METODE PENGELOLAAN DAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE PENGELOLAAN DAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN"

Transkripsi

1 6.1. PENETAPAN PRIORITAS DAN PENTAHAPAN PEMBANGUNAN Prioritas dan pentahapan pembangunan Kabupaten Lamongan seiring dengan pengembangan sumber daya manusia adalah sektor-sektor dibidang ekonomi terutama keterkaitan sektor industri dan pertanian serta bidang pembangunan METODE PENGELOLAAN DAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN AM AL AH I AG AF I AE AD I AC AB I AA z I y b a e d c b a e d c b a e d c b a e d c b a e Slaharwotan Kakatpenjalin Drujugulit Ngimbang Girik NGIMBANG Sendangrejo Pasarlegi KEC. SAMBENG lainnya berupa peningkatan sumber daya manusia. Peranan sektor industri untuk meningkatkan keadilan, kemakmuran dan pemerataan pembangunan serta kesejahteraan rakyat diarahkan pada penguatan struktur industri yang didukung dengan kemampuan teknologi yang makin meningkat. Peningkatan sektor pertanian serta pemantapan sistem dan kelembagaan koperasi, penyempurnaan pola perdagangan dan jasa serta sistem distribusi juga merupakan prioritas pembangunan di Kabupaten Lamongan. Peningkatan upaya-upaya penanggulangan masalah kemiskinan terus dilanjutkan sehingga dapat memperkecil jumlah penduduk miskin dan meningkatkan kualitas hidupnya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia diupayakan agar mampu mendukung pengelolaan pembangunan daerah, serta peningkatan produktivitas tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihan berbagai bidang pembangunan. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya terus ditingkatan untuk mengembangkan keserasian pertumbuhan antar daerah serta lebih x I w d c Munungrejo mendayagunakan secara optimal potensi yang ada. b a Peningkatan efektivitas penataan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah pada tingkat Kabupaten dan tingkat Kecamatan, serta dengan Kabupaten yang berbatasan. Fakta dan Analisa Data Hal 6-1

2 6.2. ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN Untuk mendukung terlaksananya pembangunan daerah sesuai dengan arah dan kebijaksanaan pembangunan daerah yang bertumpu pada Prioritas Pembangunan Daerah, maka strategi pembiayaan diarahkan untuk : a) Pemanfaatan secara optimal semua potensi pembiayaan yang tersedia serta menggalisumber-sumber pembiayaan baik daerah maupun dari luar daerah, baik dana dari pemerintah maupun dana dari peran serta masyarakat dan swasta b) Menggunakan dana-dana pembangunan tersebut secara berdayaguna dan berhasilguna sesuai dengan skala prioritas baik dari segi sosial, ekonomi maupun teknis yang kesemuanya diarahkan untuk sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat Usaha peningkatan penerimaan daerah telah dilaksanakan dalam rangka usaha pembiayaan pengeluaran daerah yang semakin besar, terutama pelaksanaan program-program pembangunan sesuai dengan prinsip anggaran daerah yang berimbang dan dinamis. Mengingat perkembangan perekonomian Indonesia pada saat dengan tingkat pertumbuhan minus dan tingginya tingkat inflasi, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan penerimaan daerah melalui penyempurnaan mekanisme pelaksanaan agar sistem perpajakan menjadi efektif, sederhana dan adil maupun perlu penyesuaian dari berbagai peraturan yang berlaku. Masalahmasalah yang masih dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Lamongan khususnya bidang pendapatan asli daerah adalah :? hambatan yuridis formal? terbatasnya jenis-jenis pajak dan retribusi daerah yang dapat dipungut dan perlu ditingkatkannya potensi jenis-jenis pungutan yang ada di daerah? tingkat kesadaran dan kondisi masyarakat perlu dipacu untuk mendukung usaha meningkatkan PAD Dalam melaksanakan pungutan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang intensif dibutuhkan prasarana dan sarana yang memadai, mengingat terbatasnya dana belum dipenuhinya dengan sebaik-baiknya. Demikian juga dalam pelaksanaan pungutan PAD sering terbentur pada tingkat kesadaran dan kondisi masyarakat yang belum mendukung usaha peningkatan PAD mengingat masih rendahnya tingkat kemampuan masyarakat. Untuk meningkatkan intensifikasi PAD dibutuhkan tingkat kemampuan aparat pemungut yang memadai, sehingga diperlukan usaha peningkatan kemampuan dari aparat Dinas Pendapatan Daerah. Upaya lain yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan penerimaan daerah adalah mengembangkan dunia usaha, karena itu perlu diciptakan iklim usaha yang menunjang investasi. Dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai program-program pembangunan perlu dilakukan upayaupaya sebagai berikut: 1. Peningkatan pendapatan daerah melalui penggalian sumber dana asli daerah dengan tidak menghambat kegiatan ekonomi, disamping itu pendapatan daerah juga diperoleh melalui bantuan Pemerintah Pusat, pinjaman daerah dan investasi di daerah. 2. Anggaran daerah tetap didasarkan prinsip anggaran berimbang dan dinamis, maka peningkatan penerimaan daerah terus diupayakan dengan menggali dan Fakta dan Analisa Data Hal 6-2

3 mengembangkan semua sumber penerimaan daerah dengan tetap memperhatikan peningkatan kemampuan pembiayaan pembangunan oleh masyarakat dan dunia usaha. 3. Pengembangan penerimaan daerah yang meliputi perpajakan dan berbagai bentuk pendapatan lainnya dilaksanakan berdasarkan asas keadilan dan pemerataan dengan meningkatkan peran pajak langsung sehingga mampu berfungsi sebagai alat untuk menunjang pembangunan. 4. Sumber dana Pemerintah Pusat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi pembangunan daerah sebagai salah satu sumber pelengkap pembiayaan pembangunan. 5. Penanaman modal asing terus didorong bagi kegiatan ekspor dan kegiatan pembangunan yang belum mampu ditangani dengan modal dalam negeri, melalui iklim investasi yang menarik, prosedur perijinan yang sederhana, pelayanan lancar, sarana dan prasarana ekonomi menunjang. Strategi Pemerintah Kabupaten Lamongan dalam menangani masalahmasalah kemampuan keuangan daerah adalah : 1. Menyempurnakan struktur dan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah, baik yang berasal APBN, APBD Propinsi dan APBD Kabupaten sehingga dana pembangunan di segala sektor menjadi semakin meningkat. 2. Pengendalian, pengarahan dan pengawasan terhadap pengeluaran pemerintah daerah dapat dipertajam, sehingga peranan tabungan PEMDA didalam anggaran pembangunan menjadi semakin meningkat dan investasi pemerintah mampu menciptakan kondisi yang mendorong meningkatnya peranan investasi swasta. 3. Menginvestasikan upaya penggalian sumber pembiayaan yang ada. 4. Menarik dana-dana dari luar Kabupaten Lamongan untuk diinvestasikan di Kabupaten Lamongan baik dalam bentuk PMDN dan PMA secara terkendali dan terarah. Dalam menunjang peningkatan kemampuan keuangan daerah dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan program-program sebagai berikut :? Program Penerimaan Pendapatan Daerah? Program Pengembangan Kelembagaan Keuangan? Program Pembinaan Kekayaan Daerah? Program Pembinaan Perusahaan Daerah Progran-program tersebut diatas merupakan program pokok Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan, selain itu diperlukan juga program penunjang seperti program pendidikan dan latihan serta program penyuluhan. Program pokok ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan PAD melalui usaha-usaha untuk merealisasi rencana penerimaan yang telah ditetapkan dalam APBD Kabupaten. Program penunjang ditujukan pada aparatur pengelola keuangan melalui pendidikan dan latihan, sedangkan program penyuluhan ditujukan pada masyarakat ANALISIS KELEMBAGAAN Keberhasilan pelaksanaan pembangunan tidak terlepas dari peranan apatur pemerintah, oleh karena itu peningkatan aparatur pemerintah perlu secara terus menerus baik kualitas maupun kuantitasnya seiring dengan tuntutan kemajuan dan dinamika pembangunan. Disamping itu juga diperlukan sarana dan prasarana yang memadai guna kelancaran tugas. Pada masa yang akan datang tantangan Fakta dan Analisa Data Hal 6-3

4 pembangunan yang harus dihadapi oleh aparatur pemerintah semakin komplek dan memerlukan pemecahan yang cepat, tepat dan akurat agar lebih dapat memberikan hasil guna yang maksimal dan ditunjang dengan kedisiplinan, dedikasi dan kesungguhan serta tanggung jawab. Dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna diperlukan peningkatan manajemen aparatur yang menunjang peningkatan mutu kepemimpinan, penyederhanaan prosedur pelayanan terhadap masyarakat. Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten dalam kaitannya dengan kelembagaan, yang dapat menjadi hambatan dalam pelaksanaan tugas adalah : 1. Rincian dan pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang tersedia belum dapat dilaksanakan secara konsekuen. 2. Struktur kelembagaan belum sesuai kebutuhan 3. Masih perlu ditingkatkannya kemampuan dan keterampilan aparatur pemerintah 4. Keterbatasan kemampuan pendanaan Pemerintah Kabupaten untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya 5. Pelaksanaan pembangunan, baik sektoral maupun daerah belum konsisten dengan Undang-undang No: 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang sebagai acuan dan perangkat koordinasi pembangunan daerah. Langkah-langkah yang perlu diambil dalam meningkatkan kelembagaan di Kabupaten Lamongan adalah : 1. Penyempurnaan pola mekanisme kerja antar aparatur sehingga masing-masing aparatur dapat berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan fungsinya. 2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan aparat, kemampuan pengelolaan pembangunan daerah dan aspek organisasi. 3. Melaksanakan pembinaan dalam rangka pemantapan penyusunan program, pelaksanaan dan pengendalian/pengawasan sehingga berbagai permasalahan yang timbul dapat diatasi ANALISIS MEKANISME PENATAAN RUANG Prinsip penataan ruang pada hakekatnya adalah merupakan pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, efektif dan efisien, serasi, selaras, seimbang, berkelanjutan, keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum. Dengan demikian suatu penataan ruang adalah merupakan kerangka strategis dalam mengelola dan mengatur sumber daya tanah, sumber daya alam dan sumber daya lainnya, serta merupakan proses untuk menstranformasikan ruang yang ada serta tendensinya menuju kearah suatu struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang wilayah dimasa yang akan datang. Struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah pada dasarnya merupakan pedoman dalam merumuskan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang, mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor dan pengarahan lokasi investasi. Dengan demikian struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah harus berisikan : 1. Kawasan-kawasan yang perlu dikembangkan pemanfaatan ruangnya untuk kegiatan pembangunan sektor-sektor dalam rangka peningkatan pertumbuhan dan penyebaran kegiatan ekonomi. Fakta dan Analisa Data Hal 6-4

5 2. Kawasan kritis baik ditinjau dari sudut lingkungan maupun sosial ekonomi yang perlu ditangani. 3. Kawasan yang berfungsi lindung 4. Kawasan-kawasan untuk pertahanan keamanan 5. Rumusan sistem kota-kota yang memperlihatkan fungsi kota, keterkaitan kota dan keterkaitan kota dengan kawasan 6. Rumusan sistem transportasi yang memperlihatkan keterkaitan antar moda untuk pengembangan kota dan kawasan serta untuk meningkatkan keterkaitan wilayah. 7. Rumusan sistem prasarana utama untuk pengembangan kota dan kawasan serta untuk peningkatan keterkaitan wilayah 8. Identifikasi kawasan strategis untuk pengembangan ekonomi, untuk pemerataan kegiatan ekonomi dan untuk penanganan kawasan kritis. Dalam rangka pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dan peningkatan pemanfaatan sumber daya alam secara efisien, serta koordinasi yang mantap antar wilayah serta sektor dan daerah, dilaksanakan penataan ruang daerah yang meliputi:? Pemantapan penataan ruang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku? Perencanaan Tata Ruang secara lebih rinci sehingga dapat menjadi acuan bagi pelaksanaan pembangunan serta pengawasannya? Peningkatan penataan penggunaan tanah dan administrasi pertanahan Selain dilakukan penataan ruang secara umum juga ada Program Pengembangan Kawasan Khusus yang meliputi : Pengembangan kawasan budidaya dan keterpaduan dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Pengembangan Kegiatan Industri. Memantapkan usaha operasionalisasi kebijaksanaan tata ruang dalam tingkat yang nyata, baik berupa peraturan, pedoman perangkat lunak berbagai tingkat, sistem administrasi perijinan dalam rangka pembinaan dan pengendalian serta perwujudannya dalam program-program baik fisik maupun non-fisik KEADAAN ORGANISASI PEMBANGUNAN KOTA Aparat daerah selaku penyelenggara pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Lamongan dapat dibagi atas tiga kelompok sebagai berikut: a. Kelompok yang menangani langsung pembangunan di singkat KLP. b. Kelompok yang tidak menangani langsung (pendukung) pembangunan, disingkat KTLP. c. Kelompok partisipasi (pelibatan) masyarakat, disingkat KPM. Diantara ketiga kelompok ini saling mendukung satu sama lain. Ketiga kelompok tersebut, dapat dirinci sebagai berikut : 1. Kelompok yang menangani langsung pembangunan, selanjutnya disebut KLP yang terdiri dari unit-unit kerja : a) Bappeda Kabupaten Lamongan. b) Bagian Pembangunan Sekretariat Daerah dan Kasi Ekonomi dan Pembangunan Kecamatan. c) Badan Keuangan dan Barang Daerah dan Sekretaris Kecamatan. d) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten. Fakta dan Analisa Data Hal 6-5

6 e) Dinas Pendapatan Daerah. f) Dinas Terkait. 2. Kelompok yang tidak menangani langsung (pendukung) pembangunan, selanjutnya disebut KTLP, terdiri dari unit-unit kerja : Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah dan Kasi Pemerintahan Kecamatan. Kantor Pertanahan Kabupaten Lamongan. Bagian perekonomian Sekretariat Daerah. Bagian Kesmas Kabupaten Lamongan. Camat Kecamatan. Danramil Kecamatan. Kapolsek Kecamatan. Para Kepala Desa yang tercakup dalam batasan wilayah ibu kota kecamatan Ngimbang. KTLP ini merupakan kelompok pendukung berhasil tidaknya pelaksanaan pembangunan. Disamping itu, KTLP lainnya adalah instansi-instansi vertikal tingkat Kabupaten/Kecamatan, bahwa sehubungan dengan otonomi daerah, penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan oleh Pemerintah kepada Gubernur selaku wakil pemerintah dalam rangka dekonsentrasi, dilaksanakan oleh Dinas Propinsi. 3. Kelompok Partisipasi (pelibatan) masyarakat, selanjutnya disebut KPM, yang terdiri atas : a) Tokoh-tokoh agama. b) Tokoh-tokoh Pendidikan/cerdik pandai. c) Tokoh-tokoh Pemuda. d) Tokoh-tokoh Wanita. e) Tokoh-tokoh Masyarakat. f) Organisasi sosial politik, sosial budaya dan sosial ekonomi, serta, g) Organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya POSISI PERATURAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN Berpijak pada beberapa rumusan kebijaksanaan pemerintahan Kabupaten Lamongan, yaitu : Penetapan wilayah pembangunan harus dirumuskan dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, ciri utama daerah, geografis maupun keadaan sosial. Dalam Pelaksanaan pembangunan daerah, pendekatan sistem pengembangan wilayah akan lebih dimanfaatkan dan diintegrasikan dengan kepentingan keamanan dan ketertiban masyarakat. Dengan adanya pusat-pusat pengembangan regional, perlu mendapatkan perhatian untuk terus didorong pertumbuhan agar dapat melaksanakan fungsinya sebagai pusat pelayanan dan pusat pertumbuhan bagi kawasan yang dilayaninya. Orientasi pelaksanaan pembangunan daerah diarahkan kepada daerah-daerah pedalaman yang belum sempat berkembang, dalam rangka perluasan jangkauan tingkat perkembangan dan pertumbuhan daerah. Memperhatikan beberapa rumusan kebijaksanaan daerah tersebut, maka rencana pembangunan Ibukota Kecamatan Ngimbang merupakan salah satu bagian Fakta dan Analisa Data Hal 6-6

7 dari strategi pembangunan daerah di Kabupaten Lamongan dan juga merupakan tindak lanjut salah satu butir dari rumusan kebijaksanaan pembangunan. Kota merupakan tempat konstelasi manusia dengan segala kegiatannya di berbagai bidang, antara lain bidang ekonomi, sosial, politik, budaya dan lainnya. Kegiatan yang terpola biasanya relatif komplek sehingga sering menimbulkan masalah. Dengan demikian aspek perencanaan menjadi cukup penting dalam upaya menciptakan keadaan dan kondisi kehidupan yang memenuhi ketentuan dan persyaratan lingkungan hidup yang layak. Mengingat aspek perencanaan merupakan unsur penting dalam pembinaan kota, maka pada bagian ini akan ditinjau ketentuan-ketentuan hukum yang berkenaan dengan usaha tersebut, yaitu : 1. Ketentuan hukum yang berkenaan dengan perencanaan kota. 2. Ketentuan hukum yang kerkenaan dengan tanah perkotaan. 3. Ketentuan hukum yang berhubungan dengan penghasilan atau pendapatan pemerintah kota, hal ini erat kaitannya dengan kemampuan pembangunan. Perencanaan kota pada dasarnya merupakan usaha pengaturan penggunaan ruang atau tanah/lahan, dengan demikian erat kaitannya dengan masalah tanah. Ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam masalah pertanahan tersebut, adalah sebagai berikut : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria, lembaran negara tahun 1960 No. 104 yang disingkat UUPA, UUPA disahkan oleh DPR pada Tahun 1960 untuk mengganti undang-undang pertanahan yang ada yang bersifat kolonial, agar manfaat tanah benar-benar dirasakan oleh rakyat Indonesia, sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam pasal 33 UUD Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam UUPA tersebut adalah: a) UUPA bertujuan meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum Agraria Nasional yang dapat memberikan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. b) UUPA meletakan dasar-dasar bagi kesatuan dan kesederhanaan dalam Hukum Pertanahan. c) UUPA meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai Hak-hak Atas Tanah bagi rakyat seluruhnya. Salah satu pasal dari UUPA adalah yang berkenaan dengan pencabutan hakhak atas tanah untuk kepentingan umum dan rangka pelaksanaan pasal ini diciptakan Undang-undang Nomor 20 Tahun Undang-undang No. 51 tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang berhak atau Kuasanya, Lembaran Negara Tahun 1960 No Undang-undang ini merupakan Dasar Hukum yang kuat dalam masalah tanah terutama untuk mencegah pemakaian tanah tanpa izin. Dengan Undang-undang tersebut terbuka jalan bagi penguasa daerah untuk mengambil tindakan terhadap para pemakai tanah tanpa izin, khususnya dalam kaitannya dengan rencana kota, sudah jelas peruntukkannya dan penggunaannya, maka tindakan-tindakan pengosongan dapat lebih ditingkatkan. 3. Undang-undang No. 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan benda-benda yang ada di atasnya, Lembaran Negara Tahun 1961 No Undang-undang ini menyatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk Fakta dan Analisa Data Hal 6-7

8 kepentingan bangsa dan negara serta rakyat banyak, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang ini memberikan kemungkinan yang besar untuk mengatasi hambatan-hambatan pembangunan yang berkenaan dengan masalah pertanahan. Dengan demikian rencana kota yang telah mendapat pengesahan dapat dilaksanakan dan tidak terhambat oleh sikap tertentu dari penduduk yang terkena dari rencana tersebut. 4. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, ketentuan hukum ini merupakan salah satu pelaksanaan UUPA, yaitu untuk menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah. Pendaftaran tanah ini meliputi : a) Pengukuran dan Pembukuan Tanah. b) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut. c) Pemberian Surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dengan pendaftaran tanah, maka akan tercipta tertib administrasi pertanahan, sehingga hak-hak atas tanah dapat diketahui dengan pasti dan pemerintah kota menjadi dipermudah dalam melakukan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan masalah tanah, antara lain dalam hubungannya dengan masalah tanah, antara lain dalam penyediaan tanah, pembebasan tanah dan sebagainya dalam rangka melaksanakan rencana kota. 5. Peraturan Pemerintah Tahun 1973 No. 39 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi, sehubungan dengan pencabutan Hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya. Penentuan Hukum ini diarahkan untuk memperlancar pelaksanaan pencabutan batas tanah disatu pihak dan memberikan jaminan bagi para pemilik hak/pemegang hak atas tanah terhadap tindakan-tindakan pencabutan hak dipihak lain. Selain itu diharapkan agar tindakan-tindakan pencabutan itu, bekas pemilik/pemegang hak atas tanah tidak mengalami kemunduran, baik dalam sosial maupun pada tingkat ekonominya. Ketentuan hukum yang berkaitan dengan pencegahan bahwa, kerugian, dan gangguan bagi kehidupan bersama diantaranya adalah : a) Undang-undang Gangguan Lembaran Negara No. 226 Tahun 1926 atau disebut "Hinderordonantie", yang disebut H.O. yang kemudian di ubah dan ditambah berturut-turut dengan Lembaran Negara Tahun 1927 No. 494, Tahun 1932 No. 80 dan No. 341, dan Tahun 1940 No.14 dan Nomor 450. Undang-undang Gangguan ini mengenakan larangan kepada siapapun untuk mendirikan tempat-tempat usaha yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, kecuali apabila pihak yang bersangkutan telah mendapat izin dari para penguasa yang berwenang. Undang-undang gangguan merupakan suatu pembatasan atas hak milik perorangan dan kebebasan seseorang untuk menghindarkan baahaya, kerugian dan gangguan bagi Pihak pihak ketiga. Pembatasan atas hak milik perorangan memang perlu, mengingat bahwa hak milik juga memeliki fungsi sosial sedangkan pembatasan terhadap kebebasan seorang dimaksudkan agar tercipta ketertiban dan kebahagiaan umum, lebih-lebih untuk kehidupan kota mengingat ketentuan hukum tersebut berasal dari penjajah kolonial, maka Fakta dan Analisa Data Hal 6-8

9 dalam melaksanakannya perlu penyesuaian-penyesuaian dalam penafsiran bunyi-bunyi pasal tersebut dengan berpedoman pada UUN b) KUHP, terutama Pasal 510 yang berkenaan dengan keamanan umum sehubungan dengan keramaian umum yang diselenggarakan oleh perusahaan bioskop, sandiwara dan sebagainya. Pasal 510 KUHP memberikan kewenangan kepada Kepala Pemerintahan setempat atau pejabat yang ditunjuk untuk memberi izin berkenaan dengan pesta atau keramaian umum, pawai di jalan umum dan sebagainya. Pasal ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan ketertiban hukum. 6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Untuk terciptanya pembinaan kota, maka setiap bangunan yang berlaku, yang memuat tentang bentuk bangunan, luas bangunan, keindahan bangunan dan lainnya, disamping itu juga terdapat beberapa ketentuan hukum yang perlu diperhatikan, misalnya yang termuat didalam undang-undang kerja kecelakaan dan sebagainya. Pembangunan dan pembinaan kota erat kaitannya dengan aspek pembiayaan, oleh sebab itu rencana kota pada dasarnya harus mencerminkan juga kemampuan akan pembiayaan untuk melaksanakan rencana tersebut. Kemampuan pembiayaan berarti menunjukan besarnya pendapatan/penghasilan pemerintah daerah, hal ini mengingat pelaksanaan rencana kota sebagian besar menjadi beban pemerintah daerah. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, didaerah atau kota dalam usaha menggali sumber-sumber keuangannya, tidak dapat melepaskan diri dari potensipotensi yang ada dalam daerah/kota masing-masing. Oleh sebab itu pembinaan dan pengembangan daerah/kota ditentukan pula oleh kondisi potensi daerah/kota yang bersangkutan METODA MANAJEMEN PERKOTAAN Terdapat beberapa macam metoda manajemen pembangunan kota yang menjadi acuan mekanisme proses pelaksanaan pembangunan kota. Secara garis besar dapat diambil 2 aliran besar yang menjadi pakem utama dalam mekanisme pembangunan kota. Hal ini dapat disebutkan sebagai berikut : a. Top-Down Development (Umumnya dengan mengunakan strategi trickle down effect) b. Bottom Up Development (Populer dengan nama Community Based Development) DiIndonesia hingga saat ini metoda yang digunakan umumnya masih menggunakan metode pertama dimana peran Government (Pemerintah) dalam mengelola kota begitu dominan dengan program program yang terjadwal secara rapi dan teoritis. Sementara metode yang kedua yaitu Community Based Development (CBD) hingga saat ini masih belum diterapkan dalam program riel. Sebagai bahan pembanding dari metoda pengelolaan pembangunan yang telah ada maka konsep CBD ini akan dijelaskan dalam materi ini. Manajemen kota tersusun dari 4 tahapan besar yang menentukan yaitu Peencanaan, Pembiayaan, Pelaksanaan dan Pengawasan dan pemeliharaan. Sesuai dengan tahapannya maka uraian mengenai CBD ini akan difokuskan pada tahapan perencanaan. Communit Based Development (CBD)/Pembangunan yang bertumpu pada masyarakat. Fakta dan Analisa Data Hal 6-9

10 Konsep CBD dalam tataran nyata di Indonesia sebenarnya telah dilakukan meskipun dalam tahapan riset. Sampel Project yang dilakukan oleh DR. Rahman Diagram 6.1. Mekanisme Pelaksanaan Self-Help Participatory Planning Surbakti pada Kawasan kampung KembangJepun Surabaya ( 1983 ) dan Kawasan Husni Thamrin Jakarta ( 1979 ) telah membuktikan bahwa konsep ini memiliki kelebihan yang memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat dengan konsekuensi konsekuensi tertentu. Secara garis besar dalam tahapan perencanaan terdapat 2 metode yang dipakai dalam pelaksanaan CBD. Metode tersebut ialah : a. Self-Help Participatory Planning b. Advocacy Planning/Pendampingan Perbedaan kedua metode ini terletak pada 3 lembaga yang secara proporsi 1 PEMERINTAH 4 PROGRAM PEMBANGUNAN 2 RAKYAT 3 LSM dan karakter pekerjaan yang dipegangnya berbeda pada tiap metode. Hal ini akan dijelaskan dalam diagram berikut ini. Pengelolaan pembangunan di wilayah Kota Ngimbang sebenarnya dapat dilaksanakan dengan melalui salah satu dari 2 metode diatas. Hal ini bertujuan untuk memberikan solusi atas kesenjangan antara kepentingan masyarakat dan program pemerintah yang telah dijadwalkan Keterangan : Pada metode ini yang berperan secara langsung adalah dewan masyarakat yang langsung berkomunikasi dengan pemerintah mengenai program pembagunan yang terdapat di lingkungannya sementara LSM yang umumnya berasal dari masyarakat ilmiah yang berasal dari luar komunitas masyarakat itu sendiri berperan sebagai kosultan teknis. Fakta dan Analisa Data Hal 6-10

11 Diagram: 6.2 Program Advocacy Planning/Pendampingan 1 PEMERINTAH 2 RAKYAT 6.8. DANA PEMBANGUNAN DAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN KOTA Untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam usaha-usaha pembangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Lamongan pada umumnya dan untuk Ibukota 3 LPM Kecamatan Ngimbang pada khususnya, maka diperlukan dana-dana dan sumber dana. Pergerakan dana dan sumber dana memerlukan peran serta masyarakat dan swasta yang sebesar-besarnya. Atas dasar inilah, maka pembiayaan tidak hanya dari keuangan Pemerintah 4 4 PROGRAM 4 PROGRAM PEMBANGUNAN 4 PEMBANGUNAN PROGRAM 4 PEMBANGUNAN PROGRAM PEMBANGUNAN tetapi juga dari masyarakat dan swasta. Untuk jelasnya dapat dikemukakan bahwa sumber-sumber pendapatan yang diharapkan dapat membiayai investasi terdiri dari : 1. Biaya investasi Pemerintah Pusat yang berasal dari APBN serta bersumber di luar anggaran, dalam bentuk kredit melalui bank-bank pemerintah serta Keterangan: Peran LPM dalam metode ini sangat besar. lembaga ini berfungsi tidak hanya sebagai konsultan teknis untuk masyarakat, tetapi juga berperan sebgai mediator antara masyarakat dan pemerintah sekaligus perumus program pembangunan yang akan dilaksanakan pemerintah dengan dukungan masyarakat. Peran LPM disini adalah sebagai organisasi katalis fasilitator. penanaman langsung oleh perusahaan-perusahaan pemerintah. 2. APBD Kabupaten Lamongan, di samping itu juga bantuan dari APBD Propinsi. 3. PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dan PMA (Penanaman Modal Asing). 4. Investor Swasta 5. Biaya Investasi Masyarakat Desa. Kemudian bertitik tolak pada Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Dibidang PU Kepada Daerah, dimana seluruh kegiatan pembangunan harus didukung oleh kemampuan daerah sendiri, maka kaitan dengan keperluan dalam pembahasan ini hanya akan membahas yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS). Fakta dan Analisa Data Hal 6-11

12 METODE PENGELOLAAN DAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PENETAPAN PRIORITAS DAN PENTAHAPAN PEMBANGUNAN Analisis Kemampuan Keuangan ANALISIS KELEMBAGAAN Analisis Mekanisme Penataan Ruang KEADAAN ORGANISASI PEMBANGUNAN KOTA POSISI PERATURAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN METODA MANAJEMEN PERKOTAAN DANA PEMBANGUNAN DAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN KOTA6-11 Fakta dan Analisa Data Hal 6-12

RENCANA BAB V ASPEK PENGELOLAAN PEMBANGUNAN. RUTRK Dengan Kedalaman RDTRK IKK Lamongan Struktur Organisasi Pemerintahan P

RENCANA BAB V ASPEK PENGELOLAAN PEMBANGUNAN. RUTRK Dengan Kedalaman RDTRK IKK Lamongan Struktur Organisasi Pemerintahan P BAB V ASPEK PENGELOLAAN PEMBANGUNAN RENCANA 5.1. Struktur Organisasi Pemerintahan P embagian daerah dalam wilayah Negara Republik Indonesia (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah),

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994

UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994 Copyright 2002 BPHN UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994 *8463 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 3 TAHUN 1993 (3/1993) Tanggal: 10

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1989/1990

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1989/1990 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1989/1990 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1992 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1992/1993

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1992 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1992/1993 UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1992 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1992/1993 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UU 2/1991, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992. Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992

UU 2/1991, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992. Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992 Copyright 2002 BPHN UU 2/1991, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992 *7726 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1991 (2/1991) Tanggal: 20

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah Pembangunan Nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pelaksanaan otonomi daerah, seorang kepala daerah dalam mengimplementasikan pola kepemimpinannya seharusnya tidak hanya berorientasi pada tuntutan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai masalah, potensi, aspirasi dan prioritas kebutuhan masyarakat di daerah, karena

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PERATURAN BUPATI GRESIK NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN

BUPATI GRESIK PERATURAN BUPATI GRESIK NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN BUPATI GRESIK PERATURAN BUPATI GRESIK NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI GRESIK : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA PALU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU,

PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA PALU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA PALU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, Menimbang : a. bahwa partisipasi para pemangku kepentingan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT. No SERI D

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT. No SERI D LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT No. 8 1991 SERI D ----------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH TINGKAT I PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 1990

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2012 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1988 Tentang : Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal Di Daerah

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1988 Tentang : Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal Di Daerah Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1988 Tentang : Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal Di Daerah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 6 TAHUN 1988 (6/1988) Tanggal : 3 JUNI 1988 (JAKARTA) Sumber :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

1 SUMBER :

1 SUMBER : 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1990 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1990/1991 1 NOMOR: 1 TAHUN 1990 (1/1990) TANGGAL: 14 MARET 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari 34 provinsi, 399 kabupaten dan 98 kota pada tahun 2012. Desentralisasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dapat menetepkan berbagai jenis sumber penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dapat menetepkan berbagai jenis sumber penerimaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan reformasi keuangan daerah di Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah. Dengan adanya Undang-Undang No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam Undang-Undang Dasar 1945 antara lain menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran rencana pembangunan nasional adalah pembangunan disegala bidang dan mencakup seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun

Lebih terperinci

TESIS. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Magister. Program Studi Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Tata Negara.

TESIS. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Magister. Program Studi Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Tata Negara. REALISASI PENDAPATAN PAJAK REKLAME DALAM PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 1998 DI KABUPATEN WONOGIRI (Studi Kasus Di Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Wonogiri) TESIS Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan Otonomi Dacrah secara berdayaguna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Membiayai Pengeluaran

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Membiayai Pengeluaran BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Membiayai Pengeluaran Daerah Kabupaten Klungkung. 1) Pendapatan Asli Daerah Kemampuan Keuangan Daerah dalam membiayai pengeluaran daerah seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah di Indonesia, pemerintah daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengelola sendiri pengelolaan pemerintahannya.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retribusi Daerah merupakan sumber pendapatan yang paling memungkinkan untuk dikembangkan sesuai dengan kreatifitas pemerintah daerah masing-masing, karena memperoleh

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1987 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM KEPADA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1987 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM KEPADA DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1987 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan

Lebih terperinci

Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1988/1989 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1988/1989 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 3 TAHUN 1988 (3/1988) Tanggal: 10 MARET 1988 (JAKARTA) Sumber: LN 1988/5; TLN NO. 3370 Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula.. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan di era globalisasi dan dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat bersaing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, walaupun sumber daya alam itu belum dimanfaatkan secara maksimal. Untuk memanfaatkan sumber-sumber

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS-DINAS DAERAH

PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS-DINAS DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 5 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS-DINAS DAERAH DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan tugas-tugas

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 2009 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004)

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Sehingga dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN 2.1 EKONOMI MAKRO Salah satu tujuan pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat, sehubungan dengan itu pemerintah daerah berupaya mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (Studi Kasus di Pasar Gawok, Desa Geneng, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo Periode Tahun 2009-2010) SKRIPSI Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang masih berkembang, yang terus melakukan pembangunan nasional di segala aspek kehidupan yang tujuannya untuk meningkatkan taraf

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN BUPATI KEPADA CAMAT DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH Menimbang : Mengingat : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 2006 SERI E R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur urusan pemerintahan sesuai dengan Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemungutan serta pengelolaan pajak dibagi menjadi dua yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah suatu pajak yang dikelola dan dipungut oleh Negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II

PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II PENDAHULUAN Pembangunan nasional merupakan wahana bagi kita untuk membangun kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1987 Tentang : Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Dibidang Pekerjaan Umum Kepada Daerah

Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1987 Tentang : Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Dibidang Pekerjaan Umum Kepada Daerah Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1987 Tentang : Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Dibidang Pekerjaan Umum Kepada Daerah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14 TAHUN 1987(14/1987) Tanggal :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (PAD) yang dapat membantu meningkatakan kualitas daerah tersebut. Maka

BAB I PENDAHULUAN. (PAD) yang dapat membantu meningkatakan kualitas daerah tersebut. Maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pajak daerah adalah salah satu penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) yang dapat membantu meningkatakan kualitas daerah tersebut. Maka setiap daerah harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah di Indonesia memasuki babak baru dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 502 TAHUN : 2001 SERI : D Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan dari. program-program di segala bidang secara menyeluruh terarah dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan dari. program-program di segala bidang secara menyeluruh terarah dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan dari program-program di segala bidang secara menyeluruh terarah dan berlangsung secara terus-menerus dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR,

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang 10 BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melakukan reformasi di bidang Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Lebih terperinci