RENCANA BAB V ASPEK PENGELOLAAN PEMBANGUNAN. RUTRK Dengan Kedalaman RDTRK IKK Lamongan Struktur Organisasi Pemerintahan P

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENGELOLAAN DAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO. NOMOR : 30,z TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI KECAMATAN KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG POLA ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BREBES

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORAGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN BREBES

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER,

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI KECAMATAN DALAM LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA

PEMERINTAH KOTA PADANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 92 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KECAMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN PESAWARAN

INTISARI PP NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN OLEH : SADU WASISTIONO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 4 Struktur Organisasi Kabupaten, Kota dan Provinsi di Indonesia

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 12 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 12 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI KELURAHAN DALAM LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA

PENATAAN PERANGKAT DAERAH (Surat Edaran Menteri Dalam Negeri R.I No.061/729/TJ tgl.21 Maret 2000) Kepada;

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG,

BERITA DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 7 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG Tahun 2008 Nomor 1 Seri D.1

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 91 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 10 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KELURAHAN DI KOTA BANJAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 061/729/SJ Tentang : Penataan Perangkat Daerah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, HAK DAN KEWAJIBAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2008 NOMOR 6

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

KEDUDUKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI KECAMATAN MATARAM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN PELALAWAN

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH KECAMATAN DAN PEMERINTAH KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN TASIKMALAYA

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

peraturan perundang-undangan dan tugas pemerintahan umum lainnya yang merupakan bagian dari perangkat daerah. Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 66 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI KECAMATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN WALIKOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 30 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 11 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 11 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI POLEWALI MANDAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUMAS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

Kecil dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara RI Tahun 1956 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1091) ; 3.

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 06 TAHUN 2004 T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI KECAMATAN DAN KELURAHAN KOTA TARAKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 18 ayat (2) menegaskan bahwa Pemerintah daerah mengatur dan mengurus

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi SKPD

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUBANG

Transkripsi:

BAB V ASPEK PENGELOLAAN PEMBANGUNAN RENCANA 5.1. Struktur Organisasi Pemerintahan P embagian daerah dalam wilayah Negara Republik Indonesia (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah), dibagi dalam Daerah Propinsi, daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang bersifat otonom. Daerah Propinsi berkedudukan juga sebagai wilayah administrasi disamping masingmasing daerah berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarki satu sama lain (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah). Bahwa Daerah Propinsi tidak membawahi Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, tetapi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan terdapat hubungan koordinasi, kerjasama, dan/atau kemitraan dengan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dalam kedudukan masing-masing sebagai daerah otonomi. Sementara itu, dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi, Gubernur selaku wakil pemerintah melakukan hubungan pembinaan dan pengawasan terhadap Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Kecamatan tidak lagi sebagai perangkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat Daerah Kabupaten dan/atau Kota, yang merupakan daerah otonom Kabupaten/Kota. Sedangkan Kelurahan merupakan perangkat Daerah Kabupaten dan/atau Kota di bawah Kecamatan. Disamping itu desa meiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, serta tidak ada hubungan hierarki dengan camat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, tidak ada jabatan kepala wilayah. Bahwa setiap daerah dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai Kepala Eksekutif yang dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah). Sebutan dari Kepala Daerah adalah sebagai berikut ; a. Kepala Daerah Propinsi disebut Gubernur, yang karena jabatannya adalah juga sebagai wakil pemerintah. b. Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati c. Kepala Daerah Kota disebut Walikota Sedangkan Kota Administrasi dapat diubah statusnya menjadi Daerah Kabupaten atau Kota jika memenuhi ketentuan Undang-undang; atau dapat dihapus jika tidak memenuhi ketentuan untuk ditingkatkan statusnya menjadi Daerah Otonom (Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah). RENCANA V - 1

Kepala Daerah sebagai kepala eksekutif atau pimpinan pemerintahan daerah berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan bersama DPRD. Sementara itu pemerintah daerah terdiri atas Kepala daerah beserta perangkat daerah lainnya. Dalam Daerah Kabupaten, Pemerintah Daerah Kabupaten terdiri dari Bupati beserta Sekretariat Daerah Kabupaten, Dinas daerah dan lembaga teknis daerah lainnya, sesuai dengan kebutuhan daerah. 1. Bupati Bupati Kepala Daerah Kabupaten dalam kedudukannya sebagai Pimpinan Daerah dan Pimpinan Pemerintah mempunyai tugas menetapkan landasan kebijaksanaan umum bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta menyelenggarakan segala urusan pemerintahan Daerah. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Bupati Kepala Daerah, mempunyai fungsi: a. Memimpin daerah serta membina seluruh perangkat daerah. b. Menentukan kebijaksanaan pelaksanaan dan pengamanan teknis bidang pemerintahan daerah yang secara fungsional menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan kebijaksanaan umum sebagai ditetapkan oleh pemerintahan. c. Menjalin dan melaksanakan kerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Badan Pertimbangan Kabupaten yang bersangkutan. d. Membina pelaksanaan kerjasama antar Perangkat Kabupaten yang dipimpinnya. e. Menjalin dan melaksanakan kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten lainnya. 2. Sekretariat Daerah Kabupaten Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 bahwa Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris Daerah Kabupaten maupun Daerah Kota mempunyai tugas pokok menyusun kebijakan serta membina hubungan kerja dengan dinas, lembaga teknis dan unit pelaksana lainnya. 3. Kecamatan Menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa Kecamatan merupakan Perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang dipimpin oleh Kepala Kecamatan. Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 48 Tahun 1996 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kecamatan bahwa Organisasi Pemerintah Kecamatan terdiri dari : a. Pola minimal b. Pola maksimal Camat Kedudukan dari Camat adalah sebagai Kepala Kecamatan yang menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota dan bertanggung jawab kepada Bupati atau Walikota. Dalam Pasal 129 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa Pembantu Bupati dan Pembantu Walikotamadya dihapus. Sekretariat Kecamatan Sekretariat mempunyai tugas melakukan pembinaan administrasi dan memberikan pelayanan teknis administratif kepada seluruh satuan organisasi pemerintah kecamatan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, sekretariat mempunyai fungsi : a. Penyusunan rencana, pengendalian dan mengevaluasi pelaksanaannya; b. Urusan administrasi keuangan; c. Urusan tata usaha, administrasi kepegawaian, perlengkapan dan rumah tangga. 4. Satuan Polisi Pamong Praja Menurut UU No. 32 tahun 2004 bahwa Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk dalam rangka menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta untuk menegakkan Peraturan Daerah. 5. Instansi Otonom dan Instansi Vertikal Instansi Otonom dan Instansi Vertikal di Wilayah Kecamatan merupakan satuan kerja yang melaksanakan kegiatan-kegiatan operasional di wilayah Kecamatan tersebut yang secara fungsional mendapat pembinaan, bimbingan dan pengarahan dari Instansi Otonom dan Instansi Vertikal tingkat Kabupaten/Kotamadya atau kota. Namun dalam RENCANA V - 2

kegiatannya di wilayah Kecamatan ini secara operasional di bawah Koordinasi Camat sebagai Kepala Pemerintahan Wilayah Kecamatan. 5.2 Keadaan Organisasi Pembangunan Kota Aparat daerah selaku penyelenggara pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Lamongan dapat dibagi atas tiga kelompok sebagai berikut: a. Kelompok yang menangani langsung pembangunan di tingkat KLP. b. Kelompok yang tidak menangani langsung (pendukung) pembangunan, disingkat KTLP. c. Kelompok partisipasi (pelibatan) masyarakat, disingkat KPM. Diantara ketiga kelompok ini saling mendukung satu sama lain. Ketiga kelompok tersebut, dapat dirinci sebagai berikut : 1. Kelompok yang menangani langsung pembangunan, selanjutnya disebut KLP yang terdiri dari unit-unit kerja : a) Bappeda Kabupaten Lamongan. b) Bagian pembangunan setda Pemerintah Daerah dan kasi ekonomi dan Pembangunan Kecamatan. c) Sekretariat Kecamatan. d) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten. e) Dinas Pendapatan Daerah. f) LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) 2. Kelompok yang tidak menangani langsung (pendukung) pembangunan, selanjutnya disebut KTLP, terdiri dari unit-unit kerja : Bagian Pemerintah setda Daerah dan Kasi Pemerintahan Kecamatan. Kantor Pertanahan Kabupaten Lamongan. Bagian perekonomian Pemerintah Daerah dan kasi ekonomi dan Pembangunan Kecamatan. Bagian Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Daerah dan kasi pemerintahan Kecamatan. Camat Kecamatan. Danramil Kecamatan. Kapolsek Kecamatan. Para Kepala Desa / Kepala Kantor Kelurahan yang tercakup dalam batasan wilayah IKK Lamongan. KTLP ini merupakan kelompok pendukung berhasil tidaknya pelaksanaan pembangunan. Disamping itu, KTLP lainnya adalah instansi-instansi vertikal tingkat kabupaten /Kecamatan, bahwa sehubungan dengan otonomi daerah, penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan oleh Pemerintah kepada Gubernur selaku wakil pemerintah dalam rangka dekonsentrasi, dilaksanakan oleh Dinas Propinsi (UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Kelompok Partisipasi (pelibatan) masyarakat, selanjutnya disebut KPM, yang terdiri atas : a) Tokoh-tokoh agama. b) Tokoh-tokoh Pendidikan/cerdik pandai. c) Tokoh-tokoh Pemuda. d) Tokoh-tokoh Wanita. e) Tokoh-tokoh Pemuda Masyarakat. f) Organisasi sosial politik, sosial budaya dan sosial ekonomi, serta, g) Organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya. 5.3 Peraturan Daerah Dalam Pelaksanaan Pembangunan Kota Berpijak pada beberapa rumusan kebijaksanaan Kabupaten Lamongan, yaitu : Penetapan wilayah pembangunan harus dirumuskan dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, ciri utama daerah, geografis maupun keadaan sosial. Dalam Pelaksanaan pembangunan daerah, pendekatan sistem pengembangan wilayah akan lebih dimanfaatkan dan diintegrasikan dengan kepentingan keamanan dan ketertiban masyarakat. Dengan adanya pusat-pusat pengembangan regional, perlu mendapatkan perhatian untuk terus didorong pertumbuhan agar dapat melaksanakan fungsinya sebagai pusat pelayanan dan pusat pertumbuhan bagi kawasan yang dilayaninya. Orientasi pelaksanaan pembangunan daerah diarahkan kepada daerahdaerah pedalaman yang belum sempat berkembang, termasuk daerah RENCANA V - 3

perbatasan dalam rangka perluasan jangkauan tingkat perkembangan dan pertumbuhan daerah. Memperhatikan beberapa rumusan kebijaksanaan daerah tersebut, maka penyusunan rencana tata ruang wilayah IKK Lamongan merupakan salah satu bagian dari strategi pembangunan daerah di Kabupaten Lamongan. Kota merupakan tempat konstelasi manusia dengan segala kegiatannya di berbagai bidang, antara lain bidang ekonomi, sosial, politik, budaya dan lainnya. Kegiatan yang terpola biasanya relatif komplek sehingga sering menimbulkan masalah. Dengan demikian aspek perencanaan menjadi cukup penting dalam upaya menciptakan keadaan dan kondisi kehidupan yang memenuhi ketentuan dan persyaratan lingkungan hidup yang layak. Mengingat aspek perencanaan merupakan unsur penting dalam pembinaan kota, maka pada bagian ini akan ditinjau ketentuan-ketentuan hukum yang berkenaan dengan usaha tersebut, yaitu : 1. Ketentuan hukum yang berkenaan dengan perencanaan kota. 2. Ketentuan hukum yang kerkenaan dengan tanah perkotaan. 3. Ketentuan hukum yang berhubungan dengan penghasilan atau pendapatan pemerintah kota, hal ini erat kaitannya dengan kemampuan pembangunan. Ada beberapa Ketentuan hukum yang menjadi landasan dalam perencanaan kota antara lain : Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 Tentang Penyusunan Rencana Kota. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 1987 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 650-858 Tahun 1985 Tentang Keterbukaan Rencana Kota untuk Umum. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. Perencanaan kota pada dasarnya merupakan usaha pengaturan penggunaan ruang atau tanah/lahan, dengan demikian erat kaitannya dengan masalah tanah. Ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam masalah pertanahan tersebut, adalah sebagai berikut : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, lembaran negara tahun 1960 No. 104 yang disingkat UUPA, UUPA disahkan oleh DPR pada Tahun 1960 untuk mengganti undang-undang pertanahan yang ada yang bersifat kolonial, agar manfaat tanah benar-benar dirasakan oleh rakyat Indonesia, sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam pasal 33 UUD 1945. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam UUPA tersebut adalah: a) UUPA bertujuan meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum Agraria Nasional yang dapat memberikan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. b) UUPA meletakan dasar-dasar bagi kesatuan dan kesederhanaan dalam Hukum Pertanahan. c) UUPA meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai Hak-hak Atas Tanah bagi rakyat seluruhnya. Salah satu pasal dari UUPA adalah yang berkenaan dengan pencabutan hak-hak atas tanah untuk kepentingan umum dan rangka pelaksanaan pasal ini diciptakan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961. 2. Undang-undang No. 51 tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang berhak atau Kuasanya, Lembaran Negara Tahun 1960 No. 158. Undangundang ini merupakan Dasar Hukum yang kuat dalam masalah tanah terutama untuk mencegah pemakaian tanah tanpa izin. Dengan Undang-undang tersebut terbuka jalan bagi penguasa daerah untuk mengambil tindakan terhadap para pemakai tanah tanpa izin, khususnya dalam kaitannya dengan rencana kota, sudah jelas peruntukkannya dan penggunaannya, maka tindakan-tindakan pengosongan dapat lebih ditingkatkan. 3. Undang-undang No. 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan benda-benda yang ada di atasnya, Lembaran Negara Tahun 1961 No. 288. Undang-undang ini menyatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta rakyat banyak, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang ini memberikan kemungkinan yang besar untuk mengatasi hambatan-hambatan pembangunan yang berkenaan dengan masalah pertanahan. RENCANA V - 4

Dengan demikian rencana kota yang telah mendapat pengesahan dapat dilaksanakan dan tidak terhambat oleh sikap-sikap tertentu dari penduduk yang terkena dari rencana tersebut. 4. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, ketentuan hukum ini merupakan salah satu pelaksanaan UUPA, yaitu untuk menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah. Pendaftaran tanah ini meliputi : a) Pengukuran dan Pembukuan Tanah. b) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut. c) Pemberian Surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dengan pendaftaran tanah, maka akan tercipta tertib administrasi pertanahan, sehingga hak-hak atas tanah dapat diketahui dengan pasti dan pemerintah kota menjadi dipermudah dalam melakukan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan masalah tanah, antara lain dalam hubungannya dengan masalah tanah, antara lain dalam penyediaan tanah, pembebasan tanah dan sebagainya dalam rangka melaksanakan rencana kota. 5. Peraturan Pemerintah Tahun 1973 No. 39 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi, sehubungan dengan pencabutan Hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya. Penentuan Hukum ini diarahkan untuk memperlancar pelaksanaan pencabutan batas tanah disatu pihak dan memberikan jaminan bagi para pemilik hak/pemegang hak atas tanah terhadap tindakantindakan pencabutan hak dipihak lain. Selain itu diharapkan agar tindakan-tindakan pencabutan itu, bekas pemilik/pemegang hak atas tanah tidak mengalami kemunduran, baik dalam sosial maupun pada tingkat ekonominya. Ketentuan hukum yang berkaitan dengan pencegahan bahwa, kerugian, dan gangguan bagi kehidupan bersama diantaranya adalah : a) Undang-undang Gangguan Lembaran Negara No. 226 Tahun 1926 atau disebut "Hinderordonantie", yang disebut H.O. yang kemudian di ubah dan ditambah berturut-turut dengan Lembaran Negara Tahun 1927 No. 494, Tahun 1932 No. 80 dan No. 341, dan Tahun 1940 No.14 dan Nomor 450. Undangundang Gangguan ini mengenakan larangan kepada siapapun untuk mendirikan tempat-tempat usaha yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, kecuali apabila pihak yang bersangkutan telah mendapat izin dari para penguasa yang berwenang. Undang-undang gangguan merupakan suatu pembatasan atas hak milik perorangan dan kebebasan seseorang untuk menghindarkan baahaya, kerugian dan gangguan bagi Pihak pihak ketiga. Pembatasan atas hak milik perorangan memang perlu, mengingat bahwa hak milik juga memeliki fungsi sosial sedangkan pembatasan terhadap kebebasan seorang dimaksudkan agar tercipta ketertiban dan kebahagiaan umum, lebihlebih untuk kehidupan kota mengingat ketentuan hukum tersebut berasal dari penjajah kolonial, maka dalam melaksanakannya perlu penyesuaianpenyesuaian dalam penafsiran bunyi-bunyi pasal tersebut dengan berpedoman pada UUN 1945. b) KUHP, terutama Pasal 510 yang berkenaan dengan keamanan umum sehubungan dengan keramaian umum yang diselenggarakan oleh perusahaan bioskop, sandiwara dan sebagainya. Pasal 510 KUHP memberikan kewenangan kepada Kepala Pemerintahan setempat atau pejabat yang ditunjuk untuk memberi izin berkenaan dengan pesta atau keramaian umum, pawai di jalan umum dan sebagainya. Pasal ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan ketertiban hukum. 6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Untuk terciptanya pembinaan kota, maka setiap bangunan yang berlaku, yang memuat tentang bentuk bangunan, luas bangunan, keindahan bangunan dan lainnya, disamping itu juga terdapat beberapa ketentuan hukum yang perlu diperhatikan, misalnya yang termuat didalam undang-undang kerja kecelakaan dan sebagainya. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, di daerah atau kota dalam usah menggali sumber-sumber keuangannya, tidak dapat melepaskan diri dari potensipotensi yang ada dalam daerah/kota masing-masing. Oleh sebab itu pembinaan dan pengembangan daerah/kota ditentukan pula oleh kondisi potensi daerah/kota yang bersangkutan. RENCANA V - 5

5.4. Metoda Manajemen Kota Terdapat beberapa macam metoda manajemen pembangunan kota yang menjadi acuan mekanisme proses pelaksanaan pembangunan kota. Secara garis besar dapat diambil 2 aliran besar yang menjadi pakem utama dalam mekanisme pembangunan kota. Hal ini dapat disebutkan sebagai berikut : a. Top-Down Development ( Umumnya dengan mengunakan strategi trickle down effect ) b. Bottom Up Development ( Populer dengan nama Community Based Development) Di Indonesia hingga saat ini metoda yang digunakan umumnya masih menggunakan metode pertama dimana peran Government ( Pemerintah ) dalam mengelola kota begitu dominan dengan program program yang terjadwal secara rapi dan teoritis. Sementara metode yang kedua yaitu Community Based Development ( CBD ) hingga saat ini masih belum diterapkan dalam program riil. Sebagai bahan pembanding dari metoda pengelolaan pembangunan yang telah ada maka konsep CBD ini akan dijelaskan dalam materi ini. Manajemen kota tersusun dari 4 tahapan besar yang menentukan yaitu Peencanaan, Pembiayaan, Pelaksanaan dan Pengawasan dan pemeliharaan. Sesuai dengan tahapannya maka uraian mengenai CBD ini akan difokuskan pada tahapan perencanaan. Community Based Development (CBD) / Pembangunan yang bertumpu pada masyarakat Perbedaan kedua metode ini terletak pada 3 lembaga yang secara proporsi dan karakter pekerjaan yang dipegangnya berbeda pada tiap metode. Hal ini akan dijelaskan dalam diagram berikut ini Keterangan : Pemerintah Gambar 5.1. Diagram Mekanisme Pelaksanaan Self-Help Participatory Planning Pada metode ini yang berperan secara langsung adalah dewan masyarakat yang langsung berkomunikasi dengan pemerintah mengenai program pembagunan yang terdapat di lingkungannya sementara LSM yang umumnya berasal dari masyarakat ilmiah yang berasal dari luar komunitas masyarakat itu sendiri berperan sebagai kosultan teknis. Program Pembangunan Rakyat LSM( Lembaga Swadaya Masyarakat ) Konsep CBD dalam tataran nyata di Indonesia sebenarnya telah dilakukan meskipun dalam tahapan riset. Sampel Project yang dilakukan oleh DR. Rahman Surbakti pada Kawasan kampung KembangJepun Surabaya ( 1983 ) dan Kawasan Husni Thamrin Jakarta ( 1979 ) telah membuktikan bahwa konsep ini memiliki kelebihan yang memberikan mamfaat yang besar bagi masyarakat dengan konsekuensi konsekuensi tertentu.secara garis besar dalam tahapan perencanaan terdapat 2 metode yang dipakai dalam pelaksanaan CBD. Metode tersebut ialah : a. Self-Help Participatory planning b. Advocacy Planning Rakyat LSM PROGRAM PEMBANGUNAN Pemerintah Gambar 5.2 Diagram Advocacy Planning RENCANA V - 6

KETERANGAN: Peran LSM dalam metode ini sangat besar. lembaga ini berfungsi tidak hanya sebagai konsultan teknis untuk masyarakat, tetapi juga berperan sebgai mediator antara masyarakat dan pemerintah sekaligus perumus program pembangunan yang akan dilaksanakan pemerintah dengan dukungan masyarakat.peran LSM disini adalah sebagai organisasi katalis fasilitator Berdasarkan atas materi diatas maka metode pengelolaan pembangunan di wilayah Kota Lamongan sebenarnya dapat dilaksankan dengan melalui salah satu dari 2 metode diatas. Hal ini bertujuan untuk memberikan solusi atas gap antara kepentingan masyarakat dan program pemerintah yang telah dijadwalkan. 5.5 Dana Pembangunan Dan Sumber-Sumber Pendapatan Kota Untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam usaha-usaha pembangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Lamongan pada umumnya dan untuk wilayah Ibukota Kecamatan Lamongan pada khususnya, maka diperlukan dana-dana dan sumber dana. Pergerakan dana dan sumber dana memerlukan peran serta masyarakat dan swasta yang sebesar-besarnya. Atas dasar inilah, maka pembiayaan tidak hanya dari keuangan Pemerintah tetapi juga dari masyarakat dan swasta. Untuk jelasnya dapat dikemukakan bahwa sumber-sumber pendapatan yang diharapkan dapat membiayai investasi terdiri dari : 1. Biaya investasi Pemerintah Pusat yang berasal dari APBN serta bersumber di luar anggaran, dalam bentuk kredit melalui bank-bank pemerintah serta penanaman langsung oleh perusahaan-perusahaan pemerintah. 2. APBD Kabupaten di samping itu juga APBD Propinsi 3. PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dan PMA (Penanaman Modal Asing). 4. Investor Swasta, dan 5. Biaya Investasi Masyarakat Desa. RENCANA V - 7

5.1. Struktur Organisasi Pemerintahan...1 5.2 Keadaan Organisasi Pembangunan Kota...3 5.3 Peraturan Daerah Dalam Pelaksanaan Pembangunan Kota...3 5.4. Metoda Manajemen Kota...6 Keterangan :...6 5.5 Dana Pembangunan Dan Sumber-Sumber Pendapatan Kota...7 RENCANA V - 8