BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat

dokumen-dokumen yang mirip
Tradisi Masyarakat Muslim Dalam Membagi Harta Warisan Secara Kekeluargaan (Studi Di Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya)

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat)

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB I PENDAHULUAN. hartanya kepada para ahli warisnya. Hal ini tidak bisa dipungkiri atau diingkari oleh

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2002, hlm. 4.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

BAB V PENUTUP. pertolongan sehingga berjaya menyelesaikan disertasi ini. Disertasi ini akan ditutup

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

ANALISIS AKTA PEMBAGIAN WARISAN YANG DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

KULIAH WARDAT 10 April 2012 Pertemuan ke 9

BAB I PENDAHULUAN. dengan ahli waris. Adanya pewarisan berarti adanya perpindahan hak, berupa. harta benda dari si pewaris kepada ahli waris.

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya

BAB IV HUKUM DAN SISTEM PE WARISAN ADAT

BAB I PENDAHULUAN. Islam bukan keluarga besar (extended family, marga) bukan pula keluarga inti

BAB I PENDAHULUAN. Segala puji bagi Allah, pengatur alam semesta, seluruh isi langit dan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB IV ANALISIS AH TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM PERDATA. A. Ahli waris pengganti menurut hukum perdata

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari -hari. Masalah ini sering muncul karena adanya salah satu pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya.

BAB I PENDAHULUAN. milik mawhub lah (yang menerima hibah). Dalam Islam, seseorang dianjurkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. Persada, 1998, hlm. 1. Zahwan, Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994, hlm Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris Ed.1, Jakarta: PT.

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap penganut agama di dunia mengatur tentang pembagian waris, salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat pluralistis 1, karena saat ini berlaku tiga sistem hukum kewarisan, yaitu hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Adapun dalam hukum waris adat meliputi keseluruhan asas, norma dan keputusan atau ketetapan hukum yang bertalian dengan proses penerusan serta pengendalian harta benda (materiil) dan harta cita (non materiil) dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya ahli waris. Hukum waris adat yang berlaku di Indonesia sangat beraneka ragam tergantung pada daerahnya. Dalam kewarisan adat ini, ada yang bersifat patrilineal 2, matrilineal 3, ataupun patrilineal dan matrilineal beralih-alih 1 Pluralistis adalah memiliki sifat majemuk. Lihat M. Marwan dan Jimmy P., Kamus Hukum: Dictionary Of Law Complete Edition, artikel pluralistis, Surabaya: Reality Publisher, 2009, Cet. I, h. 511. Pluralistis adalah banyak macam; bersifat majemuk. Lihat Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, artikel pluralistis Ed. 3, Cet. 3, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, h. 883. 2 Patrilineal adalah hubungan atau pertalian keluarga atau keturunan berdasarkan garis bapak. Lihat Sudarsono, Kamus Hukum, artikel patrilineal, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, Cet. 6, h. 342. Lihat juga R. Suyoto Bakir dan Sigit Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, artikel patrilineal, Tangerang: Karisma Publishing Group, 2009, h. 428. 3 Matrilineal adalah kelompok atau susunan kekerabatan berdasarkan garis keturunan ibu. Lihat M. Marwan dan Jimmy P., Kamus Hukum: Dictionary Of Law Complete Edition, artikel matrilineal, Surabaya: Reality Publisher, 2009, Cet. I, h. 269. R. Suyoto Bakir dan 1

2 atau bilateral 4. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan daerah hukum adat yang satu dengan lainnya, yang berkaitan dengan sistem kekeluargaan dengan jenis serta status harta yang akan diwariskan. 5 Hukum kewarisan Islam atau dalam kitab-kitab fikih biasa menyebutnya dengan farâiḍ yaitu hukum kewarisan yang diikuti oleh umat Islam dalam usaha mereka menyelesaikan pembagian harta peninggalan keluarga yang meninggal dunia. Hukum kewarisan Islam diikuti dan dijalankan oleh umat Islam seluruh dunia terlepas dari perbedaan bangsa, negara maupun latar belakang budayanya. Pada masa sebelum farâiḍ atau hukum kewarisan Islam dilaksanakan, biasanya mereka telah memakai dan melaksanakan aturan tertentu berkenaan dengan pembagian warisan berdasarkan adat-istiadat yang menjadi hukum tak tertulis diantara mereka. Hukum tak tertulis ini dirancang dan disusun oleh nenek moyang mereka berdasarkan apa yang baik dan adil menurut mereka dan disampaikan kepada generasi berikutnya secara lisan dari mulut ke mulut. 6 Sebagai manifestasi keimanannya, seorang muslim wajib mematuhi dan menjalankan berbagai aturan. Adapun aturan-aturan yang ditetapkan Allah atau yang disebut juga dengan hukum syara termasuk kewarisan Sigit Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, artikel matrilineal, Tangerang: Karisma Publishing Group, 2009, h. 368. 4 Bilateral adalah dari dua belah pihak; antara dua pihak; 2. Prinsip keturunan yang memperhitungkan hubungan kekerabatan, baik melalui pria maupun wanita secara serentak. Lihat Sudarsono, Kamus Hukum, artikel bilateral, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, Cet. 6, h. 58. Lihat juga R. Suyoto Bakir dan Sigit Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, artikel bilateral, Tangerang: Karisma Publishing Group, 2009, h. 83. Lihat juga Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, artikel pluralistis Ed. 3, Cet. 3, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, h. 151. 5 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat: Pewarisan Menurut Undang-Undang, Jakarta: Kencana Renada Media Group, 2005, h. 1. 6 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kencana, 2004, Cet. 1, h. 35.

3 (farâiḍ), diturunkan Allah sebagai rahmat bagi umat manusia. Rahmat dalam bahasa hukum disebut kemaslahatan umat baik dalam bentuk memberikan manfaat atas manusia atau menghindarkan manusia dari kemudaratan. Hal ini sering disebutkan Allah dalam Alquran dan dalam pelaksanaannya umat dituntut untuk melaksanakan berbagai aturan tersebut. 7 Adapun menurut Sosialisme Komunis yang berprinsip meniadakan hak waris, sehingga anak-anak yang ditinggal mati oleh orang tuanya atau keluarga dekatnya sama sekali tidak diberi apa-apa. Menurut Kapitalisme 8 dan Individualisme 9 memberikan kebebasan mutlak kepada setiap individu untuk mempergunakan harta kekayaannya sesuka hati. Menurut aliran tersebut, diperkenankan seseorang untuk memberikan harta kekayaannya itu kepada satu orang tertentu dari kalangan keluarganya, sedangkan keluarga-keluarga yang lain sama sekali tidak mendapatkannya. Berbeda dengan Islam, di dalam peraturanya tidak akan memberikan kebebasan 7 Ibid., h. 36. 8 Kapitalisme adalah sistem dan paham atau aliran ekonomi/perekonomian di mana penanam modal dan kegiatan industrinya bersumber pada modal pribadi atau (modal perusahaan-perusahaan swasta) dengan ciri persaingan dalam pasaran bebas. Lihat Sudarsono, Kamus Hukum, artikel kapitalisme, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, Cet. 6, h. 213. Lihat juga Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, artikel pluralistis Ed. 3, Cet. 3, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, h. 505. 9 Individualisme adalah paham yang menghendaki kebebasan berbuat dan menganut suatu kepercayaan bagi setiap orang. Lihat R. Suyoto Bakir dan Sigit Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, artikel individualisme, Tangerang: Karisma Publishing Group, 2009, h. 222. Individualisme adalah 1. Paham aliran yang menganggap manusia secara pribadi perlu diperhatikan sehingga kemampuan kesanggupan dan kebutuhannya tidak boleh disamaratakan; 2. Paham atau aliran yang menghendaki kebebasan berbuat sesuatu dan menganut suatu keyakinan bagi setiap orang; aliran atau paham yang mengutamakan hak perseorangan di samping kepentingan masyarakat atau negara; 3. Aliran yang menilai diri sendiri secara pribadi lebih penting daripada orang lain di tengah-tengah masyarakat. Lihat Sudarsono, Kamus Hukum, artikel individualisme, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, Cet. 6, h. 182.

4 kepada seseorang untuk mempergunakan harta kekayaannya. Termasuk dalam wasiat hanya diperkenankan tidak lebih dari sepertiga, sedangkan yang selebihnya adalah hak ahli waris. Warisan dalam hukum Islam dalam hubungannya antara yang mewarisi dan yang diwarisi adalah bersifat paten (ijbari), sehingga seorang yang akan diwarisi tidak dapat melarang seorang pun dari ahli warisnya untuk menerima warisan. Ahli waris dapat memperoleh bagian secara paten pula, bukan bersifat memilih dan bukan juga karena ketentuan hakim. Hal itu dikarenakan, seorang hakim tidak dapat menolak salah seorang ahli waris, karena harta tersebut pindah ke tangan ahli waris tanpa memerlukan ijab kabul. 10 Jika dicermati, aturan yang ditetapkan Allah SWT. pada umumnya mudah dipahami dan dijalankan oleh umat Islam yang belatar belakang budaya dan bangsa yang berbeda-beda. Maka dalam penerapan, penyesuaian dari aturan kewarisan menurut adat lama kepada ketentuan baru yang disebut dengan farâiḍ, semestinya tidak mengalami kesulitan. Tetapi, berbeda dengan kenyataanya, hal itu dilihat dari sebagian umat Islam yang hidup dalam lingkungan dan budaya tertentu masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan hal tersebut. Mereka telah berasumsi bahwa dalam membagi harta warisan itu sulit untuk dipahami dan dilakukan. Oleh sebab itu, mereka beranggapan bahwa dalam pembagian harta warisan ini hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Maka di 10 Mu ammal Hamidy, Perkawinan dan Persoalannya, Bagaimana Pemeahannya dalam Islam, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1980, h. 190.

5 dalam pembagian harta warisan, mereka membagikannya dengan sama rata atau berdasarkan kesepakatan antar ahli waris. Berdasarkan pengamatan penulis, ada beberapa masyarakat muslim yang berada di kota Palangka Raya khususnya di kecamatan Jekan Raya dalam hal membagi harta warisan, cenderung lebih banyak dilakukan dengan menggunakan tata cara hukum Adat yaitu dilakukan secara musyawarah keluarga. Adapun beberapa kemungkinan penyebab terjadinya pembagian harta warisan yang dilakukan secara kekeluargaan antara lain: 1. Karena adanya kultur masyarakat adat tertentu yang sudah menghendaki demikian. 2. Karena ada salah seorang keluarga ahli waris yang dianggap sangat berpengaruh dan menghendaki pembagian waris dilakukan secara kekeluargaan. 3. Karena adanya amanat orang tua dari ahli waris yang menghendaki agar pembagian harta kelak dibagikan berdasarkan musyawarah keluarga. 4. Karena ketidaktahuan masyarakat Islam tentang tata cara pembagian waris secara faraid. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap tradisi yang dilakukan sebagian masyarakat kota Palangka Raya dalam membagi harta warisan secara kekeluargaan. Dalam hal ini terkait dengan tradisi yang melatarbelakangi masyarakat

6 muslim Kota Palangka Raya dalam membagi harta warisan secara kekeluargaan, serta praktik pelaksanaannya dan apa akibat hukum dari pembagian harta warisan tersebut. Dengan demikian, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut, karena permasalahan tersebut menarik untuk diteliti, dikaji dan dianalisis secara lebih lanjut dengan judul Tradisi Masyarakat Muslim Dalam Membagi Harta Warisan Secara Kekeluargaan (Studi Di Kec. Jekan Raya, Kota Palangka Raya). B. Penelitian Sebelumnya Penulis telah melakukan observasi terhadap penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian penulis. Berdasarkan hasil observasi, baik yang berasal dari perpustakaan, website, dan sebagainya, maka penulis menemukan bahwa kajian atau penelitian mengenai pembagian warisan tersebut sudah banyak yang meneliti, diantaranya: 1. Pembagian Harta Warisan Secara Kekeluargaan Di Desa Jangkang Baru. Oleh Murhanadi Pada Tahun 2003. Penelitian ini terfokus pada pembagian harta warisan secara kekeluargaan di Desa Jangkang Baru. Adapun masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana latar belakang, institusi/forum dalam pengambilan keputusan, ahli waris yang dominan, keterlibatan orang lain dan waktu pembagian harta warisan secara kekeluargaan di Desa Jangkang Baru.

7 Hasil penelitian menunjukkan; (1) Latar belakang masyarakat Desa Jangkang Baru melakukan pembagian warisan secara kekeluargaan; (a) karena anggapan harta yang mereka bagi tidak memadai dibagikan secara paraid, (b) karena sudah kebiasaan nenek moyang mereka, (c) karena mereka tidak mengerti pembagian secara paraid hingga mengabil cara pembagian yang sudah biasa yang dilakukan oleh nenek moyang mereka. (2) Institusi/forum dalam pembagian harta warisan secara kekeluargaan berupa forum biasa antara sesama ahli waris yang berhak, karena tidak ada ketentuan secara tertulis yang mengaturnya. (3) Pembagian hanya melibatkan sesama ahli waris, tanpa melibatkan orang lain. (4) yang dominan dalam penentuan pembagian; orang tua ahli waris dan anak tertua. (5) Waktu melaksanakan pembagian harta warisan mencakupi; (a) harta warisan dibagikan setelah segala urusan si mayit selesai, (b) harta warisan dibagikan setelah seratus hari dari kematian. 11 2. Sistem Pewarisan Pada Masyarakat Hukum Adat Melayu Sambas Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Oleh Fitriyani Pada Tahun 2002. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem kekerabatan dan perkawinan pada masyarakat adat melayu yang ada di Kecamatan Sambas yang pada akhirnya adalah untuk mengetahui sistem pewarisan pada masyarakat melayu serta apa yang menjadi dasar pembagian warisan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kekerabatan pada masyarakat adat melayu adalah bersifat parental / bilateral yaitu sistem keturunan yang ditarik dari garis bapak ibu (orangtua) dan pewarisan dibagikan secara individual. Sebagian besar masyarakat Melayu membagikan warisan kepada anak-anak tanpa membedakan bagian anak laki-laki atau anak perempuan maka dibagikan secara perorangan dengan bagian yang sama nominalnya yaitu 1 : 1, dalam pembagian warisan ini jenis barang tidak harus sama, namun 11 Murhanadi, Pembagian Harta Warisan Secara Kekeluargaan Di Desa Jangkang Baru, Palangka Raya: STAIN Palangka Raya, 2003, h. vii.

8 pada masyarakat Melayu juga kita jumpai pembagian warisan dilakukan secara faraid berdasarkan ketentuan dalam hukum Islam, yaitu anak laki-laki mendapat dua kali bagian anak perempuan. Selain itu pembagian warisan ada juga yang diberikan pada ahli waris tertentu, yaitu hanya diberikan pada satu ahli waris saja. Hal ini dapat terjadi dengan melihat kemampuan anak / saudara dalam kehidupannya. Pembagian warisan dilakukan sesuai dengan musyawarah dan kesepakatan keluarga dan besarnya / macam barang yang dibagikan pada masing-masing ahli waris juga ditentukan atas dasar musyawarah dan kesepakatan bersama dalam keluarga. Dasar pembagian warisan dilakukan secara kesepakatan para ahli waris adalah karena rasa kasih sayang antara saudara laki-laki dengan saudara perempuannya, sehingga menimbulkan eratnya hubungan persaudaraan. Dalam pembagian warisan pada masyarakat adat melayu dilakukan setelah kedua orang tua meninggal, dan warisan belum dibagikan jika salah satu orang tua masih hidup. Pembagian warisan dilakukan antara saudara sesuai dengan musyawarah dan kesepakatan yang diambil. Jika tidak tercapai kesepakatan maka dapat diminta bantuan mak tua / pak tua yaitu saudara bapak / ibu baik laki-laki maupun perempuan, yang mempunyai kedudukan sama dengan orang tua sendiri dalam menyikapi cara pembagian / perolehan warisan keponakannya. Para ahli waris juga dapat meminta bantuan pemuka adat dan pemuka agama jika pak tua / mak tua tidak ada atau tidak dapat menyelesaikan masalah warisan tersebut. 12 3. Praktek Pembagian Harta Warisan Masyarakat Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Yogyakarta. Oleh Wasis Ayib Rosidi Pada Tahun 2010. Penelitian ini memfokuskan kajiannya pada dua masalah pokok yang akan dipecahkan dalam penelitian, yaitu bagaimana praktek pembagian warisan dalam masyarakat Desa Wonokromo Bantul Yogyakarta dan bagaimana pandangan hukum Islam terhadap 12 Fitriyani, Sistem Pewarisan Pada Masyarakat Hukum Adat Melayu Sambas Kabupaten Sambas Kalimantan Barat, Semarang: Universitas Diponegoro, 2002, h. x.

9 praktek pembagian warisan di Desa Wonokromo. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa, Praktek pembagian harta waris yang ditempuh oleh masyarakat Desa Wonokromo adalah dengan sistem kewarisan bilateral individual melalui jalan musyawarah dan perdamaian. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya persengketaan di antara ahli-ahli waris supaya tercapainya kemaslahatan. Adapun perbandingan bagian yang diterima antara ahli waris laki-laki dan ahli perempuan tergantung dari hasil musyawarah dengan mengutamakan asas rasa saling rela dan saling menerima berapa pun bagiannya. 13 Itulah beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya dan sampai sekarang tampaknya penulis tidak menemukan adanya penelitian serupa selain dari yang dijelaskan di atas. Adapun dari sisi persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan penulis teliti adalah sama-sama membahas tentang pembagian harta warisan, hal demikian itu merupakan persamaan antara penelitian peneliti dengan penilitian dari peneliti terdahulu. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh saudara Murhanadi adalah fokus tentang masalah Pembagian Harta Warisan Secara Kekeluargaan Di Desa Jangkang Baru. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh saudari Fitriyani yang memfokuskan penelitiannya kepada Sistem Pewarisan Pada Masyarakat Hukum Adat Melayu Sambas Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Seperti halnya dua penelitian di atas, penelitian yang dilakukan oleh saudara Wasis Ayib Rosidi memfokuskan kepada 13 Wasis Ayib Rosidi, Praktek Pembagian Harta Warisan Masyarakat Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Yogyakarta, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2010, h. ii.

10 Praktek Pembagian Harta Warisan Masyarakat Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Yogyakarta. Sedangkan penelitian yang penulis teliti adalah memfokuskan pada permasalahan tentang tradisi masyarakat muslim dalam membagi harta warisan yang dilakukan secara kekeluargaan di Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dirumuskan beberapa permasalahan yang nantinya perlu dikaji secara intensif, sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang tradisi masyarakat muslim membagikan harta warisan secara kekeluargaan? 2. Bagaimana praktik pelaksanaan tradisi pembagian harta waris secara kekeluargaan? 3. Bagaimana dampak hukum dari pembagian harta warisan yang dilakukan secara kekeluargaan tersebut? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui latar belakang tradisi masyarakat muslim membagikan harta warisan secara kekeluargaan. 2. Untuk mengetahui praktik pelaksanaan tradisi pembagian harta waris secara kekeluargaan.

11 3. Untuk mengetahui dampak hukum dari pembagian harta warisan yang dilakukan secara kekeluargaan tersebut. E. Kegunaan Penelitian Adapun yang menjadi kegunaan penelitian ini dibagi dua yaitu kegunaan berbentuk teoritis dan kegunaan berbentuk praktis. 1. Kegunaan Teoritis. Kegunaan secara teoritis dari penelitian ini adalah: a. Menambah pengetahuan penulis dalam bidang keilmuan fikih, khususnya mengenai hukum pembagian harta warisan yang dilakukan di luar Pengadilan Agama. b. Dapat memberikan kontribusi yang berguna bagi ilmu pengetahuan intelektual di bidang hukum kewarisan. 2. Kegunaan Praktis Kegunaan secara praktis dari penelitian ini adalah: a. Sebagai tugas akhir penulis dalam menyelesaikan studi di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Palangka Raya. b. Sebagai bahan wacana dan diskusi bagi para mahasiswa Syari ah jurusan Ah}wa>l Asy-Syakhs}iyyah STAIN Palangka Raya pada khususnya, serta bagi para masyarakat pada umumnya. c. Dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan dalam upaya memecahkan masalah serupa yang timbul di kemudian hari.

12 d. Dapat dijadikan sebagai masukan bagi penelitian yang lain dalam tema yang berkaitan dengan sudut pandang yang berbeda, sehingga bisa dijadikan salah satu referensi bagi peneliti berikutnya. F. Sistematika Penulisan Demi mencapainya kemudahan dalam penelitian ini, maka penulis akan mengklasifikasikan isi dari skripsi ini melalui sistematika penulisan. Adapun skripsi ini tersusun atas lima bab yang terdiri dari: 1. Bab I Pendahuluan Bab ini berisikan tentang latar belakang, penelitian terdahulu, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. 2. Bab II Kajian Pustaka Bab ini mendeskripsikan tentang teori-teori umum kewarisan yang memuat beberapa definisi kewarisan, dasar hukum kewarisan Islam, sebab-sebab mewaris, ahli waris yang terhijab, syarat dan rukun kewarisan, hak yang berhubungan dengan harta warisan, beberapa bentuk pembagian waris di Indonesia (menurut hukum waris Islam dan menurut hukum waris adat), kerangka pikir dan pertanyaan penelitian. 3. Bab III: Metode Penelitian Dalam bab ini akan memaparkan metode yang menjadi landasan penelitian, yaitu memuat waktu dan tempat penelitian, Pendekatan,

13 subjek dan objek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, pengabsahan data dan teknik analisis data. 4. Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan Berisi gambaran umum lokasi penelitian, memuat paparan data penelitian, serta laporan hasil penelitian yang berdasarkan pertanyaan penelitian kemudian hasil tersebut dianalisis berdasarkan dengan rumusan masalah dan analisis tersebut didukung dengan teori yang menjelaskan terhadap hasil penelitian. 5. Bab V : Penutup Memuat kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian, yang kemudian diakhiri dengan lampiran-lampiran yang terkait dengan penelitian. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN