BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, industri yang berkembang di berbagai bidang sudah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. belum bisa dihindari secara keseluruhan. Dunia industri di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesesuaian hubungan antara sistem manusia-alat dalam dunia industri dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Namun, menurut Notoadmodjo

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kerja, modal, mesin dan peralatan dalam suatu lingkungan untuk menghasilkan

BAB 1 PENDAHULUAN. efisiensi manusia. Salah satu faktor penting di antaranya adalah cahaya dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Ada beberapa jurusan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang memberikan sumbangan terbesar dalam industri tekstil pada

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. negara. Industri sepenuhnya terintegrasi ke dalam rantai pasokan secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun Kerja Bawahan. Stasiun Kerja Finishing. Gambar 1.1 Stasiun Kerja Pembuatan Sepatu

BAB VI PEMBAHASAN. Perbaikan Sikap Kerja Dan Penambahan Penerangan Lokal Menurunkan Keluhan

SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan dan kesehatan kerja, yang merupakan perlindungan tenaga kerja terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti

BAB I PENDAHULUAN. permanen dalam bekerja. Pada tahun 2010 World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai target produksi yang diharapkan dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah

BAB V PEMBAHASAN. lebih tinggi dari perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Bekerja sebagai tenaga kesehatan merupakan suatu profesi yang

BAB V PEMBAHASAN. Sehingga jenis kelamin, merokok dan trauma tidak memiliki kontribusi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam beraktifitas membutuhkan suatu alat yang dirancang atau

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Saat ini pembangunan industri menjadi salah satu andalan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan pekerjaan manual handling. Suatu hal yang sangat beralasan,

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2020 mendatang, di mana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan persyaratan yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi

sesuatu dari satu tempat ke tempat lainnya. Pentingnya transportasi terlihat pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan muskuloskeletal adalah kerusakan pada bagian-bagian otot

BAB I PENDAHULUAN. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Laundry dikenal sebagai kegiatan binatu atau pencucian pakaian dengan. mencucikan pakaian-pakaian (Samsudin, 2009).

BAB VI PEMBAHASAN. Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan

BAB I PENDAHULUAN. disokong oleh beberapa kaki dan ada yang memiliki laci, sedangkan kursi adalah

BAB I PENDAHULUAN. kematian termasuk 37% back pain, 15% hearing loss, 13% chronic obstructive

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah penggunaan tenaga dan penggunaan bagian tubuh seperti tangan

BAB I PENDAHULUAN. manual (Manual Material Handling/MMH). Kelebihan MMH bila

BAB I PENDAHULUAN. industri pengolahan air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merk dagang. keselamatan dan kesehatan akan aman dari gangguan.

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator

BAB 1 PENDAHULUAN. ergonomi yang kurang tepat yaitu Musculoskeletal disorder (MSDs). Keluhan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan setelah perang dunia kedua, tepatnya tanggal 12 Juli 1949 di Inggris

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan usaha mikro, kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta

GAMBARAN POSISI KERJA DAN KELUHAN GANGGUAN MUSCULOSKELETAL PADA PETANI PADI DI DESA KIAWA 1 BARAT KECAMATAN KAWANGKOAN UTARA

BAB I PENDAHULUAN. akan melibatkan kerja tubuh. Kegiatan yang dilakukan secara rutinitas setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

terjadi karena kerja berlebihan (ougkverexertion) atau gerakan yang berulang

BAB I PENDAHULUAN. dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaannya dalam sehari-hari. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Tengah. Salah satu sentral kerajinan gerabah yang paling dikenal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia perindustrian di era globalisasi dan Asean Free Trade

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran risiko..., Pongki Dwi Aryanto, FKM UI, 2008

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

BAB I PENDAHULUAN. Bagian back office adalah sistem pendukung yang menangani bagian

WORKPLACE STRECHING EXERCISE AND GIVING SWEET TEA IMPROVE PHYSIOLOGICAL RESPONSE AND INCREASE THE PRODUCTIVITYAMONG TAILORS IN PT.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa kini, industri yang berkembang di berbagai bidang sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Kegiatan industri berkembang dari skala rumah tangga bahkan sampai industri yang berskala besar berbentuk perusahaan. Industri yang berkembang di bidang usaha garmen, semakin meluas seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan kepentingan masyarakat terhadap hasil dari industri garmen tersebut. Produk garmen sebagai salah satu komoditas dapat menjadi potensial dikembangkan di pasar global, tentu diikuti dengan timbulnya persaingan yang juga semakin ketat antara perusahaan garmen. Diungkapkan oleh Sutrisno (2007), kebutuhan produk tekstil dan pakaian jadi (garmen) dapat terus meningkat dari tahun ke tahun. Produk garmen yang diekspor oleh negara yang tergabung dalam Uni Eropa, Cina, Hongkong, Turki, Meksiko, India, Amerika, Rumania dan Indonesia merupakan eksportir terbesar produk garmen ke pasar dunia dituntut memiliki produktivitas, kualitas dan daya saing yang tinggi (Fitrihana, 2012). Produk garmen sebagai hasil kerajinan, diproses dalam suatu industri yang memiliki unit kerja tertentu dengan tugas yang berbeda-beda pada setiap bagiannya. Produk garmen yang diproses pada industri skala kecil dan menengah, dikerjakan oleh pekerja yang mungkin tidak dibagi dalam fase produksi secara spesifik, teratur, menetap, dan dengan jumlah pekerja yang terbatas, oleh karena 1

2 itu, pekerja bisa jadi harus merangkap mengerjakan pekerjaan yang dilakukan di beberapa bagian produksi tersebut, seperti tukang pola merangkap tukang potong atau bagian kontrol kualitas merangkap bagian sortir, setrika dan pengepakan (Fitrihana, 2012; Wahyuno dan Erayanti, 2014). Produk garmen dibuat mulai dari proses pengecekan kain, desain dan pembuatan pola, grading serta marker, yang dilanjutkan dengan proses pembuatan sampel dan pemotongan lalu dilakukan proses pengepresan. Proses selanjutnya adalah penjahitan, dilanjutkan proses penyelesaian akhir, seperti pemasangan kancing, label, pembersihan dan penyetrikaan serta kemudian dilakukan pengepakan dan pengiriman ke konsumen (Wijayanti dkk., 2013). Pada umumnya, pekerjaan di industri garmen memiliki karakteristik kerja dengan posisi kerja duduk dan berdiri, ketelitian kerja yang cukup tinggi, tingkat pengulangan kerja yang melibatkan satu jenis otot secara berulang serta material handling (angkat-angkut). Selain itu, terjadi juga interaksi dengan benda tajam seperti jarum, gunting dan pisau potong, paparan panas di bagian pengepresan dan penyetrikaan serta banyaknya debu serat bahkan aroma khas kain, terpaan kebisingan, getaran dan panas dari mesin jahit (Fitrihana, 2012; Wahyuno dan Erayanti, 2014). Karakteristik sikap kerja penjahit dalam industri garmen adalah duduk statis, postur bagian punggung dan kepala cenderung sedikit membungkuk serta posisi siku maupun lutut yang menekuk. Selain itu, pada saat bekerja dengan mesin jahit terjadi pengulangan gerakan simultan pada tangan dan kaki. Oleh karena itu, tampak jelas sikap kerja penjahit dibatasi oleh mata sebagai kontrol

3 penglihatan pekerjaan, tangan untuk mengarahkan bahan yang dijahit dan kaki sebagai kontrol kecepatan dari pekerjaan yang dilakukan. Hal inilah yang memicu timbulnya keluhan pegal dan nyeri yang dirasakan terutama pada bagian leher, bahu, pinggang dan kaki (Polajnar dkk., 2010; Chandra dan Nidhi, 2014). PT Fussion Hawai yang berlokasi di Kabupaten Badung, Provinsi Bali, merupakan perusahaan garmen berskala menengah yang berdiri sejak tahun 2003 di atas sebidang tanah seluas tujuh are. Sebagian besar hasil produksinya diekspor ke berbagai negara, terutamanya ke kawasan Amerika, Eropa dan Asia. Produk garmen yang dihasilkan oleh PT Fussion Hawai, dikerjakan oleh karyawan yang berjumlah 70 orang. Jumlah distribusi karyawan terbesar terdapat pada bagian jahit yaitu 40 orang, yang didominasi oleh karyawan wanita sebanyak 24 orang dan laki-laki sebanyak 16 orang. Karyawan bekerja mulai hari Senin sampai hari Sabtu dengan waktu kerja mulai dari pukul 08.00-17.00 WITA. Waktu istirahat diberikan selama satu jam mulai pukul 12.00-13.00 WITA. Waktu istirahat dimanfaatkan oleh pekerja untuk makan siang dan berinteraksi dengan pekerja lainnya. Tidak ada jeda waktu istirahat singkat di antara waktu kerja yang disediakan oleh perusahaan, tetapi perusahaan menyediakan air minum yang diletakkan di area tempat kerja yang dapat diambil oleh karyawan setiap saat dibutuhkan. Pekerja juga kadang-kadang harus bekerja lembur sampai selama tiga jam, terutama ketika sudah mendekati batas waktu pengiriman barang. Selama kurun waktu jam kerja, pekerja bagian menjahit bekerja dengan sikap kerja duduk dan kepala sedikit menunduk serta melakukan gerakan repetitif

4 yang tinggi pada bagian tangan serta kaki saat mengoperasikan mesin jahit. Kursi yang digunakan oleh para penjahit memiliki dudukan dengan tinggi 47 cm, tanpa sandaran punggung dan mesin jahit berada di atas permukaan meja jahit setinggi 75 cm. Selain itu, mereka melakukan gerakan memutar dan membungkuk untuk mengambil bahan atau menaruh hasil jahitan yang biasanya diletakkan di sampingnya. Sikap dan posisi kerja seperti ini dilakukan selama empat jam sebelum istirahat, dan bahkan bisa lebih pada saat harus bekerja lembur. Berdasar hasil observasi yang dilakukan tampak bahwa, beberapa kali pekerja melakukan istirahat curian dengan berpindah dari posisi tempat menjahit hanya untuk sekedar berinteraksi dengan rekan kerja yang lainnya atau berjalan-jalan mengamati ke luar ruangan melalui jendela. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, hal ini mereka lakukan hanya untuk sekedar melemaskan badan yang terasa kaku setelah duduk dalam jangka waktu lama. Pekerjaan pada bagian menjahit berlangsung dalam satu ruang kerja yang cukup luas dengan ventilasi yang baik, karena hampir 80% dinding ruangan memiliki jendela kaca yang dapat dibuka dan memungkinkan terjadi sirkulasi udara segar dengan baik. Selain itu, penggunaan kipas angin tambahan yang cukup banyak di dalam ruangan juga mendukung terciptanya suhu lingkungan yang cukup nyaman bagi pekerja di bagian menjahit. Suhu ruangan mencapai 30 o C dan ruang kerja dilengkapi dengan kipas angin yang membuat mereka merasa lebih nyaman. Intensitas pencahayaan di ruang menjahit bervariasi pada setiap titik pengukuran, karena keberadaan ruang menjahit dengan banyak jendela kaca berdampak pada intensitas cahaya tambahan bersumber dari sinar matahari

5 dan pencahayaan di dalam ruangan yang dominan menggunakan lampu neon. Pengukuran terhadap intensitas cahaya dengan menggunakan luxmeter diperoleh hasil pengukuran 460 lux. Mesin jahit yang digunakan pada PT Fussion Hawai merupakan mesin jahit model terbaru, maka getaran dan kebisingan yang dihasilkan dari mesin jahit dirasa tidak terlalu mengganggu bagi pekerja. Hasil pengukuran untuk tingkat kebisingan terukur 64 db dengan sound level meter dan tingkat vibrasi diukur dengan vibration meter berada pada level weak-moderate. Penelitian oleh Vilma dan Wesgard menyebutkan bahwa, penjahit mengalami gangguan otot yang cukup serius. Sedangkan penelitian yang dilakukan Punnet dan Brisson melaporkan bahwa sejumlah tenaga kerja garmen mengalami sakit persisten dan mengalami peningkatan gangguan kesehatan kronis dan ketidakmampuan secara permanen, serta posisi duduk dan sikap tubuh yang tidak baik menimbulkan sakit dan menurunkan produktivitas (Fitrihana, 2012) Adanya beban statis yang berulang dalam waktu yang lama terhadap otot dapat menimbulkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon yang dikenal dengan istilah musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal. MSDs dapat menjadi pemicu respon maladaptif pada pekerja seperti malas dalam melakukan pekerjaannya, terlambat atau tidak masuk kerja, berdampak pada hasil kerja yang tidak optimal serta memengaruhi penghasilan pekerja. Faktor risiko seperti beban kerja yang tinggi atau berat, pekerjaan berulang, sikap kerja yang salah, serta stres dapat menimbulkan keluhan MSDs (Tarwaka, 2011; Altwood, 2004).

6 Sikap kerja yang tampak kurang baik pada bagian menjahit terlihat pada daerah kepala, leher, punggung, ekstremitas atas dan ekstremitas bawah, serta ditambah adanya posisi yang monoton dan pergerakan yang sama berulang-ulang dalam bekerja mengakibatkan tingginya prevalensi keluhan muskuloskeletal yang dialami oleh penjahit. Menurut Herbert dkk. (2001), pekerja yang bekerja di industri garmen mengalami gangguan muskuloskeletal terkait pekerjaan dengan tingkat yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis industri lainnya. Hal serupa juga dilaporkan sebelumnya, bahwa pekerja yang bekerja sebagai penjahit mengalami nyeri persisten dengan prevalensi lebih tinggi bila dibandingkan misalnya dengan karyawan rumah sakit maupun pekerja kantoran. Menurut Sutajaya (2006), pekerjaan yang melibatkan aktivitas fisik dan mental dapat menimbulkan keluhan otot (muskuloskeletal). Hal ini dapat disebabkan karena postur kerja yang kurang fisiologis (kurang ergonomis), pengulangan gerakan (repetitive motion), postur kerja statis (static posture), sifat pekerjaan yang monoton, waktu bekerja yang cukup lama, dan sarana prasarana kerja yang tidak sesuai dengan antropometri pekerja. Penelitian terhadap keluhan muskuloskeletal pada penjahit di perusahaan garmen di daerah Sukoharjo menunjukkan hasil bahwa dari 64 sampel yang diteliti dengan menggunakan kuesioner nordic body map dengan empat skala likert diperoleh jumlah terbesar keluhan muskuloskeletal pada kelompok kategori sedang yaitu 41 orang (64,1%), jumlah terkecil pada kelompok kategori rendah yaitu sembilan orang (14,1%), dan 14 orang (21,8%) kelompok kategori tinggi

7 dan tidak ada responden yang masuk kategori sangat tinggi (Wahyono dan Erayanti, 2014). Sikap kerja yang kurang fisiologis, dapat menimbulkan kelelahan dan berbagai gangguan pada sistem otot skeletal serta memerlukan energi yang lebih besar. Kondisi seperti ini, dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Sutjana, 2003). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ambar Silastuti mengenai hubungan kelelahan dengan produktivitas kerja penjahit di sebuah perusahaan garmen di Solo dengan melakukan hitung probabilitas, menunjukkan bahwa ada hubungan yang cukup kuat antara kelelahan dan produktivitas tenaga kerja. Koefisien korelasi menunjukkan tanda negatif yang bermakna bahwa semakin tinggi kelelahan, maka produktivitas tenaga kerja semakin rendah (Silastuti, 2004). Pengukuran kelelahan secara subjektif menggunakan subjective self rating test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) diketahui bahwa dari 10 penjahit di wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang, 70% dari responden mengalami kelelahan kerja (Umyati, 2009). Asupan kalori juga memiliki peran penting bagi pekerja, karena asupan kalori yang kurang tepat dapat mengakibatkan penurunan kapasitas kerja, meningkatkan kelelahan dan keluhan muskuloskeletal serta pada akhirnya menurunkan produktivitas kerja (Putra, 2009). Kerja dengan waktu kerja minimal delapan jam sehari, idealnya diberikan satu kali istirahat reguler dan dua kali istirahat pendek yang disertai dengan pemenuhan kebutuhan kalori para karyawan

8 untuk tetap mempertahankan kinerjanya. Menurut Pangkey (2011), pemenuhan kalori yang baik bagi tenaga kerja mampu membuat pekerja bekerja lebih giat, produktif dan teliti sehingga dapat mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan mengenai kelelahan kerja pada PT. Fussion Hawai, dari 30 item pertanyaan dalam kuisioner, rasa lelah pada seluruh bagian badan merupakan item yang banyak dirasakan oleh responden, kemudian diikuti oleh rasa mengantuk, rasa beban pada mata dan rasa kaku di bagian bahu (Rusni, 2015). Rasa mengantuk dan lelah pada mata, menunjukkan kurangnya nutrisi dan oksigenasi ke otak akibat kelelahan. Beberapa penelitian yang dilakukan di beberapa sektor pekerjaan, menunjukkan pemberian teh manis pada saat istirahat pendek sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan kalori saat bekerja memberikan efek yang cukup signifikan dalam menurunkan kelelahan dan juga keluhan muskuloskeletal yang dialami oleh pekerja. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Adiatmika dkk. (2007), dengan penerapan ergonomi total, yang salah satunya dengan pemberian teh manis pada pengrajin pengecatan logam di Kediri, Tabanan, menunjukkan adanya penurunan kelelahan, penurunan keluhan muskuloskeletal dan peningkatan produktivitas yang bermakna. Menurut Bridger (2003), tindakan pencegahan yang dilakukan dengan exercise, postur kerja yang baik dan diet merupakan strategi utama untuk mengatasi keluhan MSDs serta kelelahan akibat bekerja. Melalui latihan peregangan serta penerapan sikap atau posisi tubuh yang ergonomis pada saat

9 bekerja dapat mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia sehingga diperoleh rasa nyaman dalam bekerja yang dapat berdampak pada terciptanya kualitas kerja dan produktivitas yang tinggi (Tarwaka, 2011). Peregangan (stretching) adalah suatu bentuk latihan fisik (exercise) pada sekelompok otot atau tendon untuk meningkatkan elastisitas, melenturkan otot dan memperoleh kenyamanan pada otot (Weerapong dkk., 2005). Magnusson dan Renstrom (2006) dalam Choi dan Woletz (2009), berpendapat bahwa peregangan adalah gerakan latihan untuk memperbaiki gerakan tulang sendi serta digunakan sebagai terapi untuk mengurangi atau meringankan kram dengan hasil berupa peningkatan fleksibilitas, peningkatan kontrol otot dan rentang gerak sendi. Mengingat tingginya tingkat keluhan muskuloskeletal serta kelelahan yang dialami oleh penjahit akibat kondisi kerja yang kurang ergonomis, maka kiranya perlu dilakukan upaya pencegahan maupun penanggulangan untuk mengatasi masalah tersebut. Kombinasi pemberian exercise serta diet sebagai pemenuh kebutuhan kalori kerja merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaikinya yaitu melalui latihan peregangan otot (workplace stretching exercise) serta pemberian nutrisi (berupa teh manis) yang dapat dilakukan di selasela pekerjaan. Upaya ini diharapkan mampu memperbaiki respon fisiologis berupa berkurangnya keluhan muskuloskeletal maupun kelelahan yang dialami oleh pekerja dan pada akhirnya mampu meningkatkan produktivitas kerja penjahit.

10 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1) Apakah workplace stretching exercise dan pemberian teh manis dapat memperbaiki respon fisiologis yang dinilai dari penurunan keluhan muskuloskeletal pada penjahit di PT. Fussion Hawai? 2) Apakah workplace stretching exercise dan pemberian teh manis dapat memperbaiki respon fisiologis yang dinilai dari penurunan kelelahan pada penjahit di PT. Fussion Hawai? 3) Apakah workplace stretching exercise dan pemberian teh manis dapat meningkatkan produktivitas kerja penjahit di PT. Fussion Hawai? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi ergonomi dalam organisasi kerja penjahit melalui perbaikan respon fisiologis yang terjadi terhadap peningkatan kualitas hidup dan kesehatan penjahit. 1.3.2 Tujuan khusus 1) Membuktikan bahwa workplace stretching exercise dan pemberian teh manis diharapkan dapat memperbaiki respon fisiologis yang dinilai dari penurunan keluhan muskuloskeletal penjahit di PT. Fussion Hawai

11 2) Membuktikan bahwa workplace stretching exercise dan pemberian teh manis diharapkan dapat memperbaiki respon fisiologis yang dinilai dari penurunan kelelahan penjahit di PT. Fussion Hawai 3) Membuktikan bahwa workplace stretching exercise dan pemberian teh manis sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja penjahit di PT. Fussion Hawai. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menambah khazanah keilmuan di bidang ergonomi khususnya tentang organisasi kerja. 1.4.2 Manfaat praktis 1) Peningkatan kualitas kesehatan penjahit serta menambah rasa nyaman saat bekerja 2) PT. Fussion Hawai dapat mengaplikasikan hasil penelitian secara berkelanjutan agar produktivitas perusahaan meningkat 3) Mengurangi absensi pekerja akibat sakit dalam bekerja.