BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu,

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan, dengan manifestasi infeksi sistemik dan atau isolasi bakteri patogen

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis Neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah bayi selama bulan pertama kehidupan (Nelson, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. bahan partikulat debu dan tetesan cairan, yang semuanya mengandung. rumah sakit yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta dolar Amerika setiap tahunnya (Angus et al., 2001). Di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN adalah 32 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan target Millenium

TINJAUAN PUSTAKA. cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan kurang dari 37 minggu (antara minggu) atau dengan

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis menurut The International Pediatric Sepsis Consensus Conferences

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 3 Permasalahan neonatal dan bayi muda infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA ASFIKSIA NEONATURUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG PERINATALOGI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Systemic Inflamatary Respons Syndrome-SIRS) yang terjadi sebagai akibat infeksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat untuk melindungi bayi sebelum, selama dan sesudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrokistik terus meningkat,

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 3 Permasalahan Neonatus-Berat Badan lahir rendah. Catatan untuk fasilitator.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat rendah (BBLSR) yaitu kurang dari 1000 gram juga disebut sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BUKU REGISTER PERINATOLOGI DI RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir

BAB 1 PENDAHULUAN. Kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk. keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui

Laporan Kasus SEPSIS NEONATORUM. Yessie Hulwatul Ilmi H1A Pembimbing dr. Artsini Manfaati, Sp.A

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang.

Transkripsi:

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sepsis Neonatorum Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC) sepsis adalah sindroma klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis berat, renjatan / syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian. 2,6 Sepsis ditandai dengan respon inflamasi sistemik dan bukti infeksi pada bulan pertama kehidupan, berupa perubahan temperatur tubuh, perubahan jumlah leukosit, takikardi, dan takipnea. Sedangkan sepsis berat adalah sepsis yang ditandai dengan hipotensi atau disfungsi organ atau hipoperfusi organ. 7 Angka kejadian sepsis di Indonesia masih tinggi yaitu 8.7 sampai 1 30.29% dengan angka kematian 11.56 sampai 49.9%. Sepsis merupakan penyebab kematian utama pada bayi, insiden sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1.8 sampai 18 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 12 sampai 68%, sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian 10,3%. 1 Sepsis neonatorum dibagi menjadi dua berdasarkan awitan munculnya sepsis yaitu: 5,6 berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis

neonatorum awitan dini (SAD) dan sepsis neonatorum awitan lambat (SAL). 2 Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero. 19 Sepsis awitan lambat (SAL) terjadi lebih dari 72 jam biasa berasal dari lingkungan sekitar dan yang paling sering disebabkan oleh infeksi nosokomial yang didapat pada saat bayi dirawat inap di rumah sakit. 20 Di negara berkembang pembagian SAD dan SAL tidak jelas karena sebagian besar bayi tidak dilahirkan di rumah sakit. Oleh karena itu, penyebab infeksi tidak dapat diketahui apakah berasal dari jalan lahir atau $diperoleh dari lingkungan sekitar. 21,22 2.2. Etiologi Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti oleh World Health Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999 di empat negara berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa kuman isolat yang tersering ditemukan pada kultur darah adalah Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli (18%). 23,24

Tabel 2.1. Perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum 22 Berdasarkan databased perinatologi RSHAM (Rumah Sakit H.Adam Malik) tahun 2008 sampai tahun 2010 didapatkan pola kuman berdasarkan hasil kultur darah Staphylococus sp 33%, Klebsiela 23%, Pseudomonas 28% untuk tahun 2008, tahun 2009 staphylococus 27%, enterobacter 18%, pseudomonas 16% dan tahun 2010 staphylococus 34%, pseudomonas 20%, enterobacter 14%. 25 Pada cairan serebrospinal yang terjadi pada meningitis neonatus awitan dini banyak ditemukan bakteri gram negatif terutama Klebsiella sp dan E. Coli, sedangkan pada awitan lambat selain bakteri gram negatif juga ditemukan Streptococcus pneumoniae serotipe 2. E.coli biasa ditemukan pada neonatus yang tidak dilahirkan di rumah sakit serta pada usap vagina wanita di daerah pedesaan. 20,26 Sementara Klebsiella sp biasanya diisolasi dari neonatus yang dilahirkan di rumah sakit. Selain mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah Pseudomonas, Enterobacter, dan Staphylococcus aureus. 23,24

2.3. Faktor risiko Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu, bayi dan lain-lain. Faktor risiko ibu: 1,2 1. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya. 2. Infeksi dan demam (lebih dari 38 C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya. 3. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau. 4. Kehamilan multipel. 5. Persalinan dan kehamilan kurang bulan. 6. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu. Faktor risiko pada bayi: 1,2,22 1. Prematuritas dan berat lahir rendah 2. Asfiksia neonatorum 3. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang mengalami fetal distress dan trauma pada proses persalinan. 4. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter, infus, pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal.

5. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun, atau asplenia. Faktor risiko lain: Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi pada bayi laki-laki daripada perempuan, pada bayi kulit hitam daripada kulit putih, pada bayi dengan status ekonomi rendah, dan sering terjadi akibat prosedur cuci tangan yang tidak benar pada tenaga kesehatan maupun anggota keluarga pasien, serta buruknya kebersihan di ruang perawatan bayi. 27 Faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan masih menjadi masalah sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu penyebab tidak adanya perubahan pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini. Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gambaran klinis. 27,28 2.4. Gambaran Klinis Gambaran klinis sepsis neonatorum tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. 27 Gejala klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman. 28 Gambaran klinik yang bervariasi tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.2 22 pada anak dan dewasa infeksi biasanya disertai dengan demam namun pada bayi baru lahir demam bukan merupakan tanda yang khas

untuk infeksi. Berdasarkan penelitian hanya sekitar 10% bayi yang pada darahnya ditemukan bakteri akan mengalami demam, lebih banyak yang suhu tubuhnya normal atau malah rendah. Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi (perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih dan retraksi). 29-32 28

Tabel 2.2 Gambaran klinis sepsis neonatorum. 22 2.5. Prokalsitonin sebagai marker sepsis pada neonatus Dalam menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus dapat digunakan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya proses inflamasi seperti jumlah leukosit, laju endap darah, C-reaktif protein (CRP), tumor nekrosis α dan Interleukin 1 dan 6. 33-35 Akan tetapi pemeriksaan tersebut tidak terlalu spesifik, karena sulit membedakan sepsis pada neonatus dengan systemic inflamatory respons syndrome (SIRS) pada bayi neonatus yang dirawat diruang Perinatologi atau diruang Neonatal Intensif Care Unit (NICU) dalam waktu yang cepat, karena harus menunggu hasil kultur darah selama beberapa hari, sementara pasien harus mendapat pengobatan yang tepat

dalam waktu yang segera dan hasil kultur darah positif bisa juga karena faktor kontaminasi dan hasil kultur darah negatif belum tentu menyingkirkan sepsis. 36-39 Oleh karena pengukuran secara klinis dan laboratorium yang kurang sensitif dan spesifik, diperlukan tes yang dapat membedakan antara inflamasi karena infeksi dan inflamasi karena non infeksi. 40 Akhir akhir ini telah dikembangkan tes baru untuk mendeteksi inflamasi karena infeksi yaitu prokalsitonin. Tes ini banyak dipakai untuk membedakan antara SIRS dan sepsis. Prokalsitonin merupakan pemeriksaan yang dapat menegakkan diagnosa infeksi bakteri akut. Selain itu pemeriksaan ini dapat pula digunakan untuk memantau hasil pengobatan. Prokalsitonin dikenal sebagai protein yang dirangsang oleh inflamasi ditemukan sejak tahun 1993. 14 Sejak saat itu banyak penelitian yang menunjukkan peningkatan protein ini pada plasma yang berhubungan dengan infeksi berat, sepsis dan septic shock. Prokalsitonin juga dapat membantu dalam diagnosa banding penyakit infeksi atau bukan, menilai keparahan sepsis dan juga respon dari pengobatan. 44-45 Prokalsitonin ( PCT ) adalah prekursor kalsitonin yang terdiri dari 116 asam amino yang disekresi oleh sel C dari kelenjar tiroid, struktur prokalsitonin secara skematis terlihat seperti pada Gambar 2.1. Prokalsitonin mempunyai berat molekul 13 kda protein yang disandi oleh gen CALC-1 di lengan pendek kromosom 11. Secara normal semua prokalsitonin dipecah dalam tiroid menjadi calsitonin. 46 41-43

49 Gambar 2.1 Struktur Prokalsitonin 46 Pada keadaan normal kadar prokalsitonin meningkat pada kasus septikemia, meningitis, pneumonia dan infeksi saluran kemih dan sangat sensitif sebagai penanda infaksi bakteri. Pelepasan prokalsitonin ke dalam sirkulasi dalam kepekatan besar dalam berbagai keadaan penyakit tidak disertai dengan peningkatan kadar calcitonin secara bermakna. 46 Pemeriksaan prokalsitonin sangat bermanfaat dan lebih baik dari marker inflamasi lainnya, seperti Tumor nekrosis faktor α, Interleukin 6, Interleukin 1 dan CRP dalam hal memprediksi prognosis pada pasien penyakit kritis. 41,45 Pengukuran prokalsitonin secara berkala dapat digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit dan sebagai tindak lanjut (monitoring) dari terapi pada semua infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Peningkatan

nilai prokalsitonin atau nilai yang tetap konsisten tinggi menunjukkan aktivitas penyakit yang berkelanjutan. Penurunan nilai prokalsitonin menunjukkan menurunnya reaksi inflamasi dan terjadi penyembuhan infeksi. 44 Pada keadaan fisiologis, kadar prokalsitonin rendah bahkan tidak dijumpai, tetapi akan meningkat bila terjadi bakterimia dan fungimia yang timbul sesuai dengan beratnya infeksi. Tetapi pada temuan beberapa peneliti peningkatan prokalsitonin terdapat juga pada keadaan bukan infeksi, selain itu juga prokalsitonin merupakan pengukuran yang lebih sensitif dibandingkan dengan beberapa uji laboratorik lain, misalnya laju endap darah (LED), perhitungan leukosit dan C reaktif protein sebagai sarana bantu diagnosis sepsis bakteri pada anak. 47 Gambar 2.2 Perbandingan waktu dan kepekatan prokalsitonin dibanding dengan beberapa petanda sepsis lain Prokalsitonin diinduksi oleh endotoksin yang dihasilkan bakteri selama infeksi sistemik. Infeksi yang disebabkan protozoa, infeksi non- 46

bakteri (virus) dan penyakit autoimun tidak menginduksi prokalsitonin. Kadar prokalsitonin muncul cepat dalam 2 jam setelah rangsangan, puncaknya setelah 12 sampai 48 jam dan secara perlahan menurun dalam 48 sampai 72 jam, sedangkan CRP tidak terdapat dalam 6 jam, seperti terlihat pada Gambar 2.2 diatas. Prokalsitonin juga dapat digunakan untuk pemantauan pengobatan disamping sebagai penanda sepsis awal, hal ini sesuai dengan penelitian di Jerman tahun 2010 yang melakukan pemantauan pengobatan terhadap pasien neonatus sepsis dan menjadi rujukan untuk pemakaian dan penghentian terapi antibiotika pada neonatus sepsis. 46 Pemeriksaan prokalsitonin merupakan suatu tes imunologi yang pada mulanya pengukuran prokalsitonin hanya dimungkinkan di laboratorium khusus, dimana hasil tes diperoleh jauh lebih lama. Belakangan ini sebuah alat tes Cobas 601 ( Cobas 6000) merupakan suatu alat tes untuk mendeteksi kadar prokalsitonin. Prokalsitonin dapat diukur secara cepat dan tepat, dengan menggunakan serum yang diperoleh dari sampel darah yang telah disentrifugasi. 18

2.6.KerangkaKonseptual Faktor organisme: Jenis kuman Virulensi Faktor penjamu: Lahir prematur Jenis kelamin BBLR Rendahnya Rendahnya imunitas SEPSIS Faktor Faktor lingkungan: Infeksi Infeksi nosokomial Higiene, Higiene Pemasangan kateter,ogt,infus Pemasangan Pembuatan kateter,ogt,infus susu formula Pembuatan susu Jumlah leukosit Prokalsitonin Kultur darah CRP Gambar 2.3. Kerangka konseptual penelitian = yang diteliti