dari pembangunan masa kini dan masa mendatang.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember Abstract


BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hal yang paling pokok dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Noorhidayati, Zainuddin, dan Suyidno Prodi Pendidikan Fisika FKIP UNLAM Banjarmasin. Kata kunci: Hasil belajar, model pembelajaran ARIAS, konsep zat.

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2016

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak menyenangkan, duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Aisyah Nasution. Dosen Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Gunung Leuser Kutacane

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan

Penerapan Pendekatan Inquiri untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPA di SDN Siumbatu

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

Menurut Wina Sanjaya (2007 : ) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama dari metode inkuiri, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. kelas. 1 Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Dalam Pembelajaran IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN 1 Binangga Kecamatan Marawola Palu

Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol. 1, No 2, Juni Noorhidayati, Zainuddin, dan Suyidno Prodi Pendidikan Fisika FKIP UNLAM Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT berfirman dalam Al-qur an surah Al-Mujadalah ayat 11 yang. Al-Qur an surah Az-Zumar ayat 9 yang berbunyi: 4

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Hasil penelitian

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS VIII-B SMPN 4 MADIUN

Serambi Akademica, Vol. IV, No. 1, Mei 2016 ISSN :

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN Inovasi Pembelajaran untuk Pendidikan Berkemajuan FKIP Universitas Muhammadiyah Ponorogo, 7 November 2015

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN: e-issn: Vol. 2, No 8 Agustus 2017

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari IPA yang secara khusus mempelajari tentang

KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp MENGGUNAKAN INKUIRI TERBIMBING.

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana cara agar semua siswa dapat menaruh perhatian terhadap apa yang

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin berkembanng dengan sangat pesat. integratif, produktif, kreatif dan memiliki sikap-sikap kepemimpinan dan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai situasi. 1 Secara khusus,

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

PENGEMBANGAN LKS PRAKTIKUM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING PADA POKOK BAHASAN LARUTAN PENYANGGA KELAS XI IPA SMA

BAB I. pola pikir siswa tidak dapat maju dan berkembang. pelajaran, sarana prasarana yang menunjang, situasi dan kondisi belajar yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

BAB I PENDAHULUAN. berproses secara efektif dan efisien tanpa adanya model pembelajaran. Namun

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK USAHA DAN ENERGI KELAS VIII MTS N-3 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. transformasi adalah setelah terjadi transfer pengetahuan itu dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INQUIRY DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KREATIVITAS MAHASISWA

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011):

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI ENERGI PANAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN

Transkripsi:

134 BAB V ANALISA Pembelajaran dengan model GIL adalah pembelajaran yang bersifat mandiri yang dilakukan sendiri oleh siswa dalam melakukan suatu eksperimen. Adapun subjek pembelajaran pada pembelajaran model GIL lebih difokuskan kepada siswa. Tujuannya agar siswa menjadi lebih aktif dan kreatif di dalam pembelajaran. Sedangkan guru dalam pembelajaran ini hanya membantu dan mengarahkan siswa dalam melakukan eksperimen jika siswa mengalami kesulitan. Tahapan pembelajaran dengan menggunakan model GIL sebelumnya siswa diberikan sebuah motivasi melalui demonstrasi sebagai tahap awal guru dalam memberikan gambaran sebuah materi yang akan ditemukan jawabannya sendiri oleh siswa. Setelah proses demonstrasi yang dilakukan oleh guru, selanjutnya siswa diberikan sebuah permasalahan yang harus ditemukan oleh siswa. Kemudian siswa menemukan sendiri jawaban suatu permasalahan dengan cara berkelompok untuk mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi informasi dalam mencari jawaban sesuai dengan model GIL. Peran guru dalam pembelajaran ini hanya sebagai pembimbing atau pendamping bagi siswa dalam melakukan praktikum atau percobaan sesuai petunjuk LKS, jika siswa kesulitan untuk menemukan jawaban terkait materi yang sebelumnya belum pernah diajarkan oleh guru. Sedangkan peran siswa dalam hal ini dituntut untuk aktif bekerjasama secara kelompok di dalam melakukan kegiatan praktikum atau percobaan. Selanjutnya diakhir pembelajaran, guru bersama siswa berdiskusi untuk menemukan sebuah materi pembelajaran terkait dengan permasalahan yang ada dalam LKS.

135 Pembelajaran dengan model CPS adalah pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif secara mandiri melalui sebuah eksperimen yang diberikan oleh guru. Adapun tugas siswa pada pembelajaran CPS yakni berusaha untuk menerapkan atau membuktikan konsep fisika yang telah disampaikan guru dengan inisiatif yang mereka buat atau rancang sendiri. Hal ini dilakukan agar siswa termotivasi dalam memecahkan sebuah permasalahan yang diberikan guru. Sedangkan guru hanya diposisikan sebagai fasilitator dan pendamping siswa ketika siswa mengalami kesulitan dalam melakukan penyelesaian masalah. Adapun tahapan pembelajaran dengan menggunakan model CPS sebelumnya siswa diberikan sebuah motivasi melalui demonstrasi sebagai tahap awal guru dalam memberikan sebuah materi. Setelah judul materi disampaikan oleh guru, selanjutnya siswa diberikan sebuah permasalahan yang harus dipecahkan oleh siswa. Kemudian siswa menyelesaikan masalah dengan berkelompok untuk mengerjakan LKS yang berisi informasi mengenai model CPS. Peran guru dalam pembelajaran ini juga hanya sebagai pembimbing atau pendamping bagi siswa jika siswa kesulitan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Selanjutnya di akhir pembelajaran, guru bersama-sama siswa menyimpulkan materi pembelajaran. Kemudian guru memberikan beberapa soal kepada siswa sebagai pemantapan materi yang sudah disampaikan melalui sebuah lembar kerja siswa.

136 1. Kreativitas Siswa Menggunakan Model Pembelajaran GIL Dan Model Pembelajaran CPS a. Nilai Pre-test Dan Post-test Kreativitas Siswa Menggunakan Model Pembelajaran GIL 1) Nilai Pre-test Kreativitas Setiap Siswa Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran GIL Berdasarkan hasil analisis nilai pre-test kreativitas setiap siswa sebelum menggunakan model pembelajaran GIL. Siswa yang memiliki nilai pre-test tertinggi terdapat pada siswa bernomor urut 11 dan 15 yaitu 53,30. Hal ini disebabkan karena kedua siswa tersebut mampu menjawab soal dengan jawaban benar lebih banyak dibandingkan dengan jawaban siswa lainnya. Sedangkan siswa yang memiliki nilai pre-test terrendah terdapat pada siswa bernomor urut 3 dan 18 yaitu 0,00. Hal ini disebabkan karena kedua siswa tersebut tidak mampu menjawab semua soal kreativitas. 2) Nilai Post-test Kreativitas Setiap Siswa Sesudah Menggunakan Model Pembelajaran GIL Berdasarkan hasil analisis nilai post-test kreativitas setiap siswa sesudah menggunakan model pembelajaran GIL. Siswa yang memiliki nilai post-test tertinggi terdapat pada siswa bernomor urut 19 yaitu 90. Hal ini disebabkan siswa tersebut mampu menjawab soal dengan jawaban yang benar dibandingkan dengan jawaban siswa lainnya. Sedangkan siswa yang memiliki nilai post-test terrendah terdapat pada siswa bernomor urut 3 yaitu 46,70. Hal ini disebabkan karena siswa tersebut hanya mampu menjawab beberapa soal kreativitas saja yang benar.

137 3) Nilai Rata-Rata Pre-test Dan Post-test Setiap Indikator Kreativitas Siswa Menggunakan Model Pembelajaran GIL Berdasarkan hasil analisis nilai rata-rata pre-test dan post-test setiap indikator kreativitas siswa menggunakan model pembelajaran GIL. Indikator kreativitas siswa yang memiliki nilai rata-rata n-gain tertinggi terdapat pada indikator keterampilan berpikir lancar dengan n-gain yakni 0,95 berkategori tinggi. Tingginya n-gain keterampilan berpikir lancar disebabkan karena gain sangatlah besar yakni 0,98. Sedangkan indikator kreativitas yang memiliki nilai rata-rata n-gain terrendah terdapat pada indikator keterampilan berpikir luwes dengan n-gain yakni 0,19 berkategori rendah. Rendahnya n-gain keterampilan berpikir luwes disebabkan karena gain sangat kecil yakni 0,22. b. Nilai Pre-test Dan Post-test Kreativitas Siswa Menggunakan Model Pembelajaran CPS 1) Nilai Pre-test Kreativitas Setiap Siswa Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran CPS Berdasarkan hasil analisis nilai pre-test kreativitas setiap siswa sebelum menggunakan model pembelajaran CPS. Siswa yang memiliki nilai pre-test tertinggi terdapat pada siswa bernomor urut 3 dan 11 yaitu 53,30. Hal ini disebabkan karena kedua siswa tersebut mampu menjawab soal dengan jawaban yang benar lebih banyak dibandingkan jawaban siswa lainnya. Sedangkan siswa yang memiliki nilai pre-test terrendah terdapat pada siswa bernomor urut 8,13,14 dan 15 yaitu 0,00. Hal ini disebabkan karena keempat siswa tersebut tidak mampu menjawab semua soal kreativitas.

138 2) Nilai Post-test Kreativitas Setiap Siswa Sesudah Menggunakan Model Pembelajaran CPS Berdasarkan hasil analisis nilai post-test kreativitas setiap siswa sesudah menggunakan model pembelajaran CPS. Siswa yang memiliki nilai post-test tertinggi terdapat pada siswa bernomor urut 20 yaitu 63,30. Penyebabnya karena siswa tersebut mampu menjawab soal dengan jawaban benar lebih banyak dibandingkan dengan jawaban siswa lainnya. Sedangkan siswa yang memiliki nilai post-test terrendah terdapat pada siswa bernomor urut 2, 13 dan 14 yaitu 00,00. Penyebabnya karena ketiga siswa tersebut tidak mampu menjawab semua soal kreativitas. 3) Nilai Rata-Rata Pre-test Dan Post-test Setiap Indikator Kreativitas Siswa Menggunakan Model Pembelajaran CPS Berdasarkan hasil analisis nilai rata-rata pre-test dan post-test setiap indikator kreativitas siswa menggunakan model pembelajaran CPS. Indikator kreativitas siswa yang memiliki nilai rata-rata n-gain tertinggi terdapat pada indikator keterampilan berpikir lancar dengan n-gain yakni 0,26 berkategori rendah. Rendahnya n-gain keterampilan berpikir lancar disebabkan karena gain tidak terlalu besar yakni 0,26. Adapun indikator kreativitas yang memiliki nilai rata-rata terrendah terdapat pada indikator keterampilan berpikir merinci dengan n-gain -0,05 berkategori rendah. Rendahnya n-gain keterampilan berpikir merinci disebabkan karena gain sangatlah kecil yakni -0,10. Nilai negatif (-) pada gain disebabkan nilai rata-rata post-test lebih kecil dibandingkan nilai rata-rata pre-test.

139 c. Nilai Kreativitas Siswa Antara Model Pembelajaran GIL Dan Model Pembelajaran CPS Berdasarkan hasil analisis penelitian untuk nilai rata-rata post-test kreativitas siswa menunjukan bahwa baik di kelas GIL maupun di kelas CPS keduanya sama-sama masih kurang memuaskan. Hal ini sebabkan karena alokasi waktu ketika mengerjakan soal post-test kreativitas tidak sesuai dengan jam pelajaran yang semestinya. Akibatnya hal ini berdampak kepada siswa sehingga kurang fokus dan konsentrasi dalam mengerjakan soal post-test kreativitas karena terbebani oleh alokasi waktu yang sempit. Sempit atau kurangnya alokasi waktu pembelajaran dikarenakan pada saat itu siswa sedang mengikuti kegiatan yang diadakan pihak sekolah dan wajib diikuti oleh semua siswa kelas 10 dan kelas 11. Adapun rendahnya nilai rata-rata post-test kreativitas baik di kelas GIL maupun di kelas CPS disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut ialah siswa banyak yang tidak memberikan jawaban sama sekali (kosong) untuk semua soal post-test kreativitas, siswa banyak yang salah dalam menafsirkan jawaban yang tepat, siswa banyak yang kurang mampu memahami konsep dari soal post-test kreativitas dan siswa banyak yang malas dalam mengerjakan soal-soal post-test kreativitas. Beberapa faktor tersebutlah yang menjadikan faktor utama rendahnya nilai rata-rata post-test kreativitas baik di kelas GIL maupun di kelas CPS. Namun demikian, nilai rata-rata post-test kreativitas kedua kelas sama-sama mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan nilai rata-rata pre-test kreativitas masingmasing kelas.

140 Nilai rata-rata gain kreativitas pada kelas GIL menunjukkan hasil yang positif yaitu 37,13. Hasil tersebut berpengaruh terhadap nilai rata-rata N-gain kreativitas kelas GIL yaitu 0,49 sehingga dapat dikatakan bahwa N-gain kreativitas kelas GIL termasuk dalam kategori sedang. Hal yang sama juga terlihat dari nilai rata-rata gain kreativitas pada kelas CPS yang juga menunjukkan hasil yang positif yaitu 5,46. Hasil tersebut juga berpengaruh terhadap nilai ratarata N-gain kreativitas kelas CPS yaitu 0,08 sehingga dapat dikatakan bahwa N-gain kreativitas kelas CPS termasuk dalam kategori rendah. Berdasarkan nilai rata-rata gain dan N-gain kreativitas siswa baik di kelas GIL maupun di kelas CPS dapat dikatakan bahwa kedua kelas tersebut memiliki kesenjangan nilai yang terlalu jauh. Kesenjangan nilai kedua kelas tersebut ditunjukkan dengan adanya selisih N-gain antara kelas GIL dan kelas CPS yang terpaut hingga 0,50. Hal ini disebabkan karena adanya perlakuan dalam proses pembelajaran yang sangatlah berbeda antara kedua kelas terkait kreativitas siswa. Adapun perlakuan pada kelas GIL dengan menggunakan model GIL terlihat siswa banyak yang lebih cepat memahami konsep fisika melalui percobaan. Alasannya karena siswa di dalam melakukan penyelidikan percobaan dibantu dengan adanya prosedur kerja percobaan dalam menyelesaikan permasalahan. Hanya saja kesulitan yang sering dialami siswa ialah pada saat mengungkap atau menemukan data hasil percobaan yang didapat dengan konsep fisika yang berhubungan.

141 Sedangkan perlakuan pada kelas CPS dengan menggunakan model CPS terlihat siswa banyak yang cenderung pasif dan lamban dalam berpikir untuk memahami konsep fisika melalui percobaan. Alasannya karena siswa di dalam melakukan penyelidikan percobaan tidak dibantu dengan prosedur kerja percobaan. Hal ini cukup membuat siswa terlihat kebingungan dalam mengungkap atau mendapatkan data percobaan. Walaupun pada dasarnya siswa telah mengetahui konsep fisika yang telah diajarkan guru. Akan tetapi, guru hanya menyampaikan secara singkat saja sebatas pengenalan atau pengetahuan saja. Pembelajaran dengan menggunakan model GIL maupun model CPS keduanya sama-sama efektif ketika diterapkan. Dapat dikatakan keduanya cukup memberikan pengaruh terhadap kreativitas siswa khususnya pada materi tegangan permukaan dan viskositas. Adapun jika dilihat dari hasil analisis hipotesis pada post-test, gain, dan N-gain menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang diajarkan dengan model GIL di kelas GIL dibandingkan siswa yang diajarkan dengan model CPS di kelas CPS. 2. Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Pembelajaran GIL Dan Model Pembelajaran CPS a. Nilai Pre-test Dan Post-test Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Pembelajaran GIL 1) Nilai Pre-test Dan Post-test Hasil Belajar Setiap Siswa Menggunakan Model Pembelajaran GIL Berdasarkan hasil analisis nilai pre-test dan post-test hasil belajar setiap siswa menggunakan model pembelajaran GIL. Siswa yang memiliki nilai n-gain

142 hasil belajar tertinggi terdapat pada siswa bernomor urut 19 yakni 0,83 dengan n-gain berkategori tinggi. Hal ini disebabkan siswa dengan nomor urut 19 memiliki kemampuan berpikir yang lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir siswa yang lainnya. Selain itu siswa dengan nomor urut 19 banyak menuliskan jawaban dengan benar dan tepat. Adapun siswa yang memiliki nilai n-gain hasil belajar terrendah terdapat pada siswa bernomor urut 15 yakni 0,00 dengan n-gain berkategori rendah. Hal ini disebabkan siswa dengan nomor urut 15 memiliki kemampuan berpikir yang cenderung lambat dibandingkan dengan kemampuan berpikir siswa yang lainnya. Selain itu siswa nomor urut 15 memiliki nilai yang sama antara sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran GIL. 2) Nilai Pre-test Dan Post-test Hasil Belajar Siswa Setiap TPK Menggunakan Model Pembelajaran GIL Berdasarkan hasil analisis nilai rata-rata pre-test dan post-test hasil belajar siswa setiap TPK menggunakan model pembelajaran GIL. Nilai rata-rata n-gain hasil belajar tertinggi terletak pada TPK ke-10 yang terdapat di nomor 14 dengan n-gain yakni 0,88 berkategori tinggi. Hal ini disebabkan pada TPK ke-10 soal pre-test dan post-test hasil belajar siswa banyak menjawab soal dengan benar. Adapun nilai rata-rata n-gain hasil belajar terrendah terletak pada TPK ke- 7 yang terdapat di nomor 13 dengan n-gain yakni -0,30 berkategori rendah. Rendahnya n-gain hasil belajar siswa yakni -0,30 pada TPK ke-7 disebabkan nilai rata-rata pre-test hasil belajar lebih besar dibandingkan nilai rata-rata post-test hasil belajar. Alasannya siswa banyak yang malas menuliskan jawaban soal.

143 b. Nilai Pre-test dan Post-test Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Pembelajaran CPS 1) Nilai Pre-test Dan Post-test Hasil Belajar Setiap Siswa Menggunakan Model Pembelajaran CPS Berdasarkan hasil analisis nilai pre-test dan post-test hasil belajar setiap siswa menggunakan model pembelajaran CPS. Siswa yang memiliki nilai n-gain hasil belajar tertinggi terdapat pada siswa bernomor urut 6 dan 23 dengan n-gain yakni 0,48 berkategori sedang. Hal ini disebabkan siswa dengan nomor urut 6 dan 23 memiliki kemampuan berpikir yang lebih luas dan matang dibandingkan dengan kemampuan berpikir siswa yang lainnya. Selain itu siswa dengan nomor urut 6 dan 23 banyak menuliskan jawaban dengan benar dan tepat. Adapun siswa yang memiliki nilai n-gain hasil belajar terrendah terdapat pada siswa bernomor urut 2 dengan n-gain yakni 0,11 berkategori rendah. Hal ini disebabkan siswa dengan nomor urut 2 memiliki gain hasil belajar yang sangat kecil yakni sebesar 8 dari nilai maksimum 100. Akibatnya hal ini sangat mempengaruhi nilai rata-rata n-gain hasil belajar setiap siswa menggunakan model pembelajaran CPS. 2) Nilai Rata-Rata Pre-test Dan Post-test Hasil Belajar Siswa Setiap TPK Menggunakan Model Pembelajaran CPS Berdasarkan hasil analisis nilai rata-rata pre-test dan post-test hasil belajar siswa setiap TPK menggunakan model pembelajaran CPS yang memiliki nilai rata-rata n-gain hasil belajar tertinggi terletak pada TPK ke-3, 15, 16 secara berturut-turut terdapat di nomor 5, 20, 21 soal pre-test dan post-test hasil belajar

144 dengan n-gain sama yakni 1 yang termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini disebabkan pada TPK ke-3, 15, 16 siswa banyak yang mampu menjawab soal dengan baik. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajar n-gain terrendah terletak pada TPK ke-11 yang terdapat dinomor 17 soal pre-test dan post-test hasil belajar dengan n-gain yakni -0,43 berkategori rendah. Rendahnya n-gain hasil belajar siswa yakni -0,43 untuk nilai rata-rata hasil belajar setiap siswa pada TPK ke-11 disebabkan karena nilai rata-rata pre-test hasil belajar lebih besar dibandingkan nilai rata-rata post-test hasil belajar menggunakan model pembelajaran CPS. b. Nilai Hasil Belajar Siswa Antara Model Pembelajaran GIL Dan Model Pembelajaran CPS Berdasarkan hasil penelitian untuk nilai rata-rata post-test hasil belajar siswa menunjukan bahwa baik di kelas GIL maupun di kelas CPS keduanya samasama masih rendah. Rendahnya disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut ialah siswa banyak yang terburu-buru dalam menjawab soal post-test hasil belajar tanpa menelaah jawaban terlebih dahulu, siswa banyak yang salah mengerjakan soal hasil belajar, siswa banyak yang tidak menjawab soal post-test hasil belajar dan siswa banyak yang malas mengerjakan soal-soal post-test hasil belajar yang kebanyakan berupa hitungan. Beberapa faktor tersebutlah yang menjadikan faktor utama rendahnya nilai rata-rata post-test hasil belajar baik kelas GIL maupun kelas CPS. Namun demikian, nilai rata-rata post-test kreativitas untuk kedua kelas sama-sama mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan nilai rata-rata pre-test kreativitas masing-masing kelas.

145 Nilai rata-rata gain hasil belajar pada kelas GIL menunjukkan hasil yang positif yakni 17,20. Hasil tersebut berpengaruh terhadap nilai rata-rata N-gain hasil belajar kelas GIL yakni 0,25. Dapat dikatakan bahwa N-gain hasil belajar kelas GIL termasuk dalam kategori rendah. Hal yang sama juga terlihat dari nilai rata-rata gain hasil belajar pada kelas CPS yang menunjukkan hasil yang positif yakni 23,52. Hasil tersebut juga berpengaruh terhadap nilai rata-rata N-gain hasil belajar kelas CPS yakni 0,32. Dapat dikatakan bahwa N-gain hasil belajar kelas CPS termasuk dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan model GIL maupun model CPS cukup memberikan pengaruh. Namun demikian, kedua model pembelajaran baik kelas GIL maupun kelas CPS dapat dikatakan kurang mampu dijadikan alternatif baru dalam dunia pendidikan sekalipun terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Akan tetapi jika dipersiapkan secara lebih matang, detail dan lengkap. Hal ini tidak menutup kemungkinan kedua model pembelajaran ketika diaplikasikan baik model GIL maupun model CPS akan benar-benar mampu meningkatkan hasil belajar secara maksimal. 3. Terdapat Atau Tidaknya Perbedaan Kreativitas Siswa Antara Model Pembelajaran GIL Dan Model Pembelajaran CPS Berdasarkan nilai rata-rata post-test, gain dan N-gain kreativitas siswa antara kelas GIL dan kelas CPS diketahui mengalami perbedaan secara signifikan disebabkan karena adanya beberapa perbedaan di dalam proses pembelajaran antara model GIL dan model CPS. Hal yang paling mencolok terjadinya perbedaan diantara kedua model pembelajaran tersebut terletak pada saat proses

146 pembelajaran berlangsung terkait pola atau cara berfikir siswa dimana siswa banyak mengalami kesulitan dalam memecahkan suatu masalah. Pada kelas GIL beberapa kendala yang menyebabkan siswa mengalami kebingungan dan kesulitan ialah pada saat proses pengambilan data percobaan, membuat hasil kesimpulan dan menemukan konsep hukum fisika berkaitan dengan percobaan. Sedangkan pada kelas CPS beberapa kendala penyebab siswa mengalami kebingungan dan kesulitan ialah pada saat mereka merangkaikan alat dan bahan, menuliskan jawaban pertanyaan yang tepat di LKS, dan memecahkan permasalahan di LKS berkaitan dengan konsep fisika yang dipelajari ketika melakukan sebuah penyelidikan percobaan. Pada kelas GIL terkait pola atau cara berfikir siswa dalam proses pembelajaran menggunakan model GIL terlihat siswa banyak yang aktif dan antusias ketika melakukan kegiatan penyelidikan. Alasannya disebabkan karena tahap-tahapan ketika melakukan penyelidikan percobaan dengan lembar kerja siswa (LKS) yang berisi tahapan prosedur kerja dalam percobaan lebih mudah dipahami siswa sehingga banyak siswa lebih bersemangat dan aktif selama pembelajaran. Adapun prinsip dari tujuan pengajaran inkuiri yaitu membantu siswa dalam merumuskan pertanyaan, mencari jawaban pemecahan untuk memuaskan keingintahuannya dan membantu teori serta mampu menciptakan suatu gagasan. Pembelajaran inkuiri bertujuan untuk mengembangkan tingkat berpikir dan juga keterampilan berpikir kritis. 104 104 Sofan Amri dkk, Proses Pembelajaran Inovatif Dan Kreatif Dalam Kelas, Jakarta; PT Prestasi Pustakarya, 2010, h. 95

147 Pembelajaran inquiry juga dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah yang relatif singkat. Proses ilmiah yang relatif singkat ini memungkinkan siswa untuk dapat aktif dalam berpikir, efektif dalam bekerja dan effisien dalam melakukan praktikum. Hal ini diperkuat dengan adanya hasil penelitian menurut Schlenker yang menunjukkan bahwa latihan inkuiri dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam berpikir secara kreatif dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi. 105 Pola atau cara berfikir siswa dalam proses pembelajaran ketika diterapkan model CPS terlihat siswa kurang begitu bersemangat dan antusias. Alasannya disebabkan karena tahap-tahapan dalam model pembelajaran setelah dilaksanakan terlihat siswa kurang terampil dan kreatif dalam melakukan kegiatan praktikum atau percobaan. Hal itu dikarenakan kondisi siswanya sendiri dalam berpikir yang cenderung lambat dan kebanyakan pasif dalam memecahkan masalah yang dilakukan secara berkelompok di dalam melakukan penyelidikan percobaan. Alasan inilah yang menyebabkan siswa kurang aktif dan kreatif selama pembelajaran sehingga banyak waktu yang terbuang. Padahal, seharusnya proses pembelajaran pada model CPS menuntut siswa untuk mampu memecahkan masalah dengan cara yang imajinatif dan menekankan pada keterampilan dan kreativitas untuk menyelesaikan suatu permasalahan. 106 Tahapan model GIL konsep materi fisika belum disampaikan oleh guru kepada siswa sehingga siswa harus menemukan sendiri jawaban berdasarkan 105 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progesif.h. 167 106 I Nyoman Budiana. Pengaruh Model Creative Problem Solving (CPS) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Ipa Siswa Kelas V SD, jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP UNIVERSITAS Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia h. 4

148 permasalahan. Selain itu, tugas siswa dalam hal ini bukan hanya sekedar menemukan tetapi juga dituntut untuk aktif mencari jawaban yang sesuai dengan permasalahan yang diberikan oleh guru. Hal ini dikarenakan sasaran pembelajaran pada model GIL lebih menekankan kepada siswa, dimana peran siswa di dalam kegiatan pembelajarannya lebih diutamakan dibandingkan dengan peran guru. Keterangan di atas sangat sesuai dengan ciri-ciri utama dalam model GIL. Pertama, model GIL lebih menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya pembelajaran inquiry menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Alasannya karena di dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pembelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pembelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya dalam pendekatan inquiry menempatkan seorang guru bukan sebagai sumber belajar. Akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Adapun aktvitas dalam pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inquiry. 107 107 Sanjaya Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2008, hal. 196

149 Tahapan model CPS, konsep materi fisika telah diketahui terlebih dahulu oleh siswa yang disampaikan guru. Materi yang disampaikan guru dalam model CPS sekedar pemberitahuan materi saja yang akan dipelajari. Konsep materi yang disampaikan guru belum seluruhnya dijelaskan oleh guru. Selain itu pengajaran yang dilakukan dalam model CPS siswa diberikan sebuah permasalahan yang harus dipecahkan siswa dengan cara yang kreatif dan inovatif. Alasan itulah yang menyebabkan siswa dituntut untuk lebih aktif dan efektif dalam pembelajaran yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Hal ini sesuai dengan konsep Model CPS sendiri yaitu sebuah model pembelajaran yang lebih menekankan pada kreativitas sebagai kemampuan dasar siswa dalam memecahkan suatu permasalahan. 108 Masing-masing model pembelajaran dianggap sangatlah mempengaruhi kreativitas siswa yang terdapat di kelas GIL maupun di kelas CPS. Perbedaan yang terlihat cukup mempengaruhi kemampuan atau keterampilan siswa khususnya dalam hal berpikir secara aktif, kreatif, efektif, dan inovatif serta effisien terhadap pembelajaran yang dilakukan pada masing-masing model pembelajaran. Namun begitu, penelitian yang telah dilakukan pada kelas GIL dan kelas CPS juga tidak terlepas dari adanya beberapa kelebihan dan kekurangan pada masing-masing model pembelajaran yang juga sangat mempengaruhi maksimal atau tidaknya penerapan pembelajaran ketika diterapkan. 108 I Nyoman Budiana. Pengaruh Model Creative Problem Solving (CPS) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran Ipa Siswa Kelas V SD, jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, h. 4

150 Instrumen soal kreativitas ditinjau dari indikator pengukurannya belum menggambarkan keterampilan dalam hal kreativitas siswa secara keseluruhan yang semestinya diukur dengan alat ukur kreativitas yang tepat. Hal ini disebabkan karena fokus penelitian yang diteliti hanya sebatas kemampuan siswa dalam hal kreativitas berdasarkan ciri aptitude traits atau kognitif saja. Sedangkan tinjauan beberapa aspek lainnya, seperti tes kreativitas non-aptitude traits atau afektif dan tes kreativitas psikomotorik siswa pada saat proses pembelajaran kurang begitu ditekankan, diamati dan diselidiki secara maksimal. Alasan inilah yang menyebabkan pengukuran kreativitas dalam penelitian ini tidak dapat dijadikan tolak ukur yang absolut dan akurat. Namun begitu, semua prosedur dalam penelitian ini sudah dilaksanakan dan hampir semuanya terlaksana walaupun kurang begitu maksimal. 4. Terdapat Atau Tidaknya Perbedaan Hasil Belajar Siswa Antara Model Pembelajaran GIL Dan Model Pembelajaran CPS Berdasarkan hasil analisis hipotesis pada nilai rata-rata post-test, gain, dan N-gain menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran GIL dibandingkan model pembelajaran CPS. Hal ini disebabkan terdapat beberapa persamaan diantara kedua model pembelajaran yang mana terlihat jelas jika diperhatikan secara seksama ketika tahap-tahapan pembelajaran dalam proses pembelajaran masing-masing model dilaksanakan. Beberapa persamaan dalam proses pembelajaran terkait tahap-tahap pembelajaran diantara kedua model pembelajaran terletak pada tahap awal pembelajaran kedua model yang sama-sama diawali dengan sebuah permasalahan yang diberikan oleh guru.

151 Pada tahapan awal pembelajaran menggunakan model pembelajaran GIL, permasalahan yang diberikan oleh guru berfungsi sebagai perangsang siswa untuk berkreasi dalam berpikir kritis, memunculkan ide atau inisiatif dan menumbuhkan spontanitas siswa dalam mengemukakan pendapat. Tujuannya agar siswa memiliki rasa keingintahuan yang tinggi dan diharapkan dapat membuat siswa menjadi lebih aktif sehingga siswa mampu memberikan pertanyaan yang ada di dalam pikiran siswa terhadap pembelajaran. Pada model GIL banyak sekali menyediakan siswa beraneka ragam pengalaman konkrit dan pembelajaran aktif yang mendorong, memberikan ruang dan peluang kepada siswa untuk mengambil inisiatif dalam mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan penelitian sebagai pembelajar sepanjang hayat. 109 Pada tahapan awal pembelajaran menggunakan model pembelajaran CPS, permasalahan yang diberikan oleh guru juga berfungsi sebagai perangsang siswa untuk berkreasi dalam berpikir kreatif dan inovatif. Tujuannya agar siswa diharapkan mampu memecahkan suatu permasalahan dengan cara yang kreatif dengan ide-ide yang cemerlang sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam menumbuhkan imajinasinya dalam berpikir agar menjadi kenyataan. Hal ini sesuai dengan konsep model CPS sebagai salah satu model yang dapat membantu siswa memecahkan sebuah masalah dan mengatur perubahannya secara kreatif. Model ini juga dapat membantu siswa untuk merealisasikan tujuan atau imajinasinya menjadi kenyataan. 110 109 Ibid, h. 95 110 Ni Md Sakaningsih, Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbasis Reinforcement Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar PKn Siswa Kelas V SDN 18 Dangin Puri Singaraja, Indonesia, h. 4.

152 Kedua model pembelajaran tersebut sama-sama menggunakan kegiatan percobaan/penyelidikan eksperimen yang berfungsi sebagai sarana kegiatan dalam mencari, menemukan dan memecahkan suatu permasalahan. Pada kegiatan percobaan/penyelidikan eksperimen baik di kelas GIL maupun di kelas CPS, kedua kelas eksperimen tersebut diberikan topik percobaan dengan sebuah permasalahan. Selanjutnya permasalahan yang ada terkait topik percobaan diberikan dengan materi yang sama pula. Adapun yang membedakannya hanya dalam konsep menyelesaikan suatu permasalahannya saja. Seperti yang diketahui konsep yang ada pada model GIL hanya bersifat mencari atau menemukan konsep fisika yang berhubungan dengan percobaan. Sedangkan dalam model CPS bersifat memecahkan suatu permasalahan dengan cara yang kreatif berdasarkan materi fisika. Pada model GIL proses dalam mencari atau menemukan solusi permasalahan dilakukan dengan sebuah proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan-kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi buku dan sumber-sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau investigasi, me-review yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis dan menginterpretasi data, serta membuat prediksi dan mengkomunikasikan hasilnya. 111 111 Ibid, h, 85-86

153 Pada model CPS proses dalam memecahkan suatu permasalahan memiliki beberapa variasi pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Model CPS merupakan model pembelajaran yang lebih menekankan pada kreativitas sebagai kemampuan dasar siswa dalam memecahkan suatu permasalahan. 112 Suatu permasalahan yang akan dipecahkan diselesaikan dengan cara yang kreatif oleh siswa khususnya ketika dalam melakukan percobaan. Alasan lainnya yang menjadi penyebab tidak adanya perbedaan diantara kedua kelas tersebut terlihat dari nilai rata-rata post-test hasil belajar dan nilai N-gain hasil belajar yang menunjukkan bahwa kedua kelas memiliki nilai yang hampir sama dan tidak terlalu mencolok perbedaannya. Walaupun kedua kelas tersebut memiliki kedudukan kriteria yang berbeda. Hal ini dikarenakan untuk nilai rata-rata post-test hasil belajar ternyata siswa di kedua kelas tersebut sama-sama kurang mampu menjawab soal dengan tepat. Adapun rendahnya nilai rata-rata post-test yang diperoleh kedua kelas tersebut selain dari kondisi siswanya juga dipengaruhi oleh faktor lainnya. Faktor lainnya adalah dikarenakan kurangnya alokasi waktu pembelajaran pada saat dilakukannya proses pembelajaran untuk kedua kelas yang diterapkan dengan model pembelajaran yang berbeda. Kurangnya alokasi waktu pembelajaran baik di kelas GIL maupun di kelas CPS dianggap sangat berpengaruh terhadap nilai pre-test dan nilai post-test yang kurang maksimal. 112 Ni Md Sakaningsih, Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbasis Reinforcement Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar PKn Siswa Kelas V SDN 18 Dangin Puri Singaraja, Indonesia, h. 4 (Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

154 Kendala selama penelitian yang dianggap sangat mempengaruhi nilai hasil belajar siswa disebabkan oleh adanya beberapa faktor eksternal sehingga mempengaruhi keefektifan hasil belajar baik di kelas GIL maupun di kelas CPS. Adapun beberapa faktor eksternal yang banyak ditemukan terdiri dari faktor lingkungan dan faktor instrumental. Pembahasan mengenai faktor eksternal sebagai berikut. a. Faktor Eksternal Faktor eksternal dalam hal ini terdiri dari faktor lingkungan dan faktor instrumental yang dapat mempengaruhi keefektifan hasil belajar siswa sebagai berikut. 1) Faktor Lingkungan Faktor eksternal siswa terkait faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi keefektifan proses dan hasil belajar di dalam penelitian berasal dari lingkungan sosial seperti halnya ditunjukkan dengan kondisi kelas yang kurang kondusif dimana siswa kurang berdisiplin ketika pembelajaran berlangsung khususnya pada saat melakukan praktikum/percobaan. Banyaknya siswa yang kurang berdisiplin pada saat melakukan kegiatan praktikum/percobaan disebabkan karena siswa kurang begitu antusias ataupun tertarik dengan kegiatan praktikum/percobaan. Hal tersebut dapat mengganggu aktivitas dalam proses pembelajaran dan juga pada saat waktu pembelajaran banyak siswa yang mengikuti kegiatan sekolah di luar kelas sehingga menyebabkan siswa kurang maksimal untuk menerima pembelajaran dan terlebih lagi waktu yang disediakan tidak sesuai waktu normal.

155 Adapun dalam penelitian ini waktu pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan di salah satu kelas yaitu pada kelas GIL dilaksanakan pada waktu tengah hari. Kondisi ini sangat mempengaruhi suasana kelas pada waktu itu. Hal ini dikarenakan suhu yang cukup panas menyebabkan siswa kelelahan sehingga banyak dari siswa yang terlihat kegerahan dan kurang bersemangat baik ketika di kelas maupun di laboratorium IPA. Kondisi ruangan kelas yang kurang kondusif disebabkan oleh pengaruh lingkungan alam seperti halnya keadaan suhu di siang hari yang semakin panas, kondisi ruangan yang lembab karena sangat tertutup, kepengapan udara dan lain-lain. 113 2) Faktor Instrumental Faktor eksternal lainnya seperti faktor instrumental dalam hal ini juga ikut mempengaruhi keefektifan proses dan hasil belajar di dalam penelitian. Faktorfaktor instrumental dapat berupa kurikulum, sarana, fasilitas dan guru. Salah satunya yaitu adanya perubahan kurikulum yang terjadi pada masa pra-penelitian dari KTSP menjadi K-13. Berubahnya kurikulum sangat berdampak kepada komponen-komponen pembelajaran, yakni tujuan, bahan dan program, proses belajar mengajar dan evaluasi. 114 Hal ini dikarenakan pembahasan materi pembelajaran fisika juga ikut berubah dan bahkan berganti kedudukannya. Perubahan materi pelajaran ini dirasa sangatlah mempengaruhi sistem pembelajaran yang akan diterapkan khususnya mengenai materi fisika yang terdapat di MAN Molel Palangka Raya. 113 Indah Komsiyah, Belajar Dan Pembelajaran, Yogyakarta; Teras, 2012, h. 96 114 Ibid, h. 97

156 Namun demikian, diantara faktor-faktor instrumental yang telah dijelaskan. Faktor yang paling mempengaruhi keefektifan belajar siswa pada saat penelitian ialah kurang lengkapnya sarana dan fasilitas yang ada sehingga mempengaruhi aktivitas siswa ketika melakukan penyelidikan sehingga hasil pengamatan yang dilakukan dalam penyelidikan yang didapat kurang maksimal. Akibatnya guru yang mengajar (dalam hal ini peneliti) pun sedikit kebingungan sehingga harus meminta bantuan pihak lain untuk menyelesaikan kendalakendala tersebut. Semua itu terjadi pada waktu penelitian berlangsung khususnya dalam kegiatan penyelidikan percobaan. Berdasarkan keterangan di atas adanya beberapa permasalahan atau kendala selama penelitian dirasa sangat mempengaruhi keefektifan dalam proses pembelajaran yang berdampak kepada nilai hasil belajar siswa di kelas GIL maupun di kelas CPS. Permasalahan-permasalahan yang ada cukup mempengaruhi kemampuan siswa khususnya dari segi kognitif atau pengetahuan siswa. Apabila kendala-kendala yang menjadikan permasalahan ini tidak diperhatikan secara serius oleh para pendidik (guru), maka hal tersebut sungguh sangat disayangkan karena hal ini dapat menyebabkan proses transfer ilmu yang dilakukan guru kepada siswa dapat dipastikan kurang berjalan dengan baik dan tentunya kurang maksimal. Hal itu perlu adanya perhatian dari setiap guru yang tujuannya agar proses pembelajaran antara guru dan siswa dapat dilakukan secara optimal dan efektif.