Kisahhorror Fiksi Horror #1: A Midnight Story Penerbit Dark Tales Inc.
2 Fiksi Horror #1: A Midnight Story Penulis: @kisahhorror Copyright 2012 by Kisahhorror Penerbit Dark Tales Inc. @darktales_inc Darktales.inc@gmail.com Desain Sampul: Nuzula Fildzah @zulazula Ilustrasi Layout: Nuzula Fildzah @zulazula Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
3 Bella's Serenade Untuk kesekian kalinya keluarga Mitch pindah tempat tinggal, keluarga Mitch memang bukan keluarga yang mempunyai cukup uang untuk membeli sebuah rumah. Mereka adalah keluarga yang cukup sederhana yang selalu berpindah rumah untuk mencari rumah dengan harga terjangkau untuk disewa. Keluarga Mitch berbeda, dan memang bukan keluarga bahagia dan sempurna seperti yang lain. Don Mitch adalah seorang ayah yang kaku, ia sama sekali tidak tahu cara berkomunikasi dengan anak-anaknya. Bahkan dalam bertutur kata pun Don agak kesulitan, hubungan Don dengan salah satu anak perempuannya Sarah Mitch tidak begitu baik. Mereka hampir tidak pernah saling berbicara, Don lebih menyukai Gina daripada Sarah. Gina
4 adalah kakak Sarah, mereka berdua memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Gina Mitch lebih sering dinilai baik oleh Don ketimbang Sarah Mitch, itu membuat Sarah membenci ayahnya dan memilih untuk menjaga jarak dengan Don. Sedangkan Lili Mitch adalah seorang ibu yang memilih menjadi penengah antara Don dan kedua putrinya Sarah dan Gina. Lili mengemban tugas yang berat, ia terjebak diantara kedua putrinya yang tidak akur. Kadang dia harus mengorbankan salah satu putrinya saat mereka bertengkar, dan itu pastilah Sarah. Sebagai adik, Sarah selalu dipaksa mengalah oleh Lili dalam keadaan apapun. Hal itu perlahan-lahan menimbulkan rasa benci dalam diri Sarah, ia benci Gina dan kedua orang tuanya. Sampai kapan pun ia tak akan pernah mau berdamai dengan mereka. Hari itu keluarga Mitch sedang dalam perjalanan menuju Valley Falls, Don melihat sebuah iklan rumah besar sedang disewakan disurat kabar. Tanpa menunggu lama Don menelpon si pemasang iklan, dan memang rumah itu disewakan dengan harga yang dapat Don jangkau. Hari itu juga Don sepakat menyewa rumah itu untuk beberapa tahun kedepan, sebuah rumah yang besar
5 memang bagus untuk keluarga yang ingin menjauhi satu sama lain. Van milik Don memasuki Valley Falls, kabut yang cukup tebal menyambut mereka. Valley Falls adalah kota kecil yang biasa saja, selain udaranya yang cukup dingin dan bau kayu terbakar yang sangat menusuk di hidung Sarah, tidak ada yang menarik di kota itu. Valley Falls mempunyai satu jalan besar yang membelah kota itu, dengan beberapa toko kelontong dan kedai di sisi kanan kirinya. Semua itu terbias di kaca van yang melindungi mata Sarah yang tengah menerawang. Sebagian besar warga Valley Falls adalah pekerja pabrik, sepertinya mereka mengolah kayu-kayu di hutan lebat di sisi kota. Di dalam van keluarga Mitch sama sekali tidak berkomunikasi, Don sibuk melihat jalan di depannya. Lili hanya diam dan mengikuti Don memandang ke arah jalan raya, Gina tak pernah lepas dari buku yang dibacanya, sedangkan Sarah bersembunyi di balik kaca jendela van. Sarah bahkan tidak memalingkan pandangannya selama perjalanan, ia hanya memusatkan pikirannya ke dunia halusinasinya jauh di balik hutan yang ada di pandangannya.
6 Bagi Sarah mereka bukanlah keluarganya, ia merasa sangat asing di tengah keluarganya sendiri. Sepertinya ada darah sesosok makhluk mengerikan di dalam darahnya hingga membuatnya berbeda dengan keluarganya, tapi diantara itu semua hanya satu hal yang paling ia benci dan ingin sekali ia bunuh jika hal itu berwujud seorang manusia. Hal selalu terngiang di telinganya dan tertanam di hatinya, hal yang selalu ingin ia buang dari kenyataan. Hal yang selalu membuat jiwanya mengamuk. Hal itu adalah kenyataan bahwa ia mencintai Lili ibunya, sebesar apapun bencinya terhadap Lili. Jauh di dalam hatinya, Sarah mencintai Lili. Ia tidak pernah peduli dengan Don dan Gina, tetapi berbeda dengan Lili. Hanya Lili-lah yang masih memperhatikan dirinya, menanyakan apa mimpi-mimpi yang ingin ia gapai dan bagaimana harinya berlalu. Walaupun tak jarang Lili membunuh mimpimimpi dan harapan Sarah, dan lebih memilih membelikan baju untuk Gina ketimbang untuknya, tetapi Sarah tetap tidak bisa membenci Lili sepenuhnya. Tidak perduli berapa banyak Lili membunuh mimpinya, ataupun
7 menikam perasaannya. Sarah tetap menyayangi Lili, lebih dari apapun. Van milik Don memasuki halaman rumah nomor 23, sebuah rumah yang sudah disewa Don untuk beberapa tahun. Rumah itu lebih besar daripada perkiraan Don, mereka semua pun turun dari van. Don merogoh kantongnya untuk mencari kunci rumah, dan menuju beranda. Hati-hati ia menggerakan gagang pintu seraya memasukan kunci, dan membuka rumah itu untuk pertama kalinya. Seketika udara dingin menerpa dari dalam rumah, rumah itu gelap dan dingin. Lantai marmer kecoklatan memantulkan cahaya matahari saat pintu dibuka, semua barang-barang disana ditutupi kain putih. Sarah membuka bagasi van dan mengambil barang-barangnya. Sarah, bisakah kau membantu ibu dengan ini? Lili muncul dari belakang van dengan sebuah kardus berisi alat-alat memasak di tanganya. Kurasa tidak bu. Sarah berlalu meninggalkan Lili. Oh iya, aku akan memilih kamarku sendiri. Sarah berjalan memasuki rumah, tetapi seketika langkahnya terhenti. Ia mendengar sebuah suara tawa dari
8 arah lorong dekat tangga, perhatian Sarah tertuju pada lorong itu. Sebuah wajah muncul dari balik pintu dapur, wajah seorang anak perempuan berumur 7 tahunan. Wajah itu tersenyum ke arah Sarah, kemudian menghilang dibalik pintu dapur. Sarah penasaran, ia melangkahkan kakinya menuju dapur. Perlahan-lahan ia menyusuri lorong yang agak gelap, dan tiba-tiba tenggorokan Sarah seperti tercekik. Dapur itu kosong. Kamar terletak di atas Sarah. Lili muncul dari belakang Sarah, Sarah terpekik kaget. Wajahnya mendadak muram. Tolong jangan muncul seperti itu bu. Mengapa? Kau kaget, apakah kau takut? Lili tertawa kecil. Tolong jangan ulangi itu lagi bu. Sarah berusaha memperbaiki raut wajahnya. Lili mendahului Sarah, ia meletakan beberapa kardus di meja dapur. Apakah kau yakin rumah ini kosong bu?. Ya, tidak mungkin seseorang menyewakan rumah ini jika masih di tempati Sarah. Memangnya ada apa?
9 Tidak ada apa-apa bu, hanya memastikan. Jawab Sarah. Jawaban yang cukup konyol. Sarah meninggalkan dapur, ia menuju tangga. Ia bersumpah tadi melihat seorang anak perempuan, tetapi kemana perginya? Kalaupun ia bersembunyi atau melarikan diri itu tidak mungkin, tidak ada pintu lain di dapur. Aneh. Sarah berpapasan dengan Gina di lantai dua, sepertinya memang Gina menunggu Sarah lewat. Ia berdiri di pintu kamarnya dan menyilangkan kedua tangan di dadanya. Gina ingin memamerkan kamarnya yang lebih besar dan lebih bagus ketimbang kamar yang akan Sarah tempati, tetapi Sarah tak terpancing dengan sifat sombong Gina. Ia sudah terbiasa. Gina memang selalu dapat yang terbaik bukan. Sarah memang tak pernah peduli, ia selalu menerima apa yang ia dapatkan. Kamar kecil ini sudah cukup untuknya. Sebuah kamar bercat krem, dan sebuah tempat tidur berwarna putih. Kamar itu mempunyai sebuah jendela yang menghadap ke halaman rumah, sebuah kelebihan bagi Sarah. Setidaknya kamar itu mempunyai fentilasi udara yang bagus.
10 Perlahan-lahan Sarah menata kamar itu. Saat Sarah sedang memasang sprei di tempat tidurnya, tiba-tiba kaki Sarah menyentuh sesuatu di bawah tempat tidur. Ia penasaran, dan mencoba memeriksa ke bawah tempat tidur. Perlahan-lahan Sarah membungkukkan badannya dan meraih-raih ke bawah tempat tidur. Tidak jauh dari tangannya yang sedang meraih-raih, ada sebuah wajah pucat pasi yang terbaring di bawah tempat tidur. Wajah dengan pandangan kosong, dan darah yang mengalir di bibinya. Tangan Sarah hampir saja menggapai wajah itu, hingga saat sebuah suara mengangetkan sarah, ia menarik tangannya dari bawah tempat tidur. Ia mencari sumber suara, suara itu seperti seorang anak perempuan sedang bernyanyi. ayah ibu pergi bersama, ku pegang tangan mereka erat. Dari mulai fajar hingga malam menerpa, tak akan kulepaskan, tak akan ku lepas. Lantunan nyanyian itu sangat jelas terdengar, Sarah memutar kepalanya mencari dari mana asal suara itu. Hingga akhirnya ia membuka pintu sebuah lemari yang ada di sudut kamarnya, Sarah menelan ludahnya di batang tenggorokannya yang kering.
11 Ada sebuah boneka diletakan dalam posisi duduk di dalam lemari, boneka itu mengenakan gaun panjang berwarna putih, gaun yang sudah usang. Sebagian wajah boneka itu rusak, sepertinya boneka itu terbentur sesuatu hingga membuat wajahnya terkelupas. Perlahan-lahan Sarah mengangkat boneka itu, boneka itu cukup berat dan dingin. Ia memandang boneka itu, entah mengapa ada sebuah kengerian mengalir di pikirannya. Boneka siapakah ini, mengapa diletakan di lemari. Pasti milik seseorang yang lebih dahulu tinggal di rumah ini, dan mereka lupa membawanya. Sarah duduk di atas tempat tidurnya, ia memangku boneka itu. Sesungguhnya boneka itu tidak cukup buruk, setidaknya ia mempunyai kesamaan dengan Sarah. Sama-sama disembunyikan dan ditinggalkan, mungkin ia dapat menyimpan boneka itu.